Teknik ceramah KH. Abdul Aziz Munif di majlis ta'lim dzikir Rotibul Hadadd dan Asmaul Husna Desa Suko Legok, Sukodono Sidoarjo.

(1)

TEKNIK CERAMAH KH. ABDUL AZIZ MUNIF DI MAJLIS

TA’LIM DZIKIR ROTIBUL HADADD DAN AL-ASMA’UL

HUSNA

DESA SUKO LEGOK, SUKODONO, SIDOARJO.

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S.Sos)

VIVIN CHOIRUNISAH NIM. (B71213066)

PROGRAM PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Vivin Choirunisah NIM. B71213066, 2017. Teknik Ceramah Kh. Abdul Aziz Munif

di Majlis Ta’lim Dzikir Rotibul Hadadd dan Asma’ul husna Desa Suko Legok,

Sukodono, Sidoarjo. Skripsi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Teknik, Ceramah, Dzikir Rotibul Hadadd, KH. Abdul Aziz Munif. Pada skripsi ini persoalan yang hendak dikaji adalah: 1. Bagaimana teknik pembukaan ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif, 2. Bagaimana teknik penyampeian ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif, 3. Bagaimana teknik penutupan ceramah oleh KH. Abdul Aziz Munif. Dalam mengungkap persoalan tersebut secara mendalam, dalam penelitian ini menggunakan instrument pengumpulan data dan penemuan informan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Dalam proses pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik yaitu; observasi, wawancara semi tersetruktur, teknik analis data serta teknik keabsahan data.

Teknik analisis yang dipakei yakni proses analisa berfikir induksi yakni dimulai dengan teori yang bersifat umum, kemudian dari fakta atau data khusus berdasarkan pengamatan dilapangan dan pengamatan empiris data , fakta empiris disusun, diolah, dikaji untuk kemudian ditarik dalam bentuk penghayatan dan disimpulkan secara umum, kemudian untuk keabsahan data penulis menggunakan ketekunan pengamatan, triangulasi, pemeriksaan teman sejawat, kecukupan referensi.

Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalam ceramah KH. Abdul Aziz Munif, beliau ketika berdakwah selalu menyesuaikan dengan kondisi mad’unya dalam menggunakan teknik dakwahnya. Pada saat pembukaan ceramah diawali dengan muqoddimah, melukiskan latar belakang masalah, memberikan kabar gembira dan mengajukan pertanyaan. Dalam penyampaian dakwah beliau menggunakan teknik pemilihan kata yang tepat Qawlan Balighan, Qowlan kariman, Qowlan Maysuran, teknik humor, menguasai tinggi rendah teknik vokal, mengemukakan kisah faktual. Pada saat penutupan ceramah selalu memberikan harapan dan tindakan kemudian ditutup dengan do’a dan membaca sholawat bersama pada mad’u.

Rekomendasi untuk peneliti selanjutnya dapat memperdalam hasil penelitian ini. Karena peneliti menyadari bahwa hasi dari penelitian ini masi jauh dari sempurna.


(7)

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

PERSETUJUAN PEMIMBING………. ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. iv

MOTTO Dan PERSEMBAHAN……… v

ABSTRAK……… vi

KATA PENGANTAR………. vii

DAFTAR ISI……… viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 14

C. Tujuan………... 14

D. Manfaat Penelitian……… 14

E. Definisi Konsep Penelitian……… 15

F. Sistematika Pembahasan……… 21

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Teknik 1. Pengertian Teknik……… 23

2. Teknik Penguasaan Pesan……… 25

3. Pengertian Ceramah………. 26

B. Komponen dalam Ceramah 1. Da’i………... 27

2. Mad’u……… 28

3. Pesan………... 29

4. Metode Dakwah... 32


(9)

C. Teknik Pembukaan Pidato

1. Teknik Pembuka……… 34

2. Teknik Penyampaian……… 37

a. Kontak mata……… 39

b. Tekanan suara……….. 40

c. Gerak isyarat……… 42

3. Teknik Penutup………. 45

D. Kerangka Teori……… 46

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan………. 52

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian……….. 55

B. Subyek Penelitian……… 57

C. Jenis dan Sumber Data……… 58

D. Tahap-Tahap Penelitian………... 62

E. Teknik Pengumpulan Data……….. 65

F. Teknik Analisis Data……… 72

G. Keabsahan Data……… 73

BAB IV PENYAJIAN DATA Dan ANALISIS DATA A. Setting Penelitian 1. Biografi KH. Abdul Aziz Munif……….. 77

2. Pandangan Masyarakat Terhadap KH. Abdul Aziz Munif……….. 78

3. Perjalanan Aktivitas Dakwah KH. Abdul Aziz Munif………. 80

B. Penyajian Data 1. Pengajian Rutin Ahad Pagi……….. 85

2. Peringatan Haul……… 90

C. Analisis Data 1. Teknik Pembukaan ceramah………. 93

2. Teknik Penyampaian Ceramah………. 94

3. Teknik Penutupan Ceramah……….. 107

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……….. 111


(10)

DAFTAR PUSTAKA………. 113

PEDOMAN WAWANCARA……… 116


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa manusia bagaimanapun juga tidak dapat terlepas dari individu yang lain. Secara kodrati, manusia akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar manusia akan berlangsung dalam berbagai bentuk komunikasi dan situasi yang mempengaruhinya. Setiap manusia memiliki hasrat untuk berbicara, mengungkapkan pendapat dan memperoleh informasi. Maka atas dasar itulah tercipta apa yang dinamakan proses komunikasi.

Bertolak dari pandangan bahwa khalayak itu aktif dan memiliki potensi mengingkari fitrah dan kekhalifaannya, maka para jamaah harus diajak agar kembali pada fitrahnya, yaitu al-khayr, amar maruf, dan nahi munkar, dengan beriman berilmu, dan beramal shaleh, telah dijelaskan bahwa dakwah harus menarik perhatian dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan para jamaah sebagai manusia atau sebagai makhluk monodualis (individu dan sosial), maka pesan yang akan disampaikan harus di rencanakan.


(12)

Dalam perencanaan pesan dan metode ceramah, para pakar selalu mengambil rujukan utama kepada firman Allah (Qs. An-Nahl :125)1

ةنسحْلا ةظع ْ مْلا ةمْكحْلاب كِبر ليبس ىلإ عْدا

يه يتَلاب ْ ْلداج

َبر َنإ نس ْحأ

َلض ْنمب ْعأ ه ك

نيدتْ مْلاب ْعأ ه ه يبس ْنع

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik, dan bantalah mereka dengan cara yang baik, sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Dalam ayat tersebut, dikandung makna perlunya memerhatikan situasi dan kondisi Mad’u atau jamaah, sehingga mereka merasa tidak dipaksa. Demikian juga pesan yang disampaikan dengan santun. Pada prinsipnya dakwah haruslah memanusiakan manusia, sesuai dengan fitrahnya yang suci. Karena hal ini wajib menjadi pegangan dalam merumuskan pesan dan penetapan metode dakwah.

Dakwah Islamiyah mempunyai makna luas dan ini merupakan tugas dan amalan setiap muslim sepanjang hidupnya, mereka juga tidak sepatutnya memilih tempat, akan tetapi dimana dan kapanpun dia berada. Pendeknya dakwah adalah suatu tugas yang tak dapat dielakkan oleh setiap muslim atau orang yang mengaku mempercayai dan menerima risalah Nabi Muhammad

1

Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahanya Juz 1-30, Edisi Revisi (Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993), h. 421


(13)

SAW. Yang demikian itulah sebenarnya yang harus dikerjakan oleh setiap muslim dalam kehidupan beragama.

Menurut A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman yang tertulis dalam buku

“filsafat dakwah” dakwah adalah ajakan menuju Islam, yaitu jalan Allah

SWT, sabilillah, jalan yang diridhio oleh Allah SWT, bukan jalan-jalan lain yang sesat dan menyimpang dari jalan Islam.2 Allah berfirman dalam

Al-Qur’an :

ل سلا اوع تت َو وع تاف ااميقتْسم ي ارص ا ٰه أو

ْمكل ٰ ۚ لي س ْنع ْمكب رفتف

وقتت ْمكلعل ب ْمكاصو

“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus,

maka ikutilah Dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-jalan Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertaqwa”. (QS. Al- An’am [06] ayat 153)3.

Dakwah merupakan unsur penting untuk umat Islam. Berlangsungnya ajaran Islam mulai zaman Rasullah Saw hingga pada era sekarang globalisasi dan modernisasi ini tidak lain merupakan bukti nyata. Peran dakwah bagi Islam, dalam buku „ilmu dakwah’ bahwa “Umat Islam ditentukan oleh keagamaannya, sementara keagamaanya ditentukan oleh pengetahuan

agamanya, dan pengetahuan agamanya tergantung pada dakwah”4

.

2

A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, filsafat dakwah, (Jakarta: Kencana, 2001) h. 6 3

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya Juz 1-10 , (Jakarta: Percetakan dan Offset

“JAMUNU”, 1965), h. 215

4


(14)

Sedangkan menurut Thomas W. Arnold dakwah adalah bagian dari umat beragama. Oleh karena itu dakwah sangat penting dalam Islam, kegiatannya yang menyatu dengan kehidupan manusia di dunia yang menjadi bukti adanya hubungan manusia dengan sesama, dan hubungan manusia dengan semesta. Sehingga Islam menjadi agama dakwah dalam teori dan prakteknya yang telah dicontohkan oleh junjungan kita Nabi Muhammad SAW dalam kehidupannya.5

Di sisi lain definisi dakwah begitu beragam tergantung pada aspek mana yang menjadi penekanan dalam dakwah. Ali Aziz menjelaskan “penulis dakwah di Indonesia umumnya akademisi di Perguruan Tinggi Islam seringkali menonjolkan aspek metode dakwah. Sementara penulis barat lebih menekankan aspek sosiologis mitra dakwah. Pembahasan dakwah pada awalnya banyak menyentuh aspek teologis. Sedang saat ini konsep dakwah dikembangkan dengan ilmu-ilmu sosial, seperti ilmu komunikasi, sosiologi, psikologi.6

Islam sebagai salah satu agama dakwah di dalamnya terdapat upaya oleh umatnya untuk senantiasa menyebarluaskan isi kebenaran ajaran agamanya. Dalam kajian tentang agama dan sejarah dakwah, Thomas W. Arnold membedakan antara agama dakwah dan agama non dakwah. Dan yang termasuk dalam kategori agama dakwah adalah Islam, Kristen dan Budha.

5

Thomas W. Arnold, Sejarah Dakwah Islam (Jakarta: PT. Bumirest, 1985) Cet.1 h. 04 6


(15)

Sedangkan agama non dakwah adalah Yahudi, Brahma, Zoroaster.7 Lebih lanjut M. Natsir mengatakan bahwa Islam adalah agama risalah dan dakwah. Isi risalah adalah “kabar gembira” dan “peringatan”, dan amalan risalah adalah “seluruh umat manusia”8.

Rasulullah dalam kehidupan berdakwahnya diberi kelebihan oleh Allah SWT berupa mu’jizat, meskipun demikian beliau berdakwah juga dengan penuh susah payah, bahkan dalam seluruh kehidupannya dicurahkan untuk berdakwah, meski sebenarnya kemenangan dan keberhasilan dapat diyakinkan berpihak kepadanya, akan tetapi yang demikian itu dijadikan sebagai suri tauladan bagi pengikutnya (baca: para da’i dan mubaligh) Bahwa sebuah kemenangan diperlukan perjuangan yang gigih dan penuh semangat.9

Dengan kata lain bisa disimpulkan bahwa dakwah menempati posisi yang paling tinggi dan mulia dalam kemajuan agama Islam, tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh berbagai faktor terlebih pada era globalisasi sekarang ini, dimana berbagai informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi. Kita sebagai umat Islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

7

Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam, Alih Bahasa: Nawawi Rambe, Sejarah Dakwah Islam (Jakarta: Widjaya, 1997) h. 1

8

M. Natsir, Fiqhud Dakwah (Solo: Ramadhani, 1991), h. 36 9

Lihat Hamzah Yaqub, Publistik Islam, Teknik Dakwah dan Leadership (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), h. 23


(16)

Dakwah Islam adalah tugas suci yang dibebankan kepada setiap muslim dimana saja ia berada, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah SAW, kewajiban dakwah menyerukan, dan menyampeikan agama Islam kepada masyarakat. Dalam Islam, dakwah yang bertujuan untuk memancing dan mengharapkan potensi fitri manusia agar eksistensi mereka mempunyai makna dihadapan Tuhan dan sejarah. Maka dari itu perlu ditegaskan disini bahwa tugas dakwah adalah tugas umat secara keseluruhan bukan hanya sekedar tugas kelompok tertentu umat Islam.

Islam dan dakwah adalah dua hal yang tak terpisahkan. Islam tidak

akan maju dan berkembang bersyi’ar dan bersinar tanpa adanya upaya dakwah. Semakin gencar upaya dakwah yang dilaksanakan maka semakin

bersyi’arlah ajaran Islam, semakin kendor upaya dakwah semakin redup

pulahlah cahaya Islam dalam masyarakat.

Di lihat dari segi bahasa, dakwah (baca: da’wah) dari kata da’a, yad’u,

da’watun yang berarti seruan, panggilan, ajakan,10 yang melakukannya

disebut da’i. Secara integral dakwah merupakan suatu proses untuk mendorong orang lain agar memahami dan mengamalkan suatu keyakinan tertentu. Ajaran Islam yang disiarkan melaui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan masyarakat pada umumnya dan hal-hal yang dapat membawa

10


(17)

pada kehancuran.11 Oleh karena itu, dakwah bukanlah suatu pekerjaaan yang sudah menjadi kewajiban bagi setiap pengikutnya.

Dalam proses dakwah dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali seseorang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut antara lain: pendekatan dakwah, strategi dakwah, metode dakwah, teknik dakwah dan taktik dakwah serta model dakwah.

Secara istilah menurut Corax (retorikus pertama yang mengadakan studi) retorika adalah kecakapan berpidato di depan umum.12 Sedangakan dalam arti sempit retorika adalah ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip persiapan, penyusunan dan penyampeian pidato sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki.13 Jadi dapat disimpulkan bahwa retorika adalah seni berfungsi sebagai cara-cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, sedangkan retorika sebagai ilmu berfungsi untuk menerangkan fenomena-fenomena, kejadian-kejadian dan keadaan yang menyangkut retorika, jadi berfungsi sebagai penjelasan.14

Dalam hal ini pidato atau berbicara di depan umum jauh berbeda dengan pembicaraan biasa dalam kehidupan sehari-hari, walaupun intinya sama-sama berusaha membahasakan dan menyampaikan suatu ide-ide kepada

11

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), h. 37 12

I Gusti Ngurah Oka, Retorik, Sebuah Tinjauan Pengantar Tarate (Bandung: t.p., 1976) h. 27 13

Jalaluddin Rakhmat, RetorikaModern (Bandung Akademika, 1982) h. 10 14


(18)

orang lain jamaah (mad’u). dalam pembicaraan sehari-hari, ngobrol sebagai berikut akan terjadi hubungan timbal balik. Pendengar untuk selang sesaat dapat memotong pembicara untuk bertanya atau menimpali kata-kata. Disamping itu tempat untuk mengadakan pembicaraan tidak berlaku khusus. Karena dapat dilakukan di rumah, di teras, di rumah makan dan lain sebagainya.15

Pidato juga berbeda dengan berbicara dalam forum diskusi. Dalam diskusi terjadi proses komunikasi timbal balik, akan tetapi sifatnya lebih tertib dan lebih terarah baik materi maupun cara menyampaikannya.

Dalam aplikasinya, setiap metode tentunya memerlukan teknik. Teknik dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.16 Misalnya, penggunaan metode ceramah pada mad’u dengan jumlah yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda penggunaan metode ceramah pada mad’u yang jumlahnya terbatas. Demikian

pula penggunaan metode pengajian kitab, khotbah Jum’at, dan lain

sebagainya, yang implementasinya tentu saja memerlukan teknik tersendiri. Jadi pengertian teknik ceramah adalah cara yang dilakukan seorang pendakwah dalam mengimplementasikan suatu metode dakwahnya secara spesifik.

15

Jw. Brown, Dasar-dasar Pengetahuan berpidato (t.t.: Nurcahya, 1984,) h.5 16

Lihat Akhmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan Strategi, Metode, Teknik dan Model


(19)

Sementara itu, teknik dakwah merupakan gaya seorang pendakwah dalam melaksanakan metode atau teknik dakwah tertentu yang sifatnaya individual. Misalnya, terdapat dua orang pendakwah yang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu atau media elektronik karena ia lebih menguasai bidang itu. Dalam gaya dakwah akan tampak keunikan atau ke khasan dari masing-masing da’i sesuai dengan kemampuan, pengalaman, kebribadian dan keilmuan dari da’i yang bersangkutan. Jadi dalam teknik ini, implementasi dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i akan menjadi suatu ilmu sekaligus juga menjadi seni karena mempunyai ciri khas dan keunikannya sendiri. Untuk mempermudah pemahaman posisi dari pendekatan dakwah, maka perlu diperjelaskan posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut.

Memahami esensi dari makna dakwah itu sendiri, yaitu kegiatan dakwah yang sering dipahami sebagai upaya untuk memberikan solusi Islam terhadap berbagai masalah dalam kehidupan. Masalah kehidupan tersebut mencangkup seluruh aspek, seperti aspek ekonomi, sosial, budaya, hukum, politik, sains dsb. Untuk itu dakwah haruslah dikemas dengan cara dan metode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan


(20)

kontektual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata, serta Kontektual dalam arti relevan yang menyangkut problema yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Ativitas dakwah akan berputar dalam pemecahan problema tanpa solusi dan tidak jelas ujung pangkal penyelesaiannya.

Ceramah yang dilakukan oleh KH. Abdul Aziz Munif yang tinggal di Pondok Pesantren Bahrul Hidayah di Desa Suko Legok, Sukodono, Sidoarjo. Pendiri Pondok Pesantren Bahrul Hidayah adalah Bapak dari KH. Abdul Aziz Munif yakni KH. Abdul Latief Munif, setelah beliau wafat kemudian dilanjutkan oleh KH. Abdul Aziz Munif yang mengasuh Pondok Pesantren tersebut. KH. Abdul Aziz Munif adalah seorang mubaligh yang melakukan dakwah kepada semua lapisan masyarakat atau mad’u yang berbeda-beda latar belakangnya. Dalam kegiatan dakwahnya setiap hari minggu pagi atau ahad beliau melakukan kegiatan pengajian rutin membaca Dzikir Rotibul Hadad

dan Asmaul Husnah secara bersama-sama kemudian dilanjutkan dengan kegiatan ceramah agama. Yang dilakaukan di empat tempat yang berbeda tetapi masih dalam satu wilayah, hal ini dilakukan oleh KH. Abdul Aziz Munif agar jamaah (mad’u) tidak jenuh, ke empat tempat tersebut adalah Pondok Pesantren Bahrul Hidayah bertempat di (Masjid Al-Chanafi), Mushollah Baitussalam (Desa Ketapang), Masjid Nurul Yaqin (Aloha) dan Mushollah Shafira (Desa Kedungturi) tetapi yang paling sering digunakan untuk kegiatan pengajian di minggu pagi adalah Mushollah Baitussalam yang


(21)

berlokasi di Desa Suko Legok, Sukodono, Sidoarjo. Pengajian rutin tersebut dilakukan pada pukul 05.30-07.00 Pagi Wib. KH. Abdul Aziz Munif adalah

Da’i atau Mubaligh dengan ciri khas membaca Dzikir Rotibul Hadadd dan

Asma’ul Husna dalam kegiatan ceramahnya beliau juga menghubungkan

peristiwa hangat yang terjadi di media massa untuk mendapatkan perhatian dari mad’u dan diselingi dengan sedikit humor sebagai selingan jika konsentrasi mad’u tidak fokus terhadap apa yang disampaikan. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti teknik ceramah yang di sampaikan oleh KH. Abdul Aziz Munif untuk mengetahui teknik ceramah yang disampaikan oleh beliau.

Dakwah harus berjalan terus menerus tanpa henti, yang dilaksanakan oleh Da’i atau Mubaligh (komunikator dakwah), yang sesungguhnya merupakan tugas setiap manusia atau setiap individu, sebagaimana eksistensi dakwah sebagai suatu amal saleh. Karena itu, dakwah harus diamalkan atau dilaksanakan sebagai fardu-ain, sehingga tidak seorangpun boleh menghindarinya.17 Jadi pelaksanaan dakwah itu dibebankan kepada tiap-tiap individu tanpa kecuali, sehingga dengan demikian tugas dakwah adalah tugas semua manusia sesuai dengan kemampuannya.18

17

Hadist, diriwayatkan oleh H.R. Muslim, seperti dikutip oleh Muh. Natzir; Op.Cit. hal 108-109; Barang siapa diantara kamu melihat sesuatu kemunkaran, maka hendaklah dia mencegahnya dengan tangannya (dengan kekuatan atau kekerasan), jika tidak mempunyai kekuatan maka dengan lidahnya, (teguran dan nasihat dengan lisan atau tulisan); tidak sanggup demikian (lantaran serba lemah), maka dengan hatinya dan yang (akhir) ini adalah iman yang paling rendah.

18 Ibid.


(22)

Pada perinsipnya dakwah dapat dilakukan baik oleh individu, maupun oleh kelompok, organisasi atau lembaga. Dengan demikian dalam kenyatannya akan dijumpai individu-individu yang berdakwah atas nama dirinya, dan individu yang berdakwah atas nama lembaga atau organisasi. Individu-individu pelaksana dakwah tersebut bernama da’i (da’i) kemudian bila secara khusus da’i (juru dakwah) itu melakukan penyampaian secara lisan atau tulisan kepada seseorang atau orang banyak, maka ia dinamakan

(mubaligh).19 Menyampaikan pesan dakwah secara lisan (dakwah bilisan) dan tulisan (dakwah bilkalam) disebut tabligh (tabligh). Selain itu ada juga da’i melakukan dakwah dengan cara memberi teladan (dakwah bilhal) atau uswah. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap muslim yang mukallaf (dewasa) secara otomatis dapat berpesan sebagai mubaligh (komunikator) yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran-ajaran islam kepada seluruh umat manusia. Tentu saja dalam pengertian yang sangat luas, proses dakwah itu tidaklah semata-mata merupakan suatu komunikasi yang bersifat oral maupun tertulis saja. Tetapi semua kegiatan serta sarana yang secara hukum adalah syah, dapat saja dikatakan alat untuk berdakwah sesuai dengan kemampuan dari komunikator masing-masing. Sehingga dengan demikian, kita mengenal istilah total dakwah, yaitu suatu proses dimana setiap muslim dapat mendayagunakan (memanfaatkan) kemampuannya masing-masing

19

Kata mubakligh ini adalah sebenarnya bahasa Arab, yang berasal dai kata “ballaga. Ballaga ini adalah fiil maadi, setelah dijadikan izin fail, maka berubah menjadi mubalighun, yang berarti melakukan penyampeian kepada orang-orang lain.


(23)

dalam rangka mempengaruhi orang lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan mission sacre dari ajaran-ajaran Islam tersebut. Didalam Al-Quran, Allah berfiman dalam Surat At-Taubah ayat 122 yang berbunyi:

قفتيل ةفئا ْم ْنم ةقْرف لك ْنم رفن َْولف ۚ اةفاك اورفْنيل ونمْ مْلا اك امو

ْم لعل ْم ْيلإ اوعج ا إ ْم مْوق او ْنيلو نيدلا يف او

و ْحي

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golonga diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. At-Taubah:[09] 122).”20

Golongan yang dimaksud oleh Al-Quran tersebut, adalah mereka yang mengambil spesialisasi (mutahasis) didalam bidang agama Islam kemudian menyampaikan ilmunya tersebut dalam bentuk penerangan, pendidikan, serta peringatan-peringatan dengan tujuan agar orang yang menerima materi dakwah dapat berbuat atau bertingakah laku sesuai dengan pedoman-pedoman yang diharapkan oleh Al-Quran dan Sunnah.

Ceramah adalah suatu teknik dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara seorang da’i pada suatu aktivitas dakwah, ceramah pada saat ini sedang ramai-ramainya dipergunakan instansi pemerintahan ataupun swasta. Selain itu ceramah dapat juga bersifat propaganda, kampanye, pidato, khutbah, acara sambutan, dan lain sebagainya.

20

Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahanya Juz 1-30 (Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993), h. 301


(24)

Dari ilustrasi diatas penulis menjadi tertarik dan berminat utuk meneliti lebih jauh kehidupan masyarakat tentang “Teknik Ceramah KH. Abdul Aziz Munif di Majlis Ta’lim Dzikir Rotibul Hadad dan Asma’ul Husna Desa Suko Legok, Sukodono, Sidoarjo.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka di peroleh rumusan permasalahan yang menjadi dasar dalam pembuatan penelitian ini. Adapun masalah yang di temui adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana teknik pembukaan ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif ? 2. Bagaimana teknik penyampaian ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif ? 3. Bagaimana teknik petutupan ceramah oleh Kh. Abdul Aziz Munif ?

C. Tujuan

Berikut ini adalah tujuan dalam penelitian ini,

1. Untuk mengetahui teknik pembukaan ceramah Kh. Abdul Aziz Munif di jamaah pengajian rutin Rotibul Hadadd dan Asmaul Husnah.

2. Untuk mengetahui teknik penyampaian ceramah Kh. Abdul Aziz Munif di jamaah pengajian Rotibul Hadadd dan Asmaul Husnah.

3. Untuk mengetahui teknik penutupan dalam ceramah Kh. Abdul Aziz Munif di jamaah pengajian Rotibul Hadadd dan Asmaul Husnah.


(25)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Secara Teoritis

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan, dapat memperluas cakrawala keilmuan dakwah bagi peneliti pribadi khususnya, maupun dari berbagai pihak yang memiliki ketertarikan untuk mengkaji mengenai dinamika keilmuan dakwah.

2. Penelitian ini di harapkan dapat menjadi literatur dan acuan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan teknik pembukaan ceramah, teknik penyampaian ceramah dan teknik penutupan dalam ceramah KH. Abdul Aziz Munif dalam teknik ceramahnya kepada masyarakat.

Manfaat Secara Praktis a. Bagi Peneliti

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dan memahami teknik penyampaian pesan dakwah oleh KH. Abdul Aziz Munif. Dengan kata lain hasil penelitian ini bisa menjadi acuan pembelajaran bagi penulis khususnya agar dapat mengamalkannya.

b. Bagi Akademis

Diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi bagi pecinta ilmu pengetahuan khusunya di jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.


(26)

Untuk menghindari kemungkinan adanya kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini dan untuk mempermudah memahaminya, berikut ini konsepsi secara teoritis maupun secara praktis. Beberapa istilah yang dijadikan judul dalam penelitian ini, antara lain adalah teknik penyempeian ceramah. Dalam hal ini akan di jelasakan tentang pengertian teknik dan ceramah :

1. Teknik dan Ceramah

Teknik adalah cara membuat sesuatu, melakukan sesuatu yang berhubungan sengan kesenian.21 “Jika anda puas, beritahukan kepada rekan

anda. Jika tidak puas, beritahukan kepada kami”, demikian pesan yang

dipasang diruang utama restoran di Jakarta. Kepuasan pengunjung tidak hanya ditentukan oleh menu dan kualitas makanan akan tetapi tidak kalah pentingnya adalah teknik pelayanan. Sekalipun makanan yang disuguhkan sangat sesuai dengan selera, akan tetapi cara penyajiannya menjengkelkan, pengunjung tidak akan merasakan kelezatan makanan itu. Saat ini bisnis tidak hanya mementingkan kualitas produk (High Tech), tetapi juga menentukan kualitas pelayanan (High Touch). Dakwah sebenarnya juga memasarkan sebuah ideologi. Ajaran yang benar dan baik harus disebarkan dengan cara yang baik pula. Tidak sedikit ajaran yang sesat tetapi memperoleh respons yang luar biasa karena disampaikan dengan kemasan yang menarik dan

21


(27)

denngan cara yang menyenangkan. Hal ini menggambarkan bahwa pelayanan lebih strategis dari pada produk. Metode ini lebih penting daripada pesannya.

Ceramah atau muhadlarah atau pidato ini telah dipakai oleh semua Rasul Allah dalam menyampaikan ajaran Allah SWT. Sampai sekarangpun masih merupakan metode yang paling sering digunakan oleh para pendakwah sekalipun alat komunikasi modern telah tersedia. Ibadah sholat Jumat juga tidak sah jika tidak disertai ceramah agama yaitu Khutbah Jumat. Ceramah Jumat ini tidak sepeti ceramah-ceramah yang lain. Ia telah ditentukan waktu, tempat dan unsur-unsur yang telah dipenuhi sesuai dengan aturan yang ada dalam hadist dan kitab fiqih. Sedangkan ceramah agama pada PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), pengajian rutin disejumlah masjid, upacara pemberangkatan haji dan sebagainya tidak terikat oleh aturan yang ketat. Umumnya ceramah diarahkan kepada sebuah publik, lebih dari seorang. Oleh sebab itu metode ini disebut public speaking (berbicara didepan publik). Sifat komunikasinya lebih banyak searah (monolog) dari pendakwah ke audiensi.

Dalam hal ini ada dua persyaratan mutlak bagi seseorang yang akan muncul dalam mimbar atau forum untuk berpidato. Syarat yang pertama adalah apa yang dinamakan source credibility atau kredibilitas sumber, dan yang kedua adalah source attractiveness atau daya tarik sumber. Kredibilitas sumber yakni seseorang yang muncur diatas mimbar sudah dengan sendirinya merupakan sumber yang dapat dipercaya sebab tidaklah mungkin orang muncul dalam forum dan berbicara mengenai hal yang bukan bidangnya.


(28)

Seorang yang berpidato mengenai suatu persoalan yang bukan bidangnya kemungkinan besar akan gagal dan akan jatuh kehormatannya.

Akan tetapi, meskipun seseorang ahli dalam bidangnya, bila ia tidak memperhatikan syarat yang kedua tadi, yakni source attractiveness,

kemungkinan besar akan gagal pula dalam pidatonya. Seorang yang muncul diatas mimbar harus bersikap sedemikian rupa sehingga berpidato, ketika sedang berpidato, dan sudah berpidato menarik perhatian segenap hadirin. 2. Majlis Ta’lim

Menurut akar katanya majlis ta’lim tersusun dari gabungan dua suku

kata bahasa. Dalam bahasa Arab majlis yang berarti tempat duduk, tempat siding atau dewan, sedangkan ta’lim adalah pengajaran.22 Maka jika digabungakan dua kata tersebut menurut istilah adalah tempat berkumpulnya seseorang untuk menuntut ilmu (ilmu agama) yang bersifat non formal.

Majlis Ta’lim pada dasarnya sudah ada sejak zaman Rasullah SAW saat beliau berdakwah untuk pertama kalinya yang bertempat di rumah Arqom bin Al-Arqom. Yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlaq mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.

Dalam prekteknya, majlis ta’lim merupakan tempat pengajaran atau pendidikan agama Islam yang yang sangat fleksibel dan tidak terikat oleh

22


(29)

waktu. Majlis ta’lim bersifat terbuka terhadap segala usia, lapisan atau strata

sosial, jenis kelamin.

Waktu penyelengaraanyapun tidak terikat oleh waktu bisa pagi, siang, sore, atau malam. Tempat pengajarannya pun bisa dilakukan dirumah, masjid,

mushollah, gedung, aula, halaman dan sebagainya. Selain itu majlis ta’lim

memiliki dua fungsi sekaligus yaitu lembaga dakwah dan lembaga pendidikan

non formal. Fleksibilitas majlis ta’lim inilah yang menjadi kekuatan sehingga

mampu bertahan dan merupakan lembaga pendidikan Islam yang paling dekat

dengan umat (masyarakat). Majlis ta’lim juga sebagai wahana interaksi dan

komunikasi yang kuat antara masyarakat awam dengan para mualim, dan antara sesama anggota jamaah (mad’u) tanpa dibatasi oleh ruang, tempat dan

waktu. Selain itu, majlis ta’lim juga berfungsi sebagai wadah kegiatan dan

berkreativitas bagi kaum perempuan utamanya. Antara lain dalam berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.23

Dengan demikian majlis ta’lim menjadi lembaga keagamaan

alternative bagi mereka yang tidak memiliki cukup tenaga, waktu dan kesempatan menimba ilmu agama dijalur pendidikan formal salah satunya dengan mengikuti kegiatan ceramah yang dilakukan oleh KH. Abdul Aziz Munif.

3. Dzikir Rotibul Hadadd dan Asma’ul Husna

23

Mukhsin MK, ibid, h. 6, ia mengutip dari Mohammad Ali Al-Hasyimi, Kepribadian Wanita Muslimah, h. 256


(30)

Zikir atau dzikir adalah sebuah aktifitas ibadah yang dilakukan oleh umat muslim untuk mengingat Allah SWT. Diantaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah, dan dzikir adalah satu kewajiban yang tercantum dalam Al-Qur’an. Bacaan dzikir yang paling utama adalah kalimat “Laa Ilaaha Illallah” sedangkan do’a yang paling utama adalah“Alhamdulillah”.24

Rotib adalah himpunan sejumlah ayat-ayat Al-Quran dan untaian kalimat dzikir yang lazim diwiridkan atau diucapkan berulang-ulang sebagai salah satu bentuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam Rotibul Hadadd terdapat berbagai bacaan dzikir yang harus dibaca secara berurutan dan tidak boleh di bolak-balik atau dihilangkkan.25

Asma’ul husna berasal dari bahasa Arab Al-Asmaau yang berarti nama-nama, beberapa nama dan husna berarti nama-nama yang indah.

Sedangkan menurut istilah asma’ul husna berarti nama-nama yang indah bagi Allah SWT. Asma’ul husna hanya dimiliki oleh Allah SWT sesuai kebesaran dan keagungan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Quran Surat

Al-A’raf [07] : 180

ۚ ٰـمْسأ ٓىف ودحْلي ني لا ْاو و ا ب وعْداف ٰىنْسحْلا ء مْسأْا َو

ولمْعي اوناكام ْو ْجيس

“Hanya milik Allah al-Asma’ul Husna (nama-nama yang agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama baik itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang

24

HR. Tirmidzi no. 3305, Ibnu Majah no. 3790, Ibnu Hibban dan Al-Hakim 25


(31)

menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan."

F. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan sistematika, nantinya akan berisi tentang alur pembahasan yang akan terdapat dalam bab pendahuluan sampei bab penutup. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini meliputi :

Bab I Pendahuluan. Pada bab pendahuluan ini merupakan bab awal yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, definisi konsep, serta sistematika pembahasan.

Bab II Kajian Kepustakaan. Pada bab ini berisikan tentang kajian kepustakaan, dalam bab ini Bab 1 merupakan bagian tinjauan teoritis, sehingga penulis memaparkan mengenai diantara lain: Teknik Pembukaan Ceramah, Teknik Penyampaian Ceramah, Teknik Penutupan Ceramah, Penelitian terdahulu yang relevan dan Kajian Teoritik.

Bab III Metode Penelitian. Bab ini berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, Subyek Penelitian, Jenis dan Sumber data Penelitian, Tahapan-tahapan Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Keabsahan Data.

Bab IV Hasil Penelitian. Bab ini mengulas tentang setting penelitian, penyajian data dan analisis hasil penelitian dan bagian ini merupakan inti dari


(32)

semua bab yang ada, karena bab ini memuat pengolahan data dari data hasil wawancara dengan informan.

Bab V Penutup. Bab ini merupakan pembahasan terakhir dalam penelitian ini. Didalamnya berisi pembahasan mengenai kesimpulan dari keseluruhan penelitian. Disamping itu, dalam bab ini juga disajikan saran yang ditujukan bagi para peneliti selanjutnya berkaitan dengan hasil penelitian ini.


(33)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Pengertian Teknik

Menurut para ahli, “Teknik” dapat diartikan sebagai berikut :

a. Menurut Anatol Raporot teknik adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat yang berhubungan satu sama lainnya.

b. Menurut John Mc Manama teknik adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. c. Menurut L. Ackof teknik adalah setiap kesatuan serta konseptual atau fisik

yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya.

d. Menurut Ludwig Von Bartalanfy teknik merupakan seperangkat unsur yang saling terkait dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.

e. Menurut Wina Sanjaya teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode.1

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2006), h. 125


(34)

Dalam aplikasinya, setiap metode tentu saja memerlukan teknik. Teknik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dapat diartikan sebagai cara (kepandaian) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni. Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik adalah suatu kepandaian tersendiri yang sudah tertanam dalam diri seseorang yang digunakan untuk bisa menggapei suatu yang di inginkan dan diperoleh dengan cara yang baik. Misalnya, penggunaan metode ceramah pada mad’u dengan jumlah yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda penggunaan metode ceramah pada mad’u yang jumlahnya terbatas. Demikian pula penggunaan metode pengajian kitab, khutbah jumat dan sebagainya, yang implementasinya tentu saja memerlukan teknik tersendiri. Selain itu teknik juga diartikan oleh Wina Sanjaya dalam bukunya yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz didalam bukunya yang menuliskan bahwa teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode.2

Dakwah sebenarnya juga memasarkan sebuah ideologi. Ajaran yang benar dan baik harus disebarkan dengan cara yang baik pula. Tidak sedikit ajaran yang sesat tetapi memperoleh respons yang luar biasa karena disampeikan dengan kemasan yang menarik dan dengan cara yang menyenangkan. Hal ini menggambarkan bahwa pelayanan lebih strategis dari

2


(35)

pada produk. Metode ini lebih penting daripada pesannya, sebagaimana pepatah Arab :

دامْلا نم مهأ ةقْيرطلا

“Teknik lebih penting daripada materinya”. 2. Teknik Penguasaan Pesan

Teknik adalah cara membuat sesuatu, melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kesenian.3 Penguasaan adalah proses, cara, perbuatan, menguasai atau menguasakan, pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan, kepandaian. Dengan kata lain penguasaan juga dapat diartikan kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu hal.4 Menurut Nugiyantoro menyatakan bahwa penguasaan merupakan kemampuan seseorang yang dapat diwujudkan baik dari teori maupun praktis. Seseorang dapat dikatakan menguasai sesuatu apabila orang tersebut mengerti dan memahami materi atau konsep tersebut sehingga dapat menerapkannya pada situasi ataupun dalam konsep yang baru. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan adalah kemampuan seseorang dalam memahami materi atau konsep yang dapat diwujudkan baik teori maupun praktis. Sedangkan pesan adalah ide, gagasan, informasi dan opini yang

3

Hartono, Kamus Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h.161 4


(36)

dilontarkan seorang komunikator kepada komunikan yang bertujuan untuk mempengaruhi komunikan kearah sikap yang diinginkan oleh komunikator.5

Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik penguasaan pesan adalah ciri khas seseorang untuk memahami materi atau konsep yang dilaksanakan saat proses ceramah baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar seorang da’i dapat dengan mudah mentransfer pesan dakwah kepada mad’u.

3. Pengertian Ceramah

Dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pidato yang bertujuan memberikan nasihat dan petunjuk-petunjuk sementara ada audiensi yang bertindak sebagi pendengar. Audiensi yang dimaksud disni adalah keseluruhan untuk siapa saja, khalayak ramai, masyarakat luas atau lazim. Jadi ceramah adalah pidato yang bertujuan untuk memberikan nasihat kepada khalayak umum atau masyarakat luas.

Sedangkan menurut A. G. Lugandi, menjelaskan bahwa ceramah agama adalah suatu penyampaian informasi yang bersifat searah, yakni dari ceramah kepada hadirin.6

Berbeda lagi dengan pendapat Abdul Kadir Mansyi, beliau berpendapat bahwa ceramah adalah metode yang dilakukan dengan cara

5

Susanto Astrid, Komunikasi dalam Teori dan Praktek (Bandung: Bina Cipta, 1997), h. 7

6

A. G. Lugandi, Pendidikan Orang Dewasa (Sebuah Uraian Praktek, Untuk Pembimbing, Penatar, Pelatih dan Penyuluh Lapangan), (Jakarta: Gramedia, 1989), h. 29


(37)

atau maksud untuk menyampaikan keterangan petunjuk, pengertian, penjelasan tentang suatu masalah dihadapan orang banyak.7

Jadi yang dimaksud dengan ceramah agama yaitu suatu metode yang digunakan oleh seorang da’i atau mubaligh dalam menyampaikan suatu pesan kepada audience serta mengajak audience kepada jalan yang benar, sesuai dengan ajaran agama guna untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT demi kebahagiaan didunia dan akhirat.

B. Komponen-komponen dalam Ceramah

Komponen atau unsur ceramah sama saja dengan komponen dalam dakwah, yaitu:

a. Da’i

Disebut juga dengan juru dakwah atau lebih sering dikenal dengan komunikator dakwah, yaitu orang yang harus menyampeikan suatu pesan atau wasilah.8 Menurut Wahyu Ilaihi, M. A. dalam karyanya yang berjudul “komunikasi dakwah”, untuk dikenal sebagai

da’i atau komunikator dakwah.

Dengan kata lain Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan maupun tulisan ataupun perbuatan baik secara individu, kelompok bentuk organisasi atau lembaga. Maka yang

7

Abdul Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981), h. 33

8


(38)

dikenal sebagai Dai atau komunikator dakwah itu dapat dikelompokkan menjadi :

1. Secara umum adalah setiap muslim atau muslimat yang mukallaf (dewasa) dimana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan suatu yang melekat, tidak terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam, sesuai dengan perintah

اةيآ ْولو ىنع اوغلب

“Sampaikan walau satu ayat”

2. Secara khusus adalah mereka yang mengambil keahlian khusus (mutakhasis) dalam bidang agama Islam, yang dikenal dengan panggilan ulama.

b. Mad’u

Mad’u adalah manusia yang menjadi mitra dakwah atau

menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara individu, kelompok baik yang beragama Isam maupun tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Mohammad Abduh membagi

Mad’u menjadi tiga golongan yaitu9:

1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dan dapet berfikir secara kritis, cepat menangkap persoalan.

9

Muhammad Abduh, Komunikasi Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 20


(39)

2. Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berfikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi.

3. Golongan yang berbeda dengan golongan yang diatas adalah mereka yang senang membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas tertentu, tidak sanggup mendalami benar.

c. Materi / Pesan Dakwah

Materi adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk membahas materi yang akan disampaikan dihadapan khalayak. Menurut Ali Yafie menyebutkan bahwa pesan materi dakwah terbagi atas lima pokok yang meliputi 10:

A. Masalah Kehidupan

Dakwah memperkenalkan dua jenis kehidupan yaitu kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat yang memiliki sifat kekal abadi.

B. Masalah Manusia

Pesan dakwah yang mengenai masalah manusia ini adalah

menempatkan posisi pada posisi yang “mulia” yang harus dilindungi

secara penuh. Dalam hal ini manusia ditempatkan kepada dua status yaitu sebagai:

10


(40)

1. Ma’sum, yaitu memiliki hak hidup, hak memiliki, hak berketurunan, hak berpikir sehat, dan hak untuk menganut sebuah keyakinan.

2. Mukhallaf, yaitu diberi kehormatan untuk Allah SWT. Yang mencangkup:

a. Pengenalan yang benar dan pengabdian yang tulus kepadaa Allah. b. Pemeliharaan dan pengembangan dirinya dalam perilaku dan

perangi yang luhur.

c. Memelihara hubungan yang baik, yang damai dan rukun dengan lingkungannya.

C. Masalah Harta Benda

Pesan dakwah dalam hal ini, lebih pada penggunaan harta benda untuk kehidupan manusia dan kemaslahatan ummah. Ada hak tertentu yang harus diberikan kepada orang yang berhak untuk menerimanya.

D. Masalah Ilmu Pengetahuan

Dakwah Islam saat ini sangat mengutamakan pentingnya pengembangan ilmu pengetahuan. Pesan yang berupa ilmu pengetahuan disampaikan melalui tiga jalur ilmu yaitu: pertama

mengenal tulisan dan membaca, kedua penalaran dalam penelitian dalam rahasia-rahasia alam, ketiga penggambaran di bumi seperti study tour atau ekspedisi ilmiah.


(41)

E. Masalah Aqidah

Aqidah dalam pesan utama dakwah, memiliki ciri-ciri yang membedakan dengan kepercayaan lain, yaitu:

a. Keterbukaan melalui kesaksian. Dengan demikian seorang muslim selalu jelas identitasnya dan bersedia mengakui identitas keagamaan orang lain.

b. Cakrawala yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah SWT adalah Tuhan alam, bukan Tuhan kelompok atau bangsa tertentu. c. Kejelasan dan kesederhanaan. Seluruh ajaran aqidah, baik soal

ketuhanan, kerasulan, ataupun alam gaib sangat mudah untuk dipahami.

d. Ketuhanan antara Iman dan Islam atau antara iman dan perbuatan. Dari penjelasan diatas, yang terpenting adalah konteks penyampeian ayat-ayat Allah SWT. Berangkat dari persolan yang dihadapi masyarakat. Rasul juga selalu merasakan persoalan yang dihadapi umatnya. Perasaan empati ini akan membuat dakwah menjadi lebih mengena. Rasa empati juga akan membuat juri dakwah bisa memahami situasi yang sedang dipahami objek dakwahnya,

“pemahaman saat ini sangat penting, supaya materi dakwah yang disampeikan bisa benar-benar menjawab persoalan yang tengah dihadapi publik. Kesalahan dalam memahami situasi dan perasaan


(42)

d. Metode Dakwah

Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan da’i untuk menyampeikan pesan dakwah atau serentetan kegiatan untuk mencapei tujuan dakwah. Sementara itu, dalam komunikasi metodelebih dikenal dengan appoach, yaitu cara yang digunakan oleh seorang komunikator untuk mencapei suatu tujuan tertentu.

A. Dakwah Bil- Lisan Al-Haal

Secara etimologis Dakwah bil lisan al-haal merupakan penggabugan dari tiga kata yaitu kata dakwah, lisan dan al-haal. Kata dakwah berasal dari kata yang berarti memanggil, menyeru.11 Kata lisan berarti bahasa sedangkan kata al-haal berarti hal atau keadaan.

Lisan al-haal mempunyai arti yang menunjukkan realitas sebenarnya. Jika kata tersebut digabungkan maka dakwah bil-lisan al-haal mengandung arti “menyeru, mengajak dengan perbuatan nyata” pengertian ini sejalan dengan ungkapan hikmah: Lisan al-haal abyanu min lisan al-maqaal, kenyataan itu lebih menjelaskan dari pada ucapan.

Secara terminologis dakwah mengandung pengertian: mendorong manusia agar berbuat kebijakan dan menurut pada petunjuk, menyeru mereka berbuat kebijakan dan melarang mereka

11

Ahmad Warson Munawwir, al-munawwir: Kamus Arab Indonesia (Yogjakarta: unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, 1884), h. 458


(43)

dari perbuatan munkar agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.12

Dengan demikian yang dimaksud dakwah bil lisan al-haal

adalah: “memanggil, menyeru kejalan Tuhan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat dengan menggunakan bahasa keadaan manusia yang didakwahi (mad’u)” atau “memanggil, menyeruh kejalan tuhan untuk kebahagiaan manusia dunia dan akhirat dengan perbuatan yang sesuai

dengan keadaan manusia”. Bahasa keadaan dalam dakwah bil-lisan al-haal adalah segala hal yang berhubungan dengan keadaan mad’u baik fisiologis maupun psikologis.

Dalam sebuah tulisannya, M. Yunan Yusuf mengungkapkan bahwa istilah dakwah bil lisan al-haal dipergunakan untuk merujuk kegiatan dakwah melalui aksi, tindakan atau perbuatan nyata.13 Karena merupakan aksi atau tindakan nyata maka dakwah bil lisan al-haal lebih mengarah pada tindakan menggerakkan/ “aksi menggerakkan”

mad’u sehingga dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan

masyarakat.

Usaha pengembangan masyarakat Islam memiliki bidang garapan yang luas. Meliputi pengembangan pendidikan, ekonomi dan

12

Ali Makhfuz dan Chadidjah Nasution, Hidayatul Mursyidin (terjemah), Usaha Penerbitan Tiga A, 1970, h. 17

13

Yunan Yusuf, Dakwah Bil-Haal, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan. Vol 3 No.2., 2001


(44)

sosial masyarakat. Pengembangan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa pendidikan harus diupayakan untuk menghidupkan kehidupan bangsa yang maju, efisien, mandiri terbuka dan berorientasi ke masa depan. Pengembangan pendidikan mesti pula mampu meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

Dalam bidang ekonomi, pengembangannya dilakukan meningkatkan minat usaha dan etos kerja yang tinggi serta menghidupkan dan mengoptimalisasi sumber ekonomi umat. Sementara pengembangan sosial masyarakat dilakukan dalam rangka merespon problem manusia yang timbul karena dampak modernisasi dan globalisasi, seperti masalah pengangguran, tenaga kerja, penegakan hukum dan perberdayaan perempuan.

Dakwah hendaklah difungsikan untuk meningkatkan kualitas umatnya yang pada akhirnya akan membawa pada perubahan sosial, karena pada hakitatnya Islam menyangkut tataran kehidupan manusia sebagai individu dan masyarakat (sosial kultural).


(45)

C. Teknik Pembukaan Ceramah

1. Teknik Pembukaan Ceramah

Pembukaan pidato adalah bagian penting dan menentukan. Kegagalan dalam membuka pidato akan menghancurkan seluruh komposisi dan persentasi pidato. Tujuan utama pembukaan pidato adalah membangkitkan perhatian, memperjelas latar belakang pembicaraan dan menciptakan kesan yang baik mengenai

komunikator’, tetapi kesan pertama akan menentukan sikap.

Karena itu seorang pembicara harus memulai pembicaraannya dengan penuh kesungguhan, sehingga ia kelihatan mantap, berwibawa, dan mampu.

Yang pertama kali harus dilakukan dalam tahap ini ialah mengesankan agar pendengar siap untuk memperhatikan seorang

da’i. Perhatian itu akan timbul karena pengantar yang dilakukan oleh orang lain, atau karena situasi yang menunjang, atau bahkan karena kepentingan pendengar sendiri. Tetapi seorang da’i

sepatutnya berhasil menimbulkan perhatian atas usahanya sendiri. Kemudian barulah memperinci gagasan utama dan menjelaskannya.

Bagaimana cara-cara membuka pidato dan berapa banyak waktu yang dibutuhkan amat tergantung kepada topik, tujuan,


(46)

situasi, khalayak, dan hubungan antar seorang da’i dengan mad’u. Berikut adalah cara-caranya :

a. Langsung menyebutkan topik persoalan b. Melukiskan latar belakang masalah

c. Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat perhatian mad’u

d. Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati e. Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato f. Menghubungkan dengan suasana emosi (mood) yang

tengah meliputi mad’u

g. Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi dimasa lalu

h. Menghubungkan dengan kepentingan vital pendengar i. Memberikan pujian kepada mad’u atas prestasi mereka j. Memulai dengan pernyataan yang mengejutkan

k. Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertanyaan

l. Menyatakan kutipan

m. Menceritakan pengalaman pribadi

n. Mengisahkan cerita faktual, fiktif atau situasi hipotesis o. Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui


(47)

p. Membuat humor

2. Teknik Penyampaian Ceramah

Dalam proses komunikasi dakwah, seorang penceramah (da’i) wajib mempertimbangkan patut tidaknya sebuah pesan yang disampaikan kepada mad’u. tidak semua pesan yang disampaikan bisa beradaptasi, memberikan solusi, memberikan atensi tertentu, atau bahkan bisa diterima dengan senang hati oleh mad’u nya. Teks pidato yang telah ditulis kemudian siap untuk disampaikan jika dirasa sudah luwes, berbobot dan sempurna. Kemudian tibalah saatnya cara untuk menyampaikannya. Agar misi yang terkandung didalamnya tidak kabur, tetapi bahkan dapat mencapei sasaran utamanya. Dalam hal ini rumus penting yang perlu diperhatikan adalah berpidatolah senatural mungkin, dengan gaya komunikatif ala percakapan sehari-hari.

Sejak Aristoteles menulis “Retorik” (kepandaian berbicara) kira -kira sekitar 2400 tahun yang lalu, basis berbicara yang baik di depan umum, dalam kondisi yang bagaimanapun tetaplah selalu sama. Dalam basis tersebut terdapat tiga point utama yakni: topik yang dibicarakan, siapa yang diajak berbicara dan penyusunannya menurut awal, tengah dan akhir.14

14


(48)

Awal Pembicaraan

Jangan merasa bahwa anda harus melucu, atau bersikap formil dalam memulai pembicaraan. Karena memang ada pembicara yang segera mendapat tempat dihati pendengarnya, dengan kehangatan dan sikap jenakanya, akan tetapi jangan coba-coba untuk meniru terlebih dahulu. Sebab pembicara yang dapat menarik perhatian pendengarnya sejak permulaan permbicaraan apalagi yang belum cukup berpengalaman. Mereka adalah pembicara yang mumpuni karena telah latihan cukup lama dalam hal latihan atau bahkan pengalamannya.

Hal yang mutlak saat ini dilakukan adalah bagaimana membuat ide dengan jelas dan sesederhana mungkin. Syaratnya hanyalah bahwa ide-ide yang dimiliki cukup layak didengar, serta cara penyampaiannya mudah diikuti. Juka memulainya dengan sebuah cerita, untuk menerangkan suatu point maka maksud yang disampaikan harus jelas terpapar didalamnya. Jika tidak maka pendengar akan merasa bosan.15

Akhir Pembicaraan

Pada bagian akhir, seorang yang menyampaikan pidato diwajibkan untuk menyajikan ringkasan fakta pendukung, guna menandaskan topik yang dibicarakan. Jangan membuat kesalahan dengan mengemukakan fakta baru pada bagian ini, dan tidak dibenarkan untuk mengulang point

15


(49)

terlalu banyak disini. Karena kesalahan semacam ini dapat mengacukan logika argumentasi yang telah disampaikan terlebih dahulu.

Dalam hal ini, bila pembicaraan bertujuan untuk memberikan informasi, para pendengar harus dipancing untuk bertanya. Bila tujuan pembicaraan adalah menggalakkan semangat pendengar untuk berbuat sesuatu, pendengar harus dipancing untuk menyatakan kesedihan kearah itu. Bila tujuan pembicaraan adalah untuk memberikan kesan baik terhadap calon atasan, maka anda harus telah siap untuk menerima suatu tawaran pekerjaan.

a. Ekspresi dan Impresi dalam Berpidato

Kita tentunya akan mengagumi para orator yang akan menyampaikan pidatonya secara ber api-api, penuh semangat, suasana menjadi hidup dan penuh gairah, serta penuh gelora kemenangan. Dibawah ini ada tiga masalah yang akan dijabarkan lebih luas sesuai dengan kegunaannya.

1. Kontak Mata

Dalam berpidato, adakan “kontak mata” sesering mungkin. Hal

ini dilakukan dengan maksud supaya seseorang yang ingin menyampaikan dakwah (mengajak seseorang dalam hal kebaikan dan mencegah kemunkaran) seorang da’i tidak pernah melupakannya. Kontak mata adalah alat terpenting untuk menjaga kestabilan perhatian hadirin dan untuk dapat tampil senatural mungkin. Bila seorang da’i


(50)

menyepelekan kontak mata yang dianggap penting dalam menyampaikan dakwah maka mad’u (jamaah) akan mengacuhkan seorang pendakwah akibatknya akan merasa canggung, tidak akan yakin pada diri sendiri. Yang lebih penting penampilan jadi kurang mantap, penyampaian pun menjadi kurang berbobot lagi.

2. Tekanan Suara

Ada dua taktik memanfaatkan tekanan suara. Tujuannya supaya pidato seorang da’i terdengar inpresif dan penting. Pertama saat memulai berpidato buatlah pola titik nada suara anda agak rendah dari biasanya. Dan selama pidato, maka pertahankan pola titik nada suara da’i.

Taktik yang kedua adalah dengan memperlambat luncuran kata-kata sedikit lebih lambat dari kecepatan biasa.

Dengan tekanan suara yang lebih rendah, suara seorang da’i

mungkin bisa lebih utuh, lebih bergema, lebih berasonansi, lebih rileks, lebih empuk, lebih merdu dan lebih kuat dan jauh jarak dengarnya. Sedangkan taktik kedua, yakni berbicara lebih lambat, dapat memberikan dampak yang positif. Gaya bicara anda lebih lambat, dapat memberikan dampak yang positif. Gaya bicara yang lebih sekpresif. Sepertinya seorang da’i yang disampaikan setiap kata sebagai hal yang amat penting. Oleh sebab itulah, hadirinpun akan


(51)

memandang setiap kata yang diucapkan sebagai hal yang amat penting.16

Setelah seorang da’i terbiasa berbicara lebih lambat dengan tekanan suara yang lebih rendah, tiba saatnya untuk mengefektifkan suara nada dengan dua rumus berikutnya yakni suara seorang da’i

harus menggunakan keekpresifan suara dengan kecepatan yang bervariasi dan intonasi yang meyakinkan. Jangan berguman tetapi juga tak perlu mengeluarkan suara dengan melengking.

Sebenarnya jika seorang da’i mau memperhatikan, keempat taktik ini akan saling mendukung satu sama lain. Cara berbicara yang lebih dalam dan lebih lambat memberikan kelonggaran bagi nafas untuk dapat berbicara lebih keras, lebih jelas serta lebih leluasa. Cara berbicara yang lebih lambat, dengan selang waktu, memungkin seorang da’i untuk berfikir sejenak, guna mengungkapkan arti dalam ucapan, selagi masi mengucapkannya.

Untuk keperluan berpidato seorang da’i dengan menggunakan alat pengeras suara, maka hanya perlu adaptasi minor saja. Dengan alat pengeras suara, maka seorang da’i ingin menahan sebagian dari

volume suara untuk terprodusir, agar tidak terlalu “kemresek” atau

berdesah lantaran nafas yang los, lepas. Seorang da’i pasti juga

16


(52)

bermaksud untuk berbicara secara cepat-cepat guna menghuindar gaung atau gema yang tidak terkontrol.

Sebaiknya jika seorang da’i ingin menyampaikan pesan dakwah dalam ceramahnya tetapi berada di ruangan yang kecil, maka tidak perlu menggunakan alat pengeras suara. Karena di ruangan seperti ini, alat pengeras suara justru dapat mengurangi fleksibilitas dan naturalitas suara seorang da’i.

3. Gerak Isyarat

Dalam buku “Komunikasi Lisan” disebutkan bahwa ada

bermacam-macam gerak isyarat seorang da’i ketika ingin menyampaikan pesan dakwahnya kepada mad’u diantaranya17 :

a. Menunjuk

Gerakan menunjuk dengan telunjuk jari kearah udara atau kearah lain yang dituju. Seorang da’i bisa menggunakannya untuk menyatakan sesuatu atau menunjukkan suatu arah, bisa kearah belakang, depan, atas maupun bawah. Gerakan ini juga bermanfaat untuk menandakan sesuatu, misalnya: “ingat dengan perkatan saya yang baru saya sampaikan ini” kelak kita semua umat Nabi Muhammad Saw akan mati dan hanya kepada Allah SWT lah kita kembali.

17


(53)

b. Menawarkan

Gerakan mengulurkan tangan kearah hadirin, dengan posisi telapak tangan terbuka ke atas. Gunanya mempermudah seorang

da’i untuk mengisyaratkan suatu tawaran. Kadang-kadang bisa dilakukan dengan dua tangan sekaligus. Biasanya, gerakan ini dapat digunakan jika da’i menawarkan suatu ide atau gagasan kepada para mad’u (jamaah).

c. Menolak

Posisi tangan terbuka kearah hadirin, lalu digerakkan seperti sedang menyingkirkan sesuatu, sebagai pertanda penolakan. Jik da’i inggin menganjurkan para mad’u untuk tidak melakukan sesuatu, maka gerak isyarat ini boleh dilakukan.

d. Membagi atau Membedakan

Setiap jamaah tentu mengenal gerakan ini. Mula-mula didekatkan kedua tangan seorang da’i, posisi telapak tangan saling berhadapan atau saling membelakangi sama saja, lalu gerakkan tangan-tangan untuk saling menjauh seolah-olah sedang membagi atau memisahkan sesuatu.

e. Gerak Tubuh

Dengan alasan yang sama, seorang da’i boleh menggerakkan tubuh, entah merubah postur atau pindah dari tempat semula ketika berdiri, ke posisi yang dianggap lebih


(54)

nyaman. Jangan berdiri statis di satu tempat saja. Rubah-rubahlah posisi postur, variasi, sesuai dengan keperluan ketika menyampaikan dakwah kepada jamaah.

Dalam hal ini, selagi seorang da’i berbicara, maka akan lebih baik jika menggerakkan postur tubuh yang lain, seperti bahu, kepala, kaki. Tidak perlu banyak-banyak cukup sedikit saja, agar para jamaah melihat variasi penampilan da’i. Dan bukan hanya itu saja, gerak-gerik atau gerak isyarat seperti disebutkan diatas, dapat menguatkan kalimat-kalimat yang diucapkan, dan akan menambah keserasian ketika seorang da’i menyampaikan pesan dakwahnya kepada mad’u.

Teknik penyampaian juga dapat memiliki tips tersendiri demi menggapai penyampaian isi yang bisa dinikmati oleh pendengar dan dipahami dengan maknanya juga diajarkan kebaikkannya kepada keluarga orang lain, diantaranya yakni dengan:

a. Memperhatikan suara ketika penyampaian

Pidato akan terdengar nyaman oleh pendengar, jika sang pakar pidato mengeluarkan kata-katanya dengan suara yang bagus, sesuai memiliki intonasi yang benar dan bisa membuat pendengar terbawa suasana oleh suara indah yang terlantun dari pita suara sang pembicara.


(55)

b. Memperhatikan gerak tubuh yang sesuai dengan penyampaian Dengan gerakan yang mendukung penampilan pembicara dalam pidato, pembicara akan terlihat indah dengan isyarat-isyarat yang ditandakan dengan gaya lengkok gerak tubuh yang perlu diisyaratkan.

c. Kontak mata atau pandangan ketika penyampaian pidato.

Mata harus bisa mengajak orang untuk berinteraksi dengan kita, karena jika kita memandang orang didepan kita dengan baik, maka akan bisa membawakan suasana yang baik dan bisa menjadikan seseorang terhipnotis oleh pandangan manis kita.

3. Teknik Penutupan Ceramah

Pembukaan dan penutupan ceramah adalah bagian yang sangat menentukan. Kalau pembukaan ceramah harus dapat mengantarkan pikiran dan menambah perhatian kepada pokok pembicaraan, maka penutupan harus memfokuskan pikiran dan gagasan pendengar kepada gagasan utamanya. Karena dengan penutupan ceramah yang baik, akan menimbulkan sebuah kesan yang akan melekat pada pendengar dan mudah diingat sepanjang perjalanan hidup seorang pendengar dengan apa yang sudah disampaikan. Adapun teknik penutupan ceramah adalah sebagai berikut :


(56)

a. Mengemukakan ikhtisar ceramah.

b. Menyatukan kembali gagasan dengan kalimat singkat dan bahasa yang berbeda.

c. Menggugah pesaraan.18

d. Memberikan dorongan untuk bertindak. e. Mengakhiri dengan klimaks.

f. Menyatakan kutipan, sajak, Al-Quran atau As-Sunnah, pribahasa, ucapan-ucapan para ahli.

g. Menceritakan contoh, yaitu ilustrasi dari pokok inti materi yang disampaikan.

h. Mencontoh apa yang ada disekitar dengan isi dakwah, bertujuan agar setiap melihat apa yang ada disekitarnya, menjadi ingat dengan pesan dakwah yang telah disampaikan.

i. Membuat pernyataan-pernyataan yang historis19

D. Kerangka Teori

Sebelum peneliti terjun langsung dilapangan yang sudah ditentukan sebelumnya, atau melakukan pengumpulan data, peneliti diharapkan untuk mampu menjawab semua permasalahan melalui suatu kerangka pemikiran. Sedangkan kerangka pemikiran sendiri

18

Moh. Ali Aziz, Ilmu Pidato, (Surabaya: Dakwah Digital Press, 2015), h. 94

19

Jalaluddin Rakhmat. Ilmu Dakwah dan Kaitannya dengan Ilmu-Ilmu yang lain. Makalah Seminar. Semanag: 1990


(57)

adalah suatu kajian tentang bagaimana hubungan teori dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan dalam rumusan masalah.

Adapun teori yang di anggap relevan dalam penelitian ini adalah Komunikasi Persuasif yakni: Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa “Persuasion” adalah komunikasi manusia yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain dengan mengubah kepercayaan, nilai atau sikap mereka.20 Proses Komunikasi Persuasif adalah komunikasi yang bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku. Istilah persuasif bersumber pada perkataan Latin

“persuasion” yang memiliki kata kerja “persuadere” yang berarti

membujuk, mengajak dan merayu.21

Komunikasi yang efektif bukan hanya sekedar menyusun kata atau mengeluarkan bunyi yang berupa kata-kata, tetapi menyangkut bagaimana agar ornag lain tertarik perhatiannya, ingin mendengarkan, mengerti, dan melakukan sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh

da’i.

Untuk lebih berhasilnya komunikasi persuasif, perlu dilaksanakan secara sistematis. Dalam komunikasi ada sebuah formula yang dapat dijadikan landasan pelaksanaan yang biasa disebut dengan

20

Simons, Herbert W., Persuasion: Understanding, Practice, and Analysis, Addison-Wesley Publishing Company, Massachusettes-Sdyney, 1997.

21


(58)

AIDDA (Attention, Interest, Desire, Decision, Action). Berikut uraiannya:

1. Attention (Perhatian)

Tindakan persuasif akan dapat menghasilkan hasil yang memuaskan jika seorang dai mampu membangkitkan perhatian. 2. Interest (Minat)

Pesan harus mampu membangkitkan minat mad’u. 3. Desire (Keinginan)

Mendorong pada penumbuhan kebutuhan. 4. Decision (Keputusan)

Keputusan mad’u dalam mengambil langkah. 5. Action (Tindakan)

Dai harus berusaha menggerakkan mad’u untuk berbuat sesuai dengan harapan da’i.

Para ahli komunikasi sering menekankan bahwa persuasif adalah kegiatan psikologis. Dalam pengertian yang lebih luas, persuasif dapat diartikan sebagai suatu proses mempengaruhi pendapat, tindakan seseorang dengan menggunakan manipulasi psikologis, sehingga orang tersebut bertindak atas kehendaknya sendiri.

Sebagai contoh, dakwah yang dilakukan dengan metode pidato (ceramah persuasif) sebelum juru dakwah bermaksud


(59)

mencapei tujuan dakwah terlebih dahulu harus berusaha membangkitkan perhatian kepada mad’u. Upaya membangkitkan perhatian tersebut dapat dilakukan dengan vokal maupun visual. Olah vokal dapat dilakukan dengan tinggi rendahnya suara, mengatur irama serta mengadakan tekanan-tekanan terhadap kalimat yang dianggap penting. Seorang da’i harus mampu mengatur kata-katanya, dimana ia berhenti, dimana ia harus memanjangkan suku kata tertentu, dimana ia harus mengeraskan bunyi sebagai penekanan terhadap kata atau kalimat yang dianggap perlu. Dengan demikian pembicaraan tidak terkesan tekstual, atau lebih fleksibel dan mengedepankan gagasan. Sementara itu, kontak visual dapat dilakukan dengan mengarahkan pandangan kepada seluruh mad’u. dengan cara itu mad’u akan merasa lebih diperhatikan dan diajak bicara oleh da’i. Merekapun akan merasa dituntut untuk memperhatikan juru dakwah, sehingga menjadi hubungan timbal balik yang sangat kuat antara da’i sebagai komunikator, dan mad’u sebagai komunikan. Setelah da’i berhasil mendapatkan perhatian dari mad’u, selanjutnya ia harus berorientasi pada upaya menggerakkan mereka untuk berbuat sesuai dengan materi atau pesan yang disampeikan. Upaya ini dapat dilakukan dengan pemilihan dan pengaturan kata-kata yang tepat, sehingga mudah dipahami oleh mad’u. Pada tahap ini,


(60)

biasanya dilakukan saat menjelang penyampeian ceramah berakhir dengan harapan memberi kesan kepada mad’u tentang maksud dari uraian ceramah yang telah disampaikan.

Untuk kepentingan komunikasi persuasif, seorang komunikator dakwah hendaknya membekali diri mereka dengan teori persuasif agar ia dapat menjadi komunikator yang efektif. Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif, terdapat beberapa teori yang dapat digunakan sebagai dasar kegiatan yang dalam pelaksanannya bisa dikembangkan menjadi beberapa metode, antara lain.

1. Metode Asosiasi

Adalah penyajian pesan komunikasi dengan jalan menumpangkan pada suatu peristiwa yang aktual, sedang menarik perhatian dan minat massa.

2. Metode Integrasi

Kemampuan untuk menyatukan diri dengan komunikan dalam arti menyatukan diri secara komunikatif, sehingga tampak menjadi satu, atau mengandung arti kebersamaan dan senasib serta penanggungan dengan komunikan, baik dilakukan secara verbal maupun non verbal.


(61)

3. Metode Pay-Off

Yakni kegiatan mempengaruhi orang lain dengan jalan melukiskan hal-hal yang menggembirakan dan menyanangkan perasaan atau pemberi harapan, dan sebaliknya dengan menggambarkan hal-hal yang menakutkan atau menyajikan konsekuensi yang buruk dan tidak menyenangkan perasaan

4. Metode Icing

Yaitu menjadikan indah sesuatu, sehingga menarik siapa yang menerimanya. Metode icing ini juga disebut metode manis-manisan atau mengulang kegiatan persuasif dengan jalan menata rupa sehingga komunikasi menjadi lebih menarik. Kutipan ceramah dan wawancara yang dilakukan oleh Kiai Abdul Aziz Munif yakni dengan Melukiskan Latar Belakang Masalah pada saat

menyampeikan pesan dakwahnya kepada mad’u adalah sebagai berikut :

Dalam buku komunikasi dakwah terdapat salah satu metode komunikasi persuasive yang menjelaskan tentang teknik tersebut. Salah satunya yaitu metode icing device yaitu sebuah metode dimana menyajikan sebuah pesan yang dipengaruhi oleh unsur “emotional

eppeal” yang dimana pesan tersebut mampumembangkitkan perasaan

terharu, sedih, senang, bahagia pada diri komunikan sehingga dengan menyertakan unsur emotional eppeal dalam menyampaikan pesan pembuka diharapkan pesan yang disampaikan dapat mudah diingat dan


(62)

dipahami oleh pihak komunikan. Dalam proses dakwahnya KH. Abdul Aziz Munif mengatakan bahwa :

“Kulo panjengan sedoyo dianjurkan hendaknya istiqomah didalam kita bertaubat meminta ampunan kepada Allah Swt. Hendaknya continue senantiasa mintak ampun kepada Allah Swt. Sebab yang namanya manusia tidak lepas dari salah dan dosa. Karena pak bu manusia tidak lepas dari salah dan dosa sak kedip,e mripat kulo panjenengan sedoyo selalu di tatap oleh dosa dan salah satunya adalah dosa kepada Allah

Ta’ala. Maka dari itu dulur kulo panjenengan sedoyo dianjurkan setiap

detik, setiap saat, setiap waktu hendaknya istiqomah untuk meminta

ampun kepada Allah Swt”.

Dalam dakwahnya KH. Abdul Aziz Munif mengungkapkan bahwa manusia tidak lepas dari salah dan dosa.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dengan adanya penelitian terdahulu guna untuk menghindari terjadinya ada pengulangan skripsi yang telah membahas permasalahan yang sama dari orang lain, baik dari sebuah bentuk tulisan dalam buku maupun bentuk tulisan lain, dan untuk menghindari plagiarisme, maka berikut ini penulis sampaikan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, antara lain adalah penelitian terdahulu yang sudah dilampirkan dalam tulisan sebagai berikut: No Nama dan

Tahun

Judul Skripsi Persamaan Perbedaan


(63)

Latifah, 2004 Sholihin Yusuf (Studi tentang Metode dan Teknik Penyampaian Pesan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Medaeng, Waru, Sidoarjo). dengan penelitian ini yang meneliti bagaimana teknik penyampaian dakwah seorang Da’i.

fokus wilayah penelitian, yaitu Jamaah

Pengajian Dzikir Rotibul Hadadd, Dan Asma’ul Husna Desa Suko Legok, Sukodono. 2. Fu’adah,

2009

Aktivitas dan Metode Dakwah KH. Ali Mustofa di Desa Kramat Jegu, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo. Sama dalam hal pembahasan dakwah atau objek. Bedanya dari pembahasan Metode dan Teknik Dakwah.

3. Alfi Zahrotin Nisa’ 2015 Teknik Penyampaian Dakwah KH. Persamaanya pada teknik ceramahnya Bedanya di akhir setelah ceramah


(64)

Husein Rifa’i membaca do’a

dan membaca Sholawat Nabi 4. Nur

Isnaidi, 2016

Teknik Penyampaian Dakwah Cinta Rasul KH. Masbuhin Faqih.

Sama halnya membahas Teknik Penyampaian Dakwah

Bedanya dari segi Dzikir Rotibul Hadadd dan Asma’ul Husna


(65)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode dalam penelitian adalah hukum, aturan dan tata cara dalam melaksanakan atau menyelenggarakan sesuatu. Karena metodelogi diartikan sebagai hukum dan aturan, tentunya didalamnya terkandung hal-hal yang diatur secara sistematis, hal-hal yang diwajibkan, dianjurkan dan atau dilarang.

Sedangkan penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pemahaman baru yang lebih kompleks, lebih mendetail dan lebih komprehensif dari suatu hal yang diteliti.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Metode Penelitian adalah serangkaian hukum, aturan, dan tatacara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam koridor keilmuwan tertentu yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan kata lain, bertujuan menemukan jawaban atas pertanyaan yang diajukan melalui aplikasi prosedur ilmiah.1

Dalam metode penelitian, ada dua macam metode penelitian, yaitu metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini menggunakan model kualitatif deskriptif, metode penelitian kualitatif

1


(66)

deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan terhadap subyek penelitian pada suatu saat tertentu. Kata deskriptif berasal dari bahasa latin “deskriptivus” yang berarti uraian. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai subyek penelitian dan perilaku subyek penelitian pada suatu periode tertentu. Penelitian kualitatif deskriptif berusaha mendeskripsikan seluruh gejala atau keadaan yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.2 Alasan yang mendasari peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif karena ingin menggambarkan mengenai subyek penelitian yang dijadikan bahan dalam penelitian ini, khususnya teknik ceramah yang disampaikan oleh KH. Abdul Aziz Munif dalam menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u.

Penelitian deskriptif ini juga berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada, mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang tengah berkembang di masyarakat.3 Penelitian ini juga menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian deskriptif juga dapat diartikan sebagai penelitian yang dilakukan okleh seorang peneliti yang menggunakan metode kualitatif deskriptif. Setelah menyusun rencana penelitian, kemudian peneliti

2

Mukhtar, Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif, (Jakarta: GP Press Group, 2013), h. 10-11

3


(1)

ketika ditanya beliau menjawab „sepurane aku lek ustad,e sing ngimami lo gak srek nag ati’ perkoro sing ngeten niki derek sulit diampuni oleh Allah Ta’ala maka pesen kulo berhati-hatilah dan sebisa mungkin sebaiknya

dihilangakan dan dihindari sifat sombong niki.”

“Sampun nggeh ngaji mboten usah dowo-dowo, Mugi-mugi diparingi hidayah oleh Allah SWT. Mbeto ilmu sing manfaat, Mugi-mugi nopo sing dados hajat kulo panjenengan sedoyo di ijabah kalian Allah SWT. Mugi-mugi sifat sombong dihilangkan sangkin kulo lan panjenengan sedoyo, Mudah-mudahan kulo panjengan sedoyo dipun takdir raken saget istiqomah.

Istiqomah saget sholat berjamaah, istiqomah moco Al-Qur’an, istiqomah

sholat tahajud, istiqomah poso senin-kamis dan mudah-mudahan seluruhnya dimudahkan oleh Allah SWT. Amiin Allahumma Amiin. Dan Saget peja dalam keadaan Khusnul Khotimah.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses teknik dakwah yang dilakukan oleh KH. Abdul Aziz Munif yang diadakan pada setiap ahad (minggu) pagi pada pukul 06.00 Wib di Desa Ketapang, Suko Legok, Sukodono Sidoarjo.

Sebelum ceramah dimulai Kiai Aziz selalu mengawali kegiatannya dengan membaca Dzikir Rotibul Hadadd dan Asma’ul Husna secara bersama-sama yang dipimpin langsung oleh KH. Abdul Aziz Munif.

Dari pembahasan dan analisa pada penelitian ini, penulis mendapatkan sejumlah kesimpulan. Dari beberapa temuan yang penulis paparkan pada bab sebelumnya, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Teknik pembukaan ceramah yang sering digunakan oleh KH. Abdul Aziz Munif adalah dengan muqoddimah, melukiskan latar belakang masalah, memberikan kabar gembira, serta mengajukan pertanyaan kepada mad’u. 2. Teknik penyampaian ceramah yang sering digunakan oleh KH. Abdul

Aziz Munif ketika menyampaikan ceramah kepada jamaah (mad’u) dengan menggunakan pemilihan kata yang tepat, teknik humor, vocal (tinggi rendahnya suara), mengamukakan kisah.


(3)

3. Teknik penutupan ceramah yang biasa dilakukan oleh KH. Abdul Aziz Munif dalam kegiatan penutupan ceramah yang dilaksanakan setiap minggu pagi adalah dengan dorongan dan harapan untuk bertindak menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

B. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah penulis paparkan diatas, maka terdapat beberapa saran dari penulis sebagai berikut :

1. Bagi mad’u maupun masyarakat umum yang mengikuti kegiatan dakwah diharapkan tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan ceramah, tetapi juga memiliki rasa cinta terhadap ajaran Agama Islam yang telah disampeikan. Akan lebih baik apabila mad’u (jamaah) dapat menerapkan ajaran-ajaran yang telah diberikan sebagai kekuatan pondasi ajaran Islam.

2. Sebagai juru dakwah (da’i) semoga lebih meningkatkan diri dalam mengajak seluruh umat manusia untuk mengajak ke jalan yang benar dan mencegah kemunkaran. Apabila boleh memberikan saran akan lebih baik jika antara da’i dan mad’u dalam menyampeikan dakwahnya ada sesi untuk Tanya jawab.

3. Peneliti menyadari bahwa skrpsi ini masi jauh dari kata sempurna, tetapi dengan hasil penelitian ini yang masi jauh dari sempurna. Maka untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih memperdalam hasil penelitian ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agama RI Departemen. 1993. Al- Qur’an dan Terjemahanya Juz 1-30, Edisi Revisi. Surabaya: Surya Cipta Aksara.

Astrid, Susanto. 1997. Komunikasi dalam Teori dan Praktek. Bandung: Bina Cipta.

Arnold W Thomas. 1985. Sejarah Dakwah Islam. Jakarta: PT. Bumirest.

Arifin, Anwar. 2011. Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Asep Saeful, Muhtadi, Asep. 2003. Metode Penelitian Dakwah. Bandung: CV.

Pustaka Setia.

Aziz Ali, Moh. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana.

Azwar, Sarifuddin. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brown JW. 1984. Dasar-dasar Pengetahuan Berpidato. Tt: Nurcahya

Haris, Herdiansyah. 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba

Humanika Cetakan Kedua.

Hartono. 1992. Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Ilahi, Wahyu. 2013. Komunikasi Dakwah. Surabaya: IAIN SA Press.


(5)

Mukhtar. 2013. Metode Praktis Penelitian Deskriptif Kualitatif. Jakarta: GP Press

Group.

Mardalis. 1995. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi

Aksara.

Munir, M. 2009. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.

Natsir M. 1991. Fiqhud Dakwah. Solo: Ramadani.

Ngurah, Oka, I Gusti. 1967. Retorik Sebuah Tinjauan Pengantar Tarate. Bandung :

t.p.,

Rakhmat, Jalaluddin, 1990. Retorika Modern. Bandung : Akademika.

Rakhmat, Jalaluddin. 1996. Etika Komunikasi: Persepektif Religi. Jakarta: Makalah

Seminar Perpustakaan Nasional.

Rusady, Ruslan. 2006. Metodelogi Penelitian: Public Relation dan Komunikasi.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Saeful, Muftadi, Asep. 2003. Metode Penelitian Dakwah. Bandung: CV. Pustaka

Setia.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan


(6)

Soenarto, Ahmad. 2015. Etika Dakwah. Surabaya: Jaudar Press.

Sumanto, 1995. Metode Penelitian Sosial Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset

Susanto, Astrid S., Pendapat Umum (Bandung: Bina Cipta, t.th.)

Uchjana, Onong Effendy. 1995. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:

Remaja Rosda Karya.

Tasmara, Toto. 1997. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Umar, Husein. 2003. Metode Riset Komunikasi Oraganisasi. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Yafie, Bernand. 1994. Menggagas Fiqh Sosial. Bandung : Mizan

Yunus, Muhammad. 1990. Kamus Arab Indonesia Jakarta: Hida Karya Agung.

Internet

Lihat Akhmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan Strategi, Metode, Teknik dan Model Pembelajaran” dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com. (17 Februari 2010).


Dokumen yang terkait

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 3 10

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 37

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 12

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 2 2

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

2 8 8

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

1 3 2

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

Pengaruh Dzikir Asmaul Husna Terhadap Aktualisasi Diri Jama’ah Majelis Dzikir Asmaul Husna Masjid Jami’ Desa Tawangsari. Skripsi. - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 1