PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG METRO

(1)

PELAKSANAAN AKAD PEMBIAYAANMUDHARABAH PADA PT BANK SYARIAH MANDIRI CABANG METRO

Oleh:

INDRA BUDHI PRAMUDIANTARA EFFENDI

Bank syariah mempunyai berbagai bentuk pembiayaan yang ditawarkan, dari berbagai pembiayaan, yang paling dominan diterapkan dalam praktik serta diminati oleh masyarakat adalah pembiayaan Mudharabah. Pembiayaan Mudharabah merupakan bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Namun tidak menutup kemungkinan dalam penyaluran pembiayaan Mudharabah timbul masalah, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Pokok bahasan dalam penelitian ini mengenai pelaksanaan akad pembiayaan Mudharabah serta prosedur penyelamatan dan penyelesaian akad pembiayaan Mudharabah bermasalah.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-terapan dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif-terapan. Data yang digunakan data primer dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Pengumpulan data melalui studi pustaka, studi dokumen, dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara identifikasi data, editing data, dan penyusunan data. Pengolahan data dilakukan dengan cara identifikasi,editing dan penyusunan data. Selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan akad pembiyaan Mudharabah yang biasa dipraktekkan di dalam akad yang digunakan dalam pembiayaan Mudharabah adalah, besarnya nisbah atau bagi hasil yang ditetapkan, keuntungan dengan syarat-syaratnya, adanya ijab qobul, dan tunai. Penyelamatan Pembiayaan yang bermasalah bisa dilakukan dengan penurunan bagi hasil, pengurangan tunggakan imbalan bagi hasil, pengurangan tunggakan pokok pembiayaan,dan lain-lain. Penyelesaian atas pembiyaan yang bermasalah dilakukan melalui penagihan oleh bank, menjual agunan Mudharib, pemacetan pembiayaan oleh bank, pengajuan mediasi atau musyawarah ke Badan Arbitrase Syariah Nasioanal (BASYARNAS), dan lain-lain.

Kata Kunci: Pelaksanaan Akad Pembiayaan Mudharabah, Mudharib, Bank Syariah


(2)

Oleh

INDRA BUDHI PRAMUDIANTARA EFFENDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

Penulis dilahirkan di Metro, pada tanggal 20 Mei 1993, dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari Bapak Effendi Ibrahim. S.H.,M.H. dan Iin Ruslainiwati.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Kotagajah Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 1999, penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 1 Kotagajah Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh di Madharasah Tsanawiyah 01 Kotagajah Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2008, dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Punggur pada tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri pada tahun 2011.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan pada Fakultas Hukum Universitas Lampung yaitu dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKM-F) Mahasiswa Pengkaji Masalah Hukum (MAHKAMAH) dan diangkat pengurus pada tahun 2012. Penulis Mengikuti Kuliah Kerja Nyata pada tahun 2014 di Kabupaten Lampung Tengah.


(6)

"...Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.... ."

(Q.S. Al-Baqarah : 185)

“Setiap orang di dunia ini adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman. Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman itu haruslah

dikembalikan”


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian...7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Bank Syariah ...9

1. Pengertian Bank Syariah...9

2. Jenis-Jenis Bank Syariah ...10

B. Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan ...10

1. Pengertian Pembiayaan ...10

2. Dasar Hukum Pembiayaan Pada Bank Syariah ...10

3. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil ...11

C. Tinjauan Umum Tentang Akad ...12

1. Pengertian Akad...12

2. Rukun dan Syarat Akad ...15

D. Tinjauan Umum AkadMudharabah ...20

E. Tinjauan Umum Tentang PembiayaanMudharabah...21

1. Pengertian PembiayaanMudharabah ...21

2. Manfaat PembiayaanMudharabah...22


(8)

1. Profil Singkat PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro ...23

2. Produk PT Bank Syariah Mandiri ...23

G. Kerangka Pikir ...25

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...27

B. Tipe Penelitian ...27

C. Pendekatan Masalah ...27

D. Data dan Sumber Data ...28

E. Metode Pengumpulan Data...30

F. Metode Pengolahan Data ...31

G. Analisis Data ...32

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Akad PembiayaanMudharabahPada Bank Syariah Mandiri Cabang Metro ...33

B. Prosedur Penyelesaian PembiayaanMudharabahyang Bermasalah Di Bank Syariah Mandiri Cabang Metro ...53

1. Permasalahan Dalam PembiayaanMudharabah di Bank Syariah Mandiri Cabang Metro ...53

2. PembiayaanMudharabahyang Bermasalah ...53

3. Penyelamatan Pembiayaan Mudharabah yang Bermasalah ...57

4. Penyelesaian PembiayaanMudharabahyang Bermasalah ...61

V. KESIMPULAN Kesimpulan ...64


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang sangat strategis dalam menyerasikan dan mengembangkan pembangunan nasional. Kegiatan utama dari perbankan adalah menyalurkan dana ke masyarakat. Hal ini terutama karena fungsi bank sebagai perantara (intermediary) pihak-pihak kelebihan dana (surplus of funds) dan pihak yang memerlukan dana (luck of funds).1Keberadaan lembaga perbankan selain berpengaruh terhadap dunia usaha, dimana hampir semua dunia usaha mengandalkan jasa financial perbankan, juga telah banyak menyerap jutaan orang tenaga kerja.

Fungsi utama bank merupakan fungsi (tumpuan) yang sangat penting bagi masyarakat dan dunia usaha. Di Indonesia fungsi bank diartikan sebagai agent of development yaitu sebagai lembaga yang mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.

1


(10)

Untuk meningkatkan peran dan fungsi bank terdapat beberapa kebijakan moneter yang dilaksanakan sejak pemerintahan orde baru adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan mobilitas tabungan masyarakat melalui lalu lintas keuangan;

2. Memberikan kredit dalam jumlah yang cukup besar, bank sektor-sektor yang mendapat prioritas, maupun sektor-sektor non prioritas untuk meningkatkan kesempatan kerja;

3. Menunjang usaha pemeliharaan dan peningkatan stabilitas ekonomi;

4. Menunjang usaha untuk meningkatkan kedudukan golongan ekonomi lemah melalui pemberian kredit KIK (Kredit Investasi Kecil).2

Bank konvensional adalah lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatannya mengikuti dasar dan prinsip-prinsip perbankan yang sudah ada sejak bank pertama kali didirikan. Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh dan mengoptimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman. Dilain pihak kepentingan pemakai dana adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja. Kemunculan bank syariah didasari oleh adanya keinginan untuk mempraktikan konsep transaksi di dalam syariah Islam yang

2

Wijarno, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia,Jakarta, Pustaka Utama Grafiti,2007,hlm. 68


(11)

tidak memperbolehkan pengambilan bunga seperti yang dipratikkan oleh bank konvensional.

Keunggulan yang dimiliki bank syariah kian menarik masyarakat, bank syariah dinilai memiliki keunggulan kompetitif dibanding bank konvensional sehingga mampu menggaet masyarakat untuk memakai produk dari bank syariah. Bank syariah unggul karena tidak dilengkapi bunga yang dilarang dalam Islam. Kestabilan dan transparansi pengelolaan menyebabkan produk syariah diterima masyarakat yang sudah menyadari akan riba yang diberikan bank konvensional.

Hal ini disebabkan kemampuan dari lembaga perbankan syariah yang berorientasi kepada sistem bagi hasil dapat memberikan keuntungan ke setiap pengelola uang, tidak hanya kepada bank sebagai Shahibul mal yang telah memberikan pinjaman tetapi juga kepada Mudharib sebagai pengelola modal dalam mengembangkan usaha mereka.3

Bank syariah adalah bank yang memakai dasar syariah Islam dan menjalankan usahanya dengan prinsip syariah yang mengacu kepadaAl-Quran danAl-Hadits.4 Bank Syariah dalam hal ini sebagai lembaga keuangan yang dalam aktivitasnya mempraktikan prinsip syariah Islam. Kemunculan bank syariah didasari oleh adanya keinginan untuk mempraktikan konsep transaksi di dalam syariah Islam.

3

Ibid.hlm. 76

4


(12)

Pelaksanaan sistem ekonomi Islam dan praktek perbankan non bunga menjadi alternatif yang baik, di samping merupakan suatu keharusan dan kewajiban dalam menjalankan anjuran agama, apalagi dengan disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 sebagai Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-undang tersebut telah mengatur semua kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah.5

Dasar hukum pembiayaan oleh bank syariah adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Selanjutnya disebut UU Perbankan Syariah). Pasal 1 Ayat (25) menyatakan bahwa pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :

1. Transaksi bagi hasil dalam bentukMudharabahdanMusyarakah;

2. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyah bittamlik;

3. Transaksi Jual beli dalam bentuk piutangmurabahah,salam,danistishna’; 4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutangqardh;

5. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentukijarahuntuk transaksi multijasa. Dari sudut pandang kepentingan ekonomi, pembiayaan perbankan syariah yang menggunakan sistem Mudharabah (profit sharing) dalam memperlancar roda perekonomian umat mampu menekan terjadinya inflasi karena tidak adanya

5

Agustianto, Percikan Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung , Cipta Pustaka Media, 2006, hlm. 123


(13)

ketetapan bunga yang harus dibayarkan ke bank, juga dapat merubah haluan kaum muslimin dalam setiap transaksi perdagangan dan keuangan yang sejalan dengan ajaran syariah Islam.

PerjanjianMudharabah secara tidak langsung adalah bentuk penolakan terhadap sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional dalam mencari keuntungan. Karena itu pelarangan bunga ditinjau dari ajaran Islam merupakan perbuatan riba yang diharamkan dalam Al-qur’an, sebab larangan riba tersebut bukanlah meringankan beban orang yang dibantu dalam hal ini pengelola modal (Mudharib) tetapi merupakan tindakan yang memperalat dan memakan harta orang lain tanpa melalui jerih payah dan berisiko serta kemudahan yang diperoleh orang kaya di atas kesedihan orang miskin.6

Mudharabah merupakan perjanjian antara pemilik modal (Shahibul mal) dengan pengelola modal (Mudharib) tanpa memakai agunan, yang mana di dalam perjanjian tersebut dinyatakan akan membagi keuntungan di antara mereka. Maka dapat dipahami bahwa Mudharabah didasarkan kepada kepercayaan (trust investment), dengan pengertian lain bahwa pemilik modal akan menyerahkan modal kepada pihak pengelola modal (Mudharib), pemberi modal merasa yakin bahwa pengelola modal tersebut baik secara skill maupun moral dapat dipercaya untuk mengelola modal yang diberikan dengan keahliannya dan tidak akan memanipulasi modal tersebut. Namun bukan berarti dalam pelaksanaan perjanjian Mudharabahtersebut pihak pengelola dilepaskan dari sistem jaminan atau ada

6


(14)

pihak yang ketiga yang menjamin, hal ini dilakukan supaya terciptanya keadilan di antara pengelola modal (Mudharib) dan pemilik modal sehingga dapat melindungi diri dari kerugian (the end of justice is to secure from injury).7

PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro sebagai lembaga keuangan bank berbasis syariah, melaksanakan aktivitas dalam bidang ekonomi dengan mengacu pada nilai-nilai dan syariah Islam dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu aktivitas PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro adalah pemberian pembiayaan syariah atau yang dikenal dengan istilah Mudharabah. Pembiayaan dengan pola bagi hasil, memposisikan lembaga keuangan syariah dan pengelola modal untuk bekerja sama dalam suatu usaha. Lembaga keuangan terlibat dalam memberikan pembiayaan dan pengelola modal (Mudharib) sebagai pelaku kegiatan ekonomi dan pelaksana usaha. Kedua belah pihak bersepakat apabila diperoleh hasil dari usaha tersebut akan dilakukan bagi hasil sesuai dengan nisbah atau proporsi bagi hasil yang disepakati. Apabila terdapat kerugian, maka lembaga keuangan syariah akan menanggung kerugian berupa tidak diterimanya revenue (imbalan) sebagai bagi hasil yang semestinya diterima. Pokok pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah kepada pengelola modal menjadi tanggung jawab pengelola modal sepenuhnya untuk tetap dikembalikan kepada lembaga keuangan syariah.

7

Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Sebagai landasan Pembangunan Ekonomi, Medan, Pidato pada Pengukuhan Guru Besar, 17 April 2004, hlm. 5


(15)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan pembiayaan dengan akadMudharabaholeh PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini ada beberapa masalah yang dirumuskan. Beberapa masalah tersebut sebagai berikut : a. Bagaimana pelaksanaan akad pembiayaan Mudharabah pada pembiayaan di

Bank Syariah Mandiri Cabang Metro ?

b. Bagaimanakah prosedur penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan Mudharabahyang bermasalah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Metro ? 2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian materi penelitian ini adalah pelaksanaan akad pembiayaan dengan prinsip Mudharabah antara Shahibul mal dan Mudharib, serta cara penyelesaian pihak Shahibul Mal atas Mudharib yang melakukan pembiayaan yang bermasalah sesuai dengan hukum Keperdataan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan akad pembiayaan Mudharabah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Metro.


(16)

2. Untuk mengetahui upaya pihak Bank dalam penyelamatan dan penyelesaian pembiayaanMudharabahyang bermasalah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Metro.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari : a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikirin dan pengembangan pengetahuan di bidang ilmu hukum perdata ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pembiayaan dengan prinsip Mudharabaholeh lembaga keuangan perbankan berbasis syariah.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat berguna :

1) Menambah pengetahuan peneliti mengenai pelaksanaan akad pembiayaan dengan prinsip Mudharabah oleh lembaga keuangan perbankan berbasis syariah.

2) Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak lain yang akan melakukan penelitian dengan kajian mengenai pelaksanaan akad pembiayaanMudharabaholeh Bank Syariah di masa mendatang.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bank Syariah

1. Pengertian Bank Syariah

Menurut Pasal 1 Angka 7 UU Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Pernyataan untuk mengikatkan diri (sighot al-aqdu) menjadi sesuatu yang urgen dalam rukun akad. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tujuan, jenis akad dan sasaran yang dikehendaki oleh para pihak. Bagi ulama Hanafiyah rukun akad sebenarnya hanya satu yaitusighot al-aqdu (ijabdan qabul) sedangkan pihak-pihak yang berakad dan objek akad dimasukkan kepada syarat-syarat akad, karena dalam pandangan ulama Hanafiyah yang dikatakan rukun adalah sesuatu esensi yang berada dalam akad itu sendiri sedangkan pihak-pihak yang berakad dan objek akad berada diluar esensi akad. Perbankan Syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang di kategorikan haram, seperti usaha yang berkaitan dengan produsi makanan-makanan haram, usaha media yang islami dan sebagainya, dimana hai ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.1


(18)

2. Jenis-Jenis Bank Syariah

Berdasarkan Pasal 1 Angka 7 UU Perbankan Syariah, menurut jenis bank syariah terdiri atas dua jenis yaitu bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Bank umum syariah adalah bank syariah yang di dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembiayaan pembayaran (Pasal 1 Angka 8 UU Perbankan Syariah). Bank pembiayaan rakyat syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Pasal 1 Angka 9 UU Perbankan Syariah).

B. Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan adalah suatu model perjanjian pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan finansial atau lembaga keuangan kepada konsumen, untuk berbagai keperluan baik konsumsi maupun usaha, di mana pengembalian pembiayaan dilaksanakan secara angsuran. Pembiayaan konsumen termasuk ke dalam non bank dalam bentuk perusahaan pembiayaan.2

2. Dasar Hukum Pembiayaan pada Bank Syariah

Dasar Hukum Pembiayaan pada bank syariah adalah undang-undang Perbankan Syariah, pada pasal 19 Ayat (1) maka diketahui bahwa kegiatan usaha bank umum syariah dalam hal pembiayaan diantaranya adalah menyalurkan pembiayaan bagi

2Gemala dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan Syariah di Indonesia,Jakarta, Kencana,


(19)

hasil berdasarkan akad Mudharabah, akadMusyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

Dasar hukum lainnya adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syariah, dalam penjelasan umum disebutkan bahwa kegiatan operasional perbankan syariah yang mencakup seluruh aspek kehidupan ekonomi seperti kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah), jual beli (Murabahah, salam, dan istishna), sewa (ijarah) dan jasa lainnya (rahn, sharf, dan kafalah) telah menjadikan bank syariah lebih dapat memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat.

3. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil

Prinsip Perbankan Syariah merupakan bagian dari ajaran Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam adalah larangan riba dalam berbagai bentuknya, dan menggunakan sistem antara lain prinsip bagi hasil. Prinsip ini merupakan sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemilik modal (Shahibul maal) dan pengelola modal (Mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara lembaga keuangan syariah dengan pengelola modal. Secara umum prinsip-prinsip bagi hasil yang digunakan dalam perbankan syariah adalahMudharabah.Mudharabahadalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana salah satu pihak menyediakan modal seluruhnya dan pihak lain menjadi pengelola modal dan apabila terjadi kerugian di tanggung oleh pihak yang mempunyai modal selama kerugian bukan kelalaian atau disengaja oleh pengelola modal.3

✂Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi Islam Dalam Dinamika,Jakarta, Djambatan ,


(20)

C. Tinjauan Umum Tentang Akad 1. Pengertian Akad

DalamAl-Qur’anada terdapat dua (2) istilah yang menyangkut dengan perjanjian, yaitu kalimat al-aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji). Al-Qur’an mamakai kalimat pertama dalam arti perikatan atau perjanjian, sedangkan kalimat yang kedua dalamAl-Qur’anberarti masa, pesan, penyempurnaan dan janji atau perjanjian.4 Untuk mengetahui lebih jelas mengenai perjanjian dan perikatan dalam hukum Islam berikut dikemukakan beberapa pendapat kalangan ulama fiqhiyah, antara lain yaitu;

Pertama, menurut Wahbah Al-Juhaili secara etimologi akad adalah ikatan antara dua perkara baik ikatan secara nyata maupun secara maknawi dari satu segi maupun dari dua segi, kemudian pengertian secara terminologi fiqh akad di definisikan dengan pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariah yang berpengaruh pada obyek perikatan. Sedangkan kalimat al-‘ahdudapat disamakan dengan istilah perjanjian atauovereenkomst, yaitu suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain.5

Ibid.hlm. 19

✝Wahbah Al-Juhaili.,Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Damsyik, dar alFikr, 2000, hlm.


(21)

Kedua, dalam pandangan ulama syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanabilah, akad merupakan segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli dan gadai.6

Ketiga, menurut Abdor Raof mengatakan bahwa pada dasarnya ada tiga tahap yang menimbulkan perikatan (akad) yaitu sebagai berikut :

1. Al’ahdu (perjanjian), yaitu ada pernyataan dari seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan orang lain, dalam hal ini janji tersebut mengikat orang yang mengatakannya supaya terlaksananya perjanjian yang telah dibuat tersebut.

2. Persetujuan yaitu pernyataan dari pihak kedua untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama kemudian janji tersebut harus sesuai dengan janji pada pihak pertama.

3. Apabila ada dua buah janji yang dilaksanakan oleh para pihak maka terjadilah apa yang dinamakan “al-aqdu” yang mengikat masing-masing pihak sesudah pelaksanaan perjanjian dengan kata lain hal tersebut bukan lagi al’ahdutetapi sudah Al-aqdu. Dari tiga tahap yang menimbulkan perikatan (akad) di atas dapat dimisalkan ketika si A menyatakan janji untuk menjual sebidang tanah


(22)

miliknya kepada si B, kemudian si B menyatakan janji untuk membeli tanah tersebut, maka dalam tahap ini si A dan si B sudah masuk ke tahap al’ahdu, apabila objek tanah telah jelas dan harga disepakati oleh kedua belah pihak maka terjadilah persetujuan, kemudian dari kedua janji tersebut dilaksanakan maka terjadilah perikatan atau al-aqdu. Menurut Musthafa Ahmad Az-zira’i salah satu pakar fiqh di Jordania asal Syiri’a mengatakan bahwasanya tindakan seseorang tersebut dibagi kepada dua bentuk yaitu tindakan berupa perkataan yang meliputi yang bersifat akad dan non akad, tindakan yang berupa perkataan yang bersifat akad terdiri atas dua atau beberapa pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan suatu perjanjian, sedangkan perkataan yang bersifat non akad yaitu apa-apa yang mengandung kehendak pemilik untuk menetapkan atau melimpahkan hak membatalkan atau mengugurkan apa-apa yang tidak mengandung kehendak pihak yang menetapkan atau mengugurkan suatu pihak tetapi perkataannya itu memunculkan suatu tindakan hukum.7

Keempat, di dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang akad perhimpunan atau penyaluran dan bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) dikemukakan bahwa akad adalah perjanjian yang tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) antara bank dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.8

☛Hasballah Thaib, Hukum Akad (kontrak) Dalam Fiqh Islam dan Praktek Di Bank SistemSyari’ah, Medan, Citra Abadi, 2005, hlm. 98


(23)

Kelima, di dalam Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa Akad adalah kesepakatan tertulis antara bank syariah atau unit usaha syariah dan pihak lain yang memuat adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah.9

Dari definisi akad sebagaimana tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa perjanjian atau akad adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua pihak yang bertujuan untuk saling mengikatkan diri satu sama lainnya, dengan diwujudkan dalam ijab danqabul yang objeknya sesuai dengan syariah, dengan pengertian lain bahwa perjanjian tersebut berlandaskan keridhoan atau kerelaan secara timbal balik dari kedua belah pihak terhadap objek yang diperjanjikan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Dengan demikian akad atau perjanjian akan menimbulkan kewajiban prestasi pada satu pihak dan hak bagi pihak lain atas prestasi tersebut.10

2. Rukun dan Syarat Akad

Dalam melaksanakan suatu perikatan terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan, sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus diindahkan dan dilakukan.✍✍ Dalam syariah, rukun dan syarat sama-sama menentukan sah

9Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 3 Tentang Perbankan Syariah 10Abdul Ghofur Ansory, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, Yogyakarta, Citra Media, 2006, hlm.1

11Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002, hlm. 966


(24)

atau tidaknya suatu transaksi. Secara definisi rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu, sedangkan definisi syarat adalah sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada di luar hukum itu sendiri yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada.12

Pendapat mengenai rukun perikatan atau disebut juga rukun akad dalam hukum Islam beraneka ragam dikalangan para ahli fiqih. Dikalangan mazhab Hanafi berpendapat bahwa rukun akad hanya sighat al-aqd (ijab dan qabul). Sedangkan syarat akad adalah al-aqidain (subyek akad) dan mahallul ‘aqd (obyek akad). Alasannya adalah al-aqidain dan mahallul ‘aqd bukan merupakan bagian dari tasharruf aqad (perbuatan hukum akad). Kedua hal tersebut berada diluar perbuatan akad. Berbeda halnya dengan pendapat dari kalangan mazhab Syafi’i termasuk Imam Ghazali dan kalangan mazhab Maliki termasuk Syihab al-Karakhi, bahwa al-‘aqidain dan mahalllul ‘aqd termasuk rukun akad karena kedua hal tersebut merupakan salah satu pilar utama dalam tegaknya akad.

Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad adalah al-aqidain (subyek akad), mahallul ‘aqd (obyek akad), sighat al-‘aqd (ijab dan kabul). Selain ketiga rukun tersebut Musthafa az-Zarqa menambah maudhu’ul ‘aqd (tujuan akad). Ia tidak menyebutkan keempat hal tersebut dengan rukun, tetapi dengan muqawimat ‘aqd (unsur-unsur penegakan akad).

a.Subyek Perikatan (Al-‘Aqidain)

12Fathurrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam Kompilasi Hukum

Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 247 - 248


(25)

Al-‘Aqidain adalah para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari suatu tindakan hukum tertentu, yang dalam hal ini tindakan hukum akad (perikatan), dari sudut hukum adalah subyek hukum. Subyek hukum sebagai pelaku perbuatan hukum sering juga diartikan sebagai pihak pengemban hak dan kewajiban. Subyek hukum ini terdiri dari 2 (dua) macam yaitu manusia dan badan hukum.

1. Manusia.

Manusia sebagai subyek hukum perikatan adalah pihak yang sudah dapat dibebani hukum yang disebut mukallaf yaitu orang yang telah mampu bertindak secara hukum, baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun kehidupan sosial.

Untuk melakukan akad, manusia dapat terbagi atas 3 (tiga) bentuk, yaitu : a. Manusia yang tidak dapat melakukan akad apapun, seperti manusia yang

cacat jiwa, cacat mental, anak kecil yang belum mumayyiz (dapat membedakan);

b. Manusia yang dapat melakukan akad tertentu, seperti anak yang sudah mumayyiztetapi belum mencapaibaligh;

c. Manusia yang dapat melakukan seluruh akad, yaitu untuk yang telah memenuhi syarat-syaratmukallaf.

Pada prinsipnya tindakan hukum seseorang akan dianggap sah, kecuali ada halangan-halangan yang dapat dibuktikan. Tindakan hukum seseorang yang telah balighdapat dinyatakan tidak sah atau dapat dibatalkan dengan dibuktikan adanya halangan-halangan (impediments) sebagai berikut :

a. Masih di bawah umur (Minors/ safih);


(26)

c. Idiot (Idiocy/ ‘atah);

d. Royal, boros (Prodigality/ safah);

e. Kehilangan kesadaran (Unconsciousness/ ighma); f. Tertidur dalam keadaan tidur lelap (Sleep/ naum);

g. Kesalahan dan terlupa (Error/ khatadanforgetfulness/ nisyan);

h. Memiliki kekurangan, kerusakan (akal) atau kehilangan). (Acquired defects/‘awarid muktasabah). Kerusakan atau terganggunya akal seseorang dapat dikarenakan oleh mabuk, keracunan obat, dan sebagainya (intoxication/ sukr) atau karena ketidaktahuan atau kelalaian (igrorance/ jahl).13

2. Badan Hukum.

Badan hukum adalah badan yang dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain. Badan hukum ini memiliki kekayaan yang terpisah dari perseorangan. Yang dapat menjadi badan hukum menurut R. Wirjono Prodjodikoro adalah dapat berupa negara, daerah otonom, perkumpulan orang-orang, perusahaan atau yayasan.14

Dalam Islam, badan hukum tidak diatur secara khusus, namun terlihat pada beberapa dalil menunjukkan adanya badan hukum dengan menggunakan istilah

13Muslimin H. Kara,Bank Syariah di Indonesia Analisa Kebijakan Pemerintah

Indonesia terhadap Perbankan Syariah, Yogyakarta, UII Press Cetakan Pertama, 2005, hlm.72

14R. Wirjono Prodjodikoro,Asas-asas Hukum Perdata, Bandung, Sumur Bandung, 1981, hlm. 23


(27)

al-syirkah, seperti yang tercantum dalam QS. An-Nisa (4) : 12, disebutkan “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu…., QS Shaad (38) : 24, bahwa “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman….. , pada Hadist Qudsi. riwayat Abu Dawud dan al-Hakim dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad SWA bersabda “Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, sepanjang salah seorang dari keduanya tidak berkhianat terhadap yang lain, maka Aku keluar dari keduanya.

b.Obyek Perikatan (Mahallul Aqd)

Mahallul Aqd adalah sesuatu yang dijadikan obyek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan.

Sarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Mahallul Aqd adalah : a. Obyek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan; b. Obyek perikatan dibenarkan oleh syariah;

c. Obyek akad harus jelas dan dikenali; d. Obyek dapat diserah terimakan.

c.Tujuan Perikatan (Maudhu’ul Aqd)

Maudhu’ul Aqdadalah tujuan dan hukum suatu akad disyari’atkan untuk tujuan tersebut. Dalam hukum Islam tujuan akad ditentukan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW dalam Hadist. Menurut ulama fiqif tujuan akad dapat dilakukan apabila sesuai dengan ketentuan syari’ah tersebut.


(28)

d.Ijab dan Qabul (Sighat al-Aqd)

Sighat al-Aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan Kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Qabul adalah suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama.

Para ulama fiqih mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab dan qabul agar memiliki akibat hukum, yaitu :

a. Jala’ul ma’na, yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki;

b. Tawafud, yaitu adanya kesesuaian antaraijabdanqabul;

c. Jazmul iradataini, yaitu antara ijab dan qabul menunjukkan kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa.

Ijabdanqabuldapat dilakukan dengan empat cara, yaitu : a. Lisan;

b. Tulisan; c. Isyarat; d. Perbuatan.

D. Tinjauan Umum Tentang AkadMudharabah

Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum, dimana suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Dalam


(29)

bentuknya perjanjian ini berupa rangkaian perkataan yang mengundang janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perjanjian merupakan suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamankan Shahibul mal sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakanMudharibatau pengelola modal.15

Perjanjian di bank syariah disebut dengan akad, yaitu suatu peristiwa di mana seorang Mudharib berjanji kepada bank syariah atau dimana dua pihak tersebut berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perjanjian ini merupakan suatu perhubungan hak mengenai harta benda atau pihak dalam mana satu pihak dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu dan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan.16

AkadMudharabahadalah suatu akad kerja sama suatu usah antara pihak pertama (shahibul mal atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (mudharib atau pengelola modal) yang bertindak selaku pengelola modal dengan membagi keuntungan usaha sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

15 Yahya Harahap,Hukum Perjanjian, Jakarta, Rineka Cipta, 2008, hlm.7 16 Kusnadi, Manajemen Keuangan Syariah, Jakarta, Erlangga, 2002, hlm.76


(30)

E. Tinjauan Umum Tentang PembiayaanMudharabah

1. Pengertian PembiayaanMudharabah

Menurut Penjelasan Pasal 19 Huruf (c) UU Perbankan Syariah maka diketahui bahwa pembiayaanMudharabahadalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, Shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, Mudharib, atau pengelola modal) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank syariah Kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.17

2. Manfaat PembiayaanMudharabah

Manfaat pembiayaanMudharabahadalah sebagai berikut :

1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha Mudharibmeningkat;

2. Bank syariah tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada Mudharib pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank hingga bank tidak akan pernah mengalaminegative spread; 3. Bank syariah akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang

benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungannya yang onkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.

Prinsip bagi hasil dalamMudharabahberbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank syariah akan menagih penerima pembiayaanMudharibsatu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan pengelola modal (Mudharib), sekalipun mengalami kerugian dan terjadi krisis ekonomi.18

✘✙Muhammad., Op cit., hlm. 187-188


(31)

F. Gambaran Umum PT Bank Syariah Mandiri

1. Profil Singkat PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro

Bank Syariah Mandiri (BSM) Metro merupakan Kantor Cabang (KC) dari PT. Bank Syariah Mandiri. Didirikan dengan tujuan perluasan jaringan kantor. Bank Syariah Mandiri (BSM) terdiri atas Bank Mandiri Syariah (BSM) kantor pusat, Bank Syariah Mandiri (BSM) kantor cabang, Bank Syariah Mandiri (BSM) kantor cabang pembantu, dan Bank Syariah Mandiri kantor kas.

Profil Bank Syariah Mandiri (BSM) Kantor Cabang Metro :

Nama : Bank Syariah Mandiri kantor cabang Metro Lampung Alamat : Jl. Jend. Sudirman no.43E-F,Kota Metro, 34111,Indonesia Telpon : (0725) 7851606

Fax : (0725) 7851605 Mulai beroprasi : 24 Oktober 2005 Facebook : Bank Syariah Mandiri Twitter : @Syariahmandiri Mandiri Syariah call : 14040

2. Produk Perbankan PT Bank Syariah Mandiri

Produk perbankan pada PT Bank Syariah Mandiri terdiri dari : 1. BSM Implan

BSM Implan adalah pembiayaan konsumer dalam valuta rupiah yang diberikan oleh bank kepada karyawan tetap. Perusahaan yang pengajuannya dilakukan secara massal (kelompok).


(32)

2. Tabungan BSM

Tabungan dalam mata uang rupiah dengan akad Mudharabah Mutlaqah yang penarikannya berdasarkan syarat-syarat tertentu yang disepakati.

3. BSM Card

BSM Card merupakan sarana untuk melakukan transaksi penarikan, pembayaran, dan pemindah bukuan dana pada ATM BSM, ATM Mandiri, jaringan ATM Prima-BCA dan ATM Bersama, serta ATM Bankcard, BSM Card juga berfungsi sebagai kartu Debit yang dapat digunakan untuk transaksi belanja di seluruh merchant yang menggunakan EDC Prima-BCA dan NBSP.

4. Layanan Syariah Mandiri Prioritas

Yaitu nasabah menempatkan dana minimal Rp.250juta dan berhak mendapatkan layanan personal dengan fasilitas yang mengutamakan kenyamanan dalam keseimbangan baik dalam layanan finansial maupun layanan non finansial.Personal Relationship officermembantu nasabah menentukan pilihan perencanaan keuangan, termasuk konsultasi zakat, waqaf hingga pembagian harta waris.


(33)

Pelaksanaan yang

bermasalah 1. Kerangka Pikir

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka dibuat kerangka pikir sebagai berikut :

PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro

Pembiayaan

Mudharabah

Pelaksanaan akad

Mudharabah

Akad

Mudharib

Pelaksanaan yang tidak bemasalah

Upaya

Penyelamatan

Upaya Penyelesaian


(34)

Keterangan:

Untuk mempermudah dan memperjelas pembahasan dari permasalahan mengenai pelaksanaan akad Mudharabah , maka diuraikan secara singkat sebagai berikut: PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro (Shahibul maal) dan Mudharib melakukan akad kerjasama untuk melakuan pembiayaan Mudharabah. Pelaksanaan akad Mudharabah pasti ada yang tidak bermasalah dan bermasalah pasti terjadi dalam pelaksanaan akad pembiayaan Mudharabah oleh Mudharib oleh PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro (Shahibul maal) , pelaksanaan akad Mudharabah yang bermasalah menimbulkan upaya penyelamatan dan penyelesaian yang ditempuh PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro (Shahibul maal menyelesaikan masalah bagi Mudharib yang tidak mampu mengembalikan pembiayaan yang di berikan oleh PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro (Shahibul maal).


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan bersifat penelitian hukum normatif-terapan karena penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji dan menganalisis bahan-bahan pustaka yang berupa literatur dan perundang-undangan dan isi akad yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, dalam hal ini adalah berkaitan dengan tanggung jawab pengelola modal (Mudharib), serta wawancara dengan pihak bank.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif. Tipe Penelitian deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.1Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi secara jelas dan rinci dalam memaparkan tentang akad pembiayaan dengan prisipMudharabah.

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesain masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.

Abdulkadir Muhammad,Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Abadi, 2004, hlm. 115


(36)

Penelitian ini termasuk pendekatan hukum normatif-terapan yang menggunakan data sekunder yang berasal dari buku-buku hukum yang dalam ruang lingkup hukum perjanjian serta buku-buku tentang perbankan syariah, selain menggunakan data dari buku-buku, penelitian ini menghimpun data dan informasi dari PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro berupa :

1. Mengidentifikasi sumber hukum menjadi dasar rumusan masalah;

2. Mengidentifikasi sumber-sumber bacaan yang menjadi acuan untuk melakukan penulisan penelitian hukum ini;

3. Mengidentifikasi pokok bahasan dan subpokok bahasan yang bersumber dari rumusan masalah;

4. Mengkaji secara analisis data yang bersumber dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

D. Data dan Sumber Data

Data yang di perlukan dalam penelitian normatif-terapan adalah data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa :

1. Data Primer.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan Bapak Margono sebagai Mudharib PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro, Bapak Heri Susanto sebagai General Suport Assistant dan Bapak Beny Sangjaya sebagai Opration Manager PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro.


(37)

2. Data Sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari dokumen perjanjian atau akad tersebut yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas serta mempelajari peraturan perundang-undangan, dan buku-buku hukum. Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut :

a. Menghimpun informasi dan data dari PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro berupa isi akadMudharabah;

b. Menginvertarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah dengan cara membaca, mempelajari, mengutip/mencatat, dan memahami maknanya;

c. Mengkaji data yang sudah terkumpul dengan cara menelaah literatur-literatur dan bahan kepustakaan lainnya agar mempermudah pembahasan penelitian ini serta untuk menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.

Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan, isi dari perjanjian dan peraturan lain yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.


(38)

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan bacaan dari bahan hukum primer dimana berupa segala perundang-undangan dan dokumen lainnya.

3. Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan-bahan penunjang lain yang ada keterkaitan dengan pokok-pokok rumusan permasalahan, memberikan kejelasan terhadap apa isi informasi, dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, bukan apa yang ada dalam kajian bahan hukum, namun dapat dijadikan bahan analisa terhadap penerapan kebijakan hukum dilapangan, seperti hasil penelitian , artikel-artikel di internet dan bahan-bahan lainnya yang sifatnya seperti karya ilmiah berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data :

a. Studi Pustaka, dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, menelaah dan mengutip peraturan perundang-undangan, buku-buku dan literatur yang berkaitan dengan masalah pembiayaan Mudharabahyang akan dibahas;


(39)

b. Studi Dokumen, studi dokumen adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi dapat diketahui oleh pihak tertentu. Pengkajian dan analisis informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum berupa dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian ini terkait isi akad pembiayaan dengan prinsipMudharabah;

c. Wawancara, dilakukan dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti yaitu dengan bapak Margono sebagai Mudharib, bapak Heri Susanto sebagai General Support Assistant dan bapak Beny Sangjaya sebagai Operation Manager Bank PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro. Hal ini dilakukan sebagai data pendukung dengan mengajukan pertanyaan dan dikembangkan saat wawancara berlangsung dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis.

F. Metode Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan, diolah melalui cara pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Identifikasi

Identifikasi data adalah mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan proses dan segala isi dari akad pembiayaan Mudharabah pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro. Serta mengidentifikasi literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.


(40)

2. Editing

Editing merupakan proses meneliti kembali data yang diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada, menelaah isi dari akad pembiayaan Mudharabah tersebut. Hal tersebut sangat perlu untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya.

3. Penyusunan Data

Penyusunan data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat. Sehingga tidak ada data yang dibutuhkan terlewatkan dan terbuang begitu saja.

G. Analisis Data

Data yang sudah diolah akan dianalisis secara kualitatif dengan cara menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada dalam perumusan masalah kemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan.


(41)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan akad pembiyaan Mudharabah yang biasa di praktekan di dalam akad yang digunakan dalam pembiayaanMudharabah adalah,Besarnya nisbah atau bagi hasil yang ditetapkan, keuntungan dengan syarat-syaratnya, adanya ijab qobul, dan tunai. pembagian hasil Mudharabah antara Mudharib dengan bank berjalan sesuai dengan akad yang dibuat oleh bank dan Mudharib, sehingga penerapan bagi hasil atau nisbah keuntungan di antara bank tetap terlaksana sebagaimana yang telah di muat dalam akad. Bank menetapkan kriteria pertama untuk mendapatkan pembiayaan Mudharabah adalah harus mempunyai sifat amanah, artinya dapat diyakini dan sanggup menjalankan atau memutarkan modal tersebut hingga akhirnya dapat pembiayaan Mudharabah dilakukan tanpa perlu adanya penyerahan jaminan oleh Mudharib, namun dalam prakteknya untuk menghindari terjadinya penyimpangan olehMudharib dan untuk mengurangi resiko, pihak bank akan meminta jaminan dari Mudharibbahwa ia sanggup mengembalikan pembiayan Mudharabah tertentu sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

2. Penyelamatan dan penyelesaian atas pembiayaan Mudharabah berdasarkan prinsip bagi hasil yang bermasalah dilakukan melalui :


(42)

a. Langkah penyelamatan, apabila pembiayaan masih ada harapan kembali kepada Bank, yaiturescheduling, reconditioning dan

restrcturing. Selain itu dapat pula dilakukanmarger, join venture, atau take over(pengambil alihan) kegiatan usaha oleh Bank dengan akusisi atau aliansi;

b. Langkah penyelesaian dilakukan ada dua pilihan yang ditawarkan oleh bank syariah dalam menyelesaikan sengketa dengan Mudharib, yaitu dengan cara non litigasi melalui jalan musyawarah atau mufakat, serta dengan jalan memperoleh keadilan melalui Badan Arbitrase Syariah (BASYARNAS) dan apabila melalui jalur non litigasi tidak terjadi penyelesaian masalah maka ditempuh jalur litigasi dengan jalan penyelesaian sengketa melalui lembaga Peradilan yaitu Pengadilan Agama.


(43)

Agustianto. 2006.Percikan Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Cipta Pustaka Media.

Ansory, Abdul Ghofur. 2006.Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia. Yogyakarta: Citra Media.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dewi, Gemala. 2004. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Djamil, Fathurrahman. 2001. Hukum Perjanjian dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman. Bandung: Citra Aditya Bakti. H. Kara, Muslimin. 2005. Bank Syariah di Indonesia Analisa Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah. Yogyakarta: UII Press Cetakan Pertama.

Hermansyah. 2006.Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. Kusnadi. 2002.Manajemen Keuangan Syariah. Jakarta: Erlangga.

Muhammad, Abdulkadir. 2004.Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muhammad. 2000.Hukum dan Azas–Azas Ekonomi Islam. Jakarta: Gramedia. Nasution, Bismar. Medan 17 April 2004.Mengkaji Ulang Sebagai landasan

Pembangunan Ekonomi. Pidato pada Pengukuhan Guru Besar.

Prodjodikoro, R Wirjono. 1981. Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Sumur Bandung.

Qordhawi, Yusuf. 1997. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Perss.


(44)

Thaib, Hasballah. 2005.Hukum Akad (kontrak) Dalam Fiqh Islam dan Praktek DiBank Sistem Syari’ah. Medan: Citra Abadi.

Usman, Rachmadi. 2003. Hukum Ekonomi Islam dalam Dinamika. Jakarta: Djambatan.

Wibowo, Edy. 2005.Mengapa Milik Bank Syariah. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wahbah Al-Juhaili. 1993. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Damsyik: dar

alFikr.

Wijarno. 2007. Hukum dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

2. Peraturan Perundang- undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Undang-Undang nomor 3 tahun 2008 tentang Peradilan Agama

3. Sumber Lain

Akad Pembiayaan Mudharabah di PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/12/UPPB Tanggal 12 November 1998


(1)

b. Studi Dokumen, studi dokumen adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi dapat diketahui oleh pihak tertentu. Pengkajian dan analisis informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum berupa dokumen yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian ini terkait isi akad pembiayaan dengan prinsipMudharabah;

c. Wawancara, dilakukan dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti yaitu dengan bapak Margono sebagai Mudharib, bapak Heri Susanto sebagai General Support Assistant dan bapak Beny Sangjaya sebagai Operation Manager Bank PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro. Hal ini dilakukan sebagai data pendukung dengan mengajukan pertanyaan dan dikembangkan saat wawancara berlangsung dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis.

F. Metode Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan, diolah melalui cara pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Identifikasi

Identifikasi data adalah mencari dan menetapkan data yang berhubungan dengan proses dan segala isi dari akad pembiayaan Mudharabah pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro. Serta mengidentifikasi literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.


(2)

✮ ✯

2. Editing

Editing merupakan proses meneliti kembali data yang diperoleh dari berbagai kepustakaan yang ada, menelaah isi dari akad pembiayaan Mudharabah tersebut. Hal tersebut sangat perlu untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan sudah cukup dan dapat dilakukan untuk proses selanjutnya.

3. Penyusunan Data

Penyusunan data yaitu penyusunan data secara teratur sehingga dalam data tersebut dapat dianalisa menurut susunan yang benar dan tepat. Sehingga tidak ada data yang dibutuhkan terlewatkan dan terbuang begitu saja.

G. Analisis Data

Data yang sudah diolah akan dianalisis secara kualitatif dengan cara menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, logis dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis guna menjawab permasalahan yang ada dalam perumusan masalah kemudian ditarik kesimpulan-kesimpulan.


(3)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan akad pembiyaan Mudharabah yang biasa di praktekan di dalam akad yang digunakan dalam pembiayaanMudharabah adalah,Besarnya nisbah atau bagi hasil yang ditetapkan, keuntungan dengan syarat-syaratnya, adanya ijab qobul, dan tunai. pembagian hasil Mudharabah antara Mudharib dengan bank berjalan sesuai dengan akad yang dibuat oleh bank dan Mudharib, sehingga penerapan bagi hasil atau nisbah keuntungan di antara bank tetap terlaksana sebagaimana yang telah di muat dalam akad. Bank menetapkan kriteria pertama untuk mendapatkan pembiayaan Mudharabah adalah harus mempunyai sifat amanah, artinya dapat diyakini dan sanggup menjalankan atau memutarkan modal tersebut hingga akhirnya dapat pembiayaan Mudharabah dilakukan tanpa perlu adanya penyerahan jaminan oleh Mudharib, namun dalam prakteknya untuk menghindari terjadinya penyimpangan olehMudharib dan untuk mengurangi resiko, pihak bank akan meminta jaminan dari Mudharibbahwa ia sanggup mengembalikan pembiayan Mudharabah tertentu sesuai dengan yang telah diperjanjikan.

2. Penyelamatan dan penyelesaian atas pembiayaan Mudharabah berdasarkan prinsip bagi hasil yang bermasalah dilakukan melalui :


(4)

65

a. Langkah penyelamatan, apabila pembiayaan masih ada harapan kembali kepada Bank, yaiturescheduling, reconditioning dan

restrcturing. Selain itu dapat pula dilakukanmarger, join venture, atau take over(pengambil alihan) kegiatan usaha oleh Bank dengan akusisi atau aliansi;

b. Langkah penyelesaian dilakukan ada dua pilihan yang ditawarkan oleh bank syariah dalam menyelesaikan sengketa dengan Mudharib, yaitu dengan cara non litigasi melalui jalan musyawarah atau mufakat, serta dengan jalan memperoleh keadilan melalui Badan Arbitrase Syariah (BASYARNAS) dan apabila melalui jalur non litigasi tidak terjadi penyelesaian masalah maka ditempuh jalur litigasi dengan jalan penyelesaian sengketa melalui lembaga Peradilan yaitu Pengadilan Agama.


(5)

1. Buku-Buku

Agustianto. 2006.Percikan Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Cipta Pustaka Media.

Ansory, Abdul Ghofur. 2006.Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia. Yogyakarta: Citra Media.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Dewi, Gemala. 2004. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Djamil, Fathurrahman. 2001. Hukum Perjanjian dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman. Bandung: Citra Aditya Bakti. H. Kara, Muslimin. 2005. Bank Syariah di Indonesia Analisa Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah. Yogyakarta: UII Press Cetakan Pertama.

Hermansyah. 2006.Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. Kusnadi. 2002.Manajemen Keuangan Syariah. Jakarta: Erlangga.

Muhammad, Abdulkadir. 2004.Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muhammad. 2000.Hukum dan Azas–Azas Ekonomi Islam. Jakarta: Gramedia. Nasution, Bismar. Medan 17 April 2004.Mengkaji Ulang Sebagai landasan

Pembangunan Ekonomi. Pidato pada Pengukuhan Guru Besar.

Prodjodikoro, R Wirjono. 1981. Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Sumur Bandung.

Qordhawi, Yusuf. 1997. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Perss.


(6)

Supramono, Gatot . 2009.Perbankan dan Masalah Kredit. Jakarta: Rineka Cipta. Syafi’i, Rachmat. 2004. fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka setia.

Thaib, Hasballah. 2005.Hukum Akad (kontrak) Dalam Fiqh Islam dan Praktek DiBank Sistem Syari’ah. Medan: Citra Abadi.

Usman, Rachmadi. 2003. Hukum Ekonomi Islam dalam Dinamika. Jakarta: Djambatan.

Wibowo, Edy. 2005.Mengapa Milik Bank Syariah. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wahbah Al-Juhaili. 1993. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Damsyik: dar

alFikr.

Wijarno. 2007. Hukum dan Ketentuan Perbankan Di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

2. Peraturan Perundang- undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-Undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Undang-Undang nomor 3 tahun 2008 tentang Peradilan Agama

3. Sumber Lain

Akad Pembiayaan Mudharabah di PT Bank Syariah Mandiri Cabang Metro Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/12/UPPB Tanggal 12 November 1998