JAS Vol 15 No 1 Aksi Petani dan Gerakan Politik Pedesaan 12-Metodologi

RUANG METODOLOGI

METODOLOGI MEMAHAMI
PETANI DAN PERTANIAN
Johan Iskandar

1

Abstract
This article describes the methodology in understanding the dynamic life of
farmers in managing their agriculture. Several research approaches, including
human ecology, agroecosystem, and farming system have been described. The
human ecological approach may be used to study a relationship between
population dynamic and the environment in the farming system. Agroecosystem
analysis approach may be implemented to analyse the multidiscipline and rapid
appraisal techniques of farming system. Farming system approach may be
undertaken for analysing a particular arrangement of farming enterprises which
are managed by farmers.
Keywords: methodology, dynamic life of farmers, human ecology, agroecosystem, farming system.

Pengantar


rah-daerah pedesaan, terpisah dari
dunia luar. Mereka sangat serius di da-

Petani adalah orang yang memiliki

lam mengelola pertanian di desanya

mata

dan

pencaharian

utama

dalam

cenderung


memiliki

orientasi

bidang pertanian. Di dalam kesehari-

pandangan ke dalam (inward looking

annya, petani biasanya hidup dalam

orientation). Namun, di sisi lain, ma-

dua dunia. Pada satu sisi, masyarakat

syarakat petani sangat tergantung

petani pada umumnya tinggal di dae-

dari dunia luar. Mereka dipengaruhi


1 Staf Dosen Biologi, FMIPA dan Staf Peneliti PPSDAL, Lemlit, Universitas Padjadjaran Unpad.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

171

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

oleh ekonomi pasar dan menjadi

hama baru, dan lain-lain.

subordinasi, objek politik pihak penguasa/pemerintah dan pihak luar,

Di samping itu, selain dipengaruhi

masyarakat luas (Cancian 1989). Ber-

oleh lingkungan sistem biofisik, para


dasarkan sejarah, kehidupan petani

petani juga dapat dipengaruhi oleh

dan sistem pertanian di Indonesia de-

sistem sosial, misalnya harus bekerja

wasa ini, tidak lepas dari pengaruh

sama atau berkompetisi dengan ang-

ekonomi pasar secara nasional mau-

gota petani lainnya. Antara lain, me-

pun internasional dan dinamika politik

reka harus bekerja sama dalam ber-


masa lalu. Demikian pula, dengan

organisasi

kian pesatnya perkembangan ekono-

irigasi dan saling bertukar tenaga

mi global dewasa ini. Maka, tidak ter-

kerja keluarga atau tenaga buruh

elakkan lagi petani-petani desa di ne-

upah. Selain itu, para petani juga

gara kita telah terbawa dalam arus

harus saling berkompetisi dengan


mekanisme sistem ekonomi dunia

para petani lainnya, seperti kompetisi

(world system) yang didominasi oleh

untuk mendapatkan masukan-masu-

sistem kapitalis (bandingkan Rose-

kan untuk produksi dan menjual ha-

berry 1989).

sil-hasil pertanian.

Pada umumnya, dalam melakukan

Dengan demikian, selain dipengaruhi


usaha taninya, petani terlibat dalam

oleh faktor-faktor sistem biofisik dan

kegiatan yang sangat kompleks dan

sistem sosial lokal, masyarakat petani

penuh risiko. Mereka, dalam kese-

juga harus berurusan dengan ber-

harian mengelola usaha taninya, ha-

bagai faktor eksternal, seperti faktor-

rus berinteraksi mempengaruhi dan

faktor ekonomi pasar (harga asupan-


dipengaruhi oleh

lingkungan sistem

asupan dan keluaran-keluaran) dan

biofisik lokal (ekosistem), misalnya

faktor politik/kebijakan pemerintah

iklim, kelembaban udara, tanah, air,

(subsidi, pajak, dll.).

mengatur

saluran

air


mikro organisme, jenis-jenis tanaman, hewan, tumbuhan pengganggu,

Untuk mempertahankan keberlanjut-

hama, dan penyakit. Bahkan di antara

an usaha taninya, petani senantiasa

faktor-faktor biofisik tersebut, bebe-

melakukan adaptasi secara dinamis

rapa di antaranya bersifat fenomena

dengan menyesuaikan dengan berba-

alam yang tidak dapat dikendalikan

gai perubahan internal dan eksternal.


petani, misalnya perubahan iklim, cu-

Karena itu, tidaklah heran bahwa da-

rah

lam melakukan usaha taninya, petani

172

hujan,

kekeringan,

timbulnya

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI


senantiasa berhadapan dengan ber-

kemiskinan petani di tanah air. Salah

bagai hal yang sangat kompleks. Kon-

satu faktornya adalah terjadinya ke-

sekuensinya, untuk mengkaji kehi-

timpangan penguasaan akses lahan

dupan petani tidaklah sederhana dan

tani, yang telah mempengaruhi ting-

perlu suatu pendekatan khusus.

kat kehidupan petani yang rendah.
Kondisi ketimpangan itu telah terjadi

Tulisan ini mencoba mendeskripsikan

cukup lama, yaitu mulai dari masa

metodologi yang kiranya dapat meng-

prakolonial hingga pascakolonial, dan

kaji dinamika kehidupan petani yang

berlanjut hingga dewasa ini.

kompleks dalam bertani. Yaitu, suatu
pendekatan yang mencoba mengin-

Pada masa prakolonial di pulau Jawa,

tegrasikan antara konsep-konsep so-

yaitu pada masa pemerintahan kera-

sial dengan fenomena sistem biofisik,

jaan Jawa tradisional, struktur pe-

antara lain ekologi manusia (human

nguasaan lahan sawah sangat tim-

ecology), agroekosistem (agroeco-

pang. Raja memiliki kedudukan yang

system), dan sistem usaha tani/sis-

hampir bersifat Illahi. Raja memiliki

tem farming (farming system). Tulis-

hamba kerajaan (abdi dalem) yang

an ini dibagi menjadi empat bagian

menghubungkan massa rakyat (wong

utama yaitu: (1) pengantar; (2) so-

cilik) dan pihak kerajaan. Sehingga

rotan atas nasib petani Indonesia; (3)

para hamba kerajaan disebut priyayi

metodologi pengkajian kehidupan pe-

(yayi=adik raja) (Onghokham 1984).

tani dengan pendekatan riset ekologi

Secara persepsi pribadi raja, hanya

manusia, agroekosistem, dan sistem

hamba-hamba kerajaan yang diang-

farming; dan (4) penutup.

gap sebagai warganya. Raja mutlak
pemilik tanah. Para pangeran dan priyayi diberi lungguh (apanage) tanah

Keterpurukan Kehidupan Petani

gaji. Tanah tersebut akan dikemba-

Indonesia Sepanjang Masa

likan lagi ke raja jika pemegangnya
dipecat atau meninggal. Perbedaan

Pada umumnya sebagian besar ma-

antara kaum petani dibedakan atas

syarakat petani di Indonesia hidup

cara ia menguasai tanah. Petani pe-

miskin. Dari 49,9 juta penduduk mis-

nguasa tanah disebut sikep. Para si-

kin di Indonesia pada tahun 2002, se-

kep tersebut memiliki tanggungan

kitar 54% di antaranya terdiri dari

(numpang) yang disebut bujang (be-

masyarakat petani (BPS 2002). Ba-

lum menikah). Dalam hal makanan

nyak faktor yang dapat menyebabkan

dan tempat tinggal, seorang petani

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

173

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

numpang tergantung sepenuhnya pa-

manis, dan kina ditanam di lahan

da sikep. Petani-petani bujang tidak

hutan dan ladang (Geertz 1963:

mempunyai kewajiban seperti mem-

53—54). Sistem perdagangan hasil

bayar pajak atau kerja bakti terhadap

jenis-jenis tanaman tersebut diken-

negara, melainkan terhadap sikep-

dalikan dan dimonopoli oleh peme-

nya. Sementara semua kewajiban ter-

rintah kolonial Belanda. Sistem tanam

hadap negara dan kerja bakti dibe-

paksa di Pulau Jawa selain menye-

bankan pada kaum tani penguasa ta-

babkan kerusakan lingkungan hutan

nah. Namun demikian, kadang-ka-

secara besar-besaran, menyebabkan

dang sikep menggunakan bujang-bu-

pula kemiskinan massal bagi pendu-

jang untuk melakukan kerja bakti ba-

duk pedesaan (Sritua dan Sasono

gi negara. Jadi, bujang merupakan la-

1984). Pada kurun waktu tersebut

pisan terendah dari masyarakat desa

tercatat bencana kelaparan menimpa

dan kebebasannya tergantung dari

penduduk pedesaan di Jawa Tengah

para sikepnya (Onghokham 1984).

(Jepara tahun 1842; Demak/Grobogan tahun 1849—50) dan di Jawa

Kemiskinan sebagian besar petani di

Barat (Cirebon tahun 1844—46) (Sa-

pedesaan tidak berakhir dengan ber-

yogyo 1993:5).

akhirnya masa kerajaan Pulau Jawa,
tetapi berlanjut hingga masa kolonial

Pada tahun 1870 sistem tanam paksa

Belanda. Contohnya adalah program

secara formal berakhir, dan selan-

tanam paksa (cultuurstelsel) selama

jutnya diberlakukan UU Agraria. Sua-

40 tahun (1830—1870) di Pulau Jawa

tu masa peralihan menuju ke zaman

yang telah menyebabkan kemiskinan

liberalisme yang lebih bebas, sehing-

sebagian besar petani di pedesaan.

ga menyebabkan kian meluasnya per-

Berdasarkan sistem tanam paksa ter-

kebunan besar yang memberi dam-

sebut, petani dipaksa untuk mena-

pak merugikan pada kaum tani. Hal

nam seperlima dari tanah mereka de-

tersebut terjadi karena kesejahteraan

ngan tanaman ekspor yang telah dite-

kaum tani tidak mengalami pening-

tapkan pemerintah kolonial Belanda.

katan di Pulau Jawa maupun luar Pu-

Jenis-jenis tanaman semusim seperti

lau Jawa. Di luar Jawa, pada tahun

tebu, indigo (nila), dan tembakau di-

1874, lahan hutan dibuka secara be-

haruskan ditanam di lahan sawah se-

sar-besaran di Deli, pesisir timur Su-

cara berotasi dengan tanaman padi.

matera. Kawasan tersebut dijadikan

Sedangkan jenis-jenis tanaman ta-

kebun tembakau dengan mendatang-

hunan seperti teh, kopi, lada, kayu

kan kuli-kuli sebagai tanah perkebun-

174

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI

an. Dua tahun setelah mulai berdi-

tersebut menimbulkan berbagai ke-

rinya perkebunan tercatat 40 per-

rugian ekologi dan sosial ekonomi

kebunan yang beroperasi. Namun na-

yang parah (Soemarwoto 1991; Wa-

sib para kuli sangat menyedihkan,

hono 1999; Winarto 1998; Iskandar

mereka hidup dalam kemelaratan ser-

2000). Pembangunan pertanian ter-

ta angka kematian kuli yang sangat

sebut dinikmati oleh hanya lapisan

tinggi. Selama setahun saja tercatat

tipis di atas dan kurang dinikmati la-

213 buruh meninggal (Breman 1997:

pisan gurem yang merupakan bagian

26).

besar dari jumlah petani. Pada akhirnya tujuan pembangunan pertanian

Pada masa pascakolonial, ketimpang-

untuk mengurangi pengangguran dan

an tanah juga tetap menyolok. Con-

menghapus kemiskinan menjadi ke-

tohnya adalah hasil sensus pertanian

timpangan pembagian pendapatan

1973. Pada lapisan atas dan mene-

dan tidak tercapainya konservasi ling-

ngah tercatat terdapat 41 persen ru-

kungan (Wahono 1999:29).

mah tangga dengan luas rata-rata
1,16 hektar. Sebaliknya petani sawah

Ketimpangan dan ketidakadilan juga

lapisan bawah (kurang dari 0,5 ha)

terjadi pada petani ladang dan nela-

tercatat sebanyak 59 persen dengan

yan. Contohnya di Kalimantan Timur,

luas rata-rata 0,25 ha.

luas HPH yang 9.660.669 ha dikuasai
hanya oleh 6 pengusaha (Link 2000).

Program peningkatan produksi padi

Sementara itu, peladang setempat

melalui revolusi hijau diperkenalkan

yang dilahirkan, dibesarkan, dan me-

di Indonesia tahun 1960-an pada la-

ngembangkan kehidupan di hutan

han-lahan sawah. Kendati program

diperlakukan sebagai perambah dan

tersebut berhasil mencapai swasem-

ruang geraknya dibatasi sehingga

bada beras selama 5 tahun, yaitu ta-

mereka jadi miskin (Boedhisantoso

hun 1985—1988 dan 1990, namun

1999).

karena adanya ketimpangan akses
terhadap lahan, sifat pembangunan

Di samping itu, nasib ekonomi petani

yang sentralistik, serta usaha tani

Indonesia kian terpuruk karena tidak

yang lebih menekankan pada asupan

mendapat perlindungan pemerintah.

modern dari luar, akhirnya Indonesia

Hal ini sangat berbeda dengan nasib

kembali menjadi pengimpor beras

petani di negara-negara yang telah

seperti posisi di awal tahun 1965,

maju, seperti petani di Uni Eropa dan

yaitu 2,9 juta ton. Tentu saja program

Amerika Serikat. Di negara-negara

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

175

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

tersebut petani hanya sekitar 5—7

tidak memiliki biaya untuk membeli

persen dari total populasi, tetapi m-

asupan-asupan yang menyebabkan

enerima subsidi lebih dari 50 persen

rendahnya produksi pertanian, dan

anggaran

(Iwantoro

akhirnya menyebabkan pendapatan

2003). Sebaliknya di Indonesia, pen-

yang tidak memadai untuk membeli

duduk petani sawah yang jumlahnya

asupan-asupan pertanian.

pemerintah

lebih dari 50 persen total penduduk
tidak mendapat subsidi yang layak

Di atas semua itu, dewasa ini berkem-

dari pemerintah. Harga pupuk kimia

bang fakta yang sangat menyedihkan

dan pestisida terus melambung, se-

bahwa dari tahun ke tahun luas areal

mentara harga jual gabah padi ren-

persawahan di Indonesia terus berku-

dah. Selain itu petani gurem tanpa

rang karena dikonversikan pada per-

subsidi yang terpuruk tersebut harus

untukan lain, seperti rumah-rumah,

bersaing melawan petani negara lain

perkantoran, dan industri. Dalam ku-

yang ekonominya telah maju, yang

run waktu tiga tahun (1999—2002)

bebas mengekspor beras ke Indo-

saja, luas sawah di Indonesia telah

nesia tanpa dikenai tarif yang layak

berkurang menjadi 563.200 ha, yaitu

karena mendukung ekonomi pasar

di Pulau Jawa seluas 167.200 ha dan

yang dipaksakan oleh kaum kapitalis

di Luar Pulau Jawa seluas 396.000 ha.

dengan semangat globalisasi. Tidak-

Penambahan luas sawah dalam kurun

lah heran dengan adanya ketimpang-

waktu yang sama hanya 18.000 ha di

an akses sumber daya 2/sumberdaya

Pulau Jawa dan 121.300 ha di luar

3

alam pada petani di pedesaan serta

Jawa (BPS 2003).

sifat pembagunan yang tidak memi4

hak masyarakat bawah , maka banyak
penduduk terjebak dalam lingkaran
setan atau vicious circles of poverty
(bandingkan Todaro 1977). Mereka

2 Sumberdaya dapat diartikan secara luas seperti hak milik, produk, sarana-sarana, kepunyaan,

kekayaan, nasib baik, kemakmuran, dan modal. Tetapi ada dua makna utama yaitu aspek
pendapatan dan aspek pengamanan sosial (Koning 2001; Nootebom 2001).
3 Sumberdaya alam berdasarkan poperty rights dapat dibedakan menjadi sumber daya akses
terbuka, kepemilikan perorangan/swasta, kekayaan negara, dan milik umum/komunal (Berkes,
dkk. 1989).
4 Pemerintah Orde Baru digambarkan sebagai sentralistis dan otorisme kekuasaan rezim yang
dipraktikkan dalam pembangunan yang lebih mengedepankan segi keseragaman, dominasi
negara terhadap rakyat, menekankan pada pertumbuhan ekonomi, bersifat sektoral, bias pada
kekuatan konglomerasi, penggusuran tanah, serta penguasaan sumber daya alam pada segelintir
elit politik di Jakarta (Abdullah dan Saleh 2001:vi; Keraf 2001:132).

176

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI

Metodologi Mengkaji Petani dan

pendekatan dan metoda, antara lain

Pertanian

ekologi manusia, agroekosistem, dan
sistem farming (gambar 1).

Studi-studi tentang kehidupan petani
dapat dilakukan melalui beberapa

Gambar 1
Metodologi Penelitian Petani dengan Pendekatan Ekologi Manusia,
Agroekosistem, dan Sistem Farming

Keterangan:
(1) Pendekatan riset ekologi manusia (human ecology): interaksi manusia dengan lingkungan alam
(ekosistem) dengan terjadi arus energi, materi dan informasi.
(2) Pendekatan analisis agroekosistem: interaksi manusia dengan ekosistem binaan/pertanian
(agroecosystem). Pendekatan sistem, sistem hirarki, dan sistem pemilikan: produktivitas, stabilitas, ekuitabilitas, dan stabilitas.
(3) Pendekatan sistem usaha tani (farming system): pengelolaan petani pada suatu jenis usaha tani.

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

177

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

Pada umumnya, pendekatan tersebut

bungan tersebut menghasilkan fungsi

berupaya menjembatani konsep-kon-

khusus di kumpulan tersebut, sehing-

sep sosial dan fenomena biofisik da-

ga apabila terjadi perubahan pada

lam sistem pertanian, karena sistem

salah satu unsurnya dapat menyebab-

pertanian pada hakikatnya menyang-

kan perubahan pada unsur-unsur la-

kut sistem sosial manusia dan sistem

innya.

biofisik (ekosistem). Selain itu, pendekatan-pedekatan

ini

berupaya

Menurut pendekatan teori sistem,

mengkaji petani pada berbagai hie-

atom-atom, sel-sel, organisma-orga-

rarki pada tingkat mikro dan makro,

nisma, ekosistem-ekosistem, kelom-

dan senantiasa ditekankan pada satu

pok-kelompok masyarakat, bahkan

kesatuan sistem sosial dan sistem

dunia ini secara keseluruhan dapat di-

ekologi (ekosistem). Beberapa meto-

pandang sebagai suatu model kesa-

da dan teknik yang dapat digunakan

tuan sistem. Para ilmuwan Ekologi

untuk mengumpulkan data lapangan

Biologi telah lama menggunakan isti-

dengan pendekatan tersebut antara

lah ekosistem untuk merujuk pada

lain RRA/PRA, wawancara, observasi

suatu sistem ekologi yang merupakan

berpartisipasi, recall method, dan

kesatuan hubungan antara faktor-

lain-lain (gambar 1).

faktor hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) (Odum 1953). Demikian pula
di antara para ilmuwan sosial, telah

Model Sistem dan Ekologi Manu-

lama mengenal bahwa masyarakat

sia

manusia disusun oleh sistem organi-

Berdasarkan perkembangan ilmu pe-

sasi, seperti yang diungkapkan oleh

ngetahuan, telah berkembang teori

Emile Durkheim. Secara umum kon-

yang dinamakan teori sistem. Sistem

sep pendekatan ekosistem diadopsi

dapat diartikan sebagai sebagai suatu

oleh kalangan ilmu sosial/antropologi

kumpulan dari unsur-unsur yang ter-

pada tahun 1960-an (Moran 1990).

susun dalam suatu batas kumpulan

Beberapa peneliti, antara lain Geertz

tertentu. Unsur-unsur tersebut memi-

dan Rappaport, telah mengkaji secara

liki hubungan fungsional yang sangat

khusus tentang hubungan manusia

kuat satu sama lainnya. Namun demi-

dengan

kian, hubungan tersebut lemah atau

menggunakan

tidak ada dengan unsur-unsur di da-

tem. Geertz (1963), misalnya, meng-

lam kumpulan-kumpulan lainnya. Ga-

kaji tentang dinamika kehidupan pe-

bungan dari unsur-unsur yang berhu-

tani di Pulau Jawa yang dipengaruhi

178

lingkungannya,
pendekatan

dengan
ekosis-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI

oleh lingkungan biofisik (ekosistem)

grasi dalam sistem ekologi (ekosis-

dan berbagai pengaruhan sosial, an-

tem). Manusia dalam kehidupannya

tara lain pertambahan penduduk dan

senantiasa mempengaruhi dan dipe-

kebijakan kolonial Belanda. Sedang-

ngaruhi oleh lingkungannya. Perubah-

kan Rappaport (1968) telah mengkaji

an pada salah satu komponen terse-

hubungan antara daur ritual dengan

but akan menyebabkan perubahan

populasi babi, populasi manusia, dan

pada komponen-komponen lainnya

siklus peperangan, serta siklus masa

secara keseluruhan. Keteraturan hu-

bera sistem perladangan di suku Me-

bungan sistem sosial dan ekosistem

ring, Tsembaga, Papua Nugini.

itu, menurut Rambo (1983), terwujud
sebagai arus energi, materi, dan in-

Berdasarkan teori sistem, manusia

formasi secara internal maupun pe-

dengan sistem sosialnya merupakan

ngaruh dari luar (gambar 2).

komponen utama dan bagian terinte-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

179

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

180

Gambar 2
Hubungan Timbal Balik antara Manusia dengan Sistem Sosialnya dan dengan Sistem Biofisik (Ekosistem)
(Sumber: Rambo 1983)

RUANG METODOLOGI

Sebagai gambaran umum bagaimana

teri tersebut terjadi arus materi dari

suatu sistem ekologi bekerja, dibe-

ekosistem ke sistem sosial berupa ba-

rikan contoh pada perubahan eko-

han-bahan pangan karbohidrat, bu-

sistem di Daerah Aliran Sungai (DAS)

ah-buahan, sayuran, bumbu masak,

Citarum hulu (bandingkan Iskandar

obat-obatan tradisional, bahan kayu

dan Abdoellah 2001). Pada ekosistem

bakar, bahan bangunan, dan lain-lain.

tersebut, aktivitas petani desa dalam

Selanjutnya di alam, berbagai sisa-

sistem pertanian mempengaruhi dan

sisa materi dari jenis-jenis tanaman

dipengaruhi oleh lingkungannya. Pada

dan makhluk hidup lain, termasuk

hubungan kedua sistem tersebut ter-

manusia mati, terurai menjadi unsur-

jadi arus energi, materi, dan informa-

unsur hara yang digunakan lagi oleh

si. Ketika petani menggarap sawah,

tanaman untuk keperluan hidupnya.

kebun sayur, kebun campuran pepohonan kayu dan buah-buahan, peka-

Berbeda dengan materi, energi hanya

rangan, dan lain-lain, mereka menda-

ada satu, yaitu energi matahari g

patkan sumber energi antara lain be-

tumbuhan g manusia dan hewan g

rupa bahan-bahan pangan karbohi-

kembali lepas ke alam. Energi di alam

drat, seperti padi, jagung, singkong,

jumlahnya senantiasa tetap dan tidak

ubi jalar, talas, dan lain-lain. Di sam-

dapat diciptakan serta dimusnahkan.

ping itu, petani juga mendapat energi

Dengan demikian, jika enegi di suatu

nonpangan untuk keperluan rumah

tempat bertambah, maka energi ter-

tangganya, seperti untuk memasak,

sebut datang dari tempat lain. Bia-

kayu bakar dari pekarangan, kebun

sanya energi yang ada di alam tidak

campuran dan hutan. Dengan demi-

seluruhnya dapat dipakai untuk mela-

kian, dalam hal ini terjadi arus energi

kukan kerja, karena saat kita mela-

yang mengalir dari sistem ekologi

kukan kerja tidak mungkin terjadi efi-

(ekosistem) pekarangan, kebun cam-

siensi seratus persen. Selalu ada ba-

puran, dan hutan ke dalam sistem so-

gian energi yang tidak dapat dipakai

sial.

untuk melakukan kerja (entropi). Karena itu, energi yang mengalir di alam

Sumber energi tersebut berasal dari

dari matahari ke tumbuhan, hewan

matahari. Energi matahari tersebut,

herbivora, hewan karnivora, terma-

melalui proses fotosintesis, diubah

suk ke manusia, jumlahnya berkurang

menjadi karbohidrat dan zat-zat lain-

karena terjadi entropi di alam pada

nya di tanaman seperti protein, vita-

tiap tingkatan jaring makanan.

min, dan mineral. Bersama arus ma-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

181

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

Dalam mengelola lingkungannya me-

populasi penduduk di DAS Citarum

lalui kegiatan pertanian, petani men-

hulu, telah menyebabkan tekanan

dapatkan berbagai informasi dari ling-

penduduk yang tinggi terhadap eko-

kungannya, seperti informasi tentang

sistem, antara lain dalam bentuk

perubahan musim, dengan cara me-

pembukaan lahan-lahan hutan di le-

ngamati tanda-tanda atau fenomena

reng-lereng Gunung Wayang oleh

alam seperti perputaran bintang (an-

penduduk. Berubahnya ekosistem hu-

tara lain bintang kidang/bintang wu-

tan tersebut telah menyebabkan ke-

luku, bintang kartika), masa ber-

rusakan ekosistem seperti erosi ta-

bunga dan berbuah jenis-jenis tum-

nah, banjir dan kekeringan. Kesemua

buhan tertentu, dan sebagainya.

gangguan ekosistem tersebut pada
akhirnya dapat pula menyebabkan

Selain arus energi, materi, dan infor-

perubahan pada sistem sosial, seperti

masi dari ekosistem pada sistem so-

gangguan sosial ekonomi keluarga

sial, terjadi pula arus kebalikannya

petani karena hasil-hasil kayu bakar

yaitu dari sistem sosial pada ekosis-

dari hutan berkurang/tidak ada, dan

tem. Selain memanfaatkan energi

kegagalan hasil panen karena banjir,

matahari dalam proses fotosintesis

kekeringan, erosi tanah, gangguan

tanaman, petani juga memberi sub-

hama, dan lain-lain. Karena itu, untuk

sidi energi dari luar pada lahan usaha

mencapai

taninya berupa pupuk kimia sintesis

yang

dari pabrik-pabrik atau pasar. Pada

memperhatikan konservasi ekosis-

arus itu terjadi pula arus materi beru-

tem, berbagai aspek sistem sosial

pa material pupuk yang diberikan oleh

ekonomi budaya petani seperti faktor

petani (sistem sosial) pada ekosistem

ekonomi keluarga, teknologi, pendi-

(lahan pertanian). Di samping itu, ju-

dikan, pengetahuan, dan nilai petani

ga terjadi arus informasi dari sistem

perlu diperhatikan secara seksama.

pembangunan

berkelanjutan,

pertanian

selain

perlu

sosial pada ekosistem, misalnya dengan adanya pengelolaan ekosistem

Secara umum ada beberapa manfaat

oleh manusia.

teori sistem/ekosistem dalam studi
interaksi

manusia

dengan

lingku-

Perubahan pada salah satu komponen

ngannya. Pendekatan ini dapat mem-

sistem sosial akan menyebabkan per-

berikan kerangka kerja yang luas dan

ubahan pada komponen-komponen

komprehensif, mendeskripsikan seca-

ekosistem, serta vice versa. Perubah-

ra kualitatif, menekankan dinamika

an sistem sosial, seperti pertambahan

internal suatu sistem, serta mengkaji

182

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI

perubahan masyarakat petani secara

jenis-jenis tanaman tersebut, bagai-

internal dan spontan maupun akibat

mana memanfaatkan hasil panen ta-

program pembangunan (bandingkan

naman tersebut untuk memenuhi

Sajise 1988; Moran 1990).

konsumsi keluarga maupun untuk dijual ke bandar atau pasar, dan bagai-

Pengetahuan Petani

mana memelihara kesuburan lahan

Berdasarkan sudut pandang konven-

pertaniannya. Masih banyak lagi fak-

sional, usaha tani dapat dikaji secara

tor yang harus dihadapi petani, baik

parsial oleh berbagai subdisiplin per-

faktor-faktor alam maupun faktor-

tanian seperti agronomi, ilmu tanah,

faktor sosial.

ilmu hama, teknologi pertanian, perikanan, peternakan, sosial ekonomi

Para petani tradisional pada umum-

pertanian, nutrisi, dan lain-lain. Na-

nya memperoleh pengetahuan ten-

mun berbeda dengan ilmu pengeta-

tang berbagai usaha tani melalui pe-

huan akademik yang sifatnya parsial/

warisan dari leluhurnya dan melaku-

spesialis dan abstrak, pengetahuan

kan trial and error di lapangan dalam

petani dalam melakukan usaha tani-

kurun waktu yang sangat lama. Pewa-

nya bersifat holistik dan menginte-

risan pengetahuan pada masyarakat

grasikan seluruh pengetahuan dari di-

tradisional biasanya melalui 3 ting-

siplin-disiplin akademik tersebut. Pe-

katan, yaitu parental, peer, dan indi-

ngelolaan

senantiasa

vidual learning (bandingkan Boyd dan

berhadapan dengan berbagai perma-

usaha

tani

Richardson 1985, serta Hawlett dan

salahan yang sangat kompleks. Con-

Cavalli Sforza, dikutip Puri 1997:399).

tohnya ketika para petani akan me-

Parental

mulai bercocok tanam, mereka harus

lajaran pengetahuan petani melalui

menentukan jenis-jenis tanaman apa

proses dari orang tua pada anak-

learning

adalah

pembe-

yang akan ditanam, memiliki penge-

anaknya atau pun dari saudara-sau-

tahuan tentang kapan waktu yang te-

dara lain yang lebih tua (vertical cul-

pat untuk menanam jenis-jenis ta-

tural transmission) dengan cara dili-

naman tersebut, bagaimana menyi-

batkan langsung dalam berbagai akti-

apkan lahan tersebut untuk ditanami

vitas pengerjaan ladang oleh generasi

jenis-jenis tanaman yang mereka pi-

yang lebih tua (proses observasi ber-

lih, bagaimana merawat tanaman, ba-

partisipasi).

gaimana mendapatkan aneka asupan
(input), seperti pupuk, obat-obatan,

Peer learning yaitu pembelajaran ber-

dan lain-lain, bagaimana memanen

bagai pengetahuan dari teman-teman

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

183

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

sebaya (peer group), kira-kira mulai

gala aspek dalam lingkungan hidup-

pada usia 14—20 tahun atau bahkan

nya.

lebih dini. Di antara kelompok usia
tersebut terjadi proses berbagi pe-

Berdasarkan perkembangan perha-

ngalaman di antara mereka, dan tidak

tian terhadap pengetahuan lokal ter-

lagi sepenuhnya mengandalkan ber-

sebut, berkembang bidang ilmu yang

bagai pengetahuan dari generasi tua-

mengkombinasikan pengetahuan lo-

nya. Selanjutnya, terjadi proses pem-

kal dengan pengetahuan barat/mo-

belajaran pengetahuan tradisional se-

dern, misalnya etnoekologi. Etnoeko-

cara mandiri oleh masing-masing in-

logi yang dikenal sebagai suatu pen-

dividu dewasa (individual learning a-

dekatan dari ekologi manusia, ber-

tau horizontal cultural transmission).

kembang sejak akhir tahun 1950-an
dan awal tahun 1960-an. Etnologi

Berdasarkan hal di atas, tidaklah he-

kian berkembang terutama setelah

ran bahwa para petani atau penduduk

munculnya beberapa artikel menarik

lokal umumnya memiliki pengetahuan

yang

yang rinci dan kaya tentang kondisi

(1957) dan Charles Frake (1962).

lingkungannya, baik lingkungan sis-

Frake (1962) mengungkapkan bahwa

tem biofisik (ekosistem) maupun ling-

seorang peneliti lapangan biasanya

kungan sosial. Pengetahuan lokal pe-

merasa tidak puas hanya dengan

ditulis

oleh

Harold

Conklin

tani (indigenous knowledge) tersebut

membuat daftar nama tentang kom-

secara umum memiliki kesejalanan

ponen-komponen

dengan prinsip-prinsip ilmiah, tetapi

berdasarkan kategori-kategori kon-

lebih kaya berkat terakumulasinya

sep dari ilmu pengetahuan 'barat'

pengalaman-pengalaman

suatu

ekosistem

setempat

atau 'modern'. Peneliti seyogianya ju-

yang unik (Winarto 1998:53). Selain

ga mendeskripsikan lingkungan ber-

itu, menurut Richards (dikutip oleh

dasarkan penafsiran dari 'masyarakat

Winarto 1998: 53), pengetahuan lokal

lokal' sendiri menurut kategori-kate-

umumnya memiliki kemampuan yang

gori etnosains ataupun etnoekologi.

lebih baik daripada pengetahuan il-

Karena itu, menurut Milton (1996:

miah bila digunakan untuk menilai

49), etnoekologi telah muncul sebagai

faktor-faktor risiko yang menyangkut

cabang ilmu dari etnografi baru yang

keputusan-keputusan produksi. Na-

mendeskripsikan model-model kon-

mun ini tidaklah berarti bahwa petani

sep penduduk terhadap lingkungan-

atau penduduk setempat memiliki pe-

nya. Hal ini dapat dibedakan berda-

ngetahuan menyeluruh tentang se-

sarkan perihal subjeknya, termasuk

184

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI

klasifikasi

tumbuhan,

miarto Aji Purwanto (1998), Visser

binatang, bentuk lahan, dan lain-lain-

jenis-jenis

(1989), Iskandar dan Ellen (1999),

nya, serta metoda yang berlandaskan

dan Lahajir (2001). Winarto telah

pada antropologi kognitif. Prefiks etno

mengkaji tentang aspek-aspek dina-

yang digunakan dalam berbagai disi-

mik pengetahuan petani dalam pe-

plin ilmu alam (sains) diartikan seba-

ngendalian hama padi di Kabupaten

gai pandangan masyarakat yang kita

Subang, Jawa Barat. Peneliti lainnya,

kaji. Dengan demikian, etnoekologi

Purwanto telah melakukan studi ten-

adalah merupakan cabang dari etno-

tang faktor-faktor yang melandasi

sains. Di dalamnya tercakup pula be-

pertimbangan petani dalam memu-

berapa

seperti

tuskan menanam suatu varietas padi

etnobiologi, etnoekologi, etnobotani,

subdisiplin

lainnya

di daerah Sidamukti, Jawa Barat.

etnozoologi, dan etnoastronomi. De-

Visser secara khusus meneliti sistem

ngan kata lain, penggunaan prefiks

perladangan pada masyarakat Sahu,

etno mengandung arti etnosentrik,

Nusa Tenggara. Demikian pula Lahajir

pengetahuan penduduk, dan bukan

yang melakukan penelitian sistem

pengetahuan barat atau modern (lihat

perladangan berpindah pada masya-

juga pendapat Gerry Martin 1995).

rakat Dayak Tujung Linggang, Kali-

Beberapa ahli etnoekologi melihat isu-

mantan Timur. Sementara itu, Iskan-

isu keberlanjutan atau sustainabilitas

dar dan Ellen telah mengkaji penge-

penduduk lokal di dalam pengelolaan

tahuan masyarakat Baduy, Banten

lingkungannya, sehingga etnoekologi

Selatan, tentang varietas padi lokal

telah dilibatkan dalam isu-isu yang

dan pengelolaannya pada sistem per-

lebih luas tentang aspek konservasi,

ladangan berpindah (huma).

antara lain menyangkut sistem manajemen atau tataguna lahan lokal dan

Metoda yang digunakan untuk me-

pengetahuan petani lokal tentang je-

ngumpulkan data etnoekologi, terma-

nis-jenis tanaman pertanian dan cara-

suk dalam bidang pertanian, biasanya

cara pengelolaannya dalam bidang

berupa teknik wawancara secara ber-

usaha tani mereka.

struktur dengan responden yang dipilih secara acak dengan memper-

Studi-studi menarik tentang penge-

timbangkan representasi kuantitatif.

tahuan penduduk lokal/petani terha-

Wawancara juga dilakukan secara se-

dap lingkungannya dalam usaha tani

mi terstruktur dengan informan kunci

di Indonesia antara lain telah dilaku-

yang

kan oleh Yunita T. Winarto (1998), Se-

hatikan keragaman/triangulasi sum-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

kompeten

dengan

memper-

185

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

ber (bandingkan Bernard 1994). Tek-

secara genetik, tetapi diperoleh de-

nik pengumpulan data dilakukan pula

ngan cara belajar, berkat kemampu-

dengan pengamatan langsung dan

an untuk membuat, memahami, dan

observasi berpartisipasi (bandingkan

mengkomunikasikan

antara lain Visser 1989; Marten 1995,

abstrak, serta mewujudkan kelakuan

Iskandar dan Ellen 1999; Lahajir

simbolik, terutama karena manusia

2001).

mempunyai bahasa.

ide-ide

yang

Kebudayaan bagi manusia sangat
Strategi Adaptasi Petani

penting sebagai pedoman hidupnya

Petani sebagai komponen utama dan

dan sebagai alat untuk beradaptasi

bagian integral dari suatu ekosistem

dengan lingkungannya, sebagai stra-

dalam kehidupan sehari-harinya se-

tegi untuk merespons perubahan ling-

nantiasa perlu melakukan proses a-

kungan maupun perubahan sosial.

daptasi dengan lingkungannya. Seca-

Dalam kehidupan keseharian petani,

ra umum manusia, termasuk petani,

strategi adaptasi itu terlihat dalam

memiliki kelenturan yang tinggi dalam

perilaku untuk mengalokasikan sum-

mengadaptasikan diri pada berbagai

berdaya yang mereka miliki dalam

lingkungannya. Telah dikenal 3 jenis

menghadapi masalah-masalah, seba-

penyesuaian manusia untuk menga-

gai pilihan-pilihan tindakan yang te-

daptasikan dirinya pada berbagai per-

pat guna sesuai dengan lingkungan

ubahan lingkungannya, yaitu: (1) pe-

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan

nyesuaian cara fisiologi; (2) penye-

ekologi di tempat mereka tinggal

suaian perilaku; dan (3) budaya (Mo-

(bandingkan Marzali 2003:26).

ran 1982:5). Penyesuaian fisiologi
dan perilaku merupakan proses adap-

Beberapa studi tentang kehidupan pe-

tasi secara biologi atau evolusi dari

tani dengan pendekatan strategi a-

manusia untuk dapat survive dan be-

daptasi manusia dengan lingkungan-

reproduksi, dan kemampuan ini bersi-

nya antara lain telah dilakukan oleh

fat pewarisan yang diturunkan secara

Abdoellah (1993) dan Marzali (2003).

genetik. Namun demikian, ada hal

Abdoellah mengkaji strategi adaptasi

yang membedakan manusia dari he-

petani transmigran yang berasal dari

wan. Manusia mempunyai kemampu-

Bali dan Jawa Tengah di lingkungan

an melakukan adaptasi dengan ling-

baru, daerah transmigran Barambai,

kungannya secara budaya. Ini adalah

Kalimantan Selatan. Sedangkan Mar-

kemampuan yang tidak diwariskan

zali (2003) meneliti tentang berbagai

186

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI

strategi adaptasi yang dilakukan pe-

(2)dapat menggambarkan variabel-

tani sawah di Cikalong, Cianjur, Jawa

variabel dan kondisi-kondisi yang

Barat, dalam menghadapi tekanan

menciptakan

penduduk yang terus meningkat dan

strategi-strategi tersebut;

tekanan kemiskinan di pedesaan.

dan

memperkuat

(3)dapat menjelaskan mengapa variabel yang satu lebih menentukan

Beberapa metoda untuk mengumpul-

daripada variabel yang lain; dan

kan data tentang strategi adaptasi

(4)dapat meramalkan arah perkem-

berupa penelitian etnografi, survei

bangan dan implikasi jangka pan-

dengan wawancara berstruktur terha-

jang dari pilihan-pilihan strategi

dap responden yang dipilih secara

terhadap perubahan struktur a-

acak. Wawancara semi terstruktur di-

graria.

lakukan dengan informan kunci yang
dianggap berkompeten yang dipilih
secara purposif dengan penarikan

Analisis Sistem Model

sampel berstratifikasi (berjenjang).
Teknik pengumpulan data lainnya an-

Untuk menganalisis perihal hubungan

tara lain mengamati langsung akti-

timbal balik antara petani dengan

vitas petani, ikut berpartisipasi dalam

lingkungannya serta segala dinami-

berbagai kegiatan petani (partisipasi

kanya dapat digunakan model sys-

observasi), 'karang sendiri' (beberapa

tem. Model dapat diartikan sebagai

informan menulis sendiri pengala-

suatu

mannya), 'sejarah hidup' (pengala-

baran dari berbagai aspek kenyataan

man nyata beberapa orang informan),

yang ada di alam, dapat berupa suatu

dan lainnya (Abdoellah 1993; Marzali

objek, situasi, proses, diagram, kon-

2003).

sep, atau seperangkat persamaan.

penyederhanaan

penggam-

Model dibutuhkan untuk mengerti
Beberapa keuntungan dari pende-

tentang lingkungan yang sangat kom-

katan strategi adaptasi, menurut Bar-

pleks dengan segala interaksinya.

lett 1980 (dikutip Marzali 2003:26)

Analisis sistem model juga memu-

yaitu:

dahkan penyampaian masukan-ma-

(1)dapat mendeskripsikan dengan je-

sukan terhadap pengambil keputus-

las strategi nyata yang dilancarkan

an.

para petani, dan keanekaan pilihan
strategi;

Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk analisis sistem dengan

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

187

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

menggunakan model yaitu: (1) me-

katkan kebutuhan pangan, yang ha-

nentukan

batas-batas

rus dipenuhi dengan meningkatkan

wilayah yang dikaji; (2) membangun

produksi pertanian. Produksi perta-

hubungan timbal balik antara kom-

nian utamanya diperoleh dari ladang

ponen; (3) analisis skenario; dan (4)

(huma), hutan sekunder bekas ladang

analisis kebijakan. Contoh penerapan

yang diberakan (reuma), dan hutan

analisis model dalam sistem pertanian

sekitar kampung (dukuh lembu). Se-

antara lain studi perladangan (huma)

lain dipengaruhi oleh luas lahan, pro-

di masyarakat Baduy, Banten Selatan,

duksi pertanian juga dipengaruhi oleh

yang

kesuburan tanah.

tujuan

telah

dan

dilakukan

Iskandar

(1991).
Setiap tahunnya, sekitar 0,5—2 ha laDalam model interaksi antara pendu-

han hutan sekunder tua (reuma kolot)

duk Baduy Luar dengan lingkungan-

dibuka untuk dijadikan ladang, dan di-

nya dalam hal berladang terdapat be-

tanami padi 1 atau 2 tahun berturut-

berapa faktor utama, yaitu populasi

turut. Setelah padi dipanen, lahan la-

penduduk, ketersediaan pangan, pro-

dang biasanya dibiarkan membentuk

duksi pertanian, tataguna lahan (la-

hutan kembali, hutan sekunder muda

dang, reuma ngora, reuma kolot, du-

(reuma ngora), dan seterusnya me-

kuh lembur), dan kesuburan lahan

ngalami suksesi menjadi hutan se-

(gambar 3). Faktor utama dalam sis-

kunder tua (reuma kolot). Dengan de-

tem ladang tersebut adalah populasi

mikian, sambil menunggu bekas la-

Baduy Luar yang setiap waktu menga-

dang siap digarap kembali, peladang

lami perubahan dan dipengaruhi oleh

biasanya pindah ke tempat lainnya

laju kelahiran, kematian, dan migrasi

untuk membuka hutan sekunder ba-

dari masyarakat Baduy Dalam yang

ru. Namun karena hutan sekunder tua

pindah ke Baduy Luar (biasanya kare-

di Baduy Luar makin terbatas, karena

na ada pelanggaran adat). Selain itu

penduduk terus bertambah, maka un-

terjadi pula migrasi Baduy Luar ke luar

tuk memenuhi kebutuhan lahan la-

daerahnya untuk berladang semen-

dang dan pangannya, penduduk Ba-

tara di kawasan desa tetangganya

duy Luar biasanya melakukan migrasi

(nganjor). Populasi penduduk Baduy

ke luar daerah secara sementara

Luar setiap tahun bertambah secara

(nganjor) (gambar 3).

logaritmis, karena laju kelahiran lebih
tinggi dari pada laju kematian. Bertambahnya penduduk terus mening-

188

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI
Gambar 3
Model Hubungan Timbal Balik Penduduk Baduy Luar dengan Ladang
dan Komponen Lainnya dalam Berladang

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

189

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

Di luar daerahnya, penduduk Baduy

wan yang tinggi dan sangat kompleks,

Luar biasa menggarap ladang dengan

direduksi menjadi suatu kelompok in-

menyewa, bagi hasil, dan menjadi te-

teraksi yang khusus berupa tanaman

naga kerja yang dibayar dalam pem-

budidaya,

buatan kebun bagi masyarakat mu-

pengganggu. Contoh sederhana ada-

slim di luar derah Baduy. Untuk mem-

lah dari sepetak lahan sawah. Pada

hama,

dan

tumbuhan

peroleh cash income bagi keluarga-

suatu petak lahan sawah, batas fisik-

nya, biasanya mereka juga terlibat

nya dipertegas dengan membuat pe-

dalam berbagai pekerjaan di luar usa-

matang-pematang

ha tani (off-farm), seperti berburuh

batas fisiknya menjadi jelas, proses-

serta berdagang hasil-hasil nonpadi

proses dasar ekologi pada ekosistem

seperti gula aren, pisang, petai, dan

masih ada di dalamnya. Namun demi-

durian. Penduduk Baduy Luar biasa-

kian, terjadi kompetisi antara tanam-

nya akan kembali lagi ke desanya a-

an padi dengan tumbuhan peng-

pabila lahan bekas ladang yang telah

ganggu serta proses predasi, antara

diberakan telah pulih kesuburannya

lain tanaman padi dimangsa hewan

dan siap untuk digarap lagi. Dengan

hama serangga dan tikus, dan selan-

adanya kebiasaan masyarakat Baduy

jutnya, serangga dan tikus tersebut

Luar menggarap ladang di luar dae-

dimangsa oleh musuh alami seperti u-

rahnya, maka mereka secara umum

lar sawah dan burung elang.

sawah.

Kendati

dapat mempertahankan sistem pertanian ladang berpindah (ngahuma) se-

Keadaan ekosistem pertanian terse-

cara berkelanjutan, kendati lahan hu-

but mengalami perubahan lebih kom-

tan mereka telah berkurang (Iskan-

pleks karena banyak mendapat pe-

dar 1998).

ngaruh manusia. Contohnya adalah
petani melakukan pengelolaan terha-

Agroekosistem

dap sistem alami (ekosistem sawah),

Menurut Conway dan Barbier (1990),

antara lain dengan memberi pupuk,

di dalam sistem pertanian terjadi pro-

mengontrol hama, mengatur air, me-

ses transformasi sistem ekologi (eko-

manen hasil, dan memasarkan hasil-

sistem) oleh kegiatan manusia dalam

hasil pertanian. Dalam hal ini, meka-

usaha memperoleh sumber pangan

nisme alami berubah dan didominasi

dan

kebutuhan-kebu-

oleh pengelolaan manusia dengan

tuhan lainnya. Dalam proses trans-

sistem sosialnya. Manusia mengubah

formasi tersebut, ekosistem yang me-

ekosistem menjadi ekosistem binaan

miliki keanekaan tumbuhan dan he-

untuk kepentingan usaha tani. Di da-

190

pemenuhan

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI

lam sistem sosial terdapat kepen-

lam sistem ini terdapat gen, sel, ja-

tingan ekonomi di antara individu-in-

ringan, organ, seluruh organ/indivi-

dividu petani yang dapat dicapai de-

du, populasi, komunitas, dan ekosis-

ngan bekerjasama atau berkompetisi

tem. Demikian pula sistem sosial ter-

di antara petani. Pada hubungan tim-

susun dalam hierarki, seperti kelu-

bal balik tersebut, faktor-faktor sis-

arga-kampung-desa-kecamatan-ka-

tem

menjadi

bupaten-provinsi-DAS-regional-ne-

tumpang tindih dengan faktor-faktor

ekologi

(ekosistem)

gara. Dalam setiap tingkatan sistem

sistem sosial dan ekonomi. Bahkan,

tersebut, komponen yang berada di

pada akhirnya, faktor dominan dalam

bawahnya menjadi kumpulan di atas-

ekosistem tersebut adalah tujuan

nya; suatu sistem menjadi suatu

utama manusia dalam usaha tani.

komponen dari komponen lainnya da-

Maka terbentuklah sistem pertanian

lam suatu rantaian.

yang sangat kompleks, yaitu sistem
“agro-sosio-ekonomi-ekologi”

atau

Sistem pertanian mengandung hie-

biasa disebut “agroekosistem” (Con-

rarki, baik hierarki biologi, ekosistem,

way

maupun sistem sosial. Hirarki pada

1986;

Conway

dan

Barbier

1990).

ekosistem pertanian dari tingkat bawah ke tingkat atas, yaitu jenis-jenis

Analisis

agroekosistem

biasanya

tanaman-air-tanah-petak lahan per-

menggunakan analisis sistem (sys-

tanian-farming-desa-daerah

tem analysis), sistem hierarki (hierar-

irigasi/daerah aliran sungai (DAS)-

chical

provinsi-regional/nasional-pasar du-

system),

sistem

pemilikan

(property systems), waktu (kalender

sistem

nia.

musiman dan kecenderungan jangka
panjang), bagan aliran dan hubungan

Sistem pemilikan yang utama dalam

(diagram arus, diagram kausal, dia-

agroekosistem adalah produktivitas

gram Venn, dan diagram lain), nilai-

(productivity), stabilitas (stability), e-

nilai relatif (diagram batang dari sum-

kuitabilitas sosial (equitability), dan

bersumber pendapatan relatif, dll.),

sustainabilitas (sustainability). Pro-

dan bagan alur pengambilan kepu-

duktivitas dapat didefinisikan sebagai

tusan.

suatu tingkat produksi atau keluaran

Sistem hierarki adalah susunan kom-

produktivitas padi/ha/tahun. Stabili-

ponen secara bertingkat/berjenjang.

tas diartikan sebagai tingkat produksi

Contohnya adalah sistem biologi. Da-

yang dapat dipertahankan dalam kon-

berupa barang atau jasa, misalnya

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

191

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

disi konstan normal, meskipun kondisi

kanan' diartikan suatu keadaan yang

lingkungan berubah-berubah. Con-

sifatnya dapat teratur, kejadiannya

tohnya adalah perubahan iklim atau

secara kadang-kadang tetapi berke-

perubahan kondisi ekonomi. Suatu

lanjutan, relatif kecil atau ringan, dan

sistem

memiliki

kondisinya dapat diramalkan. 'Gang-

kestabilan tinggi apabila hanya sedikit

guan' adalah sesuatu yang tidak ter-

saja

dapat

dikatakan

ketika

atur, tidak datang secara terus mene-

sistem usaha tani tersebut mengalami

rus, dan keadaannya relatif besar.

gangguan. Sebaliknya, sistem itu di-

'Gangguan' datangnya tidak dapat

katakan memiliki kestabilan rendah

diramalkan. Misalnya terjadi gempa

apabila sistem usaha tani tersebut,

bumi atau badai. Suatu sistem usaha

fluktuasi yang dialami sistem usaha

tani dikatakan memiliki tingkat keber-

tani tersebut besar. Ekuitabilitas so-

lanjutan rendah apabila sistem usaha

sial digunakan untuk menggambar-

tani tersebut mengalami penurunan

kan bagaimana hasil-hasil pertanian

keambrukan yang tiba-tiba (Conway

dinikmati oleh segenap lapisan ma-

1986).

mengalami

fluktuasi

syarakat. Contoh adalah suatu sistem
usaha tani dapat dikatakan memiliki

Dalam menganalisis satu agroeko-

suatu pemerataan sosial yang tinggi

sistem, keempat sistem pemilikan

apabila

memperoleh

tersebut sangat penting untuk dides-

manfaat pendapatan, pangan, dan

kripsikan secara normative dengan

lain-lain yang cukup merata dari

menggunakan

penduduknya

indikator-indikator

sumber daya yang ada. Indikatornya

performannya, dan dapat digunakan

antara lain rata-rata keluarga petani

untuk menelusuri evolusi atau sejarah

memiliki akses lahan yang luasnya

agroekosistem serta evaluasi poten-

tidak terlalu berbeda atau senjang.

sialnya, lalu dikaji terhadap macam-

Pemerataan sosial tersebut dapat

macam bentuk tata guna lahan atau

diukur antara lain dengan mengukur

introduksi macam-macam teknologi

Gini coefficient atau Lorenz curve.

baru.

Sementara itu, istilah sustainabilitas

Pengalaman menunjukkan bahwa da-

merujuk ke kemampuan suatu sistem

lam pembangunan pertanian senan-

usaha tani dalam mempertahankan

tiasa terjadi trade-off antara keempat

produktivitasnya, kendati sistem usa-

sistem pemilikan itu. Misalnya, ben-

ha tani tersebut banyak mengalami

tuk baru tata guna lahan atau tek-

'tekanan' atau 'gangguan besar'. 'Te-

nologi-teknologi baru secara umum

192

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

RUANG METODOLOGI

biasanya mempunyai pengaruh sege-

trade-off yang sangat nyata antara

ra terhadap kenaikan produktivitas,

produktivitas dan stabilitas di satu pi-

tetapi pada umumnya memiliki nilai

hak, dan antara sustainabilitas dan

yang rendah terhadap satu atau lebih

ekuitabilitas di pihak lain, maupun di

sistem kepemilikan lainnya. Oleh ka-

antara ke empat sistem kepemilikan

rena itu, dalam kasus ini diperlukan

tersebut.

Tabel 1
Pembangunan Pertanian Dipandang dari Empat Sistem Kepemilikan Agroekosistem
Tipe Agroekosistem

Produktivitas

A. Ladang berpindah
B. Pertanian tradisional menetap
C. Perbaikan/ Improved
D. Perbaikan/ Improved
E. Ideal pada lahan subur
F. Ideal pada lahan margina

Stabilitas Sustainabilitas Ekuitabilitas

Rendah
Medium
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Medium

Rendah
Medium
Rendah
Tinggi
Medium
Tinggi

Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi

Tinggi
Medium
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi

Sumber: Conway (1986:26).

Pada umumnya agroekosistem ladang

nya berfluktuasi secara besar, tetapi

atau swidden cultivation (A), memiliki

cenderung menurun diakibatkan oleh

(i) produktivitas dan stabilitas yang

meningkatnya serangan hama dan

rendah, tetapi (ii) ekuitabilitas dan

penyakit (B). Pada perkembangan be-

(iii) sustainabilitasnya tinggi. Sistem

rikutnya, varietas padi baru dicoba di-

pertanian tradisional (B) memiliki ka-

kombinasikan antara yang memiliki

rakteristik umum produktivitas dan

sifat produktivitas dan stabilitas ting-

stabilitas

gi, namun demikian keterlanjutan-

medium,

sustainabilitas

tinggi, dan ekuitabilitas medium. A-

nya/sustainabilitasnya

kan tetapi introduksi teknologi baru

Target idealnya pada lahan subur se-

secara umum memberikan pengaruh

mua sistem kepemilikan tinggi dan

peningkatan

namun

stabilitas medium (E). Sedangkan pa-

sistem kepemilikan lainnya rendah.

da lahan marginal, diidealkan seperti

Contohnya adalah berdasarkan pe-

yang digambarkan dalam model F.

produktivitas,

rendah

(D).

ngalaman introduksi varietas benih
unggul baru pada program Revolusi
Hijau, seperti IR8 dan lain-lainnya
pada tahun 1960-an, produktivitas-

JURNAL ANALISIS SOSIAL VOL. 11 NO. 1 APRIL 2006

193

METODOLOGI MEMAHAMI PETANI DAN PERTANIAN

menjadi PRA (Participatory Rural Ap-

Analisis Agroekosistem

praisal/Memahami Desa Secara Partianalisis

sipatif) (lihat Chambers 1996). Wa-

agroekosistem adalah: (a) pendefini-

wancara partisipatif dapat dilakukan

sian sistem; (b) pola analisis; dan (c)

secara individu dengan informan kun-

rancangan riset dan implementasi

ci atau secara kelompok (dewasa ini

(gambar 4).

lebih berkembang FGD= Focus Group

Beberapa

langkah

untuk

Discussion).

Wawancara

dilakukan

Tujuan dan Pendefinisian Sistem

secara berstruktur dengan responden

Pertama-tama perlu ditentukan apa

yang dipilih secara acak. Selain wa-

yang akan dijadikan objektif dalam

wancara, analisis agroekosistem dila-

analisis agoekosistem tersebut. Mi-

kukan dengan pengamatan langsung,

salnya dalam suatu analisis agroeko-

melakukan

sistem di Desa Alam Endah, Ciwidey,

dan ikut terlibat dengan informan

Bandung,

(participant observation).

telah

d