BAB II LANDASAN TEORI - HIPER-REALITAS PADA KOMUNITAS HURA-HURA TIM VALOR POKEMON GO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Studi Kasus Hiperrealitas pada Komunitas Hura-Hura Tim Valor Pokemon Go Daerah Istimewa Yogyakarta Periode September 2016-Juni 2017) - UMBY re

  yang relevan dengan kajian penelitian tentang Hiperrealitas Pada Komunitas Hura-Hura Tim Valor Pokemon Go KFC di Jalan Jendral Sudirman Daerah Istimewa Yogyakarta.

  Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis. Namun penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis.

  Berikut merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait dengan penelitian yang dilakukan penulis.

  Rujukan penelitian pertama yaitu skripsi Merri Febriana dengan judul Hiperrealitas “Angka” Dalam Instagram (Studi Fenomenologi Tentang Dampak Media Sosial Dikalangan Peserta Didik Sma Negeri 4 Surakarta) dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara terhadap informan. Dalam skripsi tersebut didapatkan hasil penelitian yaitu;

  like yang diperoleh seseorang dalam akun media sosial instagram. Dalam

  penelitian ini, “angka” dapat menunjukan eksistensi peserta didik. Hal ini dibuktikan dengan peserta didik yang berlomba-lomba untuk mendapatkan banyak “angka”. Sehingga semakin banyak “angka” yang diperoleh seseorang, maka ia akan semakin populer; (2) “Angka” tidak hanya mampu menunjukan eksistensi para peserta didik, namun “angka” juga dapat mempengaruhi pola perilaku para peserta didik. Hal ini ditunjukan dengan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik agar dirinya terlihat eksis diantaranya dengan menyelenggarakan pesta ulang tahun di hotel-hotel berbintang, berwisata ke tempat-tempat berkelas seperti resort dan kapal pesiar mewah, serta tempat- tempat yang tengah populer saat itu hanya sekedar untuk berfoto. Sehingga “angka” menjadikan peserta didik untuk memiliki gaya hidup yang hedonis dan

  17 konsumftif.

  Rujukan yang kedua yaitu jurnal yang ditulis oleh Martadi dengan judul Hiper-realitas Visual yang menjelaskan bahwa hiperrealitas merupakan kondisi dimana keadaan seakan telah melampaui realitas, dalam hal ini pencitraan yang direalisasikan melalui berbagai media semakin mantap mendukung eksistensi dunia maya. Jenis penelitian deskriptif, metode dengan menggunakan analisis teks melalui uji logis terhadap pustaka rujukan, sedangkan teknik pengumpulan data melalui dokumen dan literatur. Hasil yang didapatkan pada penelitian tersebut adalah; Hiper-realitas merupakan kondisi di mana keadaan seakan telah melampaui realitas, suatu keadaan dimana fantasi/mimpi-mimpi berusaha untuk diwujudkan/ direpresentasikan sehingga batas antara keduanya nyaris tidak ada. Dalam hal ini pencitraan yang direalisasikan melalui berbagai media semakin medukung eksistensi dunia maya.

  Rujukan penelitian ketiga yaitu jurnal yang ditulis oleh Wolfgang Sigogo Xemandros dengan judul Hiperrealitas Dalam Iklan Menurut Pemikiran Jean Baudrillard, yang menjelaskan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendemonstrasikan pemikiran Jean Baudrillard mengenai hiperrealitas ke dalam iklan yang terjadi di masyarakat. Jenis penelitian deskriptif, metode dengan menggunakan analisis teks melalui uji logis terhadap pustaka rujukan, sedangkan teknik pengumpulan data melalui dokumen dan literatur. Penelitian ini menjelaskan bahwa keterkaitan dunia iklan dengan simulasi yang menciptakan hiperralitas menurut Baudrillard memang nyata benar sudah terjadi di industri iklan di Indonesia dan di dunia. Penulis juga memberikan sedikit pandangan dan kritik mengenai apa yang telah dilihat Baudrillard mengenai hiperrealitas.

  Rujukan yang lainnya yaitu jurnal yang ditulis oleh. Heru Topan Aji, Wibowo Dwi Tiyanto, & Prahastiwi Utari, dengan judul Media dan Pembentukan Realitas ( Studi Kasus Penanaman Nilai-Nilai Sosial Video Game “Call Of Duty Modern Warfare 2 & 3” Terhadap Pemahaman Persenjataan Dikalangan Gamers Kota Bekasi) yang menjelaskan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tahu persepsi gamers tentang pemahaan persenjataan militer yang ada di dalam game call of duty modern warfare 2 & kasus dan sumber data dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan yaitu Gamers di Kota Bekasi. Hasil penelitian menunjukan ada keterkaitan antara realitas objektif dengan realitas media yang dapat mempengaruhi realitas subjektif seorang gamers. Realitas objektif seorang gamers yang dalam hal ini adalah pengetahuan soal persenjataan militer, mayoritas mereka dapatkan bukanlah dari sumber utama atau melihat dengan mata kepala sendiri, melainkan dari sumber kedua yakni melalui media massa.

  Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu untuk mengetahui bagaimana hiperealitas yang terjadi di komunitas Hura Hura Valor KFC Pokemon Go Yogyakarta. metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Untuk lebih singkat dan jelas perbedaan penelitian penulis terhadap penelitian terdahulu terlihat pada perbedaan tujuan penelitian seperti dapat dilihat pada tabel berikut:

  Tabel. 1 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan

  18

  penelitian yang akan dilakukan penulis

  No Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Peneliti

  1. Merri Hiperrealitas Tujuan dari penelitian ini

  

Febriana “Angka” Dalam adalah untuk menjelaskan (1)

  Instagram (Studi “angka” dalam instagram dapat Fenomenologi menunjukan eksistensi Tentang Dampak dikalangan peserta didik Sma

  No Nama Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian

  Media Sosial Dikalangan Peserta Didik Sma Negeri 4 Suarakarta)

  Negeri 4 Suarakarta; (2) “angka” dalam instagram dapat mempengaruhi pola perilaku dikalangan peserta didik Sma Negeri 4 Surakarta.

  2. Martadi Hiper-realitas Visual Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hipperealitas melalui media visual

  3. Wolfgang SiGoGo

  Xemandros Hiperrealitas Dalam Iklan

  Menurut Pemikiran Jean Baudrillard

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendemonstrasikan pemikiran Jean Baudrillard mengenai hiperrealitas ke dalam iklan yang terjadi di masyarakat.

  4. Heru Topan Aji,Wibowo

  Dwi Tiyanto, &

  Prahastiwi Utari

  Media dan Pembentukan Realitas ( Studi Kasus Penanaman Nilai-Nilai Sosial Video Game “Call Of

  Duty Modern Warfare 2 & 3”

  Terhadap Pemahaman Persenjataan Dikalangan

  Gamers Kota Bekasi)

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari tahu persepsi gamers tentang pemahaan persenjataan militer yang ada di dalam game call of duty modern warfare 2 & 3.

  No Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Peneliti

  5. Penulis Hiperrealitas Pada Tujuan dari penulisan ini adalah Komunitas Hura- untuk mengetahui bagaimana Hura Tim Valor hiperealitas yang terjadi di Pokemon Go KFC di komunitas Hura Hura Valor Jalan Jendral KFC Pokemon Go Yogyakarta.

  Sudirman Daerah Istimewa Yogyakarta.

  B. Hiperrealitas dalam Game Pokemon Go

  Game atau permainan adalah sebuah hal yang tidak bisa dilepaskan dari

  kehidupan manusia. Terlebih di era modern ini dimana tekanan hidup demikian berat sehingga manusia membutuhkan suatu hal untuk me-refresh dan membuat mereka rileks, salah satu caranya adalah bermain game. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi saat ini, game bukan lagi hanya dapat dimainkan lewat console maupun personal computer (PC) tetapi melalui sebuah smartphone yang bisa kita bawa kemanapun kita berada. Salah satu

  game bagi para pengguna smartphone yang terkenal adalah Pokemon Go.

  Pokemon Go adalah suatu permainan yang mampu untuk membuat pemainnya merasakan berada di suatu realitas yang berbeda dengan realitas dunia nyata. Berdasarkan situs resmi dari game tersebut, Pokemon Go dideskripsikan sebagai berikut:

  “Travel between the real world and the virtual world of Pokemon with Pokemon GO for iPhone and Android devices. With Pokemon GO,

  19 you’ll discover Pokemon in a whole new world-your own!”

  Berdasarkan deskripsi tersebut pihak developer game Pokemon GO menginginkan agar para pemain bisa merasakan suatu simulasi di suatu dunia yang berada di antara dunia nyata dan dunia virtual dengan menciptakan suatu realitas baru seolah-olah Pokemon yang akan ditangkap di dalam game tersebut berada pada suatu lokasi di dunia nyata. Dunia yang terdapat di dalam game tersebut adalah simulacra yang merupakan suatu “dunia” yang dikonstruksi oleh developer game Pokemon GO sebagai “dunia” tempat kita tinggal dan berinteraksi dengan Pokemon, sehingga para pemain game tersebut hampir tidak bisa lagi membedakan mana realitas yang nyata dan mana realitas yang dikontruksi (simulation) karena keduanya bercampur baur membentuk suatu kondisi yang disebut dengan Hiperrealitas.

  Hiperealitas menciptakan suatu kondisi dimana di dalamnya kepalsuan bercampur dengan keaslian; masa lalu berbaur dengan masa kini; fakta bersenyawa dengan rekayasa. Kata-kata kebenaran, kepalsuan, realitas seakan- akan tidak berlaku lagi dalam dunia hiperealitas. Baudrillard menerima konsekuensi radikal tentang apa yang dilihatnya sebagai merasuknya kode dalam masa modern ini. Kode ini jelas terkait dengan komputerisasi dan digitalisasi di mana ia memberi kesempatan berlangsungnya reproduksi sempurna dari suatu objek atau situasi; inilah sebabnya kode bisa mem-bypass sesuatu yang real dan membuka kesempatan bagi munculnya realitas yang

  20 disebut Baudrillard sebagai hyperreality.

  Dramatisasi pada game Pokemon GO melalui suatu aksi yang dramatis dimana para pemain bisa berinteraksi dengan Pokemon di dunia nyata sesungguhnya hanyalah sebuah kode-kode yang dikembangkan oleh developer

  

game tersebut, yang mampu mereproduksi di dalam smartphone kita suatu

  realita baru dengan menggunakan background tempat-tempat yang ada di dunia nyata tetapi kita bisa berinteraksi dengan Pokemon-Pokemon yang berada di dunia virtual. Itulah hiperealitas yang diciptakan oleh game tersebut. Akhirnya bagi para pemain game tersebut seolah menjadi mustahil untuk membedakan dunia yang nyata dengan dunia yang ada pada game tersebut.

  Dalam kehidupan nyata dari para pemain game Pokemon Go, kejadian- kejadian nyata semakin berkembang menjadi hyperreal. Tidak ada lagi realitas yang ada hanyalah hiper-realitas. Dampak yang dihasilkan dari hyperreality adalah adanya kepercayaan pemain game tersebut terhadap kenyataan yang sebenarnya bukanlah kenyataan. Pembodohan atas realitas ini dapat menghasilkan suatu pola budaya yang mudah meniru (imitasi) apa yang dilihatnya sebagai sebuah kenyataan di dunia virtual direalisasikan dalam kehidupan keseharian. Dibentuklah komunitas-komunitas gamer Pokemon Go, mereka punya jadwal rutin, nongkrong, kegiatan nge-Gym Pokemon bersama,

  

cosplay serta mendiskusikan segala hal tentang game tersebut seolah game

tersebut adalah suatu bagian penting dari realitas kehidupan mereka.

  Keadaan hiperrealitas ini membentuk pola pikir yang serba instan serta menjadi berlebihan di dalam mengkonsumsi sesuatu yang menurut penulis tidak jelas essensinya. Sebagian besar pemain game tersebut mengkonsumsi segala hal yang berkaitan dengan Pokemon Go karena pengaruh model-model dari simulasi yang menyebabkan perubahan pada lifestyle dan nilai-nilai yang mereka junjung tinggi, Pokemon Go telah menjadi realitas baru bagi mereka.

  Industri game telah banyak merasuk di dalam aspek kehidupan dengan menghasilkan banyak sekali produk yang dianggap sebagai kebutuhan primer, sekunder maupun tersier oleh para pemainnya. Dengan menggunakan kekuatan semiotika dan simulasi membuat distribusi periklanan produk menjadi semakin gencar yang diperkuat lagi oleh teknologi informasi yang memungkinkan pihak

  

developer untuk mendapatkan informasi seperti apakah kondisi para pemain

game tersebut sehingga bisa memberikan kepada konsumen (gamer) hal yang

  sebenarnya tidak mereka butuhkan tetapi mereka inginkan. Asumsi-asumsi yang terbentuk dalam pemikiran berdasarkan keinginan inilah yang membuat manusia sulit untuk melepaskan diri dari kondisi hiperrealitas tersebut.

  C. Simulation dan Simulacra

  Today abstraction is no longer that of the map, the double, the mirror, or the concept. Simulation is no longer that of the territory, a

  refferential being, or a science. It is generation by models of a real

  21 without origin or reality; a hyperreality.

  Konsep simulasi menurut Baudrillard adalah tentang penciptaan suatu kenyataan melalui suatu model konseptual atau sesuatu yang berhubungan dengan “mitos’ yang tidak dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Semua hal yang menarik minat manusia seperti seni, arsitektur, kebutuhan rumah, game/permainan dan lainnya dipromosikan melalui berbagai media dengan model-model ideal, disinilah batas antara simulasi dan kenyataan menjadi tercampur aduk sehingga menciptakan hyperreality dimana yang nyata dan tidak nyata menjadi tidak jelas.

  Budaya industri menyamarkan jarak antara fakta dan informasi, antara informasi dengan entertaintment, sehingga masyarakat tidak sadar akan pengaruh simulasi dan simulakara (tanda/sign), hal tersebut membuat mereka seringkali ingin mencoba hal-hal baru yang ditawarkan oleh keadaan simulasi.

  Di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat, realitas telah menghilang dan menguap. Saat ini kita hidup pada zaman simulasi, di mana realitas tidak hanya diceritakan, direpresentasikan dan disebarluaskan, tetapi realitas kini dapat direkayasa, dibuat dan disimulasi.

  Realitas buatan ini bercampur baur saling tumpang tindih yang menandai datangnya era postmodern. Simulasi mengaburkan dan mengikis perbedaan antara yang nyata dengan yang imajiner.

  Teori ekonomi dari Karl Marx yang mengandung pembahasan mengenai “nilai guna” digunakan oleh Baudrillard dalam menelaah teori produksi dan didasarkan pada semiotika yang menekankan pada “nilai tanda”. Jean baudrillard menyatakan bahwa kebudayaan postmodern kita adalah dunia tanda-tanda yang membuat hal-hal yang fundamental mengacu pada kenyataan menjadi kabur atau tidak jelas. Dicontohkan dengan seseorang yang membeli ponsel dengan harga yang mahal hanya karena menggunakan tanda apel, dengan mengabaikan bahwa spesifikasi ponsel tersebut masih di bawah ponsel yang lain, nilai yang didapatkan oleh tanda gambar apel tersebutlah yang disebut dengan “nilai tanda”.

  “In The Consumer Society Jean Baudrillard outlines how consumers buy into the “code” of signs rather than the meaning of the object itself. His analysis of the process by which the sign ceases pointing towards an object or signified which lies behind it, but rather to other signs which together constitute a cohesive yet chaotic “code”, culminates in the “murder of reality”. The rupture is so complete, the absence so resounding, and the code so “totalitarian” that Baudrillard speaks of the combined “violence of image” and “implosing of meaaning”. The code is totalitarian; no one escapes it; our individual fights do not negate the fact that each of the day we participate in its collective

  22 elaboration.”

  Di dalam masyarakat konsumeristik saat ini, Jean Baudrillard menggaris bawahi bahwa konsumen lebih memilih membeli “kode” atau “simbol” daripada fungsi dari bendanya sendiri sehingga menciptakan suatu “murder of reality” atau pembunuhan terhadap realitas. Seperti dicontohkan dengan simbol apel tergigit dari produk apple membuat konsumen membeli produknya dengan harga yang lebih mahal dengan spesifikasi yang relatif lebih rendah dibandingkan ponsel merk lain, sebab simbol apel tergigit sudah dimaknai sebagai simbol “kemewahan”, “elegan” “ekslusif”, dan sebagainya.

  Proses simulasi inilah yang mendorong lahirnya hiperrealitas, di mana tidak ada lagi yang lebih realistis sebab yang nyata tidak lagi menjadi rujukan.

  Simbol-simbolah yang menjadi rujukan dalam era simulasi ini. Baudrillard memandang era simulasi dan hiperrealitas sebagai rangkaian dari fase pencitraan yang berturut-turut sebagai berikut:

  1. Merefleksikan kenyataan

  2. Menutupi atau menyesatkan kenyataan

  3. Menutupi ketiadaan dalam kenyataan

  4. Menunjukkan tidak adanya hubungan antara kenyataan manapun

  23 dan murni hanya sebagai simulakrum.

  Jean Baudrillard menggambarkan dalam tulisannya Simulacra and

  

Simulation bahwa Disneyland adalah contoh yang tepat untuk menggambarkan

  kondisi hyperreality, Boudrillard juga mengatakan bahwa tempat di dunia ini yang paling hyperreality adalah gurun pasir. Di gurun pasir banyak ditemukan khayalan dan fatamorgana, yang artinya ketika berada di gurun pasir kita akan melihat fatamorgana tentang air dan tempat yang teduh. Begitu juga ketika seseorang bermain games, menonton acara televisi, menonton film yang mana kemudian mereka melibatkan emosi dan perasaannya akibat alur cerita dan penokohan yang dibawakan oleh karakter game atau film tersebut dan kemudia terbawa dalam kehidupan nyata sehingga dia tidak bisa lagi membedakan antara realitas nyata dengan realitas yang dikonstruksikan.

  Pemikiran Baudrillard mengenai konsep Simulacra, Simulations dan

  

Hyperreality sesungguhnya bukanlah konsep yang terpisah satu sama lain

  melainkan sebuah proses yang terpadu. Sekali lagi, simulasi menurut Baudrillad merupakan suatu tiruan dari objek atau keadaan yang masih dapat dibedakan mana yang asli dan yang palsu. Dalam mengkontruksi citra terdapat empat fase yaitu, ketika suatu tanda dijadikan refleksi dari suatu realitas, ketika suatu tanda sudah menutupi dan menyesatkan realitas itu sendiri, ketika suatu tanda menutupi ketiadaan dalam suatu kenyataan, dan akhirnya ketika tanda tersebut menjadi sesuatu yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan realitas. Fase terakhir inilah yang disebut dengan simulacra.

  Simulacra menurut Baudrillard menjadi sebuah duplikasi, di mana yang

  aslinya tidak pernah ada atau bisa dikatakan merupakan sebuah realitas tiruan yang tidak lagi mengacu pada realitas sesungguhnya, sehingga perbedaan antara tiruan dengan yang asli menjadi kabur atau tidak ada. Hyperreality merupakan proses terakhir yang dijelaskan sebagai sebuah dekontruksi dari realitas nyata yang sebelumnya, karena realitas tiruan yang baru akan berbeda dari realitas sebelumnya.

  D. Augmented Reality Augmented Reality (AR) yang dapat diartikan sebagai “realitas

  tertambah” atau “realitas yang diperkuat” adalah suatu teknologi yang menggabungkan antara benda maya (image buatan computer/virtual reality) ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda- benda maya tersebut secara real time. Antara Augmented Reality dan Virtual

  

Reality (VR) mempunyai satu perbedaan yang signifikan, apabila VR

  sepenuhnya menggantikan kenyataan dengan simulasi, maka AR hanyalah sekedar menambahkan atau memperkuat atau menambahi suatu kenyataan dengan benda-benda buatan computer. Kesimpulannya AR adalah menggabungkan Antara dunia maya dan dunia nyata.

  Ronald T Azuma mendefinisikan AR sebagai penggabungan dari benda maya dan nyata di lingkungan yang nyata, berjalan secara interaktif secara real time dan terdapat integrasi antar benda dalam tiga dimensi, di mana benda

  24 maya terintegrasi dalam dunia nyata.

  Pada saat ini penggabungan antara benda nyata dan maya dimungkinkan karena perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat.

  Dengan menggunakan teknologi yang sesuai saat ini dimungkinkan melalui perangkat-perangkat input tertentu untuk memasukkan kode-kode komputer yang dapat menghasilkan tampilan benda maya yang terintegrasi dengan lingkungan nyata.

  Selain menambahkan benda maya ke dalam lingkungan nyata, AR juga berpotensi untuk menghilangkan benda-benda yang sudah ada. AR bisa menambahkan sebuah lapisan gambar maya yang dimungkinkan untuk menghilangkan atau menyembunyikan lingkungan nyata dari pandangan user.

  Misalnya, untuk menyembunyikan sebuah meja dalam lingkungan nyata, perlu digambarkan lapisan gambar representasi tembok dan lantai kosong yang diletakkan di atas gambar meja nyata, sehingga menutupi meja nyata dari pandangan user.

  Penggunaan Augmented Reality (AR) dalam gaya hidup di era post modern saat ini sudah mulai mewabah, dimulai dari pengaplikasian di bidang kesehatan hingga ke bidang hiburan, AR sudah banyak diterapkan di dalam

  25

  kehidupan manusia . Penggunaan AR di dalam bidang kesehatan merupakan salah satu contoh yang paling penting bagi kehidupan manusia, contoh penggunaannya adalah pada pemeriksaan sebelum operasi, seperti CT-scan ataupun MRI yang memberikan gambaran kepada dokter ahli bedah mengenai keadaan anatomi internal dari pasien, dari gambar-gambar tersebut kemudian pembedahan bisa direncanakan, sehingga tim dokter ahli bedah dapat melihat data pada CT-Scan atau MRI pada saat pembedahan berlangsung. Penggunaan AR pada bidang kesehatan yang lainnya adalah untuk pencitraan ultrasonic untuk pencitraan kondisi janin dan mengamati perkembangannya di dalam Rahim ibu hamil.

  Selain di bidang kesehatan, AR juga telah dipergunakan di dalam bidang hiburan. Contohnya adalah pada program laporan cuaca dalam siaran televisi di mana sang pembawa acara ditampilkan berdiri daai depan peta cuaca yang berubah. Di dalam studio, pembawa acara sebenarnya hanya berdiri di depan layar hijau atau biru. Pencitraan yang asli kemudian digabungkan dengan peta buatan computer. Di bidang hiburan, AR juga banyak digunakan di dalam game-game 3D saat ini, di mana pemain dapat berinteraksi dengan karakter-karakter virtual hasil dari kode komputer dengan kondisi latar belakang tempat permainan adalah dunia nyata, Pokemon Go termasuk di dalam jenis permainan yang menggunakan teknologi AR tersebut. Game AR sudah menjadi trend saat ini dan mulai menggeser keberadaan sustainable

  

game. AR memiliki keunggulan di mana game dapat di-update secara berkala

  sehingga secara game play lebih kaya dibandingkan dengan sustainable game yang hanya mempunyai alur game play tunggal dalam satu judul game.

  Dengan game play yang di-update secara berkala tersebut membuat intensitas pemain untuk memainkan game tersebut lebih tinggi yang secara otomatis juga mempunyai konsekuensi mengurangi intensitas interaksi social mereka, karena sebagian besar waktu mereka tersita untuk bermain game AR tersebut.

  F. Interaksi Sosial Pada hakikatnya manusia tidak hanya sebagai makhluk individu tetapi juga sebagai makhluk sosial. Untuk menjalani kehidupannya manusia pasti membutuhkan bantuan dari manusia lainnya, oleh karena itu manusia me lakukan interaksi sosial. Interaksi sosial adalah kunci dari kehidupan sosial, karena tanpa adanya interaksi maka tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

  life dapat tercermin pada faktor-faktor berikut:

  27 1. Grouping of people, artinya adanya kumpulan orang-orang.

  2. Definite place, artinya adanya wilayah/tempat tinggal tertentu.

  3. Mode of living, artinya adanya pemilihan cara-cara hidup. Interaksi merupakan bentuk utama dari proses sosial, aktivitas sosial terjadi karena adanya aktivitas dari manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Yang bertindak, yang berhubungan itu adalah manusia.

  28 Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang

  menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok.

  29

  1. Unsur Dasar Interaksi Sosial Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:

  30

  a) Adanya kontak sosial ( social-contact ) Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum ( yang artinya bersama-sama ) dan tanGo ( yang artinya menyentuh ), jadi secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh. Pada interaksi sosial 26 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005, hal.60 27 Slamet Santosa. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara. 2004, hal.10-11 28 Soleman B.Taneko. Struktur dan Proses Sosial: Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan.

  Jakarta: Rajawali. 1982, hal.110 29 Soerjono Soekanto, op. Cit., hal.61 30 Soerjono Soekanto. “ Faktor-faktor Dasar Interaksi Sosial dan Kepatuhan pada Hukum: Hukum mengandung makna tentang kontak sosial secara timbal balik atau inter- stimulansi dan respon antara individu-individu dan kelompok-kelompok.

  Kontak pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok dan mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh

  31 individu atau kelompok lain.

  Kontak sosial dapat bersifat positif ataupun negatif. Kontak sosial yang bersifat positif lebih mengarah pada sebuah kerja sama, sedangkan kontak yang bersifat negatif lebih cenderung mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. Kontak sosial dapat bersifat primer ataupun sekunder.

  Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan bertatap muka, sedangkan kontak sekunder sebuah hubungan yang memerlukan perantara. Kontak sosial dapat

  32

  berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu:

  b) Antara orang perorangan

  c) Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya d) Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya

  2. Adanya Komunikasi Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung. Komunikasi timbul apabila seorang individu memberi tafsiran pada perilaku orang lain. Dengan tafsiran tersebut, lalu seseorang itu mewujudkan perilaku, dimana perilaku tersebut merupakan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh

  33 orang lain tersebut.

  Komunikasi adalah awal terbentuknya sebuah hubungan, baik kerjasama atau hubungan-hubungan lain dalam kehidupan manusia.

  Komunikasi juga terkadang mengakibatkan sebuah pertentangan atau pertikaian yang disebabkan oleh kesalahpahaman dari masing-masing pihak, adanya penafsiran yang berbeda-beda dari masing-masing pihak individu yang ingin mendominasi percakapan dan tidak mau mengalah ketika berkomunikasi satu sama lain.

  3. Faktor-faktor Proses Interaksi Sosial Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai

  34

  faktor, antara lain:

  a) Imitasi, adalah suatu proses meniru seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain.

  b) Sugesti, faktor ini berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.

  c) Identifikasi, merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. d) Simpati, sebuah proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain.

  4. Ciri- ciri Interaksi Sosial Charles P. Loomis mencantumkan ciri penting dari interaksi sosial,

  35

  yaitu:

  a) Jumlah pelaku lebih dari seorang, bisa dua atau lebih

  b) Adanya komunikasi antara para pelaku dengan menggunakan simbol- simbol.

  c) Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan datang, yang menentukan sifat dan aksi yang sedang berlangsung.

  d) Adanya tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidak sama dengan yang diperkirakan oleh para pengamat.

  Apabila interaksi sosial diulang dengan menggunakan pola yang sama dan bertahan untuk waktu yang lama, maka akan terwujud “ hubungan sosial” (social relation). Dari beberapa uraian di atas, Komunitas Hura- Hura tim Valor menunjukkan adanya ciri-ciri dari interaksi yag biasanya ditunjukkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang mereka gunakan ketika berkomunikasi ataupun menggunakan simbol-simbol yang menunjukkan adanya eksistensi dari kelompok tersebut.

  5. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Pada interaksi disamping memiliki unsur dasar terdapat juga kontak sosial dan komunikasi yang juga memiliki beberapa bentuk. Bentuk interasksi sosial bisa berupa kerja sama (cooperation), persaingan

  36 (competition) bahkan dapat juga berbentuk pertentangan (conflict).

  Banyak tokoh yang juga mengidentifikasi dari beberapa bentuk interaksi sosial tersebut, menurut Gillin dan Gillin interaksi sosial terbagi dalam dua bentuk, yaitu: proses asosiatif dan disosiatif. Dalam proses asosiatif terbagi menjadi tiga bentuk khusus lagi, yaitu: a) Kerja sama

  Kerja sama merupakan proses dimana terjadi kesadaran akan adanya kepentingan dan tujuan yang sama sehingga kemudian melakukan tindakan guna memenuhi kebutuhannya tersebut. Dalam bentuk kerjasama mengharuskan adanya kesediaan dari anggota kelompok untuk mengganti kegiatan anggota kelompok lainnya karena kegiatan yang dilaksanakan saling bergantung dengan kegiatan yang lain

  37 dalam hubungannya dalam pencapaian tujuan bersama.

  Kerjasama dalam hal ini dibagi menjadi lima bentuk yaitu pertama, kerukunan yang mencakup Gotong royong dan tolong menolong. Kedua, bargaining atau sebuah proses perjanjian mengenai pertukaran barang atau jasa. Ketiga, kooptasi merupakan suatu proses dimana terjadi penerimaan unsur-unsur baru agar tercipta stabilitas dalam kehidupan masyarakat. Keempat, koalisi merupakan kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama dan yang kelima adalah joint venture yang merupakan proses kerjasama dalam sebuah proyek tertentu.

  b) Akomodasi Akomodasi adalah sebuah bentuk usaha guna mengurangi pertentangan antar orang perorangan atau antar kelomok dalam masyarakat akibat perbedaan paham atau pandangan. Mencegah

  38 timbulnya pertentangan untuk sementara waktu atau temporer.

  Akomodasi juga mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok yang terpisah dan bahkan memungkinkan terjadinya sebuah kerjasama didalamnya. Dalam akomodasi yang diterapkan dalam masyarakat cenderng mengenal adanya sebuah kasta akibat faktor sosiologis dimana mereka terkotak-kotakkan dalam kelasnya masing-masing.

  c) Asimilasi Asimilasi adalah proses sosial dalam taraf berlanjut, yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara individu atau kelompok dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses mental dengan

  39

  memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Dalam asimilasi harus didukung dengan adanya rasa toleransi para pelakunya, namun terkadang proses asimilasi terhambat karena faktor kehidupan masyarakat yang terisolasi, dikarenakan pengetahuan yang relatif rendah.

  Bentuk-bentuk interaksi sosial yang terwujud dalam proses asosiatif di atas dapat terlihat dalam kehidupan komunitas Hura-hura tim Valor Yogyakarta ini. Dimana hal yang paling mendasari adalah adanya kerjasama, yang dapat dilihat ketika mereka sedang mencari karakter- karakter Pokemon yang tersebar di beberapa tempat. Mereka cenderung mencarinya dalam tim yang beranggotakan minimal dua orang, dan berganti-gantian dalam pencarian tersebut karena mereka menyusuri tempat-tempat di Yogyakarta dengan berkendara menggunakan motor.

  Selain itu, terdapat juga keinginan dan tujuan yaitu untuk menjalani kehidupan bersama dengan keadaan menikmati kesenangan bersama dalam mencari beberapa karakter-karakter langka, saling bantu membantu dalam kompetisi perebutan wilayah kekuasaan dengan tim yang lain yitu tim Mystic (biru) dan tim Instinct (kuning) dan memperkenalkan komunitas tersebut kepada khalayak sebagai komunitas dengan jumlah anggota banyak, ramai dan terdiri dari anak- anak kekinian yang mengikuti perkembangan gadget masa kini.

  Untuk memenuhi kebutuhan dan juga tujuan tersebut individu- individu yang ada dalam Komunitas tersebut melalui beberapa proses akomodasi dan asimilasi. Sedangkan proses disosiatif atau juga disebut dengan oppositional processes terdiri dari:

  1. Persaingan (Competition)

  Persaingan merupakan suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok yang bersaing dalam pencarian keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa jadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka

  40 yang telah ada, tanpa mempergunakan kekerasan atau ancaman.

  Persaingan sendiri dalam hal ini meliputi persaingan ekonomi yang ditunjukkan melalui kecanggihan gadget yang dimiliki para pemain,serta kedudukan level pemain pada game online Pokemon Go, dan perebutan kekuasaan menjadi sebuah persaingan peran yang diusung pada masing-masing tim yang berbeda.

  Persaingan salah satunya untuk menyalurkan sebuah keinginan individu yang bersifat kompetitif dalam masyarakat, yang kemudian secara output dengan adanya persaingan timbul sebuah perubahan sosial dimana mampu merujuk pada sebuah kemajuan atau kemunduran masyarakat.

  2. Kontravensi (Contravention) Kontravensi merupakan bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontraversi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain dengan orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan

  Kontravensi identik dengan sebuah perbuatan penolakan dan perlawanan yang memungkinkan terjadinya penghasutan untuk menjatuhkan lawan-lawannya. Menurut Von Wiese dan Backer terdapat tiga tipe umum kontravensi, yaitu kontravensi generasi masyarakat, kontravensi yang menyangkut seks dan kontravensi

  42 parlementer.

  3. Pertentangan (conflict) Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan dengan sebuah ancaman atau kekerasan. Di dalam diri seseorang bisanya terdapat sejumlah kebutuhan dan peran yang saling berkompetisi, berbagai macam cara untuk mengekspresikan usaha dan peran, berbagai macam halangan yang terjadi antara usaha dan tujuan, dan juga adanya aspek-aspek

  43 positif dan negatif yang terkait dengan tujuan yang diinginkan.

  Secara umum terjadinya pertentangan dikarenakan adanya sebuah perbedaan dikarenakan adanya sebuah perbedaan yang sangat mencolok, mulai dari perbedaan individu, kepentingan hingga perbedaan sosial.

  Konflik dalam kelompok pun sering disebabkan oleh tidak 42 sesuainya tujuan, perbedaaan-perbedaan interpretasi dari berbagai

  Leoplod von Weise dan Howard Backer: Sysmatic Sociology, (New York: John R. Willy & Sons, 1932), bab 19. Tersedia pada Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hal.88 fakta, ketidak setujuan yang didasarkan pada bermacam ekspektasi perilaku. Pertentangan dalam hal ini tidak hanya memiliki sisi yang bersifat negatif, namun juga ada sifat positifnya. Dalam hal ini mengenai akibat-akibat dari bentuk pertentangan yang bersifat positif adalah terjadi sebuah solidaritas dalam suatu kelompok dan memungkinkan terjadinya perubahan kepribadian, sedangkan pada sifat negatifnya adalah retaknya kesatuan masyarakat sosial yang dikotak-kotakkan kedalam beberapa tingkatan status sosial yang memungkinkan terjadinya perpecahan atau disorganisasi.

  Masalah sosial tidak muncul secara alamiah, namun masalah sosial ada karena “sosial creation” yang tercipta sebagai hasil dari pemikiran manusia dan kebudayaan yang dimiliki oleh manusia itu sendiri yang terwujud dari peranan-peranannya yang terwujud karena

  44

  interaksi sosial dalam suatu arena tertentu. Perwujudan interaksi sosial bersifat positif dan juga negatif yang berupa masalah-masalah sosial. Bentuk interaksi sosial yang bersifat disasosiatif merupakan bagian di dalamnya terdapat setiap kerangka perubahan yang terjadi pasti memiliki proses yang kadang kala dimulai dengan adanya benturan-benturan satu sama lain, yang mana kondisi ini dapat berupa kontravensi bahkan pertentangan.

  Hal tersebut sangat wajar karena untuk membentuk sebuah keseimbangan. Proses interaksi disasosiatif ini juga menjadi tinjauan konsep dalam menganalisis interaksi sosial Komunitas Hura-hura tim Valor Yogyakarta, dimana proses yang terjadi di dalamnya juga ada pro kontra diantara anggotanya, dan perbedaan pendapat bahkan pertentangan turut menjadi bentuk interaksinya.

  G. Himpunan atau Kelompok Individu sebagai makhluk sosial tidak bisa dipisahkan dengan interaksi sosial dan bentuk-bentuk interaksi sosial, selain itu juga individu tidak dapat dipisahkan dari situasi tempat ia berada dan situasi ini sangat berpengaruh terhadap kelompok yang terbentuk akibat situasi tersebut. Kelompok itu terdiri dari dua atau lebih individu, yang ada secara bersama-sama dalam satu hubungan psikis tertentu, dimana kondisi individu mempunyai arti bagi

  45 individu lainnya, dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.

  Yang terpenting dalam sebuah kelompok bukanlah persamaan dan perbedaan satu sama lainnya, akan tetapi proses saling mempengaruhi dan saling ketergantungan satu sama lain, maka dari itu kelompok juga disebut sebagai kesatuan psikologis. Situasi yang dihadapi individu, terbagi menjadi

  46

  dua macam yaitu:

  45 Kartini Kartono, Pemimpin Dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?, 46 Jakarta: Raja Grafindo, 2006, hlm. 74

  1. Situasi kebersamaan Situasi kebersamaan artinya suatu situasi berkumpulnya sekumpulan Individu secara bersama-sama. Situasi kebersamaan menimbulkan kelompok kebersamaan, yaitu suatu kelompok individu yang berkumpul pada suatu ruang dan waktu yang sama tumbuh dan mengarahkan tingkah laku secara spontan. Kelompok ini disebut dengan massa atau crowd.

  2. Situasi kelompok sosial Situasi kelompok sosial artinya suatu situasi ketika terdapat dua individu atau lebih mengadakan interaksi sosial yang mendalam satu sama lain. Situasi kelompok social tersebut menyebabakan terbentuknya kelompok sosial, artinya suatu kesatuan sosial yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu.

  Dalam kehidupan, individu memang tidak dapat lepas dari kelompok. Ketika individu lahir, ia adalah bagian dari kelompok kecil yang dinamakan keluarga. Selanjutnya, individu mulai menjadi anggota dari berbagai kelompok di lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja dan juga di tengah masyarakat. Individu beraktivitas dan berkembang bersama orang- orang didalam kelompok. Hal itu dapat menimbulkan interaksi sosial dan

  Berdasarkan atas keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lainnya dan agar keinginan itu dapat diwujudkan, maka manusia harus melakukan hubungan atau interaksi sosial dengan manusia lainnya. Adanya hubungan atau interaksi maka akan tercipta suatu pergaulan hidup manusia dan manusia itu hidup dalam suatu pergaulan. Kelompok sosial merupakan salah satu perwujudan dari pergaulan hidup atau kehidupan bersama itu, atau dengan lain kata bahwa pergaulan hidup itu mendapat perwujudannya didalam kelompok-

  47 kelompok sosial.

  Tidak semua himpunan atau kelompok itu bisa dikatakan sebagai kelompok sosial, oleh karen itu ada beberapa syarat tertentu untuk disebut sebagai kelompok, yakni persyaratan fisik yang harus dipenuhi , seperti ada beberapa individu yang berinteraksi dan saling tergantung untuk mencapai tujuan bersama, dan ada pula persyaratan non-fisik, seperti persepsi sebagai

  48 satu kesatuan serta perasaan sebagai bagian dari kelompok.

  Selain syarat tersebut juga terdapat beberapa syarat lainnya untuk

  49

  disebut sebagai suatu kelompok sosial, yakni:

  1. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.

  47 48 Soleman B. Taneko, op. cit., hlm. 49

Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Meinarno, Psikologi Sosial, Jakarta: Salemba Humanika, 2009,

  2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya.

  3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tersebut dapat berupa nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama dan lain-lain.

  4. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku.

  5. Bersistem dan berproses.

  Tidak hanya terdapat syarat terntentu pada suatu kelompok. Kelompok pun memiliki beberapa ciri-ciri yang menunjukkan bahwa

  50

  kelompok sosial mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu:

  1. Adanya motif yang sama Kelompok sosial terbentuk karena anggota- anggotanya mempunyai motif yang sama. Motif yang sama ini merupakan pengikat sehingga setiap anggota kelompok tidak berkerja sendiri-sendiri, melainkan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati bersama.

  2. Adanya sikap in-group dan out-group. Apabila orang lain di luar kelompok bertingkah laku khusus, maka mereka akan tersingkirkan dari kelompok.. Dan sikap penolakan yang ditunjukkan oleh kelompok yang oleh kelompok itu disebut dengan sikap out-group atau sikap terhadap “orang luar”. Jika kelompok manusia itu menunjukkan orang luar untuk membuktikan kesediaannya berkorban bersama dan kesetiakwanannya, baru kemudian menerima orang itu dalam segala kegiatan kelompok. Sikap menerima ini disebut sikap in-groupatau sikap terhadap “orang dalam”.

  3. Adanya solidaritas. Solidaritas adalah keseitiakawanan antar anggota kelompok sosial. Adanya solidaritas yang tinggi di dalam kelompok tergantung kepada kepercayaan setiap anggota akan kemampuan anggota lainnya untuk melakukan tugas dengan baik.

  4. Adanya struktur kelompok. Struktur kelompok adalah suatu sistem mengenai relasi antara anggota-anggota kelompok berdasarkan peranan dan status mereka serta sumbangan mereka masing-masing dalam interaksi kelompok untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Di dalam struktur kelompok terdapat susunan kedudukan fungsional dan juga susunan hierarkis antara anggota kelompok.

  5. Adanya norma kelompok. Norma kelompok di sini adalah pedoman- pedoman yang mengatur tingkah laku indiviodu dalam suatu kelompok. Pada kelompok resmi, norma tingkah laku ini biasanya sudah tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART).

  Kelompok bisa saja membatasi independensi individu, namun setiap individu pasti menjadi anggota suatu kelompok tertentu. Hal ini dikarenakan kelompok memberikan manfaat tertentu bagi individu. Menurut Burn, kelompok memiliki tiga manfaat, yaitu:

  51

  1. Kelompok memenuhi kebutuhan individu untuk merasa berarti dan dimiliki. Adanya kemompok membuat individu tidak merasa sendirian, ada orang lain yang membutuhkan dan menyayanginya.

  2. Kelompok sebagai sumber identitas diri. Individu yang tergabung dalam kelompok bisa mendefinisikan dirinya sebagai anggota suatu kelompok.

  3. Kelompok sebagai sumber informasi tentang dunia dan tentang diri kita.

  Melihat uraian di atas, maka kelompok sosial dapat dilihat dari beberapa bentuk kelompok sosial, antara lain:

  1. In-group dan out-group In-group adalah kelompok sosial dengan mana individu mengidentifikasikan dirinya. Sedangakan out-group diartikan oleh individu sebagai kelompok yang menjadi lawan in-group-nya.

  2. Kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary

  group)

  Kelompok primer merupakan kelompok-kelompok yang ditandai ciri- ciri kenal-mengenal antara anggotanya serta kerjasama erat yang bersifat pribadi, dan bersifat langgeng. Sedangkan kelompok sekunder merupakan kelompok-kelompok besar yang terdiri dari banyak orang yang hubungannya tak perlu berdasarkan kenal-mengenal secara pribadi, dan sifatnya juga tidak begitu langgeng.

  3. Paguyuban (gemeinschaft)dan patembayan (gesellscahft) Paguyuban adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota- anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal yang didasarakan atas rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Sedangakan patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, bersifat sebagai sutau bentuk dalam pikiran belaka, dan strukturnya bersifat mekanis.

  4. Formal group dan informal group

  Formal group merupakan kelompok-kelompok yang mempunyai

  peraturan-peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antara anggota-anggotanya.

  Sedangkan informal group merupakan kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu atau pasti. Kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang kali dan itu menjadi dasar bagi bertemunya kepentinan-kepentingan dan pengalaman yang sama.

  5. Membership group dan reference group Menurut Robert K. Merton membership group adalah kelompok dimana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. acuan bagi seseorang bukan anggota kelompok untuk membentuk pribadi dan perilakunya.