PERLU KOMPUTERISASI ADMINISTRASI TANAH WAKAF
PERLU KOMPUTERISASI ADMINISTRASI
TANAH WAKAF
Dalam sambutnnya, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Prof Dr Yusril Ihza
Mahendra, SH menyatakan bahwa Muhammadiyah memiliki status hukum yang jelas.
Yaitu sebagai sebagai perhimpunan (perkumpulan) yang berbadan hukum. Sejak
zaman Belanda Muhammadiyah telah diakui sebagai badan hukum (rechtpersoon).
Status Muhammadiyah ini perlu disosialisasikan dan dipahami, tidak hanya bagi
warga persyarikatan melainkan juga kepada berbagai instansi Pemerintah yang terkait
dengan kegiatan Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya. Jika status badan
hukum ini dipahami dengan baik, pengurus Muhammadiyah tidak perlu lagi
membentuk berbagai yayasan atau perseroan terbatas dengan maksud untuk
melakukan perikatan atau perjanjian, karena dengan status sebagai badan hukum
tersebut Muhammadiyah dapat melakukan berbagai perbuatan hukum tanpa harus
memberikan kuasa pada perorangan.
Yusril pun percaya bahwa dari waktu ke waktu Muhammadiyah berusaha terus
meningkatkan sistem pendaftaran tanah wakaf yang diurus sepenuhnya oleh Majelis
Wakaf dan Kehartabendaan. “Selain itu saya juga merasa optimis bahwa Badan
Pertanahan Nasional (BPN) tentu telah membantu dan bekerjasama dengan
Muhammadiyah dalam rangka menunjang percepatan pendaftaran tanah wakaf dan
sertifikasi tanah prsyarikatan. Dalam hal ini terlihat pula betapa para notaris
memainkan peranan penting sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam rangka
menunjang secara teknis yuridis pengurusan harta wakaf tersebut,” katanya.
Selain itu Yusril Ihza Mahendra juga mengharap agar Muhammadiyah mulai
meningkatkan service dan pelayanan kepada umat dalam urusan wakaf, dengan
menyelenggarakan ‘komputerisasi administrasi tanah wakaf’. “Pada tahap awal dapat
on-line ke jaringan komputer yang ada di kantor pimpinan wilayah,” harapnya.
Sementara itu Menteri Agama Prof Dr H Said Agil Husin Al Munawwar, MA lebih
menyoroti masalah pemanfaatan harta wakaf. “Dalam hal pemanfaatan harta wakaf
selain untuk usaha sosial keagaman perlu difikirkan juga upaya pemberdayaan untuk
usaha produktif yang mempunyai nilai ekonomis,’ tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang
besar telah mampu membiayai kegiatan-kegiatannya sebagian dari hasil pengelolaan
wakaf. Usaha yang dijalankan tersebut perlu dikelola dengan menerapkan strategi
baru, apalagi dalam menghadapi era pasar bebas yang membuka peluang seluasluasnya bagi masuknya pemodal asing yang selalu mengintai setiap kelemahan
pemodal lokal.
Salah satu upaya yang perlu dikembangkan oleh umat Islam ialah rekondisi
pengelolaan wakaf ke dalam sektor ekonomi dan bisnis modern. Misalnya sebagai
sumber investasi mendirikan industri yang menyerap tenaga kerja, pusat perbelanjaan,
real estate, dan lainnya sepanjang itu dibenarkan oleh syariah.
Di negara lain, pengelolaan wakaf sudah sedemikian maju dan profesional sehingga
berhasil membawa peningkatan dalam bidang pendidikan (pemberian bea siswa,
pembiayaan karya ilmiah dan lain semacamnya) dan bidang ekonomi produktif,
pengadaan jasa dan industri.
Sebagaio contoh, di Bangladesh telah dikembangkan Sertifikat Wakaf Tunai yang
dilakukan oleh Social Bank Ltd (SIBL) yang dipimpin oleh ahli ekonomi Islam
terkemuka Prof Dr M A Mannan. Dan di sana telah mampu mengembangkan
operasionalisasi pasar Modal Sosial melalui pengembangan instrumen keuangan
Islam seperti, wakaf pengembangan property, sertifikat wakaf tunai, sertifikat wakaf
keluarga.
Mampukah kita mengikuti jejak mereka? Dalam kaitan ini Pemerintah terus berupaya
memfasilitasi pengembangan adminsitrasi perwakafan sesuai dengan tuntutan
perkembangan masyarakat, seperti bidang hukum perwakafan. Sekarang Departemen
Agama sedang menyiapkan draft Rancangan Undang-Undang Wakaf. Pemerintah
juga sedang mempersiapkan pembentukan Badan Wakaf Indonesia.
Kepala badan Pertanahan Nasional (BPN), Prof Ir Lutfi Nasoetion, M.Sc, Ph.D,
dalam ceramahnya berjudul Masalah Perwakafan Tanah Milik menyebutkan bahwa
dalam hukum Islam dikenal banyak cara untuk memperoleh hak atas tanah. Perolehan
dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi melalui jual beli, tukar-menukar, hibah,
hadiah, infak, sedekah, wakaf, wasiat, warisan dan ihya-ulmawat (membuka tanah
baru). Di antara semua itu ternyata wakaf mendapat tempat pengaturan secara khusus
di antara perangkat peraturan perundang-undnagan yang berlaku di Indonesia.
Hak-hak atas tanah untuk keperluan suci dan sosial secara khusus diatur dalam pasal
49 UUPA.Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi.
Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk
bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
Selanjutnya juga ditetapkan bahwa untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci
lainnya sebagaimana dimaksud di atas, dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung
oleh negara dengan hak pakai. “Perwakafan tanah milik juga dilindungi dan untuk
pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No.28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik,” katanya. (tof)
Sumber: SM-23-2002
TANAH WAKAF
Dalam sambutnnya, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Prof Dr Yusril Ihza
Mahendra, SH menyatakan bahwa Muhammadiyah memiliki status hukum yang jelas.
Yaitu sebagai sebagai perhimpunan (perkumpulan) yang berbadan hukum. Sejak
zaman Belanda Muhammadiyah telah diakui sebagai badan hukum (rechtpersoon).
Status Muhammadiyah ini perlu disosialisasikan dan dipahami, tidak hanya bagi
warga persyarikatan melainkan juga kepada berbagai instansi Pemerintah yang terkait
dengan kegiatan Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya. Jika status badan
hukum ini dipahami dengan baik, pengurus Muhammadiyah tidak perlu lagi
membentuk berbagai yayasan atau perseroan terbatas dengan maksud untuk
melakukan perikatan atau perjanjian, karena dengan status sebagai badan hukum
tersebut Muhammadiyah dapat melakukan berbagai perbuatan hukum tanpa harus
memberikan kuasa pada perorangan.
Yusril pun percaya bahwa dari waktu ke waktu Muhammadiyah berusaha terus
meningkatkan sistem pendaftaran tanah wakaf yang diurus sepenuhnya oleh Majelis
Wakaf dan Kehartabendaan. “Selain itu saya juga merasa optimis bahwa Badan
Pertanahan Nasional (BPN) tentu telah membantu dan bekerjasama dengan
Muhammadiyah dalam rangka menunjang percepatan pendaftaran tanah wakaf dan
sertifikasi tanah prsyarikatan. Dalam hal ini terlihat pula betapa para notaris
memainkan peranan penting sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam rangka
menunjang secara teknis yuridis pengurusan harta wakaf tersebut,” katanya.
Selain itu Yusril Ihza Mahendra juga mengharap agar Muhammadiyah mulai
meningkatkan service dan pelayanan kepada umat dalam urusan wakaf, dengan
menyelenggarakan ‘komputerisasi administrasi tanah wakaf’. “Pada tahap awal dapat
on-line ke jaringan komputer yang ada di kantor pimpinan wilayah,” harapnya.
Sementara itu Menteri Agama Prof Dr H Said Agil Husin Al Munawwar, MA lebih
menyoroti masalah pemanfaatan harta wakaf. “Dalam hal pemanfaatan harta wakaf
selain untuk usaha sosial keagaman perlu difikirkan juga upaya pemberdayaan untuk
usaha produktif yang mempunyai nilai ekonomis,’ tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang
besar telah mampu membiayai kegiatan-kegiatannya sebagian dari hasil pengelolaan
wakaf. Usaha yang dijalankan tersebut perlu dikelola dengan menerapkan strategi
baru, apalagi dalam menghadapi era pasar bebas yang membuka peluang seluasluasnya bagi masuknya pemodal asing yang selalu mengintai setiap kelemahan
pemodal lokal.
Salah satu upaya yang perlu dikembangkan oleh umat Islam ialah rekondisi
pengelolaan wakaf ke dalam sektor ekonomi dan bisnis modern. Misalnya sebagai
sumber investasi mendirikan industri yang menyerap tenaga kerja, pusat perbelanjaan,
real estate, dan lainnya sepanjang itu dibenarkan oleh syariah.
Di negara lain, pengelolaan wakaf sudah sedemikian maju dan profesional sehingga
berhasil membawa peningkatan dalam bidang pendidikan (pemberian bea siswa,
pembiayaan karya ilmiah dan lain semacamnya) dan bidang ekonomi produktif,
pengadaan jasa dan industri.
Sebagaio contoh, di Bangladesh telah dikembangkan Sertifikat Wakaf Tunai yang
dilakukan oleh Social Bank Ltd (SIBL) yang dipimpin oleh ahli ekonomi Islam
terkemuka Prof Dr M A Mannan. Dan di sana telah mampu mengembangkan
operasionalisasi pasar Modal Sosial melalui pengembangan instrumen keuangan
Islam seperti, wakaf pengembangan property, sertifikat wakaf tunai, sertifikat wakaf
keluarga.
Mampukah kita mengikuti jejak mereka? Dalam kaitan ini Pemerintah terus berupaya
memfasilitasi pengembangan adminsitrasi perwakafan sesuai dengan tuntutan
perkembangan masyarakat, seperti bidang hukum perwakafan. Sekarang Departemen
Agama sedang menyiapkan draft Rancangan Undang-Undang Wakaf. Pemerintah
juga sedang mempersiapkan pembentukan Badan Wakaf Indonesia.
Kepala badan Pertanahan Nasional (BPN), Prof Ir Lutfi Nasoetion, M.Sc, Ph.D,
dalam ceramahnya berjudul Masalah Perwakafan Tanah Milik menyebutkan bahwa
dalam hukum Islam dikenal banyak cara untuk memperoleh hak atas tanah. Perolehan
dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi melalui jual beli, tukar-menukar, hibah,
hadiah, infak, sedekah, wakaf, wasiat, warisan dan ihya-ulmawat (membuka tanah
baru). Di antara semua itu ternyata wakaf mendapat tempat pengaturan secara khusus
di antara perangkat peraturan perundang-undnagan yang berlaku di Indonesia.
Hak-hak atas tanah untuk keperluan suci dan sosial secara khusus diatur dalam pasal
49 UUPA.Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi.
Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk
bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
Selanjutnya juga ditetapkan bahwa untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci
lainnya sebagaimana dimaksud di atas, dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung
oleh negara dengan hak pakai. “Perwakafan tanah milik juga dilindungi dan untuk
pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP No.28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik,” katanya. (tof)
Sumber: SM-23-2002