2.1 PROKRASTINASI AKADEMIK 2.1.1 Definisi Prokrastinasi Akademik - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Fear of Failure dan Perfeksionisme terhadap Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Sedang Menyelesaikan Skripsi d

TINJAUAN PUSTAKA

  Bab ini memaparkan tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Prokrastinasi Akademik, Fear of Failure, dan Perfeksionisme yang dimulai dari pengertian, aspek-aspek dan faktor yang mempengaruhi dari masing-masing peubah. Selain itu dijelaskan juga tentang hasil-hasil penelitian sebelumnya, dinamika hubungan antar variabel, model penelitian serta hipotesis penelitian.

2.1 PROKRASTINASI AKADEMIK

2.1.1 Definisi Prokrastinasi Akademik

  Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastination dengan awalan “pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju dan akhiran “crastinus”. yang berarti keputusan hari esok, atau jika digabungkan menjadi menangguhkan atau menunda sampai hari berikutnya. Kata prokrastinasi yang ditulis dalam American College Dictionary, memiliki arti menangguhkan tindakan untuk melaksanakan tugas dan dilaksanakan pada lain waktu (Burka dan Yuen, 2008).

  Kamus The Webster New Collegiate mendefinisikan prokrastinasi sebagai suatu pengunduran secara sengaja dan biasanya disertai dengan perasaan tidak suka untuk mengerjakan sesuatu yang harus dikerjakan. Prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali di gunakan oleh Brown dan Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang mempunyai kecenderungan menunda atau tidak segera memulai kerja disebut prokrastinator (Ghufron, 2003). Beberapa peneliti berusaha mengajukan definisi yang lebih kompleks tentang perilaku prokrastinasi ini. Steel mengatakan bahwa prokrastinasi adalah “to voluntarity delay an intended

  course of action despite expecting to be worse off for the delay

  ”, artinya walaupun mengetahui bahwa penundaannya dapat menghasilkan dampak buruk.

  Menurut Solomon dan Rothblum (1984) mengatakan:

  

“Procrastination, the act of needlessly delaying tasks to the point of

experiencing subjective discomfort, is an al l too familiar problem”.

  Pernyataan ini menjelaskan bahwa suatu penundaan dikatakan sebagai prokrastinasi apabila penundaan itu dilakukan pada tugas yang penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja, menimbulkan perasaan tidak nyaman, serta secara subyektif dirasakan oleh seorang prokrastinator dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku yang disengaja, maksudnya faktor-faktor yang menunda penyelesaian tugas berasal dari putusan dirinya sendiri. Prokrastinasi sendiri merupakan perilaku tidak perlu yang menunda kegiatan walaupun orang itu harus atau berencana menyelesaikan kegiatan tersebut. Perilaku menunda ini akan dapat dikategorikan sebagai prokrastinasi ketika perilaku tersebut menimbulkan ketidaknyamanan emosi seperti rasa cemas. Berdasarkan beberapa definisi yang sudah diutarakan, maka peneliti menggunakan definisi prokrastinasi akademik yang dikembangkan Solomon dan Rothblum untuk penelitian ini.

2.1.2 Teori Prokrastinasi Akademik

  Kebanyakan orang memiliki beberapa teori implisit tentang mengapa mereka menunda-nunda. Burka dan Yuen (1982) mencatat bahwa mereka yang memiliki masalah serius dengan penundaan biasanya cenderung menganggap kesulitan mereka pada kekurangan kepribadian, seperti malas, tidak disiplin, atau tidak tahu bagaimana mengatur waktu mereka. Atas dasar pengalaman konseling mereka dengan para prokrastinator, Burka dan Yuen menolak penjelasan yang menyalahkan dirinya sendiri dan menegaskan, "penundaan bukanlah kebiasaan buruk melainkan cara untuk mengekspresikan konflik internal dan melindungi harga diri yang rentan." mendukung anggapan bahwa penundaan adalah masalah motivasi yang melibatkan lebih banyak daripada keterampilan manajemen waktu yang buruk atau kemalasan sifat. Solomon dan Rothblum (1984) menunjukkan bahwa, walaupun siswa menyetujui berbagai alasan untuk menunda-nunda, sebagian besar alasan terkait dengan fear of failure atau ketakutan akan kegagalan (misalnya, kecemasan kinerja, perfeksionisme, dan kurangnya rasa percaya diri).

  Takut akan gagal dapat menyebabkan masalah penundaan akademis. Prokrastinasi akademik dari sudut pandang cognitive-behavioral. Prokrastinasi akademik terjadi karena adanya suatu kesalahan dalam mempersepsikan tugas, seseorang memandang tugas sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan (aversiveness of the task) dan merasa tugas yang diberikan akan menimbulkan rasa takut akan gagal (fear of failure) (Burka dan Yuen 1983; Solomon dan Rothblum, 1984). Oleh karena itu seseorang merasa tidak mampu untuk menyelesaikan tugasnya secara memadai, sehingga seseorang menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas tersebut.

  Menurut Burka dan Yuen (2008) seseorang melakukan prokrastinasi karena takut akan kegagalan (fear of failure). Fear of failure adalah ketakutan yang berlebihan untuk gagal, seseorang menunda-nunda menyelesaikan skripsi karena takut jika gagal menyelesaikan skripsi akan mendatangkan penilaian yang negatif akan kemampuannya. Menurut Solomon dan Rothblum (1984) fear of failure mencakup salah satunya perfeksionisme. Perfeksionisme dipandang melekat dalam kepribadian seseorang. Ini adalah cara individu menangani atau melihat situasi apa pun. Individu dengan tingkat perfeksionisme tinggi bertujuan untuk menjadi sempurna, apalagi bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam bentuk apapun. Mereka mengevaluasi perilaku dan prestasi mereka sendiri. Mereka menetapkan standar kinerja yang sangat tinggi untuk diri mereka sendiri, tanpa ruang untuk kesalahan. Akibatnya individu akan berusaha untuk menutupi rasa apapun seperti halnya skripsi, dan untuk terlihat sempurna individu melakukan penundaan secara terus menerus sehingga dirasa bahwa skripsi yang dibuat sudah terlihat sempurna tanpa kesalahan sedikitpun.

2.1.3 Area Prokrastinasi Akademik

  Menurut Solomon dan Rothblum (1984) area prokrastinasi akademik yaitu: 1)

  Tugas Mengarang (writing a term paper) Tugas ini berkaitan dengan penundaan dalam memulai atau menyelesaikan tugas-tugas menulis, misalnya menulis makalah, laporan penelitian, bahkan penulisan skripsi. 2)

  Belajar dalam menghadapi ujian (study for an exam) Penundaan ini biasanya dilakukan pada saat menjelang ujian, misalnya ujian tengah semester atau akhir semester. Para mahasiswa mengulur-ngulur waktu belajarnya padahal besok mereka akan ujian skripsi.

  3) Membaca buku penunjang (keeping up with weekly ready assigments)

  Idealnya, tugas mahasiswa adalah membaca buku-buku referensi atau penunjang yang sesuai dengan bidangnya. Namun, tidak semua mahasiswa yang rajin membaca buku. Para prokrastinator lebih memilih melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada membaca buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan skripsi yang dikerjakan. 4)

  Melakukan tugas-tugas adminstratif (performing administrative tasks) Tugas-tugas adminstratif seperti menulis catatan, membuat jadwal bimbingan,dan mengembalikan buku perpustakaan.

  5) Menghadiri pertemuan (attending meetings)

  Menghadiri pertemuan disini maksudnya adalah presesensi kehadiran kelas. Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi dalam area ini tidak tepat waktu dalam melakukan bimbingan 6)

  Kinerja akademik secara umum (performing academic tasks in

  general )

  Penundaan dalam area kinerja akademik secara umum berarti melakukan penundaan pada seluruh tugas atau aktivitas yang berkaitan dengan akademik. Seperti menunda-nunda menyelesaikan revisi skripsi yang diberikan dosen pembimbing.

2.1.4 Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik

  Menurut Solomon dan Rothblum (1984) terdapat 13 ciri-ciri prokrastinator melakukan prokrastinasi akademik antara lain: 1)

  Kecemasan menghadapi evaluasi (Evaluation anxiety) 2)

  Perfeksionisme (Perfectionism) 3)

  Kesulitan membuat keputusan (Difficulty making decision) 4)

  Ketergantungan dengan orang lain (Dependency and help seeking) 5)

  Ancaman dari tugas (Aversiveness of the task and low frustration

  tolerance )

  6) Kurang percaya diri (Lack of self confidence)

  7) Kemalasan (Laziness)

  8) Kurangnya penerimaan diri (Lack of assertion)

  9) Takut akan keberhasilan (Fear of Sucess)

  10) Kecenderungan untuk merasa kelelahan (Tendency to feel

  overwhelmed and poorly manage time )

  11) Pemberontakan terhadap aturan yang ada (Rebellion agains control)

  12) Pengambilan resiko (Risk taking)

  13) Pengaruh teman sebaya (Peer influence)

  Area dan ciri-ciri prokrastinasi akademik menurut Solomon dan Rothblum (1984) digabungkan karena sesuai dengan alat ukur yang digunakan dan telah dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian.

  

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Prokrastinasi Akademik

  Noran (dalam Akinsola, dkk., 2007) mengungkapkan beberapa penyebab terjadinya penundaan. Dia mengidentifikasikan beberapa kemungkinan penyebab terjadi prokrastinasi, seperti : a.

  Manajemen waktu. Seseorang yang melakukan prokrastinasi menunjukkan bahwa dia tidak mampu mengelola waktu dengan bijak.

  Hal ini menyiratkan ketidakpastian prioritas, tujuan dan objektivitas sang pelaku. Karena ketidakpastian itulah, para prokrastinator tidak tahu tujuan mana yang harus dicapai terlebih dahulu, sehingga mereka sering mengerjakan aktvitas lain disamping tujuan utamanya. Hal ini membuatnya tidak fokus dalam menyelesaikan tugas, yang akhirnya dapat membuat pekerjaan menjadi berantakan dan tidak dapat selesai tepat pada waktu yang telah ditentukan.

  b.

  Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi atau memiliki tingkat kesadaran yang rendah adalah alasan kedua untuk melakukan penundaan.

  c.

  Faktor ketiga untuk menunda-nunda adalah ketakutan dan kecemasan terkait dengan kegagalan. Seseorang dalam kategori ini akan menghabiskan lebih banyak waktu hanya untuk mengkhawatirkan apa yang kan terjadi daripada memikirkan cara untuk menyelesaikannya.

  d.

  Kurang yakin terhadap kemampuan yang dimiliki merupakan alasan lain untuk menunda-nunda. Harapan yang tidak realitas dan sikap yang terlalu perfeksionis juga memungkinkan menjadi alasan terjadinya perilaku prokrastinasi.

  Ahli prokrastinasi di Indonesia, Ghufron (2010) juga mengkategorikan faktor-faktor yang memengaruhi prokrastinasi. Faktor- faktor tersebut dibagi dua berdasarkan factor internal dan eksternal. Adapaun penjelasannya adalah sebagai berikut:

  1. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempengaruhi terjadinya prokrastinasi akademik. Faktor ini psikologis individu.

  a) Kondisi fisik individu

  Faktor dari dalam diri individu yang turut mempengaruhi munculnya prokrastinasi akademik adalah berupa keadaan fisik dan kondisi kesehatan individu misalnya fatigue. Tingkat intelegensi yang dimiliki seseorang tidak mempengaruhi perilaku prokrastinasi, walaupun prokrastinasi sering disebabkan oleh adanya keyakinan- keyakinan yang irrasional yang dimiliki seseorang (Ferrari dalam Weni, 2010)

  b) Kondisi Psikologi Individu

  Ellis dan Knaus (2002) memberikan penjelasan bahwa prokrastinasi akademik terjadi karena adanya keyakinan irasional oleh seseorang. Keyakinan irasional tersebut dapat disebabkan suatu kesalahan dalam mempersepsikan suatu tugas (dalam Ghufron, 2010). Seseorang memandang tugas sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan.

  2. Faktor eksternal adalah faktor-faktor di luar diri individu yang mempengaruhi prokrastinasi akademik. Faktor-faktor tersebut terdiri dari:

  a) Gaya pengasuhan orang tua

  Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete (dalam Ghufron, 2010) menemukan bahwa tingkat pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek penelitian anak wanita, sedangkan tingkat pengasuhan otoritatif ayah menghasilkan anak wanita yang bukan prokrastinator. Ibu yang memiliki kecenderungan melakukan avoidance

  procrastination menghasilkan anak wanita yang memiliki kecenderungan untuk melakukan avoidance procrastination pula.

  Kondisi lingkungan Kondisi lingkungan yang lenient prokrastinasi akademik lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah dalam pengawasan daripada lingkungan yang penuh pengawasan daripada lingkungan tertentu. Kondisi yang rendah dalam pengawasan akan mendorong seseorang untuk melakukan prokrastinasi akademik, karena tidak adanya pengawasan akan mendorong seseorang untuk berperilaku tidak tepat waktu.

  Selain itu, faktor teman bergaul dan masyarakat dapat pula mempengaruhi prokrastinasi akademik. Aktivitas di luar kampus memang baik untuk membantu menambah wawasan bagi mahasiswa. Namun, tidak semua aktivitas berdampak baik bagi mahasiswa. Jika seseorang terlalu banyak melakukan aktivitas di luar rumah dan di luar kampus, sementara Ia kurang mampu membagi waktu dalam mengerjakan skripsi, dengan sendirinya aktivitas tersebut akan menggangu skripsinya.

  Menurut Solomon dan Rothblum (1984), prokrastinasi memiliki etiologi yang dijelaskan dalam tiga faktor, yaitu: a.

  Takut gagal (fear of failure). Takut gagal atau motif menolak kegagalan adalah suatu kecenderungan mengalami rasa bersalah apabila tidak dapat mencapai tujuan atau gagal.

  b.

  Tidak menyukai tugas (asersive of the task). Berhubungan dengan perasaan negatif terhadap tugas atau pekerjaan yang dihadapi.

  Perasaan dibebani tugas yang terlalu berlebihan, ketidakpuasan, dan tidak senang menjalankan tugas yang diberikan.

  c.

  Faktor lain. Beberapa faktor lainnya anatara lain: sifat ketergantungan pada orang lain yang kuat dan banyak membutuhkan bantuan, pengambilan resiko yang berlebihan, sikap yang kurang tegas, sikap memberontak, dan kesukaran mmbuat keputusan. Solomon dan Rothblum (1984) menyebutkan bahwa prokrastinasi akademik terjadi hanya dikarenakan oleh manajemen waktu yang buruk dan kebiasaan belajar yang salah saja, tetapi juga berkaitan dengan interaksi Rothblum (1984) membagi faktor-faktor yang memengaruhi prokrastinasi akademik sebagai berikut: a.

  Perasaan takut gagal (fear of failure) Banyak orang yang melakukan prokrastinasi karena merasa gelisah atas penilaian atau kritikan orang lain. Mereka takut apabila orang lain menemukan kekurangan pada tugas yang telah dikerjakannya. Rasa takut tersebut muncul karena mereka terlalu khawatir apabila ia gagal mengerjakan tugasnya dengan baik. Kekhawatiran yang berlebih dapat disebabkan oleh rasa kurang percaya terhadap kemampuan diri.

  b.

  Cemas (anxiety) Rasa cemas disebabkan oleh rasa khawatir atau takut yang berlebihan.

  Kekhawatira tersebut dapat muncul dari pemikiran irasional atau dari rasa trauma. Kecemasan yang berlebihan dapat memunculkan gangguan-gangguan fisik seperti sakit perut, kepala pusing, ingin buang air kecil atau buang ar besar dan gangguan lainnya.

  c.

  Memiliki standar yang terlalu tinggi (perfectionism) Seseorang yang perfeksionis akan mematok standar tujuannya terlalu tinggi dan mempunyai ambisi yang berlebihan. Pemikiran ini cenderung merujuk pada indiidu yang mengevaluasi kualitas dirinya terlalu ekstrim. Orang perfeksionis secara tidak langsung menciptakan pemikiran yang tidak realistis dan tekanan (pikiran dan batin) yang sebenarnya menganggu.

  d.

  Kurang percaya diri (Low Self-confidence) Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki harapan yang realistis. berpikiran positif dan dapat menerimanya.

  e.

  Menganggap tugas adalah suatu hal yang tidak menyenangkan (Perceived Aversiveness of the Task) Menganggap tugas sebagai sesuatu hal yang tidak menyenangkan merupakan hasil pemikiran irasional. Dengan berpikiran negatif seperti itu menjadikan mahasiswa tidak sungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas (malas). Akhirnya, hasil pekerjaan merekapun tidak maksimal. Hal tersebut berdampak pada indeks prestasi yang rendah. Faktor ini berhubungan dengan ketidaksukaan akan terlibat dalam aktivitas akademik dan kurangnya energi atau semangat dari mahasiswa.

  Dari beberapa pendapat tokoh mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi di atas, dapat kita simpulkan bahwa prokrastinasi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar individu saja (faktor eksternal), tetapi juga faktor dari dalam diri individu (faktor internal). Dari faktor yang sudah disebutkan, peneliti menarik beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor umum dan faktor terkuat saja. Peneliti menyimpulkan bahwa prokrastinasi dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, antara lain: rasa takut akan kegagalan, kecemasan, perfeksionisme, kurang percaya diri, persepsi terhadap tugas, kelelahan, dan manajemen waktu. Dari beberapa faktor-faktor yang sudah dijelaskan maka penulis mengambil factor fear of failuredan perfeksionisme. Penulis memilih

  

fear of failure karena penulis ingin melihat bagaimana fear of failure

  memengaruhi prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi UKSW. Untuk faktor perfeksionisme penulis ingin melihat bagaimana perfeksionisme memengaruhi prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi UKSW.

2.2.1 Definisi Fear Of Failure

  Menurut Sarwono, (2010) fear atau takut merupakan salah satu bentuk emosi yang mendorong seseorang untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan suatu hal. Takut adalah suatu mekanisme pertahanan hidup dasar yang terjadi sebagai respons terhadap suatu stimulus tertentu, seperti rasa sakit atau ancaman bahaya. Beberapa ahli psikologi juga telah menyebutkan bahwa takut adalah salah satu dari emosi dasar selain kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan. Ketakutan juga terkait dengan suatu perilaku spesifik untuk melarikan diri atau menghindar dari hal yang ditakuti tersebut. Perlu dicatat bahwa ketakutan selalu terkait dengan peristiwa pada masa datang, seperti memburuknya suatu kondisi atau terus terjadinya suatu keadaan yang tidak dapat diterima (id. wikipedia. org).

  Rasa takut dapat disebabkan oleh berbagai alasan, salah satunya yaitu perasaan takut akan kegagalan. Heckhausen (dalam McGregor & Elliot, 2005) menyatakan bahwa takut gagal dapat ditafsirkan sebagai suatu evaluasi kerangka kerja yang mempengaruhi pandangan seseorang terhadap definisi atau makna-makna dibalik kegagalan yang sudah dialaminya. Sehingga, ia tidak mampu bangkit dari rasa takutnya. Ia selalu merasa dirinya terkekang akan ketakutan, mereka menggangap bahwa kegagalan. Akibatnya, orang yang takut akan kegagalan tidak akan dapat berkembang dan jauh dari kesuksesan.

  Kegagalan studi didefinisikan oleh Burton (Makmun, 2000) sebagai berikut: a.

  Mahasiswa dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan/tingkat penguasaan (level of mastery) minimal dalam pelajaran tertentu, seperti yang telah ditetapkan oleh guru (criterion referenced).

  b.

  Mahasiswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mengerjakan dan mencapai prestasi yang semestinya (berdasarkan ukuran tingkat kemampuannya: inteligensi, bakat). Mahasiswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian social sesuai dengan pola orgasmiknya (orgasmic pattern) pada fase tertentu.

  d.

  Mahasiswa dikatakan gagal apabila yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan (level of mastery) yang diperlukan sebagai prasyarat (prerequisite). Konsep ketakutan akan kegagalan kemudian diteliti lebih lanjut oleh

  Conroy dan Elliot. Menurut Conroy (2002) definisi mengenai ketakutan akan kegagalan mencakup adanya antisipasi terhadap konsekuensi negatif terhadap kegagalan, dan tidak adanya harapan untuk sukses. Ketakutan akan kegagalan bisa muncul dari konsekuensi negatif yang mengancam diri karena kegagalan atau ketidakberhasilan. Pendapat Conroy ini juga dilatarbelakangi oleh definisi Birney, Burdick, dan Teevan (dalam Conroy, Poczwardowski & Henschen, 2001) mengenai ketakutan akan kegagalan yaitu sebagai ketakutan dalam menghadapi kemungkinan untuk gagal dalam mencapai standar prestasi atau tidak memenuhi standar evaluatif untuk sukses.

  Rasa malu muncul secara eksplisit dalam definisi ketakutan akan kegagalan, tetapi ketakutan akan kegagalan bisa terwujud dalam kecemasan ketika individu melakukan performansi. Ketakutan akan kegagalan berhubungan dengan ancaman penilaian negatif terhadap kemampuan dan diri individu secara keseluruhan dalam melakukan performansi. Selain itu, menurut Atkinson (dalam Conroy, Kaye & Fifer, 2007) ketakutan akan kegagalan adalah dorongan untuk menghindari kegagalan terutama konsekuensi negatif kegagalan berupa rasa malu, menurunnya konsep diri individu, dan hilangnya pengaruh sosial. Berdasarkan beberapa definisi yang sudah diutarakan, maka peneliti menggunakan definisi fear of failure yang dikembangkan oleh Conroy untuk penelitian ini.

   Aspek-aspek Fear Of Failure

  Menurut Conroy (2002) telah melakukan penelitian yang komprehensif mengenai rasa takut gagal. Rasa takut gagal atau ketakutan akan kegagalan, jika dilihat dari perpektif hubungan antara kognitif dan emosional individu akan diasosiasikan dengan penilaian terhadap ancaman tentang kemampuan individu untuk menyelesaikan atau mencapai tujuan ketika individu gagal dalam melakukan performansi.

  Aspek-aspek Fear of Failure atau ketakutan akan kegagalan menurut Conroy (2002) antara lain:

  1) Ketakutan akan penghinaan dan rasa malu

  Ketakutan akan mempermalukan diri sendiri, terutama jika banyak orang yang mengetahui kegagalannya. Individu kerap mencemaskan apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya dan penghinaan serta malu yang akan didapatkan. 2)

  Ketakutan akan penurunan estimasi diri individu Ketakutan ini meliputi perasaan kurang dari dalam individu. Individu merasa tidak cukup pintar, tidak cukup berbakat, tidak cukup berkompeten sehingga tidak dapat mengontrol performansinya dengan baik.

  3) Ketakutan akan ketidakpastian masa depan

  Ketakutan yang hadir karena merasa kegagalan akan mengakibatkan ketidakpastian dan berubahnya masa depan individu. Kegagalan ini ditakutkan oleh individu akan merubah rencana yang dipersiapkan untuk masa depan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. 4)

  Ketakutan akan hilangnya pengaruh sosial Ketakutan ini melibatkan penilaian orang lain terhadap individu.

  Individu takut apabila ia gagal, orang lain yang penting baginya tidak akan mempedulikan, serta tidak mau menolongnya dan pada akhirnya nilai dirinya akan menurun dimata orang lain.

5) Ketakutan akan mengecewakan orang yang penting baginya.

  kepercayaan dari orang lain yang penting baginya seperti orang tua, yang akan menimbulkan penolakan orang tua terhadap diri individu.

2.3 PERFEKSIONISME

2.3.1 Definisi Perfeksionisme

  Hill, Huelsman, Furr, Vicente, dan Kennedy (2004) mendefinisikan perfeksionisme sebagai suatu hasrat untuk mencapai kesempurnaan dimana ditandai dengan perfeksionisme adaptif (Concientius Perfectionism) yang berasal dari internal individu dan perfeksionisme maladaptif (Self evaluate

  

Perfectionism ) yang berasal dari eksternal individu. Selain itu, pemikiran

  perfeksionisme ini merujuk pada kecenderungan individu untuk mengevaluasi kualitias pribadi diri sendiri secara ekstreem.

  Pemikiran “Bila saya tidak begini maka saya bukan apa- apa sama sekali” merupakan dasar dari perfeksionisme yang menuntut kesempurnaan. Perfeksionisme merupakan salah satu hasil distorsi yang negatif (Burns, dalam Wulandari, 2002). Seorang perfeksionis melihat dunianya sebagai all or nothing, hitam atau putih.

  Seseorang membuat standar yang sangat tinggi untuk perilakunya, misalnya mencoba untuk menjadi suami/istri/teman yang sempurna. Perfeksionis menciptakan pikiran yang tidak realistis dan tekanan yang sebenarnya membuatnya menderita. Pikiran tersebut adalah (Romas, Sarma dan Pahala dalam Gunawita dkk, 2008): a) saya harus sempurna untuk setiap apa yang saya kerjakan, b) saya seharusnya tidak membuat kesalahan, demikian pula orang lain, c) saya berusaha keras untuk melakukan yang benar, saya pantas terhindar dari frustasi dan kesulitan hidup, d) selalu ada satu cara yang benar untuk menyelesaikana sesuatu, e) jika saya melakukan kesalahan maka hancurlah segalanya, f) bilamana seseorang tidak melakukan sebagaimana seharusnya mereka lakukan, mereka adalah manusia yang buruk, g) jika saya tidak melakukannya dengan sempurna, saya pantas menghukum diri sendiri, h) jika saat ini saya tidak melakukannya dengan sempurna atau saya seorang yang gagal. Berdasarkan beberapa definisi yang sudah diutarakan, maka peneliti menggunakan definisi prokrastinasi akademik yang dikembangkan Huelsman, Furr, Vicente, dan Kennedy untuk penelitian ini.

2.3.2 Aspek-aspek Perfeksionis

  Menurut Hill, Huelsman, Furr, Kibler, Vicente, dan Kennedy (2004) mengembangkan suatu pengukuran baru terhadap perfeksionisme, yaitu the

  

perfectionism inventory yang terdiri dari delapan aspek yang dibagi menjadi

  dua bagian yaitu: 1.

  Perfeksionisme adaptif (Concientius Perfectionism) yang berasal dari internal individu.

  a.

  Keteraturan (Organization) Kecenderungan untuk menjadi rapi & teratur.

  b.

  Dorongan untuk hasil yang sangat baik (Striving for excellence) Kecenderungan untuk mengejar hasil yang sempurna dan standar yang tinggi.

  c.

  Penuh perencanaan (Planfulness) Kecenderunganuntuk merencanakan dan membuat keputusan.

  d.

  Standar tinggi untuk orang lain (High standard for others) Kecenderungan memiliki standar yang tinggi terhadap orang lain. Perfeksionisme maladaptif (Self-evaluate Perfectionism) yang berasal dari eksternal individu.

  a.

  Ruminasi (Rumination) Kecenderungan untuk obsesif khawatir tentang kesalahan masa lalu, kurangnya kinerja sempurna atau kesalahan akan masa depan.

  b.

  Memikirkan kesalahan (Concern over mistakes) Kecenderungan untuk mengalami penderitaan atau kecemasan atas masalah.

  c.

  Membutuhkan persetujuan (Need for approval) Kecenderungan untuk mencari pembuktian dari orang lain dan peka terhadap kritik.

  d.

  Tekanan orang tua yang dirasakan (Perceived parent pressure) Kecenderungan untuk tampil sempurna di depan orangtua.

2.4 Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya

  Hasil penelitian Rahmat dan Hartiani (2013) fear of failure terdapat hubungan positif yang signifikan antara fear of failure dengan prokrastinasi (R= 0,23; p= 0,006, signifikan pada 0,05) yang artinya semakin tinggi tingkat

  

fear of failure pada Universitas Indonesia dalam mengerjakan skripsi. Hal ini

  berarti semakin tinggi tingkat fear of failure semakin tinggi tingkat prokrastinasi mahasiswa Universitas Indonesia dalam mneyelesaikan skripsi. adalah disposisi kepribadian yang relatif stabil untuk

  Fear of failure

  menghindari dan mengantisipasi pengaruh negatif dari hasil yang ditimbulkan dari kegagalan. Dalam konteks mahasiswa Universitas Indonesia yang sedang mengerjakan skripsi, ketakutan akan kegagalan mereka adalah adanya kekhawatiran bahwa mereka tidak akan bisa mengerjakan skripsi. Dengan menghindari pengerjaan skripsi tersebut, mereka sedikit terhindarkan dari ketakutan akan kegagalan tersebut. Mungkin hal ini yang menjelaskan kenapa mahasiswa yang memiliki fear of failure tinggi memiliki tingkat prokrastinasi yang tinggi juga. Sebaliknya, semakin tinggi ketakutan dan tepat waktu.

  Hasil penelitian Sebastian (2013) ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara fear of failure dengan prokrastinasi (r= 0,339; p = 0,000) Seseorang yang memiliki rasa takut akan kegagalan yang tinggi akan cenderung menganggap tugasnya tidak menyenangkan dan menyebabkan ia mudah teralihkan oleh hal lain sehingga melakukan prokrastinasi. Prokrastinasi merupakan kecenderungan seseorang menunda kegiatannya sampai pada saat-saat terakhir (Gafni dan Geri, 2010). Seseorang dengan kecemasan yang tinggi cenderung menunda pekerjaan mereka dengan alasan yang irasional (Steel, 2007). Fear of failure merupakan kecemasan atau kekhawatiran yang irasional yang akhirnya menurunkan kepercayaan diri untuk mengerjakan suatu tugas.

  Sebaliknya hasil penelitian Setyadi dan Mastuti, (2014) bahwa tidak terdapat pengaruh antara fear of failure dengan prokrastinasi akademik (p =

  2

  0,270; r = 0,096; r = 0,009). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa fear of

  

failure pada mahasiswa yang berasal dari program akselerasi tidak

  memberikan pengaruh terhadap prokrastinasi akademik. Hal tersebut mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Schouwenburg (1992) yang menyatakan bahwa secara umum fear of failure tidak berkorelasi dengan prokrastinasi. Dengan demikian, trait fear of failure tidak dapat meningkatkan prediksi dari perilaku prokrastinasi. Akan tetapi pada sub kelompok yang homogen atau memiliki fear of failure dan prokrastinasi dalam tingkat yang tinggi, kedua variabel tersebut berhubungan (p < 0,05). Oleh karena itu, fear of failure sebagai trait tidak selalu berhubungan dengan perilaku prokrastinasi. Hal tersebut tergantung pada tingkat fear of failure dan prokrastinasi, serta pemilihan subjek tertentu. Dalam penelitian ini, sebagian besar subjek memiliki tingkat fear of failure dan prokrastinasi dalam kategori sedang, sehingga kemungkinan hal tersebut yang menyebabkan tidak ada pengaruh fear of failure terhadap prokrastinasi akademik. Sesuai dengan pendapat Schouwenburg (1992), fear of failure pada subjek dengan tingkat fear of failure dan prokrastinasi akademik yang sama-sama tinggi.

  Sedangkan hasil penelitian Gunawita, Nanik dan Lasmono (2008) menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara perfeksionisme dan prokrastinasi akademik pada mahasiswa skripsi. Dalam penelitian ini perfeksionisme dan prokrastinasi akademik turut berperan di dalam fenomena

  

bottleneck yang terjadi dikalangan mahasiswa skripsi Fakultas Psikologi

  UBAYA, namun perfeksionisme hanya dapat menjelaskan fenomena prokrastinasi akademik sebesar 7,7%. Seseorang yang perfeksionis menuntut segalanya serba sempurna dan terkadang memiliki harapan yang tidak realistik (Gordon, 2003). Perfeksionisme membuat seseorang enggan menyelesaikan tugas karena merasa tidak mampu mencapai standar yang tinggi. Menurut Beswick, Rothblum, & Mann; Flett, Hewitt, Blankstein, & Koledin (dalam Flett, Blankstein, Hewitt, & Koledin, 1992), salah satu jembatan penghubung antara perfeksionisme dan prokrastinasi adalah keyakinan irasional.

  Sama halnya dengan penelitian kualitatif Kingofong (2004),menyatakan bahwa perfeksionisme menjadi salah satu alasan mahasiswa menunda mengerjakan skripsinya. Ada mahasiswa yang menyiapkan semua bahan materi dan argumen yang matang, baru diserahkan kepada dosen pembimbing, agar tiap kali bimbingan pembimbing sudah menyetujuinya. Ada mahasiswa yang merasa tidak puas jika skripsi sederhana, menjadi idealis, dan ingin membuat masterpiece karena skripsi dipandang sebagai buku pertama yang dibuat. Akibatnya, mahasiswa tersebut menunda-nunda penyelesaian skripsi dan lulus tidak tepat waktu .

  Hasil penelitian Ananda dan Mastuti (2013) menunjukkan terdapat pengaruh perfeksionisme terhadap prokrastinasi akademik dengan F hitung

  2

  sebesar 4,815, nilai p= 0,039, nilai r = 0,424 dan r = 0,18. Persamaan regresi yang didapatkan adalah Y= 153,677

  • – 0,416X, ini berarti perfeksionis memiliki hubungan yang negatif dengan prokrastinasi akademik. Namun lain
bahwa perfeksionisme tidak berkorelasi secara signifikan dengan prokrastinasi. Menurut Steel (2007) prokrastinasi akademik memiliki korelasi yang signifikan dengan self-efficiacy dan self-control dibandingkan dengan perfeksionisme.

2.5 Dinamika Hubungan Antar Variabel

  Prokrastinasi akademik adalah penundaan tugas yang dilakukan secara berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman. Prokrastinasi sendiri merupakan perilaku yang tidak perlu menunda kegiatan walaupun orang itu harus atau berencana menyelesaikan kegiatan tersebut. Perilaku menunda ini akan dapat dikategorikan sebagai prokrastinasi ketika perilaku tersebut menimbulkan ketidaknyamanan emosi seperti rasa cemas, dan rasa takut akan kegagalan.

  Menurut Sagar dan Stoeber (2009) salah satu ciri-ciri fear of failure adalah ketakutan akan penghinaan dan rasa malu memiliki keterkaitan dengan perfeksionisme. Kekhawatiran seorang perfeksionisme bahwa individu harus terlihat sempurna tanpa melakukan kesalahan apapun, sedangkan kekhawatiran seorang fear of failure bahwa individu harus berhasil dan berjuang untuk tidak lagi merasa takut akan kegagalan sehingga individu tersebut tidak akan merasa takut akan penghinaan maupun rasa malu terhadap dirinya maupun orang lain dikarenakan keberhasilan yang dilakukan salah satunya perfeksionisme terhadap apapun yang dilakukan dan dikerjakan akan terlihat sempurna tanpa melakukan kesalahan apapun.

  Faktor yang memengaruhi dalam penelitian ini adalah fear of failure.

  

Fear of failure atau disebut takut akan kegagalan bisa digambarkan sebagai

  rasa takut yang menyebabkan seseorang terhindar dari kegagalan karena bisa menimbulkan emosi malu dan terhina. Individu beranggapan bahwa mereka akan gagal dan karenanya mengalami rasa malu, jadi solusi terbaik adalah menghindari situasi sama sekali. Ketakutan akan kegagalan melibatkan penilaian ancaman dalam situasi evaluatif yang mampu gagal. Situasi seperti konsekuensi kegagalan yang tidak menyenangkan (Conroy, 2004). Penulis berasumsi bahwa fear of failure memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Hal ini berarti semakin tinggi fear of failure yang dimiliki mahasiswa maka semakin tinggi perilaku prokrastinasi akademik mereka. Mahasiswa yang memiliki kepribadian fear of failure atau disebut juga ketakutan akan kegagalan merasa tidak percaya akan kemampuan yang dimilikinya sehingga apapun yang dilakukan terlihat sebagai suatu kegagalan. Seseorang yang memiliki rasa takut akan kegagalan yang tinggi akan cenderung menganggap tugasnya tidak menyenangkan dan menyebabkan ia mudah teralihkan oleh hal lain sehingga melakukan prokrastinasi dan pada akhirnya seseorang menunda kegiatannya sampai pada saat-saat terakhir.

  Selain fear of failure, faktor yang memengaruhi prokrastinasi akademik adalah perfeksionisme. Perfeksionisme adalah disposisi kepribadian yang ditandai dengan mengupayakan ketidaksempurnaan dan menetapkan standar kinerja yang sangat tinggi disertai dengan evaluasi perilaku seseorang yang terlalu kritis. Perfeksionisme dipandang melekat dalam kepribadian seseorang. Ini adalah cara individu menangani atau melihat situasi apa pun. Individu dengan tingkat perfeksionisme tinggi bertujuan untuk menjadi sempurna, apalagi bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam bentuk apapun. Mereka mengevaluasi perilaku dan prestasi mereka sendiri. Mereka menetapkan standar kinerja yang sangat tinggi untuk diri mereka sendiri, tanpa ruang untuk kesalahan. Pemikiran “Bila saya tidak begini maka saya bukan apa- apa sama sekali” merupakan dasar dari perfeksionisme yang menuntut kesempurnaan. Seorang perfeksionisme melihat dunianya sebagai all or nothing, hitam atau putih.

  Berdasarkan kajian dan hasil penelitian sebelumnya yang telah diuraikan sebelumnya, penulis berasumsi bahwa perfeksionisme memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Hal ini berarti semakin tinggi perfeksionisme yang dimiliki mahasiswa maka memiliki kepribadian perfeksionisme akan mengupayakan segala cara untuk skripsi yang dikerjakannya terlihat sempurna salah satunya dengan cara menunda-nunda atau melakukan prokrastinasi akademik secara terus menerus.

  2.6 Model Penelitian

  Model penelitian yang dikembangkan sebagai berikut:

  Gambar 2. 1 Fear of Failure (X1)

  Prokrastinasi Akademik Perfeksionis

  (Y) (X2)

  2.7 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan model penelitian yang ada, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh secara simultan antara fear of failure dan perfeksionis terhadap prokrastinasi akademik pada mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi di Fakultas Teknologi Informasi UKSW Salatiga.

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN 1.1. Jenis Penelitian dan Pendekatan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Buku Panduan Program Perlindungan Anak di PPA Eklesia Salatiga

0 2 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 2.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 2.1.1. Profile PPA Eklesia Salatiga - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Buku Panduan Program Perlindungan Anak di PPA Eklesia Salatiga

0 0 54

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Buku Panduan Program Perlindungan Anak di PPA Eklesia Salatiga

0 0 67

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ponta dan Persembahan: Kajian Sosio – Teologis terhadap Ponta sebagai Persembahan di Desa Long Gelang

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ponta dan Persembahan: Kajian Sosio – Teologis terhadap Ponta sebagai Persembahan di Desa Long Gelang

0 0 10

BAB III PONTA SEBAGAI PERSEMBAHAN 3.1. Orang Kristen Protestan pelaku Ponta - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ponta dan Persembahan: Kajian Sosio – Teologis terhadap Ponta sebagai Persembahan di Desa Long Gelang

0 0 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Implementasi Kurikulum 2013 2.1.1. Pengertian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran Prakarya

0 0 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Profil SMP Negeri 7 Salatiga - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran Prakarya

0 2 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 pada Mata Pelajaran Prakarya

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Fear of Failure dan Perfeksionisme terhadap Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa yang Sedang Menyelesaikan Skripsi di Fakultas Teknologi Informasi UKSW

0 1 11