DI BALIK VONIS AKBAR TANJUNG

DI BALIK VONIS AKBAR TANJUNG
Akbar Tanjung dijatuhi vonis tiga tahun penjara atas tuduhan korupsi. Terdakwa lain
yaitu Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang masing-masing dijatuhi hukuman satu tahun
enam bulan. Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut konon mengejutkan pihak
Akbar dan para petinggi Golkar, yang tentunya mengharapkan bebas. Tapi banyak pihak menilai
bahwa keputusan tersebut merupakan pertanda baik dari upaya pemberantasan korupsi, sekaligus
menunjukkan independensi Majelis Hakim.
Lepas dari soal berat atau ringannya hukuman dan adanya upaya naik banding dari pihak
Akbar Tanjung, peristiwa tersebut merupakan awal dari tertatih-tatihnya usaha penegakkan
supremasi hukum di negeri ini. Jika lembaga-lembaga penegakkan hukum di negeri ini benarbenar bertekad untuk melaksanakan supremasi hukum, maka sudah saatnya dari kasus Akbar
Tanjung itu dilanjutkan dengan pengusutan dan pembongkaran kasus-kasus raksasa lainnya
seperti soal BLBI dan mengejar seluruh konlomerat dan pejabat hitam yang selama ini mengeruk
uang negara.
Sedangkan untuk kasus Akbar Tanjung tentu saja kita masih menanti drama berikutnya
apakah Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung yang akan menangani banding juga benarbenar mau menegakkan supremasi hukum, kita tinggal menunggu dan menjadi saksi. Apakah
akan bernasib sama seperti Sahril Sabirin yang dibebaskan atau memperoleh ketetapan hukum
sebagaimana keputusan Pengadilan Negeri. Kita semua berharap untuk bersikap rasional
bagaimana hukum ditegakkan di negeri ini tanpa pandang bulu.
Agenda paling berat bagi penegakkan hukum di negeri ini setidak-tidaknya dua hal.
Pertama, apakah seluruh instrumen dan aparat penegak hukum di Indonesia seperti para hakim,
jaksa, dan sebagainya benar-benar memiliki itikad dan keberanian untuk terus membongkar

seluruh skandal korupsi di negeri ini. Jika terus dibongkar maka akan tampak betapa bobroknya
negeri ini baik oleh kroupsi besar-besaran di masa Orde Baru maupun pada masa rezim
reformasi. Jika kasus-kasus raksasa itu dibongkar maka akan melibas beribut banyak pihak baik
di struktur kekuasaan dan borokrasi maupun pihak pengusaha dan swasta.
Kedua, menyangkut persepsi dan kadar moralitas para elit, aparat, dan bahkan
masyarakat. Masih belum terlihat tanda-tanda sikap malu dan kehormatan diri untuk jauh-jauh
dari hal-hal yang bersifat penyalahgunaan wewenang. Di negeri ini seakan berlaku hukum sosial
bahwa korupsi bukan aib dan kejahatan, sehingga mereka yang terlibat dan orang-orang yang
berada di sekitarnya tidak harus merasa malu hati terseret-seret dalam kasus korupsi yang
sesungguhnya memalukan itu. Sebagian rakyat atau masyarakat malah sering berpikir bahwa
mereka yang terkena adalah korban belaka. Masyarakat jauh lebih mudah untuk memberi vonis
pada pencurian yang lebih nyata seperti mencuri ayam ketimbang pada kejahatan korupsi.
Mudah-mudahan ada pembelajaran yang serius dari kasus Akbar Tanjung itu, bahwa
pemberantasan korupsi seharusnya menjadi agenda nasional yang besar-besaran bagi seluruh
aparatur negara dan eksponen bangsa. (HNs)
Sumber: SM-19-2002