TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI PONOROGO SKRIPSI

  

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN PENSIUN

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI

PONOROGO

SKRIPSI

  Oleh:

  

FILDZAH NURINA SARI

NIM : 210214028

  Pembimbing:

DEWI IRIANI, M.H.

  

NIP. 198110302009012008

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2018

  

ABSTRAK

Sari, Fildzah Nurina. NIM: 210214028, 2018.

  “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembiayaan Pensiun Lembaga Keuangan Syariah Pada Bank Syariah Mandiri Ponorogo ”, Skripsi, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah

  (muamalah), Fakultas Syari’ah, Institusi Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, Pembimbing Dewi Iriani, M.H.

  Kata kunci: Fatwa, Multi akad.

  Terdapat pada salah satu lembaga keuangan syariah, yaitu Bank Syariah Mandiri Ponorogo yang juga memiliki salah satu produk yaitu pembiayaan pensiunan. Penelitian ini berangkat dari adanya fenomena yang terjadi di bank syariah mandiri ponorogo yang melakukan pembiayaan pensiunan. Dalam pelaksanannya untuk melakukan pembiayaan pensiunan menggunakan akad mura>bah}ah, dalam mura>bah}ah ada 2 jenis yaitu mura>bah}ah (dengan agunan) dan mura>bah}ah (tanpa agunan), mura>bah}ah dengan waka>lah, dan take over (qardh al bay mura>bah}ah). Dalam akad tersebut ada yang menggunakan multi akad, dimana multi akad sendiri masih di perdebatkan mengenai status hukumnya sehingga masih ada perbedaan pendapat.

  Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana penerapan akad pembiayaan pensiunan dalam bank syariah mandiri ponorogo. 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad pembiayaan pensiunan dalam bank syariah mandiri ponorogo.

  Adapun jenis penelitian yang di lakukan penulis merupakan penelitian lapangan yang menggunakan metode kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan wawancara (interview), Dokumentasi. Analisis yang digunakan menggunakan metode deduktif yaitu metode yang menekankan pada teori kemudian pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan secara khusus.

  Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan akad program pembiayaan pensiunan di Bank Syariah Mandiri ponorogo sesuai dengan hukum islam karena dalam hukum islam menggunakan dua akad sekaligus itu sah, karena dalam pelaksanaan di bank syariah mandiri ponorogo lebih banyak mendatangkan maslahah daripada madharat. Sedangkan hukum penggunaan multiakad Ada dua pendapat yang melarang dan membolehkan mengenai keabsahan multi akad dalam perbankan yaitu bagi yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. Sedangkan Menurut kalangan Zha>hiriyyah hukum asal dari akad adalah dilarang dan batal kecuali yang ditunjukkan boleh oleh agama. Setiap perbuatan yang tidak disebutkan dalam nas- nas agama berarti membuat ketentuan sendiri yang tidak ada dasarnya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi syariah ditandai dengan meningkatnya jumlah

  perbankan syariah serta model produk yang ditawarkan. Pertumbuhan perbankan syariah tergolong paling cepat dibanding lembaga keuangan syariah lainnya, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, pembiayaan syariah, dan pasar modal syariah. Pertumbuhan perbankan syariah ditandai dengan munculnya produk-produk kreatif yang ditawarkan kepada masyarakat. Penawaran produk-produk baru tersebut sebagai salah satu strategi pemasaran untuk meningkatkan nasabah di tengah persaingan

  

1

perbankan yang semakin terbuka.

  Lembaga keuangan syariah terbagi menjadi lembaga bank dan lembaga non bank. Lembaga bank diantaranya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yaitu yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Adapun pengertian prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembayaran kegiatan usaha, atau kegiatan lain yang

  2 dinyatakan.

1 Yosi Aryanti, Multi Akad (al-uqud al-murakkabah) di perbankan syariah perspektif fiqh muamalah, Jurnal Ilmiah Syari„ah, 2 (2016), 177.

  2

  Bank berdasarkan prinsip syariah atau bank syariah atau bank Islam, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi (untermediary institution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing

  principle). Seperti juga bank konvensional, selain memberikan jasa-jasa

  pembiayaan bank, bank syariah juga memberikan jasa-jasa lain, seperti jasa kiriman uang, pembukaan letter of credit, jaminan bank, dan jasa-jasa

  3 lain, yang biasanya diberikan oleh bank konvensional.

  Munculnya produk-produk baru di perbankan syariah menimbulkan kesulitan dalam penerapan prinsip syariah terutama dalam aspek kesesuaiannya dengan akad. Ijtihad para ulama sangat diperlukan dalam menjawab persoalan tersebut. Dewan syariah nasional telah berupaya memberikan jawaban terhadap kebutuhan produk tersebut yang tersebar dalam fatwa DSN. Sebagian fatwa tersebut merupakan transformasi akad- akad dalam hukum Islam ke dalam kegiatan transaksi keuangan modern. Untuk menilai suatu produk apakah telah memenuhi prinsip syariah atau

3 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum

  tidak, salah satunya adalah dengan memperhatikan akad-akad dan berbagai

  4 ketentuannya yang digunakan dalam produk tersebut.

  Produk-produk dalam perbankan syariah, beberapa atau bahkan sebagian terbesar ternyata mengandung beberapa akad. Sebagai contoh, dalam transaksi kartu kredit syariah terdapat akad ijarah, qardh, dan kafalah, obligasi syariah mengandung sekurang-kurangnya akad mudharabah (atau ijarah) dan wakalah, serta terkadang disertai kafalah. Dalam setiap transaksi, akad-akad tersebut dilakukan secara bersamaan atau setidak-tidaknya setiap akad yang terdapat dalam suatu produk tidak bisa ditinggalkan, karena kesemuanya merupakan satu kesatuan. Transaksi seperti itulah yang dalam tulisan ini diistilahkan dengan

  ”Multi Akad” yang kini dalam peristilahan fikih muamalat kontemporer (fiqh al- mu‟amalat al-maliyah al-mu‟ashirah) disebut dengan al-’uqud al- murakkabah.

  Multi akad merupakan kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih, sehingga semua akibat hukum akad-akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu keaatuan yang tidak dapat dipisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad. Multi akad dalam fikih masih diperdebatkan oleh para ualam fikih. Sebagaian ulama membolehkan pelaksanaan multi akad dan sebagian ulama yang lain melarangnya. Konsep multi akad yang diterapkan padaperbankan syariah banyak digunakan pada produk pembiayaan syariah dan produk pelayanan

  5 jasa.

  Terdapat pada salah satu lembaga keuangan syariah, yaitu Bank Syariah Mandiri Ponorogo, yang juga memiliki salah satu produk yaitu pembiayaan pensiunan. Seperti yang dijelaskan oleh Putri Vita Dalam pelaksanannya untuk melakukan pembiayaan pensiunan menggunakan akad mura>bah}ah, dalam murabahah ada 2 jenis yaitu mura>bah}ah (dengan agunan) dan mura>bah}ah (tanpa agunan), mura>bah}ah dengan waka>lah, dan

  6 take over (qardh al bay mura>bah}ah). Akad yang kedua dalam pembiayaan pensiunan tersebut digunakan secara bersamaan dalam satu transaksi.

  Sedangkan dalam Islam ada yang tidak membolehkan adanya dua akad dalam satu transaksi. Dan ada juga yang membolehkan. Akan tetapi dalam fatwa tidak di sebutkan tentang adanya pembiayaan untuk pensiunan.

  Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

  “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH PADA BANK SYARIAH MANDIRI PONOROGO

5 Hasanudin, Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada LKS, (Ciputat: UIN Syahid, 2009), 3.

  B. Penegasan Istilah

  Pada penelitian ini, penulis mempertegas pembahasan yang akan di kaji terkait akad yang digunakan dalam pembiayaan pensiun di bank syariah mandiri ponorogo. Dalam pelaksanannya untuk melakukan pembiayaan pensiunan tersebut menggunakan akad mura>bah}ah, dalam mura>bah}ah ada 2 jenis yaitu mura>bah}ah (dengan agunan) dan mura>bah}ah (tanpa agunan), mura>bah}ah dengan waka>lah, dan take over (qardh al bay mura>bah}ah).

  Akad yang kedua dalam pembiayaan pensiunan yaitu mura>bah}ah dengan waka>lah tersebut digunakan secara bersamaan dalam satu transaksi atau juga disebut dengan multi akad. Sedangkan dalam Islam ada yang tidak membolehkan adanya dua akad dalam satu transaksi, dan ada juga yang membolehkan. Dalam penelitian ini penulis hanya mengkhususkan pembahasan terkait permasalahan yang ada kemudian ditinjau dengan hukum islam yaitu fiqh Muamalah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 88/DSN-MUI/XI/2013.

  C. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana penerapan akad pembiayaan pensiun dalam Bank Syariah Mandiri Ponorogo? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap akad pembiayaan pensiun dalam Bank Syariah Mandiri Ponorogo?

D. Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui penerapan akad pembiayaan pensiun di Bank Mandiri Syariah.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap akad pembiayaan pensiun dalam bank syariah mandiri ponorogo.

E. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat teoritis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan, acuan dan rujukan bagi semua pihak yang ingin mendalami ilmu yang berkaitan dengan muamalah khususnya dalam bidang lembaga keuangan Syariah.

2. Manfaat praktis

  Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna

  a. Bagi Bank Syariah Diharapkan dapat membantu menyempurnakan pelayanan sesuai dengan prinsi-prinsip syariah.

  b. Bagi masyarakat Diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya dalam akad pembiayaan yang digunakan.

F. Telaah Pustaka

  Penelitian yang dilakukan oleh Fetri Fatorina tahun 2015 yang berjudul ”Analisis Konsep Multi Akad dalam Fatwa DSN-MUI dalam Perspektif Ulama Fikih

  ”. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang membahas dua topik permasalahan yaitu: 1) bagaimana konsep multi akad dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI yang diterapkan pada produk pembiayaan perbankan syariah. 2) bagimana ulama fikih tentang kosep multi akad berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional MUI yang diterapkan pada produk pembiayaan syariah.

  Dari analisis ini menunjukkan bahwa 1) konsep multi akad dalam fatwa Dewan Syariah Nasioanl MUI yang diterapkan pada produk pembiayaan perbankan merupakan multi akad bertingkat akad-akad yang terhimpun pada multi akad dilaksanakan secara bertingkat atau secara berkelanjutan. Akad ke dua dilaksanakan setelah akad pertama selesai dilaksanakan atau berakhirnya akad pertama. 2) pandangan ulama fikih tentang konsep multi akad berdasarkan fatwa DSN-MUI yang di terapkan pada produk pembiayaan di perbankan syariah adalah sebagai berikut: sebagian ulama membolehkan bentuk multi akad fatwa DSN-MUI yang di terapkan pada produk pembiayaan di perbankan syariah. Ulama yang membolehkan antara lain yaitu sebagian ulama mazhab malikiyah, ibnu abidin hanafiyah, syafi‟iyah, ibnu qudamah dari hanabilah, dan wahbah az-Zuhaili. Sebagian ulama mazhab malikiyah melarang bentuk multi akad fatwa DSN-MUI yang di terapkan pada produk pembiayaan di perbankan

  7 syariah.

  Penelitian yang dilakukan oleh Mufattachatin dalam skripsinya di 7 Institu Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun 2009 dengan

  Fetri Fatorina, “Analisis Konsep Multi Akad Dalam Fatwa DSN-MUI Dalam Perspektif judul tinjauan hukum Islam terhadap multi akad dalam aplikasi sukuk

  

ijarah pada Pt. Sona Topas Tourism Tbk. Skripsi ini membahas tentang:

  1) bagaimana aplikasi multi akad sukuk ija>rah pada Pt. Sona Topas Tourism Tbk. 2) bagaimana tinjauan hukum Islam mengenai multi akad dalam aplikasisukuk ija>rah pada Pt. Sona Topas Tourism Tbk. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini yaitu dapat disimpulkan: 1) aplikasi multi akad sukuk ija>rah yang diterbitkan oleh Pt. Sona Topas Tourism Tbk adalah obligasi syariah dengan skim ija>rah. Obligasi syariah ija>rah ini berjangka waktu 5 tahun dengan dan seluruhnya Rp. 52.000.000.000,00 dengan cicilan fee ija>rah sebanyak Rp. 7.670.000.000,00 setiap tiga bulan sekali. Sedangkan penggunaan dana tersebut digunakan oleh anak perusahaan (Pt. Inti Dufree Promosindo) sebagai modal kerja di bidang biro perjalanan wisata.

  Adapun akad yang digunakan oleh pihak-pihak yang terkait dalam menerbitkan obligasi syariah ija>rah ini adalah akad ija>rah, akad waka>lah dan akad kafa>lah. 2) tinjauan hukum islam mengenai multi akad dalam aplikasi sukuk ija>rah adalah tidak bertentangan dengan syariat Islam karena pihak yang melaksanakan akad berbeda sehingga dapat dikatakan salah satu unsur (rukun) akadnya berbeda yang tidak dapat membatalkan tujuan dari pada akad. Selain itu, penelitian multi akad dalam aplikasi sukuk ija>rah tersebut tidak dalam satu waktu dimana dalam Islam menjelaskan bahwa jika ada unsur dalan (rukun) yang sama melaksanakan akad lebih dari sati maka hal tersebut sangat dilarang karena sama halnya

  8 dengan (jual beli bersyarat).

  Penelitian yang dilakukan oleh Iis Nuraisah dalam skrisinya pada tahun 2013 yang berjudul ”Akad Mura>bahah wa al-waka>lah pada produk pembiayaan BSM Implan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung” dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini membahas tentang: 1) bagaimana proses akad Mura>bahah wa al-Wa>kalah pada produk pembiayaan BSM Implan di BSM KCP Ujungberung Bandung. 2) bagaimana penetapan margin antara nasabah dan BSM KCP Ujungberung Bandung. 3) bagaimana kedudukan ukum terhadap penetapan ujrah dalam produk pembiayaan BSM Implan melalui akad Mura>bahah wa al-Wa>kalah di BSM KCP Ujungberung Bandung. Dengan hasil penelitian menyebutkan bahwa pembiayaan BSM Implan merupakan pembiayaan denganmenggunakan akad Mura>bahah wa al-Wa}kalah. Akad mura>bahah terjadi antara pihak Bank dengan nasabah sehingga pihak Bank endapatkan margin, sedangkan akad waka>lah terjadi antara pihak Bank dengan instansi atau perusahaan. Dari akad waka>lah ini pihak instansi atau perusahaan mendapatkan ujrah. Pemiayaan BSM Implan dan mengandung manfaat dan mudharat yang dirasakan oleh pihak nasabah. Manfaatnya 8 nasabah tidak perlu membayar langsung cicilan pembayaran ke Bank

  Mufattachatin, ” Tinjauan Hukum Islam Terhadap Multi Akad Dalam Aplikasi Sukuk Ijarah

  Pada Pt. Sona Topas Tourism Tbk”, Skripsi (Surabaya: Institut Agama Islam Negeri Sunan karena pembiayaan cicilan akan dipotong setiap bulannya oleh bagian keuangan oleh instansi atau perusahaan. Sedangkan madharatnya, selain dikenakan kewajiban membayar margin dari akad mura>bahah antara Bank dan nasabah, nasabah juga arus membayar ujrah dari akad waka>lah antara Bank dengan pihak instansi. Dengan penetapan pembayaran margin dan jrah yang dikenakan kepada nasabah maka pihak nasabah memiliki dua kewajiban sekaligus. Hal ini belum sepenuhnya memenuhi salah satu asas- asas perjanjian yang melandasi penegakan dan pelaksanaannya yaitu asas

  9 keadilan.

G. Metode Penelitian

  Adapun metode penelitian yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan di lingkungan masyarakat tertentu baik di lembaga-lembaga, organisasi masyarakat (sosial) maupun lembaga pemerintah. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kulitatif adalah penelitian yang memusatkan perhatiannya kepada prinsip-prinsip mendasari perwujudan dari satuan-satuan gejala yang ada dalam

  10 9 kehidupan manusia.

  Iis Nuraisah, “Akad Akad Murabahah wa al-Wakalah pada produk pembiayaan BSM Implan di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Ujungberung Bandung ”, Skripsi (Bandung: Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, 2013).

  Dalam penelitian ini, peneliti akan memaparkan informasi yang diperoleh dari Bank Syariah Mandiri Ponorogo secara langsung.

  Kemudian mengevaluasi dengan berbagai teori yang berkaitan dengan pokok masalah dalam penelitian ini.

  2. Kehadiran Penelitian Kehadiran peneliti dalam penelitian ini sangat diperlukan, karena peneliti bertindak sebagai pengamat penuh sekaligus sebagai pengumpul data. Dalam penelitian ini kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh informan. Oleh karena itu penulis hadir secara langsung untuk melakukan wawancara dengan karyawan Bank Syariah Mandiri Ponorogo.

  3. Lokasi Penelitian Lokasi yang dijadikan objek Penelitian ini berada di Bank Syariah Mandiri Ponorogo, Jl. Soekarno Hatta No. 216, banyudono, Kec.

  Ponorogo.

  4. Sumber Data Sumber data yang digunakan peneliti, diantaranya: a. Data primer sumber adalah data yang diperoleh dari sumber asli.

  Adapun yang menjadi data primer di Bank Syariah Mandiri Ponorogo adalah karyawan Bank Syariah Mandiri Ponorogo

  b. Sumber data sekunder dokumen, buku, jurnal terkait fatwa DSN- MUI NOMOR 88/DSN-MUI/XI/2013 dan fiqh muamalah.

  5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penelitian ini dilakukan dengan dua

  11 cara, yaitu wawancara dan dokumentasi.

  a.

  Wawancara (interview) Wawancara adalah tehnik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah (artinya pertanyaan dating dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancarai). Teknik ini dipergunakan untuk memperoleh data langsung dari narasumber yaitu karyawan Bank Mandiri Syariah Ponorogo.

  b.

  Dokumentasi Dokumentasi merupakan perolehan data dari dokumen dan lain-lain, maupun data yang diperoleh dari sumber manusia melalui observasi dan wawancara, serta mencari data mengenai hal-hal berupa dokumen, foto, dan bahan-bahan lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.

  6. Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang di peroleh dari hasil wawancara, dengan mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa menyusun ke dalam pola, memilih mana 11 yang penting dan mana yang akan di pelajari, dan membuat

  

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D (Bandung: Alfa Beta, kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang

  12 lain.

  a.

  Editing, pemeriksaan kembali terhadap semua data yang terkumpul, terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, keselarasan satu dengan yang lainnya, relevansi, dan beragam masing-masing dalam kelompok data.

  b.

  Organizing, yaitu menyusun dan mensistematisasikan data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya, kerangka tersebut dibuat berdasarkan dan relevan dengan sistematika pertanyaan-pertanyaan dalam perumusan masalah.

  c.

  Analiting, yaitu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan.

  Data yang dianalisa tersebut kemudian diolah menggunakan teori

  13 dan dalil-dalil yang sesuai, sehingga bisa ditarik kesimpulan.

  Dalam penyusunan skripsi ini, cara yang digunakan penulis untuk menganalisa data adalah menggunakan metode deduktif. Metode deduktif yaitu cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari suatu kaidah atau pendapat yang umum menuju suatu pendapat yang bersifat

  14 khusus.

  Dalam hal ini penulis berusaha untuk mengumpulkan data 12 sebagaimana tersebut di atas lalu menganalisanya dari Fatwa Dewan 13 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2016), 244.

  Aji Damanuri, Metodoogi Penelitian Mu’amalah (Ponorogo: Stain Ponorogo Press, 2010), 153. 14 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rajagrafindo Persada,

  Syariah dan fiqh muamalah, kemudian dijadikan pedoman dalam menganalisis penerapan pembiayaan pensiun yang diterapkan pada Bank Syariah Mandiri Ponorogo.

7. Pengecekan Keabsahan Data

  Pengecekan keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan cara: a.

  Perpanjangan Pengamatan Perpanjangan pengamatan akan memungkinkan peningkatan

  15

  derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek kembali apakah data-data yang sudah diperoleh sudah valid. Jika data-data yang diperoleh selama ini ternyata tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.

  b. Triangulasi

   Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai

  sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Pada penelitian ini peneliti melakukan pengecekan keabsahan data yang terkait dengan praktek penerapan pembiayaan pensiun dan tinjauan fiqh muamalah dengan menggunakan multi akad sudah benar atau belum dengan cara membandingkan hasil wawancara dengan isi 15 suatu dokumen dengan memanfaatkan berbagai sumber data

  Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, informasi sebagai bahan pertimbangan. Dalam hal ini peneliti membandingkan data hasil wawancara dengan wawancara lainnya yang kemudian diakhiri dengan menarik kesimpulan sebagai hasil temuan lapangan.

H. Sistematika Pembahasan

  Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini agar lebih mudah bagi para pembaca untuk memahaminya, terbagi ke dalam lima bab dengan penjelasan susunannya sebagai berikut:

  BAB I : PENDAHULUAN Bab pertama merupakan pendahuluan, pada bab ini menguraikan tentang beberapa hal pokok mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

  BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini penulis akan menguraikan tentang landasan teori yang merupakan pijakan dalam penulisan skripsi ini yang meliputi, definisi Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dan multi akad.

  BAB III : PENERAPAN PEMBIAYAAN PENSIUN DI BAN SYARIAH MANDIRI PONOROGO Bab ini memaparkan data-data yang merujuk pada himpunan data wawancara yang telah penulis lakukan serta telah dikodifikasikan. Isi dari bab ini meliputi: sejarah, penerapan akad pembiayaan pensiun di Bank Syariah Madiri Ponorogo.

  BAB IV : ANALISIS PEMBIAYAAN PENSIUN DI BANK SYARIAH MANDIRI PONOROGO Bab ini merupakan pokok membahasan dalam penelitian ini meliputi: analisis penerapan akad pembiayaan pensiun di Bank Syariah Mandiri ponorogo dan analisis fiqh muamalah terhadap pembiayaan pensiun yang diterapkan Bank Syariah Mandiri Ponorogo dalam perspektif fatwa dewan syariah nasional Nomor 88/DSN-MUI/XI/2013.

  BAB V : PENUTUP Berisi kesimpulan atau hasil dari penelitian ini dan saran dari penulis terhadap perkembangan penelitian kedepan.

BAB II LANDASAN TEORI A. Dewan Syariah Nasional 1. Kedudukan dan Kewenangan Fatwa Dewan Syariah Nasional Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN) bertujuan

  mengekplorasi penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian secara umum dan khusus. Kegunaan DSN menurut Prof Jaih Mubarok ialah untuk melakukan kajian-kajian fiqih muamalah dan menetapkannya menjadi fatwa agar masyarakat dan industri/ lembaga

  1 bisnis memiliki panduan dalam melakukan bisnis.

  Kewenangan ulama dalam menetapkan dan mengawasi pelaksanaan hukum perbankkan syariah berada di bawah koordinasi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Karena perkembangan lembaga keuangan syariah yang cukup pesat, maka diperlukan adanya suatu lembaga khusus yang menangani masalah- masalah terkait dengan sistem ekonomi syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan Al-

  Qur‟an dan Sunnah. MUI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang keagamaan yang berhubungan dengan kepentingan umat membentuk satu dewan syariah berskala nasional yaitu Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berdiri pada

  1 tanggal 10 Februari 1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) MUI No. Kep-754/MUI/II/1999.

2 Untuk menunjang tugas DSN-MUI, diterbitkan surat keputusan

  MUI No.Kep.754/II/1996 tentang tugas pokok DSN, yaitu untuk: a.

  Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian syariah b.

  Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan c. Mengeluarkan fatwa atas produk keuangan syariah d.

  Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

  3 DSN sebagai anggota dari Majelis Ulama Indonesia yang terdiri

  dari para ulama, praktisi, dan para pakar yang terkait dalam bidang muamalah syariah. Adapun tugas DSN adalah sebagai berikut: 1)

  Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya. 2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan. 3) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. 4) Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.

  Untuk memudahkan peran DSN dalam menjalankan tugasnya, DSN-MUI memiliki wewenang yang berlaku bagi seluruh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yaitu: 2 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankkan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: Uii Press, a.

  Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait.

  b. fatwa yang menjadi landasan bagi Mengeluarkan ketentuan/peraturan yang di keluarkan instansi yang berwenang, seperti (Kementerian Keuangan) dan Bank Indonesia.

  c.

  Memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi nama- nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah.

  d.

  Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.

  e.

  Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional.

  f.

  Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil

  4 tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

  Terdapat hal yang menarik mengenai fatwa-fatwa yang diterbitkan MUI dalam hubungannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Fatwa-fatwa MUI ini dibagi dalam tiga kategori, yaitu ekonomi syariah, kehalalan produk, dan kemasyarakatan. Dari 4 tiga kategori ini, fatwa kategori ekonomi syariah memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan dua kategori lainnya. Kedudukan lebih kuat maksudnya adalah fatwa-fatwa kategori ekonomi syariah diakui dan dikuatkan keberadaannya dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia. Apabila pihak-pihak yang terkait dengan peraturan ini tidak melaksanakan fatwa tersebut akan mendapatkan sanksi administrasi dari pemerintah. Fatwa-fatwa DSN tidak hanya mengenai kegiatan, produk dan jasa yang akan dioperasionalkan oleh suatu bank syariah, tetapi juga mengenai ketentuan ekonomi syariah (keuangan syariah) yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang

  5 berwenang, seperti kementerian keuangan dan Bank Indonesia (BI).

  Berdasarkan kesimpulan dalam Konsideran (bagian b) surat Keputusan MUI Nomor Kep-98/MUI/III/2001 tentang susunan pengurus dewan syariah nasional masa bakti 2000-2005 bahwa fatwa yang dikelurakan oleh DSN semakin kuat secara hukum untuk ditaati, terutama setelah dikeluarkannya undang- undang perbankkan syariah.

  Dengan demikian kekuatan DSN tidak saja secara internal di kelembagaan MUI tapi juga secara eksternal pada kelembagaan

  6 keuangan yang menerapkan prinsip dan transaksi syariah.

  Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia 5 mempunyai peranan yang penting dalam upaya pengembangan produk

  

Atho Mudzhar Dan Choirul Fuad Yusuf, Dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Mui)

Dalam Perspektif Hukum Dan Perundang-Undangan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan hukum perbankkan syariah. Karena dalam pengembangan ekonomi dan perbankkan syariah mengacu pada sistem hukum yang dibangun berdasarkan Al-

  Qur‟an dan Hadits yang keberadaannya berfungsi sebagai pedoman utama bagi mayoritas umat islam.

  Fatwa DSN-MUI yang berhubungan dengan pengembangan lembaga ekonomi dan perbankan syariah dikeluarkan atas pertimbangan Badan Pelaksana Harian (BPH) yang membidangi ilmu syariah dan ekonomi perbankan. Dengan adanya pertimbangan dari para ahli tersebut, maka fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI memiliki kewenangan dan kekuatan ilmiah bagi kegiatan usaha ekonomi syariah. karena itu agar fatwa memiliki kekuatan mengikat, sebelumnya perlu diadopsi dan disahkan secara formal ke dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Namun agar peraturan perundang-undangan yang mengadopsi prinsip-prinsip syariah dapat dijalankan dengan baik, maka DSN-MUI membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) disetiap lembaga keuangan syariah. Tujuannya adalah menjalankan fungsi

  7 pengawasan terhadap aspek syariah yang ada dalam perbankan.

  Fungsi fatwa terpaut dengan fiqh, keduanya memiliki hubungan saling melengkapi, di mana fatwa memuat uraian sistematis tetang substansi hukum islam. Fiqh disbanding sebagai kitab hukum, serta sebagai rujukan normatif dalam melakukan perbuatan sehari-hari.

  7

  Sehingga secara jelas fatwa memiliki fungsi sebagai penerapan secara

  8 konkret ketentuan fiqh dalam masalah tertentu.

  Maka di keluarkannya fatwa di pandang sebagai pendapat hukum yang berdasarkan pertimbangan. Pengeluaran fatwa ini di maksudkan untuk melaksanakan fungsinya yang utama, yakni memberikan pendapat hukum suatu masalah, sesuai dengan pendapat mereka, tentang tindakan apa yang benar menurut pandangan syariah. Fatwa telah berperan dalam menjelaskan hukum islam yang berbentuk jwaban konkret terhadap kasus demi kasus yang telah di hadapi oleh masyarakat yang dapat di jadikan pedoman untuk mengetahui

  9 bagaimana penerapan hukum syariah terhadap masalah tertentu.

2. Dasar Hukum Fatwa

  Pada umumnya fatwa di tetapkan berdasarkan keterangan Al- quran, hadis,

  ijma’, dan qiyas. Keempatnya merupakan sumber dalil

  hukum syariah yang telah di sepakati oleh jumhur ulama. Jumhur ulama menyepakati validitas keempat sumber tersebut sebagai sumber-sumber hukum syariah, berdasarkan firman Allah di dalam Al-Quran surat An-

  

10

Nisa‟ ayat 59 sebagai berikut:

  8 Ma‟ruf Amin Dkk, Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Mui) Dalam Perspektif Hukum Dan Perundang-Undangan (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2011), 21. 9 10 Ibid., 23-24.

                                

  “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya ”.

3. Fatwa DSN-MUI NOMOR 88/DSN-MUI/XI/2013 tentang pedoman umum penyelenggaraan program pensiun berdasarkan prinsip syariah

  Fatwa menurut bahasa berarti jawaban mengenai suatu kejadian (peristiwa). Sedangkan fatwa menurut syara‟ adalah menerangkan hukum syara‟ dalam suatu persoalan sebagai jawaban dari suatu pertanyaan, baik sepenanya itu jelas identitasnya maupun tidak, baik

  

11

perseorangan maupun kolektif.

  Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia mengartikan fatwa sebagai jawaban (keputusan, pendapat) yang diberikan oleh mufi tentang suatu masalah. Fatwa juga bermakna nasihat orang alim, pelajar

  12 baik, petuah.

11 Yusuf Qardhawi, Al-Fatwa Bainal Indhibat Wat-Tasayyub

  “Fatwa Antara Ketelitian Dan Dalam fatwa DSN-MUI tentang pedoman umum penyelenggaraan program pensiun berdasarkan prinsip syariah ada beberapa ketentuan yang harus dijadikan pedoman dalam praktiknya sebagai bidang jasa. Substansi fatwa tersebut adalah sebagai berikut: 1.

  Ketentuan umum 2. Ketentuan terkait PPIP (program pensiun iuran pasti) pada

  DPLK (dana pensiun lembaga keuangan) 3. Ketentuan terkait PPIP (program pensiun iuran pasti) pada

  DPPK (dana pensiun pemberi kerja) 4. Ketentuan terkait PPMP (program pensiun manfaat pasti) 5.

13 B.

  Ketentuan penutup.

   Multi Akad 1. Pengertian Multi Akad

  Multi dalam bahasa Indonesia berarti banyak, lebih dari satu, lebih dari dua, berlipat ganda. Dengan demikian, multi akad dalam bahasa Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, lebih dari satu.

  Secara literal, akad berasal dari bahasa arab yaitu

  َدْقَع ُدِقْعَ ي اًدْقَع

  yang berarti perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Dalam

  13 kitab fiqih sunnah, kata akad diartikan dengan hubungan dan

  ( ُتْبَّرلا)

  14

  ْقاَقِتِلاا

  kesepakatan ( ) .

  Multi akad adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah atau transaksi yang meliputi dua akad atau lebih, misalnya satu transaksi yang terdiri dari akad jual-beli dan ija>rah, akad jual beli dan hibah dll, sehingga semua akibat hukum dari akad-akad gabungan itu, serta semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, dianggap satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan, yang sama

  15 kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad.

  Sedangkan menurut istilah fikih, kata multi akad merupakan terjemahan dari kata Arab yaitu al- ’uqu>d al-murakkabah yang berarti akad ganda (rangkap). Sedangkan kata Al-murakkabah (murakkab) secara etimologi berarti al-

  jam’u, yakni mengumpulkan atau

  menghimpun. Dan secara terminologi

  ‘aqd berarti mengadakan perjanjian atau ikatan yang mengakibatkan munculnya kewajiban.

  Menurut Wahbah az-Zuhaili,

  ‘aqd adalah: “Pertalian atau perikatan

  antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariah yang menetapkan adanya akibat hukum pada objek perikatan”.

14 Raja Sakti Putra Harhap, Hukum Multi Aqad Dalam Transaksi Syariah, Jurnal al-Qasd, 2 (2016), 45.

  15

  Meski ada multi akad yang diharamkan, namun prinsip dari multi akad ini adalah boleh dan hukum dari multi akad diqiyaskan dengan hukum akad yang membangunnya. Artinya setiap muamalat yang menghimpun beberapa akad, hukumnya halal selama akad-akad yang membangunnya adalah boleh. Ketentuan ini memberi peluang pada

  16 pembuatan model transaksi yang mengandung multi akad.

  Mengenai status hukum multi akad, ulama berbeda pendapat terutama berkaitan dengan hukum asalnya. Perbedaan ini menyangkut apakah multi akad sah dan diperbolehkan atau batal dan dilarang untuk dipraktikkan. Mengenai hal ini ulama berada dalam dua pendapat tersebut membolehkan dan melarang. Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi‟iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum multi akad sah dan diperbolehkan menurut

  17 syariat Islam.

  Bagi yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya. Perbincangan dan perdebatan mengenai keabsahan multi akad ini muncul bukan tanpa sebab. Kalangan Malikiyah berpendapat bahwa multi akad merupakan jalan keluar dan kemudahan yang diperbolehkan dan disyariatkan 16 selama mengandung manfaat dan tidak dilarang agama. Karena hukum asalnya adalah sahnya syarat untuk semua akad selama tidak bertentangan dengan agama dan bermanfaat bagi manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan al- ’uqu>d al-Mutaqa>bilah adalah multi akad

  18 dalam bentuk akad kedua merespon akad pertama.

  Ulama lain, terutama dari kalangan Zhahiriyyah mengharamkan multiakad. Menurut kalangan Zhahiriyyah hukum asal dari akad adalah dilarang dan batal kecuali yang ditunjukkan boleh oleh agama. Mereka beralasan bahwa Islam sudah sempurna, sudah dijelaskan apa yang diperlukan oleh manusia. Setiap perbuatan yang tidak disebutkan dalam nas-nas agama berarti membuat ketentuan sendiri yang tidak ada dasarnya dalam agama. Dan perbuatan seperti ini dianggap melampaui batas agama, seperti dinyatakan dalam surah al-Baqarah [2]: 229:

                                              

        

  Artinya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum- 19 . hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim Keharaman multi akad pada dasarnya disebabkan oleh tiga hal.

  Pertama, dilarang agama atau hi>lah karena dapat menimbulkan ketidak pastian (gharar) dan ketidak jelasan (jahalah). Kedua, menjerumuskan ke praktik riba. Ketiga, multi akad yang menimbulkan akibat hukum yang bertentangan pada objek yang sama. Dengan kata lain, multi akad yang memenuhi prinsip syariah adalah multi akad yang memenuhi

  20 standar atau dhawabith, sebagaimana yang telah dikemukakan.

2. Macam-Macam Multi Akad

  Al- ‘Imrani membagi multi akad dalam lima macam, yaitu al-’uqu>d al-mutaqa> bilah, al’uqu<d al-mujtami’ah, al-’uqu>d al-muta>naqidhah wa al- mutadha>dah wa al-mutanafiyah, al-

  ’uqu>d al-mukhtalifah, al-’uqu>d al- muta>janisah. Dari lima macam itu, menurutnya, dua macam yang pertama; al-

  ’uqu>d al-mutaqa>bilah, al-’uqu>d al–mujtami’ah, adalah multi akad yang umum dipakai.

  a.

  Akad Bergantung/Akad Bersyarat (al-’Uqu>d al Mutaqa>bilah) Al- Mutaqa>bilah menurut bahasa berarti berhadapan. Sesuatu dikatakan 19 berhadapan jika keduanya saling menghadapkan kepada yang lain.

  Hasanudin Maulana, Multi Akad Dalam Transaksi Syariah Kontemporer Pada Lembaga

  Sedangkan yang dimaksud dengan al- ’uqu>d al-mutaqa>bilah adalah multi akad dalam bentuk akad kedua merespon akad pertama di mana kesempurnaan akad pertama bergantung pada sempurnanya akad kedua melalui proses timbal balik. Dengan kata lain, akad satu bergantung dengan akad lainnya. Dalam tradisi fikih, model akad seperti ini sudah dikenal lama dan praktik-nya sudah banyak.

  Banyak ulama telah membahas tema ini, baik yang berkaitan dengan hukumnya, atau model pertukarannya. Misalnya antara akad pertukaran ( mu'wa>adhah) dengan akad

  tabarru’, antara akad tabarru'

  dengan akad tabarru' atau dengan akad pertukaran. Ulama biasa mendefinisikan model akad ini dengan akad bersyarat (

  isytirâth ‘aqd

  21 b i ‘aqd).

  b.

  Akad Terkumpul (al-’Uqu>d al–Mujtami’ah) Al-’uqu>d al-mujtami’ah adalah multi akad yang terhimpun dalam satu akad. Dua atau lebih akad terhimpun menjadi satu akad. Misalnya “saya jual rumah ini kepadamu dan saya sewakan rumah yang lain kepadamu selama satu bulan dengan harg a lima ratus ribu”. Multi akad yang mujtami’ah ini dapat terjadi dengan terhimpunnya dua akad yang memiliki akibat hukum berbeda di dalam satu akad terhadap dua objek dengan satu harga, dua akad berbeda akibat hukum dalam satu akad terhadap dua objek dengan dua harga, atau dua akad dalam satu akad yang berbeda hukum atas satu objek dengan satu imbalan, baik dalam

  22 waktu yang sama atau waktu yang berbeda.

  c.

  Akad Berlawanan (al-‘uqu>d al-muta>naqidhah wa al-mutadhadah wa al-mutanafiyah) ketiga istilah al-mutanaqidhah, al-mutadha>dah, al-