LoI notulen DirjenBPK 04062010

NOTULEN RAPAT PEMBINAAN TANGGAL 4 JUNI 2010
ARAHAN DIRJEN BINA PRODUKSI KEHUTANAN
Katalog dan Letter of Intent Pemerintah Indonesia dan Norwegia
1. Menteri menandatangani kontrak kerja dengan Presiden. Kontrak tersebut dievaluasi oleh
Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4),
Kuntoro Mangkusubroto. Kontrak kerja 100 hari Kementerian Kehutanan diantaranya :
penanaman, hotspot, hokum tataruang. Selain itu kinerja Menteri Kehutanan juga dinilai
setiap tahun. Kementerian Kehutanan masih mendapat rapor biru sehubungan dengan
evaluasi kontrak kerja 100 hari.
2. Presiden dan Gubernur sepakat mengeluarkan INPRES NO 1/ 2010 yang salah satu pasalnya
mengenai percepatan penanaman. Berdasarkan pengalaman dengan kegiatan penanaman
sebelumnya, seperti Gerhan, sulit diketahui lokasinya. Karena itu diperlukan catalog untuk
HTI dan HTR. Tahun pertama terfokus pembuatan catalog areal pencaangan areal berjalan.
3. Manfaat Katalog termasuk mempernmudah pemantauan. Semua dapat memantau dan
mengakses, misalnya jika di simpan dalam web-internet. Katalog menyimpan data
perusahaan, koordinat titik pusat penanaman dan pemanenan.
4.

Bagaimana dengan Letter of Intent antara Indonesia dan Norwegia? Maksud dan Tujuan
dari LoI dimaksud adalah melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara
internasional khususnya terkait REDD+ serta melakukan kolaborasi dalam rangka

mendukung pengembangan dan pelaksanaan strategi REDD+ di Indonesia.

5. LoI meliputi tiga phase yaitu Phase I (Preparation), Phase II (Capacity Building and
Demonstration Activities) dan Phase III (Contributions for Verified Emission Reductions)
6. Sebelumnya Presiden telah mengumumkan akan menurunkan emisi dari sektor kehutanan
sebesar 14%, salah satu cara adalah mencegah kebakaran hutan.
7. LoI juga menyebutkan demonstration activities, dan dalam hal ini Pemerintah Daerah harus
aktif. Juga pihak-pihak lain seperti LSM, masyarakat local, dan akademisi.
8. Selain itu akan terjadi penundaan ijin ijin baru HTI sehubungan dengan pelarangan konversi
Hutan Alam dan Gambut. Apakah ada penekanan? Permalahannya adalah kita butuh Trust.
Jika kelak Indoneseia dapat mengklaim trust bagi pengelolaan hutan lestari maka simpati
dan dana bantuan akan berdatangan dari dunia internasional. Dalam hal ini banyak
pekerjaan yang secara rutin kita kerjakan dapat dimasukan dalam LoI.
9. Pada dasarnya LoI akan meningkatkan professionalism kita, karena Norwegia akan
memberikan kontribusi berupa finansial setelah kita sukses melaksanakan kegiatan kegiatan
seperti dimaksud dalam LoI. Dalam hal ini catalog akan bermanfaat mengevaluasi LoI.
Standar Verifikasi dan Legalitas Kayu
1. Kementerian Kehutanan telah menerbitkan P 38/2009 terkait Standar Verifikasi dan
Legalitas Kayu. Dalam hal ini, pemerintah Norwegia telah mengakui pengalaman Indonesia.


Saat ini kelompok kerja sedang mereview compatibily antara SVLK dan VPA. Hasil review
meliputi definisi legalitas, control of the supply of chain, verification, FLEGT Licencing dan
Inpendent Monitoring.
2. Tantangan yang tengah dihadapi saat ini meliputi proses endorsement belum tertata
dengan baik, cost standard, accreditation of LPVI, inspection bodies, product coverage, dan
capacity.
3. Secara umum disepakati bahwa tidak ada permasalahan dengankomponen-komponen VPA
(Analisa wakil Kemenlu). Selanjutnya Kementerian Kehutananan harus solid dan bersamasama menindaklanjuti SVLK dan VPA. Selanjutnya pada tanggal 14 Juni akan diadakan Digital
Video Conference (DVC).
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat
1.

Saat ini sedang diupayakan untuk merevisi Peraturan terkait HTR.

2.

Permasalahan pembangunan hutan tanaman rakyat diantaranya ketidakkonsistenan
kebijakan, konflik, kesulitan dana pemetaan di BPKH yang tidak dianggarkan sebelumnya.

3. Berdasarkan informasi deri beberapa propinsi beberapa hambatan yang terjadi diantaranya

adalah:
a.

BPKH yang diharapkan dapat membantu verifikasi di lapangan ternyata masih belum
efektif terlibat seperti yang terjadi di Kalsel dan Riau karena kekurangan dana dan
tenaga terampil. Sementara itu beberapa kantor BPKH terletak jauh dari lokasi HTR
seperti di Jambi dan kantor BPKH di Bangka Belitung. Sehingga menyulitkan verifikasi.

b.

Sesuai dengan sosialisasi yang dilakukan BLU, masyarakat sangat mengharapkan
kucuran dana BLU, tetapi hingga sekarang dana BLU belum ada yang disalurkan.

c.

Penentuan calon personil pelaksana HTR bukanlah wewenang BP2HP, dan beberapa
dari mereka banyak yang terlibat perambahan hutan. Hal ini menjadi dilemma,
karena BP2Hp tidak ingin melegalkan perambahan, sementara itu tidak memiliki
wewenang menentukan calon pelaksana.


d.

Di Kalimantan Timur, walaupun sudah dicadangkan belum ada yang mengajukan. Di
Kalimantan Tengah, populasi penduduk yang rendah menyebabkan kurangnya tenaga
kerja untuk pelaksanaan HTR.

Kesimpulan
1. Katalog yang telah dibuat harus disosialisasikan. Sosialisasi dapat dilakukan melalui internet
atau didistrusikan, terutama kepada pemegang ijin. Hal ini akan membantu kelancaran
pemantauan koordinat kegiatan terkait sektor kehutanan.
2. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu sangat penting bagi pengelolaan hutan lestari. Pengalaman
Indonesia terkait pelaksanaan SVLK akan disosialisasikan di dunia internasional misalnya
melalui negoisasi VPA. Karena itu negoisasi VPA juga melibatkan multipihak agar semua
aspirasi dapat teridentifikasi dan diakomodir.

3.

LoI antara Indonesia dan Norwegia harus dicermati lebih jauh sebagai acuan dalam
kebijakan pemberian ijin pengusahaan hutan


4. Selanjutnya akan dibuat matriks permasalahan seperti terlampir yang akan digunakan
sebagai acuan dalam merevisi peraturan terkait pelaksanaan HTR.