BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik - HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF ORANG TUA DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA SMA N 3 BANTUL - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi Akademik 1. Pengertian Prokrastinasi Akademik Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan

  awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus”. yang berarti keputusan hari esok, atau jika digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya (Burka & Yuen, 2008).

  Kata prokrastinasi yang ditulis dalam American College Dictionary, memiliki arti menangguhkan tindakan untuk melaksanakan tugas dan dilaksanakan pada lain waktu. Ellis dan Knaus (dalam Akinsola, 2007) menganggap prokrastinasi sebagai bentuk penghindaran dari suatu kegiatan, memang sengaja untuk terlambat dan mempunyai alasan untuk membenarkan perilaku tersebut serta menghindari penyalahan. Ellis dan Knaus (dalam Akinsola, 2007) juga mengatakan bahwa prokrastinasi adalah “the lack or absence of self-regulated

  performance and the behavioral tendency to postpone what is necessary to reach a goal ”. Menurutnya, seseorang yang melakukan prokrastinasi itu

  kurang atau tidak memiliki regulasi kerja yang tinggi. Oleh karenanya, ia cenderung untuk menunda-nunda apa yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.

  Solomon dan Rothblum (1984) mengungkapkan prokrastinasi akademik disengaja. Terdapat enam area indikasi prokrastinasi akademik yaitu tugas mengarang (membuat paper), belajar dalam menghadapi ujian, membaca buku penunjang, tugas-tugas administrative penunjang proses belajar, menghadiri pertemuan dan kinerja akademik secara keseluruhan yang dilakukan secara terus menerus baik penundaan jangka pendek, beberapa saat menjelang

  

deadline , ataupun jangka panjang sehingga mengganggu kinerja dalam

rentang waktu terbatas dengan mengganti aktivitas yang tidak penting.

  Ferrari (dalam Ghufron, 2003) pengertian prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai batasan tertentu, yaitu; a.

  Prokrastinasi hanya sebagai perilaku penundaan, yaitu bahwa setiap perbuatan untuk menunda dalam mengerjakan suatu tugas disebut sebagai prokrastinasi, tanpa mempermasalahkan tujuan serta alasan penundaan yang dilakukan.

  b.

  Prokrastinasi sebagai suatu kebiasaan atau pola perilaku yang dimiliki individu, yang mengarah kepada trait, penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon tetap yang selalu dilakukan seseorang dalam menghadapi tugas, biasanya disertai oleh adanya keyakinan-keyakinan irasional.

  c.

  Prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, dalam pengertian ini prokrastinasi tidak hanya sebuah perilaku penundaan saja, akan tetapi prokrastinasi merupakan suatu trait yang melibatkan komponen-komponen perilaku maupun struktur mental lain yang saling terkait yang dapat

  Sedangkan menurut Ghufron (2010) prokrastinasi akademik adalah jenis penundaan yang dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik. Ferrari (dalam Yong, 2010) menyatakan bahwa prokrastinator yang gagal dalam bidang akademik dikarenakan mereka menghindari pengerjaan tugas dan merasa takut apabila mereka tidak dapat menyelesaikan tugasnya.

  Berdasarkan uraian penjelasan di atas tentang definisi dari prokrastinasi akademik, maka dari itu peneliti menyimpulkan bahwa prokrastinasi merupakan penundaan tindakan untuk melaksanakan tugas dan dilaksanakan pada lain waktu. Sedangkan prokrastinasi akademik merupakan penundaan tindakan untuk melaksanakan tugas formal yang berkaitan dengan tugas akademik.

2. Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik

  Ferrari dkk. (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) mengatakan bahwa prokrastinasi akademik dapat termanifestasi dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu antara lain: a.

  Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan suatu tugas Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda- nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakannya sebelumnya. b.

  Keterlambatan atau kelambanan dalam mengerjakan tugas Seseorang yang melakukan prokrastinasi akan memerlukan waktu yang lebih lama dari pada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan tugas. Seorang prokrastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi akademik.

  c.

  Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual Seseorang prokrastinator yang telah merencanakan dan membuat jadwal dalam menyelesaiakan tugas, sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukannya sendiri dan gagal memenuhi jadwal-jadwal yang telah ditetapkan.

  d.

  Lebih menyukai melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan dari pada mengerjakan tugas Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera mungkin dalam menyelesaikan tugasnya. Hal ini dikarenakan mereka menggunakan waktu yang dimiliki untuk melakukan aktivitas menyenangkan dan mendatangkan hiburan seperti membaca koran, majalah, komik, pergi ke bioskop, mendengarkan musik, menonton televisi, dan bermain game sehingga menyita waktu untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikan.

  Burka dan Yuen (2008) menjelaskan ciri-ciri seorang pelaku prokrastinasi antara lain; a.

  Prokrastinator lebih suka untuk menunda pekerjaan atau tugas-tugasnya.

  b.

  Berpendapat lebih baik mengerjakan nanti daripada sekarang, dan menunda pekerjaan adalah bukan suatu masalah.

  c.

  Terus mengulang perilaku prokrastinasi.

  d.

  Pelaku prokrastinasi akan kesulitan dalam mengambil keputusan.

  Berdasarkan beberapa uraian menurut beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan ciri-ciri prokrastinasi akademik menurut Burka dan Yuen (2008) yaitu; i) Prokrastinator lebih suka untuk menunda pekerjaan atau tugas- tugasnya; ii) Berpendapat lebih baik mengerjakan nanti daripada sekarang, dan menunda pekerjaan adalah bukan suatu masalah; iii) Terus mengulang perilaku prokrastinasi; iv) Pelaku prokrastinasi akan kesulitan dalam mengambil keputusan. Selain itu, menurut Ferrari, dkk (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) prokrastinasi akademik dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu antara lain: i) Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan suatu tugas; ii) Keterlambatan atau kelambanan dalam mengerjakan tugas; iii) Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual; iv) Lebih menyukai melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan dari pada mengerjakan tugas.

  Penjelasan dari ciri-ciri perilaku prokrastinasi akademik di atas, maka peneliti memilih ciri-ciri prokrastinasi akademik menurut Ferrari, dkk (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) sebagai alat pengukuran karena aspek-aspek tersebut memiliki penjelasan yang lebih mudah dipahami untuk melihat prokrastinasi akademik.

3. Jenis-jenis Prokrastinasi Akademik

  Menurut Ferrari (dalam Husetiya, 2010) membagi prokrastinasi menjadi dua jenis prokrastinasi berdasarkan manfaat dan tujuan melakukannya yaitu:

  a.

   Functional Procrastination

  Yaitu penundaan mengerjakan tugas yang bertujuan untuk memperoleh informasi lengkap dan akurat

  b.

   Dysfunctional Procrastination

  Yaitu penundaan yang tidak bertujuan, berakibat buruk dan menimbulkan masalah. Dysfunctional procrastination ini dibagi lagi menjadi dua hal berdasarkan tujuan mereka melakukan penundaan: 1)

  Decisional procrastination Menurut Janis dan Mann (dalam Ghufron, 2003), bentuk prokrastinasi yang merupakan suatu penghambat kognitif dalam menunda untuk mulai melakukan suatu pekerjaan dalam menghadapi situasi yang dipersepsikan penuh stress. Menurut Ferrari, prokrastinasi dilakukan sebagai suatu bentuk coping yang ditawarkan untuk menyesuaikan diri dalam pembuatan keputusan pada situasi yang dipersepsikan penuh tugas, yang kemudian menimbulkan konflik dalam diri individu, sehingga akhirnya seseorang menunda untuk memutuskan sesuatu.

  Decisional procrastination berhubungan dengan kelupaan atau

  kegagalan proses kognitif, akan tetapi tidak berkaitan dengan kurangnya tingkat intelegensi seseorang.

  2) Avoidance procrastination

  Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003), penundaan dilakukan dengan suatu cara untuk menghindari tugas yang dirasa tidak menyenangkan dan sulit untuk dilakukan. Prokrastinasi dilakukan untuk menghindari kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan, yang akan mendatangkan nilai negatif dalam dirinya atau mengancam self esteem-nya sehingga seseorang menunda untuk melakukan sesuatu yang nyata yang berhubungan dengan tugasnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, menurut Ferrari tentang jenis jenis prokrastinasi akademik berdasarkan manfaat dan tujuannya dibagi menjadi dua, yaitu functional procrastination dan Dysfunctional

  

Procrastination. Dysfunctional procrastination ini dibagi lagi menjadi dua hal

  berdasarkan tujuan mereka melakukan penundaan yaitu decisional procrastination dan avoidance procrastination.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik

  Menurut Ferrari (dalam Ghufron, 2003), prokrastinasi mengganggu dalam dua hal yaitu: a.

  Faktor internal Faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk melakukan prokrastinasi, meliputi: 1)

  Kondisi kodrati yang terdiri dari jenis kelamin anak, umur, dan urutan kelahiran.

2) Kondisi fisik dan kondisi kesehatan.

  3) Kondisi psikologis, trait kepribadian yang dimiliki individu turut mempengaruhi munculnya perilaku prokrastinasi, seperti hubungan kemampuan sosial dan tingkat kecemasan dalam berhubungan sosial.

  Besarnya motivasi seseorang juga akan mempengaruhi prokrastinasi secara negatif. Semakin tinggi motivasi yang dimiliki individu ketika menghadapi tugas, akan semakin rendah kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi akademik.

  b.

  Faktor Eksternal Faktor eksternal yang ikut menyebabkan kecenderungan munculnya prokrastinasi akademik dalam diri seseorang yaitu faktor pola asuh orang tua dan lingkungan diantaranya lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.

  1) Pola asuh orang tua

  Candra dkk. (2014) mengatakan faktor penyebab prokrastinasi dapat berasal dari faktor keluarga yaitu dari perlakuan orang tua. Bagaimana orang tua memberikan reward atau punishment terhadap anaknya akan mempengaruhi sikap siswa dalam menyelesaikan tugas sekolahnya.

  Santrock (2002) menjelaskan bahwa pada masa remaja, orang tua lebih sedikit meluangkan waktu dengan anak-anak mereka daripada masa anak-anak. Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron, 2010) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi. Berbeda dengan pengasuhan orang tua yang mendidik anaknya dengan demokratis akan menyebabkan timbulnya sikap asertif karena anak diberi kebebasan dalam mengekspresikan diri sehingga memunculkan rasa percaya diri.

  2) Kondisi lingkungan

  Kondisi lingkungan yang cenderung memiliki prokrastinasi akademik lebih banyak ditemukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan daripada lingkungan yang penuh pengawasan. Koentjaraningrat (dalam Basrowi, 2005) merumuskan definisi masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Lingkungan yang rendah

  Lingkungan rendah pengawasan diartikan sebagai suatu kondisi lingkungan dimana norma-norma dan aturan kurang begitu ditegakkan.

  Hal tersebut membuat kesempatan siswa untuk berada pada lingkungan yang kondusif yang dibutuhkan untuk belajar dan mengerjakan tugas menjadi semakin berkurang. Solomon & Rothblum (1984) menyebutkan bahwa prokrastinasi terjadi tidak hanya dikarenakan oleh manajemen waktu yang buruk dan kebiasaan belajar yang salah saja, tetapi juga berkaitan dengan interaksi antara komponen perilaku, kognitif dan afeksi si pelaku. Secara spesifik, Solomon & Rothblum (1984) membagi faktor-faktor penyebab prokrastinasi sebagai berikut: a.

  Perasaan takut gagal (fear of failure) Banyak orang yang melakukan prokrastinasi karena merasa gelisah atas penilaian atau kritikan orang lain. Takut apabila orang lain menemukan kekurangan pada tugas yang telah dikerjakannya. Rasa takut tersebut muncul sehingga terlalu khawatir apabila gagal mengerjakan tugasnya dengan baik. Pada akhirnya lebih memilih untuk menghindari rasa takutnya tersebut dengan menunda-nunda tugas akademiknya.

  b.

  Cemas (Anxiety) Rasa cemas disebabkan oleh rasa khawatir atau takut yang berlebihan.

  Kekhawatiran tersebu dapat muncul dari pemikiran irasional atau dari rasa trauma. Kecemasan yang berlebih dapat memunculkan gangguan- atau buang air besar dan gangguan lainnya. Akibatnya, seseorang yang mengalami kecemasan menjadi tidak fokus dalam mengerjakan tugasnya sehingga menunda menyelesaikan maupun mengerjakan tugas akademiknya.

  c.

  Memiliki standar yang terlalu tinggi (Perfectionism) Seseorang yang perfeksionis akan mematok standar tujuannya terlalu tinggi dan mempunyai ambisi yang berlebihan. Pemikiran ini cenderung merujuk pada indivisu yang mengevaluasi kualitas dirinya terlalu ekstrim. Orang perfeksionis secara tidak langsung menciptakan pemikiran yang tidak realistis dan tekanan (pikiran dan batin) yang sebenarnya mengganggu. Apabila siswa memiliki standar yang terlalu tinggi, dampaknya terlihat pada saat mereka sedang mengerjakan tugas. Ada siswa yang mengumpulkan bahan sampai lengkap baru mengerjakan tugasnya. Ada juga siswa yang selalu merasa kurang puas terhadap hasil yang telah dikerjakannya. Secara tidak langsung mereka malah mengulur-ngulur waktu sampai jangka waktu pengumpulan tugas berakhir.

  d.

  Kurang percaya diri (Low Self-Confidence) Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribdian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan sendiri serta memiliki harapan yang realistis, bahkan ketika harapan yang miliki tidak terwujud, tetap berpikiran positif dan dapat tugas karena kalau hasil tugasnya buruk akan dimarahi dosen. Apabila terus berpikiran seperti itu, tugas tidak akan terselesaikan dengan baik.

  e.

  Menganggap tugas adalah suatu hal yang tidak menyenangkan (Perceived Aversiveness of the Task) Menganggap tugas sebagai sesuatu hal yang tidak menyenangkan merupakan hasil pemikiran irasional. Dengan berpikir negatif seperti itu menjadikan mahasiswa tidak sungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas (malas). Mereka cenderung menyepelekan dan menunda-nunda untuk mengerjakannya. Akhirnya, hasil pekerjaan merekapun tidak maksimal.

  Hal tersebut berdampak pada indeks prestasi yang rendah. Berdasarkan dari teori yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi, maka peneliti memilih faktor menurut Ferrari yaitu pola asuh orang tua khususnya pola asuh permisif. Menurut Ferrari (dalam Ghufron 2003) faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik yaitu faktor internal yang meliputi kondisi kodrati, kondisi fisik dan kondisi kesehatan, dan kondisi psikologis individu. Sedangkan faktor eksternal meliputi pola asuh orang tua dan kondisi lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah.

B. Pola Asuh Permisif Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh Pemisif Orang Tua

  Menurut Santrock (2002) gaya pengasuhan atau pola asuh adalah cara atau tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial. Baumrind (1991) mendefinisikan pola asuh permisif sebagai pola dimana orang tua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan anaknya. Orang tua cenderung mendorong anak untuk bersikap otonom, mendidik anak berdasarkan logika dan memberi kebebasan pada anak untuk menentukan perilaku dan kegiatannya. Orang tua biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, orang tua memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Orang tua cenderung tidak memperingatkan anaknya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan.

  Pengasuhan permisif adalah gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Pola asuh permisif sangat berlebihan dalam memberikan kebebasan, orang tua percaya bahwa cara terbaik untuk menyatakan cinta pada anaknya adalah dengan memberikan keinginan anak (Rice, 2008). Bee dan Boyd (2007) mengartikan pola asuh permisif didalamnya ada kehangatan dan toleran terhadap anak, orang tua tidak memberikan batasan, tidak menuntut, tidak terlalu mengontrol dan cenderung komunikasi. Menurut Santrock (2002) pola asuh permisif memanjakan dan membiarkan anaknya melakukan apapun yang mereka inginkan, tanpa memberikan kendali terhadap mereka.

  Berdasarkan beberapa uraian pengertian di atas, dapat peneliti simpulkan pola asuh permisif orang tua merupakan cara atau metode pengasuhan dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak

2. Aspek-aspek Pola Asuh Permisif Orang Tua

  Aspek-aspek pola asuh permisif orang tua menurut Hurlock (1997) antara lain: a.

  Kontrol yang sangat longgar terhadap anak Menyangkut tidak adanya pengarahan perilaku anak sesuai dengan norma masyarakat, tidak menaruh perhatian dengan siapa anak bergaul.

  b.

  Hukuman dan hadiah tidak diberikan Tidak ada tindakan dari orang tua terhadap sikap anak, baik yang bersifat positif maupun negatif yang berupa hadiah atau hukuman.

  c.

  Semua keputusan diserahkan pada anak Kebebasan diberikan kepada anak sepenuhnya dalam pengambilan keputusan.

  d.

  Orang tua bersikap acuh tak acuh Mengenai ketidakpedulian orang tua terhadap anak. Orang tua tidak peduli dengan tindakan anak yaitu dengan tidak ada batasan atau peraturan- peraturan tertentu dalam keluarga.

  e.

  Pendidikan bersifat bebas Orang tua membiarkan anaknya untuk belajar dengan caranya sendiri.

  Tidak memperhatikan pendidikan anak. Tidak ada perhatian khusus dan cenderung memberi kebebasan. Tidak ada arahan dan tuntutan dari orang tua. Menurut Baumrind (dalam Meggit, 2013) aspek-aspek pola asuh permisif orang tua yaitu : a.

  Penuh kehangatan dan penerimaan namun kurang kontrol Orang tua biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Orang tua memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan pengawasan yang cukup. Orang tua cenderung tidak memperingatkan anaknya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan. Pola asuh orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga disukai anak-anak.

  b.

  Menghargai kebebasan berekspresi anak Orang tua tidak ikut campur dalam kehidupan anaknya. Orang tua cenderung mendorong anak untuk bersikap otonom, mendidik anak berdasarkan logika dan memberikan kebebasan anak untuk menentukan perilaku dan kegiatannya. Orang tua tidak tahu keberadaan mereka dan tidak cakap secara sosial, padahal anak membutuhkan perhatian orang tua ketika mereka melakukan sesuatu.

  c.

  Tidak menetapkan batasan dan membiarkan anaknya menetapkan aturannya sendiri Orang tua memberikan kebebasan pada anak tanpa adanya norma-norma yang harus diikuti oleh anak. Mungkin karena orang tua terlalu sayang terhadap anak atau orang tua kurang dalam pengetahuannya. Pola asuh demikian ditandai dengan nurturance yang tinggi, namun rendah dalam tuntutan kedewasaan, kontrol dan komunikasi. Orang tua cenderung membebaskan anak-anak tanpa batas, tidak mengendalikan anak, lemah dalam keteraturan hidup, dan tidak memberikan hukuman apabila anak hanya memberikan sedikit perhatian dalam membina kemandirian dan kepercayaan diri anak. Orang tua membebaskan anak untuk berbuat dan berperilaku secara bebas. Kontrol orang tua dapat dikatakan sangat bebas, sangat kurang, sehingga menyebabkan anak berperilaku seenaknya.

  d.

  Tidak menuntut standar perilaku yang tinggi Orang tua memberikan kebebasan yang penuh pada anak untuk berbuat seenaknya, berbuat serba boleh, dengan tanpa banyak dituntut kewajiban dan tanggung jawab. Orang tua selalu menerima, membenarkan atau bahkan mungkin tidak peduli terhadap perilaku anak. Dalam suasana keluarga permisif kemungkinan jarang sekali terjadi komunikasi antara anak dan orang tua.

  Menurut Rice (2008) pola asuh permisif pada umumnya memiliki aspek- aspek: a.

  Kebebasan Material Anak diberikan orang tua hampir setiap apa yang mereka inginkan, terlepas dari biaya atau kebutuhan mereka (Rice, 2008). Orang tua memberikan apa saja yang diinginkan anak tanpa memperhartikan kondisi- kondisi tertentu (Bredehoft, Clarke & Dawson, 2002).

  b.

  Kebebasan Relasional Orang tua membebaskan anak untuk memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya (Rice, 2008). Orang tua tidak memperhatikan atau tidak peduli tentang aktivitas sosial anak (Bredehoft, Clarke & c.

  Kebebasan Struktrural Orang tua tidak peduli dengan tindakan anak yaitu dengan tidak ada batasan atau peraturan-peraturan tertentu dalam keluarga (Rice, 2008).

  Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat rendah. Orang tua memberikan kebebasan pada anak untuk mendominasi dalam keluarga (Bredehoft, Clarke & Dawson, 2002). Berdasarkan beberapa uraian menurut beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan aspek-aspek pola asuh permisif orang tua menurut Hurlock

  (1997) yaitu; i) kontrol yang sangat longgar terhadap anak; ii) hukuman dan hadiah tidak diberikan; iii) semua keputusan diserahkan pada anak; iv) orang tua bersikap acuh tak acuh; v) pendidikan bersifat bebas. Selain itu, menurut Baumrind (dalam Meggit, 2013) yaitu; i) penuh kehangatan dan penerimaan namun kurang kontrol; ii) menghargai kebebasan berekspresi anak; iii) tidak menetapkan batasan dan membiarkan anaknya menetapkan aturannya sendiri; iv) tidak menuntut standar perilaku yang tinggi. Dan menurut Rice (2008) yaitu; i) kebebasan material; ii) kebebasan relasional; iii) kebebasan structural.

  Berdasarkan aspek-aspek dari beberapa ahli tentang pola asuh permisif orang tua, peneliti memilih aspek menurut Hurlock (1993) sebagai alat ukur dalam penelitian karena aspek tersebut lebih lengkap dan mudah dipahami dalam menjelaskan pola asuh permisif orang tua.

C. Hubungan antara Pola Asuh Permisif dengan Prokrastinasi Akademik pada Siswa

  Proses pembelajaran di SMA adalah tempat mengembangkan kemampuan yang dimiliki individu baik dalam segi kognitif, afektif maupun psikomotor melalui proses pembelajaran yang dilakukan. Pada masa ini, siswa sudah dianggap mampu bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas akademiknya. Siswa memiliki strategi yang berbeda dalam menyelesaikan tugas akademiknya. Cheung dan Pomerantz (2011) menyebutkan bahwa keterlibatan orang tua dalam pembelajaran anak dapat membawa dampak positif bagi akademik maupun emosional anak. Tamami (2011) mengatakan orang tua yang selalu mendampingi anaknya ketika mengerjakan tugas sekolah yang dikerjakan di rumah akan berpengaruh terhadap kebiasaan belajar anaknya. Hal ini akan sangat berpengaruh pula terhadap perilaku prokrastinasi yang dilakukan oleh anaknya.

  Aspek pertama pada pola asuh permisif menurut Hurlock (1997) yaitu kontrol yang sangat longgar terhadap anak. Tidak menggunakan aturan-aturan ketat bahkan bimbingan pun jarang sekali diberikan sehingga tidak ada pengendalian dan pengontrolan serta tuntutan kepada anak. Bee (2007) menyatakan bahwa pada pola asuh permisif orang tua tidak memberikan batasan, tidak menuntut, tidak terlalu mengontrol dan cenderung kurang komunikasi. Kurangnya kontrol dan perhatian dari orang tua membuat anak akan cenderung berbuat sesuka hati. Menurut Ferrari dkk. (dalam Ghufron dan lebih menyenangkan daripada mengerjakan tugas akademiknya. Anak lebih memilih menggunakan waktunya untuk melakukan aktivitas yang mendatangkan hiburan sehingga anak melakukan penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan tugasnya.

  Aspek kedua pada pola asuh permisif menurut Hurlock (1997) yaitu hukuman dan hadiah tidak diberikan. Menurut Sumantri dan Syaodih (2007), pemberian penghargaan ini baik berupa hadiah maupun hukuman akan membuat anak berperilaku positif yang dapat mendorong gairah belajar anak.

  Tidak adanya hukuman dan hadiah dalam menyelesaikan tugas dengan tujuan memotivasi dapat menyebabkan kecenderungan menunda-nunda dalam mengerjakan tugas akademiknya karena merasa tidak terpacu dengan adanya target yang harus segera dicapai. Selain itu, menurut Burka dan Yuen (2008) anak berpendapat lebih baik mengerjakan nanti daripada sekarang dan menunda pekerjaan adalah bukan suatu masalah karena tidak adanya hukuman dari orang tua. Sehingga anak akan mengulang perilaku prokrastinasi.

  Aspek ketiga pada pola asuh permisif menurut Hurlock (1997) yaitu semua keputusan diserahkan pada anak. Menurut Yatim dan Irwanto (1991) keputusan diserahkan sepenuhnya kepada anak, orang tua tidak memberikan pertimbangan, anak kurang tahu apakah tindakan yang dikerjakan salah atau benar. Akibatnya anak akan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Anak yang berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri akan memilih melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada mengerjakan dikemukakan oleh Ferrari dkk. (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) anak menggunakan watu yang dimiliki untuk melakukan aktivitas menyenangkan dan mendatangkan hiburan sehingga menyita waktu untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikan.

  Aspek keempat pada pola asuh permisif menurut Hurlock (1997) yaitu orang tua bersikap acuh tak acuh. Orang tua tidak peduli dengan tindakan anak yaitu dengan tidak ada batasan atau peraturan-peraturan tertentu dalam keluarga. Menurut Artifasari dan Irawati (2017), jika orang tua bersikap acuh tak acuh pada anaknya, anak akan merasa tidak dipedulikan dalam keluarga selain itu akan menimbulkan rasa malas dalam kegiatan belajar. Rasa malas dalam kegiatan belajar tersebut membuat anak menunda mengerjakan tugas- tugas yang seharusnya dikerjakan. Seperti yang dikemukakan menurut Ferrari dkk. (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) anak akan menggunakan waktu yang dimiliki untuk melakukan aktivitas menyenangkan sehingga menyita waktu untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikan.

  Aspek kelima pada pola asuh permisif menurut Hurlock (1997) yaitu pendidikan bersifat bebas. Orang tua membiarkan anaknya untuk belajar dengan caranya sendiri. Tidak memperhatikan pendidikan anak. Pendidikan yang bersifat bebas dari orang tua mengakibatkan anak bebas untuk menentukan perilaku dan kegiatannya yaitu salah satunya dengan task

  

aversiveness. Menganggap tugas adalah suatu hal yang tidak menyenangkan

  menjadikan anak tidak sungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas dan

  (Solomun dan Rothblum, 1984). Tidak adanya hukuman dari orang tua saat anak menghindari tugas akademiknya akan mengakibatkan anak cenderung terus melakukan perilaku prokrastinasi akademik.

  Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya pada tahun 2014 oleh Adelia Rosari dengan judul “Hubungan antara Pola Asuh Permisif Orang tua dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Kelas X SMA Xaverius Bandar Lampung

  ”, diketahui bahwa pola asuh pemisif orang tua tidak memberikan batasan, tidak menuntut, tidak terlalu mengontrol dan cenderung kurang komunikasi. Anak cenderung dimanjakan dan dibiarkan melakukan apapun yang mereka inginkan oleh orang tua dalam bidang akademik, sehingga memunculkan kemalasan anak dalam bidang akademik.

D. Hipotesis

  Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan hipotesis penelitian yaitu ada hubungan positif antara pola asuh permisif orang tua dengan perilaku prokrastinasi akademik pada siswa. Semakin permisif pola asuh orang tua maka akan semakin tinggi pula prokrastinasi akademik pada siswa.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA

1 7 3

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER ORANG TUA DENGAN DEPRESI PADA REMAJA DI SMA N 2 PURWOREJO SKRIPSI

1 2 16

2.1 PROKRASTINASI AKADEMIK 2.1.1 Definisi Prokrastinasi Akademik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Fear of Failure dan Perfeksionisme terhadap Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Sedang Menyelesaikan Skripsi d

0 1 21

Hubungan Prokrastinasi Akademik Dengan Ketidakjujuran Akademik Pada Mahasiswa Psikologi UIN Suska Riau Putri Sari Indah Vivik Shofiah Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau Abstrak - Hubungan Prokrastinasi Akademik Dengan Ketidakjujuran Akademik

1 3 8

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU AGRESIVITAS PADA REMAJA DI SMA N 1 SLEMAN

0 2 14

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN STRES PADA REMAJA DI SMP NEGERI 3 GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN STRES PADA REMAJA DI SMP NEGERI 3 GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 10

HUBUNGAN PROKRASTINASI AKADEMIK DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA DIV BIDAN PENDIDIK ANVULLEN DI STIKES ‘AISYIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Prokrastinasi Akademik dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa DIV Bidan Pendidik Anvullen di

0 0 13

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI SMP N 3 MLATI SLEMAN YOGYAKARTA

0 0 14

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN KECENDERUNGAN NARSISTIK PADA REMAJA - Raden Intan Repository

0 2 100

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA REMAJA DI SMA NEG. 1 SINJAI TIMUR

0 0 81