ProdukHukum BankIndonesia

(1)

2. Perkembangan Makroekonomi

Terkini

Pada triwulan IV-2005, perlambatan kegiatan ekonomi masih berlanjut. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah dari perkiraan semula yang disertai dengan peningkatan tekanan terhadap stabilitas makroekonomi khususnya inflasi. Namun secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi tahun 2005 diperkirakan meningkat sedikit dibanding tahun sebelumnya. Di sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi mengalami penurunan sebagai dampak berkurangnya daya beli masyarakat akibat tingginya inflasi. Pertumbuhan investasi juga mengalami perlambatan dari yang diperkirakan karena semakin meningkatnya biaya input, menurunnya margin keuntungan perusahaan dan beberapa kendala yang terkait dengan iklim usaha dan daya saing. Di sisi penawaran, melemahnya permintaan domestik dan kenaikan biaya input mendorong beberapa sektor utama, seperti industri pengolahan, bangunan, transportasi dan telekomunikasi tumbuh melambat. Kegiatan perekonomian yang melambat tersebut menyebabkan impor mengalami penurunan sehingga neraca transaksi berjalan mengalami surplus. Neraca transaksi modal juga mengalami surplus terutama ditopang oleh surplus yang cukup besar pada lalu lintas modal Pemerintah. Kondisi ini menyebabkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami surplus yang pada gilirannya mendukung kestabilan nilai tukar Rupiah pada triwulan laporan.

PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2005 lebih lambat dibandingkan Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2005 lebih lambat dibandingkan Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2005 lebih lambat dibandingkan Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2005 lebih lambat dibandingkan Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2005 lebih lambat dibandingkan perkiraan semula.

perkiraan semula. perkiraan semula. perkiraan semula.

perkiraan semula. PDB triwulan IV-2005 yang semula diperkirakan tumbuh sebesar 5,2%-5,7% (y-o-y) mengalami revisi ke bawah menjadi 4,0-4,5%. Pertumbuhan ekonomi yang lebih melambat ini terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan konsumsi dan investasi. Penurunan daya beli masyarakat pasca kenaikan harga BBM menjadi faktor pendorong melemahnya konsumsi. Sementara itu melambatnya kegiatan investasi diakibatkan oleh melambatnya permintaan domestik, menurunnya marjin keuntungan perusahaan, dan iklim usaha yang masih menghadapi beberapa kendala. Kecenderungan melambatnya kegiatan ekonomi tersebut menyebabkan perekonomian diperkirakan masih berada di bawah tingkat potensialnya.

Permintaan Agregat

Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh melambatnya permintaan domestik. disebabkan oleh melambatnya permintaan domestik. disebabkan oleh melambatnya permintaan domestik. disebabkan oleh melambatnya permintaan domestik. disebabkan oleh melambatnya permintaan domestik.

Grafik 2.1

Pertumbuhan Produk Domestik Bruto -20,00

-15,00 -10,00 -5,00 0,00 5,00 10,00 15,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002* 2003** 2004 2005

PDB 1993 PDB 2000

Persen

II III


(2)

Hal ini sejalan dengan leading indicator economy yang mengindikasikan bahwa perlambatan pertumbuhan diprakirakan akan berlangsung sampai pertengahan 2006. Melonjaknya laju inflasi pasca kenaikan harga BBM menyebabkan turunnya daya beli riil masyarakat yang berdampak pada melambatnya konsumsi swasta. Meskipun konsumsi pemerintah tumbuh cukup tinggi, secara total konsumsi menunjukkan perlambatan dari yang diperkirakan semula. Sementara itu, laju pertumbuhan investasi tidak sebaik yang diprakirakan sebelumnya. Penurunan ini terutama dipengaruhi oleh tingginya laju inflasi. Konsumsi swasta pada triwulan Konsumsi swasta pada triwulan Konsumsi swasta pada triwulan Konsumsi swasta pada triwulan Konsumsi swasta pada triwulan IV-2005 tumbuh melambat, IV-2005 tumbuh melambat, IV-2005 tumbuh melambat, IV-2005 tumbuh melambat, IV-2005 tumbuh melambat, yaitu menjadi 2,8√3,3% (y-o-y). yaitu menjadi 2,8√3,3% (y-o-y). yaitu menjadi 2,8√3,3% (y-o-y). yaitu menjadi 2,8√3,3% (y-o-y). yaitu menjadi 2,8√3,3% (y-o-y). Melambatnya pertumbuhan konsumsi swasta terutama disebabkan penurunan daya beli masyarakat yang antara lain diakibatkan oleh kenaikan harga BBM pada bulan Oktober. Penurunan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut dikonfirmasi oleh penurunan laju pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor, penurunan konsumsi BBM hingga 20% pasca kenaikan harga BBM, serta perlambatan laju pertumbuhan pembiayaan konsumen baik dari lembaga pembiayaan maupun perbankan. Selain itu, hasil survei ekspektasi konsumen juga menunjukkan bahwa konsumen pesimis terhadap kemampuan perekonomian saat ini.

Investasi pada triwulan IV-2005 mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi Investasi pada triwulan IV-2005 mengalami perlambatan pertumbuhan menjadiInvestasi pada triwulan IV-2005 mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi Investasi pada triwulan IV-2005 mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi Investasi pada triwulan IV-2005 mengalami perlambatan pertumbuhan menjadi 3,2-3,7% (yoy) dibandingkan proyeksi semula.

3,2-3,7% (yoy) dibandingkan proyeksi semula. 3,2-3,7% (yoy) dibandingkan proyeksi semula. 3,2-3,7% (yoy) dibandingkan proyeksi semula.

3,2-3,7% (yoy) dibandingkan proyeksi semula. Melambatnya laju pertumbuhan investasi ditunjukkan antara lain oleh perlambatan pertumbuhan beberapa indikator seperti penjualan truk, impor barang modal, dan kredit investasi. Selain itu, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan indeks tendensi bisnis (ITB) juga mengindikasikan perlambatan investasi. Dari jenisnya, melambatnya kegiatan investasi terjadi pada investasi nonbangunan. Perlambatan laju pertumbuhan jenis investasi tersebut telah terjadi sejak awal tahun 2005 dan berlanjut hingga triwulan IV dengan akselerasi perlambatan yang semakin cepat. Sementara itu, pertumbuhan investasi bangunan relatif konstan pada level yang relatif rendah. Kinerja investasi bangunan tersebut antara lain dipengaruhi oleh relatif rendahnya realisasi proyek infrastruktur selama tahun 2005 seiring dengan belum tuntasnya berbagai peraturan di bidang investasi.

Secara umum perlambatan laju pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh beberapa Secara umum perlambatan laju pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh beberapaSecara umum perlambatan laju pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh beberapa Secara umum perlambatan laju pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh beberapa Secara umum perlambatan laju pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh beberapa faktor.

faktor.faktor. faktor.

faktor. Meningkatnya biaya input sebagai akibat meningkatnya laju inflasi semakin menurunkan marjin keuntungan perusahaan. Dari sisi nonfundamental, belum

% (y-o-y)

2004 2005

II III IV Total I II III IVP

% (y-o-y)

Tabel 2.1

Pertumbuhan PDB Sisi Permintaan Sektor

Total Konsumsi 5,22 4,04 3,12 4,60 1,97 2,59 5,66 3,5 - 4,0 Rumah Tangga 5,29 5,05 3,75 4,94 3,22 3,59 4,43 2,8 - 3,3 Pemerintah 4,67 -3,80 -1,33 1,95 -8,63 -5,70 16,15 8,1 - 8,6 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 13,10 19,70 18,29 15,71 13,68 14,54 9,18 3,2 - 3,7 Permintaan Domestik

Permintaan DomestikPermintaan Domestik Permintaan Domestik

Permintaan Domestik 11,82 8,12 10,18 9,80 6,35 7,05 7,68 3,4 - 3,9 Ekspor Barang dan Jasa 2,03 17,09 13,72 8,47 13,30 12,69 3,39 3,1 - 3,6 Impor Barang dan Jasa 25,24 31,97 27,11 24,95 15,58 17,86 9,29 1,5 - 2,0 PRODUK DOMESTIK BRUTO

PRODUK DOMESTIK BRUTOPRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO

PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,384,384,384,384,38 5,105,105,105,105,10 6,656,656,656,656,65 5,135,135,135,135,13 6,126,126,126,126,12 5,845,845,845,845,84 5,345,345,345,345,34 4,04,04,04,04,0 --- 4,54,54,54,54,5

Sumber : BPS (diolah)


(3)

adanya perubahan struktural dalam iklim investasi dan belum optimalnya kepastian hukum juga menjadi kendala dalam meningkatkan kinerja investasi. Masalah iklim investasi ini dikonfirmasi oleh berbagai survei yang diselenggarakan beberapa lembaga ekonomi dunia. Survei World Bank menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia ƒdengan menggunakan indikator-indikator antara lain memulai kegiatan usaha, regulasi ketenagakerjaan, pajak dan kepatuhan serta penyelesaian kepailitanƒ kurang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Sementara itu, hasil survei World Economic Forum juga menunjukkan turunnya peringkat daya saing Indonesia dari urutan 69 pada tahun 2004 menjadi urutan ke-74 pada tahun 2005.

Sisi pengeluaran Pemerintah, baik untuk konsumsi maupun Sisi pengeluaran Pemerintah, baik untuk konsumsi maupun Sisi pengeluaran Pemerintah, baik untuk konsumsi maupun Sisi pengeluaran Pemerintah, baik untuk konsumsi maupun Sisi pengeluaran Pemerintah, baik untuk konsumsi maupun investasi, tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan investasi, tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan investasi, tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan investasi, tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan investasi, tumbuh lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya.

sebelumnya. sebelumnya. sebelumnya.

sebelumnya. Sesuai dengan musimannya, defisit APBN pada triwulan IV-2005 lebih tinggi dibandingkan triwulan III, dimana sampai dengan Desember 2005 operasi keuangan Pemerintah telah mencatat defisit sebesar Rp13,97 triliun atau 0,5% dari PDB. Realisasi APBN ini lebih rendah daripada targetnya pada, APBN-P II-2005 sebesar 0,9% dari PDB yang disebabkan lebih rendahnya realisasi belanja barang, belanja modal, bantuan sosial dan belanja lain-lain mencapai 70%-80% dari APBN-P II-2005. Keterlambatan penerbitan DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) merupakan penyebab utama keterlambatan realisasi anggaran. Masalah ini timbul antara lain akibat adanya transisi pada pemerintahan dan DPR, reorganisasi beberapa departemen dan penerapan sistem pengelolaan keuangan negara yang baru (UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara).

Pertumbuhan ekspor barang dan jasa pada triwulan IV-2005 Pertumbuhan ekspor barang dan jasa pada triwulan IV-2005 Pertumbuhan ekspor barang dan jasa pada triwulan IV-2005 Pertumbuhan ekspor barang dan jasa pada triwulan IV-2005 Pertumbuhan ekspor barang dan jasa pada triwulan IV-2005 berada pada kisaran 3,1-3,6% (yoy).

berada pada kisaran 3,1-3,6% (yoy). berada pada kisaran 3,1-3,6% (yoy). berada pada kisaran 3,1-3,6% (yoy).

berada pada kisaran 3,1-3,6% (yoy). Realisasi kinerja ekspor tersebut sejalan dengan melemahnya permintaan dunia. Pertumbuhan ekspor lebih banyak didorong oleh ekspor nonmigas, sementara ekspor migas cenderung menurun akibat belum meningkatnya produksi sumur-sumur minyak Indonesia. Di tengah daya saing ekspor nonmigas yang masih belum mengalami perbaikan secara berarti, perkembangan terkini menunjukkan bahwa volume ekspor beberapa komoditi unggulan ekspor nonmigas mulai mengalami peningkatan, terutama barang elektronik dan tekstil.

Perlambatan pertumbuhan permintaan domestik berdampak pada perlambatan Perlambatan pertumbuhan permintaan domestik berdampak pada perlambatan Perlambatan pertumbuhan permintaan domestik berdampak pada perlambatan Perlambatan pertumbuhan permintaan domestik berdampak pada perlambatan Perlambatan pertumbuhan permintaan domestik berdampak pada perlambatan pertumbuhan impor barang dan jasa

pertumbuhan impor barang dan jasa pertumbuhan impor barang dan jasa pertumbuhan impor barang dan jasa

pertumbuhan impor barang dan jasa, yaitu pada kisaran 1,5 √ 2,0%. Perkembangan

Grafik 2.2 Kontribusi Pertumbuhan Investasi Bangunan & Non Bangunan -40,00 -20,00 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2001 2002 2003* 2004** 2005**

-2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

Porsi dari pertumbuhan Non Bangunan (skala kiri) Porsi dari pertumbuhan Bangunan (skala kiri) Pertumbuhan Non Bangunan Pertumbuhan Bangunan

III

Persen Persen

Grafik 2.3

Perkembangan Kredit Investasi -100 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

gKIriil gInv

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

Persen

II III

Grafik 2.4

Perkiraan Marjin Keuntungan Perusahaan Selisih perubahan CPI dan WPI Perub. CPI

Perub. WPI Rp/US$ (rhs)

-10 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 10 12 14 16 18

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2003 2004 2005

6.000 6.500 7.000 7.500 8.000 8.500 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 %, y-o-y 0

Sumber : BPS


(4)

impor yang melambat sejak 2004 diperkirakan terkait erat dengan melambatnya kegiatan investasi, khususnya jenis-jenis investasi yang membutuhkan barang modal impor dalam proses produksinya.

Penawaran Agregat

Sebagaimana sisi permintaan, dari sisi produksi sektor-sektor Sebagaimana sisi permintaan, dari sisi produksi sektor-sektor Sebagaimana sisi permintaan, dari sisi produksi sektor-sektor Sebagaimana sisi permintaan, dari sisi produksi sektor-sektor Sebagaimana sisi permintaan, dari sisi produksi sektor-sektor ekonomi juga tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. ekonomi juga tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. ekonomi juga tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. ekonomi juga tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. ekonomi juga tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. Melambatnya pertumbuhan ini terjadi di sebagian besar sektor ekonomi. Masalah kenaikan biaya input dan penurunan daya beli paska kenaikan harga BBM merupakan faktor-faktor utama penyebab perlambatan pertumbuhan. Menghadapi permasalahan ini, dunia usaha diperkirakan melakukan penyesuaian, antara lain berupa efisiensi usaha, penurunan produksi dan margin keuntungan.

Sektor industri pengolahan tumbuh melambat pada triwulan Sektor industri pengolahan tumbuh melambat pada triwulan Sektor industri pengolahan tumbuh melambat pada triwulan Sektor industri pengolahan tumbuh melambat pada triwulan Sektor industri pengolahan tumbuh melambat pada triwulan IV-2005 pada kisaran 4,4-4,9%.

IV-2005 pada kisaran 4,4-4,9%. IV-2005 pada kisaran 4,4-4,9%. IV-2005 pada kisaran 4,4-4,9%.

IV-2005 pada kisaran 4,4-4,9%. Perlambatan tersebut diindikasikan oleh penurunan perkiraan kegiatan usaha hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan bisnis sentimen yang dilakukan oleh JETRO. Namun demikian, pertumbuhan pada kelompok industri nonmigas masih cukup menggembirakan, sebagaimana dicerminkan dari tingkat utilitas produksi dan indeks produksi pada beberapa industri yang masih cenderung meningkat.

Disamping penurunan daya beli masyarakat, pertumbuhan output sektor industri Disamping penurunan daya beli masyarakat, pertumbuhan output sektor industriDisamping penurunan daya beli masyarakat, pertumbuhan output sektor industri Disamping penurunan daya beli masyarakat, pertumbuhan output sektor industri Disamping penurunan daya beli masyarakat, pertumbuhan output sektor industri yang lebih lambat juga disebabkan oleh kenaikan biaya produksi.

yang lebih lambat juga disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. yang lebih lambat juga disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. yang lebih lambat juga disebabkan oleh kenaikan biaya produksi.

yang lebih lambat juga disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. Kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 telah mendorong peningkatan biaya produksi sehingga diperkirakan mempengaruhi kemampuan ekspansi produksi pada beberapa industri. Namun demikian, sebagian kelompok industri tetap mempertahankan produksi dan mentransmisikan sebagian kenaikan biaya produksi ke harga jualnya, diantaranya kelompok industri barang elektronik. Hal ini nampak dari hasil survei JETRO pada bulan November 2005 yang menunjukkan peningkatan harga jual produksi industri elektronik. M e m p e r h a t i k a n kecenderungan penurunan

Grafik 2.5 Ekspektasi Konsumen 40

50 60 70 80 90 100 110 120 130 140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2005

Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ekonomi

Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja

Indeks

Grafik 2.6

Pertumbuhan Ekspor - Impor -40,00

-30,00 -20,00 -10,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

2001 2002 2003* 2004 2005

Impor 2000 Ekspor 2000

Persen

III

Sumber : BPS

Pertanian 3,85 5,31 1,86 4,06 2,46 1,07 1,64 1,6 - 2,1

Pertambangan & Penggalian -9,13 -5,04 3,28 -4,61 0,70 -0,76 -2,32 -1,4 - -0,9 Industri Pengolahan 6,87 4,78 7,17 6,19 6,49 5,48 5,59 4,4 - 4,9 Listrik, Gas & Air Bersih 6,76 3,05 7,87 5,91 7,81 8,85 9,78 8,3 - 8,8

Bangunan 7,77 8,24 8,31 8,17 7,32 8,11 6,31 4,6 - 5,1

Perdagangan, Hotel & Restoran 4,09 6,90 9,41 5,80 9,97 9,96 7,88 5,3 - 5,8 Pengangkutan & Komunikasi 13,33 13,47 11,47 12,70 13,12 13,93 12,87 9,7 - 10,2 Keuangan, Persewaan & Jasa 6,66 8,26 8,45 7,72 6,40 9,75 9,07 7,2 - 7,7

Jasa-jasa 5,12 4,73 5,04 4,91 4,90 4,36 5,36 2,4 - 2,9

PRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTOPRODUK DOMESTIK BRUTO PRODUK DOMESTIK BRUTO

PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,384,384,384,384,38 5,105,105,105,105,10 6,656,656,656,656,65 5,135,135,135,135,13 6,126,126,126,126,12 5,845,845,845,845,84 5,345,345,345,345,34 4,04,04,04,04,0 --- 4,54,54,54,54,5

f Angka proyeksi Bank Indonesia

2004 2005

II III IV Total I II III IVf

Tabel 2.2 PDB Sisi Penawaran Sektor

% (y-o-y)


(5)

Grafik 2.7

Pertumbuhan Indeks Produksi Sektor Industri Sep

2001

Sep 2002

Sep 2003

Sep 2004

Sep 2005 35

30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15

2000=100: PCTCHG Sektor Indsutri

kinerja sektor industri, Pemerintah menurunkan harga BBM untuk industri pada bulan Desember 2005 rata-rata sebesar 11,64%. Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). Perlambatan pertumbuhan sektor ini terutama disumbang oleh subsektor perdagangan (besar dan eceran), seiring dengan menurunnya daya beli riil masyarakat pasca kenaikan harga BBM. Kondisi tersebut dikonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) pada bulan Oktober 2005 yang menunjukkan adanya penurunan penjualan. Sementara itu, subsektor hotel dan restoran diperkirakan masih mengalami pertumbuhan yang cukup baik, sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan tingkat hunian hotel di Jakarta maupun Bali.

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy).

melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy). melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy). melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy).

melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy). Subsektor transportasi menyumbang perlambatan pertumbuhan di sektor ini, sebaliknya subsektor telekomunikasi mencatat pertumbuhan cukup tinggi seiring dengan peningkatan output di industri telekomunikasi seluler. Melambatnya kinerja subsektor transportasi terkait dengan kenaikan harga BBM serta menurunnya kegiatan perdagangan luar negeri yang berdampak pada penurunan kuantitas barang yang dapat diangkut oleh alat transportasi darat dan laut. Sementara itu, pertumbuhan di subsektor transportasi udara belum mampu mengimbangi penurunan yang terjadi di subsektor transportasi darat dan laut.

Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya.

relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya. relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya. relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya.

relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dalam triwulan ini, pertumbuhan pertanian akan lebih banyak disumbang oleh pertumbuhan subsektor perkebunan. Sementara di subsektor tanaman bahan makanan terjadi penurunan produksi mengingat musim panen telah berakhir sebelum triwulan IV-2005. Di subsektor perikanan terjadi penurunan produksi seiring dengan tidak beroperasinya sebagian kapal nelayan dan armada samudera akibat kenaikan harga solar di bulan Oktober 2005.

Produktivitas dan Efisiensi

Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya.

tingkat kapasitas potensialnya. tingkat kapasitas potensialnya. tingkat kapasitas potensialnya.

tingkat kapasitas potensialnya. Peningkatan kapasitas perekonomian terkendala disamping oleh iklim investasi yang belum mengalami perbaikan secara signifikan, juga oleh masalah meningkatnya biaya produksi dan menurunnya marjin keuntungan produsen. Sementara itu, kondisi pertumbuhan stok kapital relatif lambat yaitu berkisar pada angka 0-0,5% pada periode setelah krisis, sehingga membatasi upaya peningkatan produksi. Penambahan stok kapital yang relatif besar hanya terlihat di sektor pengangkutan dan telekomunikasi dan sektor industri,


(6)

INDUSTRI PENGOLAHAN 69,56 74,52 71,09 71,63 70,99 67,32 71,81 - Makanan, Minuman dan Tembakau 65,35 83,95 69,38 76,85 64,94 67,70 67,01 - Tekstil, Brg Kulit & Alas Kaki 76,49 75,24 73,74 73,09 77,00 67,89 78,72 - Barang Kayu & Hasil Hutan Lainnya 81,02 74,16 72,22 56,41 79,67 61,70 66,38 - Kertas dan Barang Cetakan 60,81 74,54 68,80 67,25 59,79 73,58 80,35 - Pupuk, Kimia & Barang dari Karet 74,00 74,74 76,98 73,15 74,89 69,06 74,53 - Semen & Barang Galian Non Logam 59,33 67,70 61,63 65,86 60,40 63,69 70,20 - Logam Dasar Besi dan Baja 60,10 60,06 59,19 94,59 66,76 69,76 66,58 - Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 59,31 67,86 78,44 79,29 59,67 74,08 67,87 - Barang Lainnya 64,83 71,00 69,84 70,88 71,43 67,30 76,56 T O T A L

T O T A L T O T A L T O T A L

T O T A L 69,6769,6769,6769,6769,67 73,6373,6373,6373,6373,63 70,4970,4970,4970,4970,49 72,0372,0372,0372,0372,03 71,1571,1571,1571,1571,15 69,8469,8469,8469,8469,84 71,7271,7271,7271,7271,72

2004 2005

I II III IV I II III

Tabel 2.3

Utilisasi Kapasitas (SKDU) Sektor

Persen

Grafik 2.8 Total Factor Productivity 0,00

0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 TPF

Grafik 2.9

Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) 4,9

4,2

4,4

4,1

3,6 3,8 4,0 4,2 4,4 4,6 4,8 5,0

2002 2003 2004 2005

ICOR

Persen

sementara stok kapital di sektor perdagangan, sektor pertanian, dan sektor pertambangan relatif tetap. Kondisi ini mencerminkan masih terbatasnya kemam-puan sisi penawaran dalam merespons perkembangan sisi permintaan.

Walaupun demikian, Walaupun demikian, Walaupun demikian, Walaupun demikian, Walaupun demikian, pro-duktivitas faktor produksi duktivitas faktor produksi duktivitas faktor produksi duktivitas faktor produksi duktivitas faktor produksi dan efisiensi penggunaan dan efisiensi penggunaan dan efisiensi penggunaan dan efisiensi penggunaan dan efisiensi penggunaan modal masih membaik. modal masih membaik. modal masih membaik. modal masih membaik. modal masih membaik. Perbaikan produktivitas faktor produksi tercermin pada indikator tingkat Total Factor Productivity yang mencapai 1,73 pada tahun 2004 mendekati tingkat sebelum krisis. Produktivitas tenaga kerja juga membaik, khususnya pada sektor industri yang mencapai Rp 41,9 juta per orang pada tahun 2004. Sementara itu, peningkatan efisiensi penggunaan modal tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang terus membaik mencapai 4,1 pada tahun 2005.

Kesenjangan Output

Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. Kondisi kesenjangan output tidak terlepas dari perkiraan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2005. Dikaitkan dengan kondisi tenaga kerja, perlambatan perekonomian ini pada gilirannya mengakibatkan tetap rendahnya daya serap perekonomian terhadap angkatan kerja sebagaimana tercermin pada masih tingginya rasio tingkat pengangguran terbuka pada Oktober 2005 sebesar 10,84%, meningkat dari 10,26% pada Februari 2005.

NERACA PEMBAYARAN

Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. Melambatnya kegiatan ekonomi dan menurunnya volume konsumsi minyak pasca penyesuaian harga BBM yang cukup besar menyebabkan melambatnya pertumbuhan impor. Di sisi lain, ekspor mengalami peningkatan yang didorong


(7)

Grafik 2.10 PDB Aktual vs Potensial 150.000

200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000 500.000

I II III IV

1990 1991 1992 19931994 19951996 1997 1998 19992000 2001 2002 2003 2004 2005

Miliar Rp

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

PDB Aktual Potensial

Grafik 2.11

Transaksi Berjalan (% PDB annualized)

-4,0 -2,0 0,0 2,0 4,0 6,0

0,8 5,1

-3,6

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

CA/GDP % (ratio)

0,4

Grafik 2.12

Transaksi Berjalan (Juta USD) -3

0 3 6 9

2003 2004 2005*

CA Non Migas CA Migas CA Total USD Miliar

oleh ekspor migas. Kondisi tersebut pada akhirnya menciptakan surplus pada transkaksi berjalan. Sementara itu, kondisi neraca lalu lintas modal mencatat surplus yang cukup besar, terutama di sektor pemerintah. Kondisi NPI yang mengalami surplus ini berpengaruh positif terhadap kestabilan nilai tukar rupiah pada triwulan laporan.

Transaksi Berjalan

Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 miliar.

miliar. miliar. miliar.

miliar. Neraca migas yang pada triwulan laporan mengalami surplus √setelah dalam tiga triwulan pertama tahun 2005 selalu mengalami defisitƒ merupakan penyebab utama terjadinya surplus pada neraca transaksi berjalan. Sementara pada neraca nonmigas masih mencatat surplus, meski lebih rendah dibandingkan dengan surplus triwulan lalu. Dengan perkembangan ini, rasio surplus transaksi berjalan terhadap PDB mencapai 0,8%(annualized).

Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM domestik.

domestik. domestik. domestik.

domestik. Pasca kenaikan harga BBM tanggal 1 Oktober yang lalu telah menurunkan konsumsi minyak nasional, yaitu dari rata-rata 34 juta barrel per bulan menjadi 31,6 juta barrel pada Oktober 2005. Penurunan konsumsi minyak ini pada gilirannya menurunkan perkiraan pertumbuhan nilai impor minyak dari 56,3% menjadi 31,1%. Sementara itu, ekspor migas diperkirakan mencapai $8,2 miliar meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, perkiraan ini dapat menjadi lebih rendah karena kecenderungan lebih rendahnya harga minyak dunia dari asumsi yang digunakan. Dengan perkembangan ini, neraca migas mencatat surplus sebesar $1,5 miliar.

Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah dibandingkan triwulan lalu,

dibandingkan triwulan lalu, dibandingkan triwulan lalu, dibandingkan triwulan lalu,

dibandingkan triwulan lalu, yaitu dari $0,8 miliar menjadi $0,4 miliar. Realisasi nilai ekspor nonmigas hingga Oktober 2005 telah meningkat 22,8% atau meningkat sebesar 0,5%. Dengan asumsi dua bulan terakhir tahun 2005 realisasi ekspor bulanan rata-rata melampaui $5,2 miliar per bulan, pertumbuhan ekspor nonmigas pada triwulan IV-2005 diperkirakan akan mencapai sekitar 1,1% (yoy). Peningkatan ekspor ini disebabkan oleh kenaikan harga produk khususnya batubara dan tembaga serta praktik pengapalan kembali tekstil dan udang dari Cina. Sementara itu, pertumbuhan impor nonmigas melambat menjadi 3,7% (fob, yoy). Melambatnya kegiatan ekonomi, khususnya investasi, dan depresiasi nilai tukar rupiah


(8)

Grafik 2.13

Perkembangan Ekspor per Negara Tujuan 0

5 10 15 20

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005*

Singapura Amerika Jepang Malaysia Cina

Pangsa (%)

Grafik 2.14

Perkembangan Term of Trade

1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8

TOT Total TOT Nonmigas

1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

1,9

9

1 Sistem single tranche loan ini memerlukan waktu penyelesaian administratif yang relatif lebih lama. Pasca pemberlakuan UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara dokumen anggaran adalah DIPA yang menyatukan anggaran rutin dan pembangunan dalam satu dokumen. Dengan demikian Dokumen Isian Kegiatan (DIK) dan Dokumen Isian Proyek (DIP) tidak berlaku lagi.

merupakan faktor utama yang berada di balik perlambatan impor nonmigas. Dengan perkembangan ini, transaksi berjalan nonmigas mengalami surplus sebesar $0,4 miliar.

Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum menunjukkan perbaikan yang berarti.

menunjukkan perbaikan yang berarti. menunjukkan perbaikan yang berarti. menunjukkan perbaikan yang berarti.

menunjukkan perbaikan yang berarti. Terms of trade nonmigas cenderung menurun dan semakin mendekati skala satu. Pasar tujuan ekspor juga tidak mengalami banyak diversifikasi, yaitu masih dominan pada negara tujuan utama AS, Jepang, dan Singapura. Sementara itu, manfaat kerjasama regional ASEAN yang dijalin melalui AFTA juga belum menunjukkan perkembangan yang lebih baik. Namun demikian, indikasi perbaikan daya saing di beberapa komoditi mulai terlihat. Faktor harga yang mendominasi pertumbuhan ekspor sejak paruh pertama 2005 mulai berkurang. Volume ekspor 12 komoditi nonmigas unggulan menunjukkan peningkatan, misalnya barang-barang elektronik dan tekstil. Ke depan, potensi untuk mengembangkan ekspor barang elektronika cukup besar mengingat perbedaan karakteristik produk dengan negara pesaing di kawasan. Barang elektronik yang diekspor Indonesia lebih cenderung produk low-end, sementara yang berasal dari Malaysia, Singapura dan Thailand cenderung sarat teknologi.

Neraca Modal

Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Perbaikan ini terutama didukung oleh kenaikan surplus Lalu-lintas Modal (LLM) pemerintah. Pada triwulan ini Pemerintah menerbitkan obligasi valas sebesar USD1,5 miliar. Dari jumlah tersebut sekitar 70% dibeli oleh nonresiden, sehingga yang efektif tercatat dalam LLM pemerintah diperkirakan sebesar USD1,05 miliar. Selain itu, jadual pencairan pinjaman program dan proyek yang tidak dapat direalisasikan pada triwulan III-2005 diluncurkan (carry over) ke triwulan terakhir. Perkembangan dua hal tersebut menyebabkan surplus LLM pemerintah secara neto menjadi USD2,9 miliar. Meskipun demikian, angka surplus LLM publik ini berisiko untuk menjadi lebih rendah dari yang diperkirakan mengingat faktor-faktor berikut: (i) secara historis pencairan pinjaman proyek biasanya berkisar 30% dari komitmen; (ii) adanya kendala realisasi pencairan pinjaman proyek terutama terkait dengan ketersediaan dana pendamping dalam rupiah; (iii) kendala dalam pemenuhan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan pemberlakuan pencairan pinjaman dalam satu tahap (single tranche loan) mulai tahun 2005.1


(9)

2 Untuk bulan November masih data sementara pertengahan bulan.

LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar. LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar. LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar. LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar.

LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar. Hal ini tidak terlepas dari meningkatnya pembayaran utang kepada perusahaan induk, sehingga secara neto FDI mencatat aliran modal keluar. Meskipun demikian, dalam perkembangan terkini terdapat kecenderungan meningkatnya aliran masuk portfolio asing sebagaimana tercermin dari aliran devisa masuk dari SUN dan SBI dalam triwulan terakhir yang masing-masing mencapai USD1,2 miliar dan USD 0,2 miliar.2

Cadangan Devisa

Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. Posisi cadangan devisa meningkat menjadi $34,7 miliar atau setara dengan 4,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi hingga pertengahan tahun.

hingga pertengahan tahun. hingga pertengahan tahun. hingga pertengahan tahun.

hingga pertengahan tahun. Kebijakan kenaikan harga BBM untuk umum sangat berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian pada triwulan laporan. Kebijakan ini ditempuh dengan mempertimbangkan kuatnya tekanan kenaikan harga minyak dunia terhadap memburuknya keseimbangan eksternal dan meningkatnya beban subsidi BBM terhadap keuangan Pemerintah. Kebijakan ini merupakan pilihan sulit bagi Pemerintah karena berdampak sangat luas terhadap penurunan daya beli masyarakat secara riil. Salah satu upaya yang ditempuh Pemerintah untuk mengurangi dampak penurunan daya beli masyarakat ini adalah dengan memberikan Subsidi Langsung Tunai kepada masyarakat miskin dan memberikan kompensasi subsidi BBM untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Secara lebih komprehensif, Pemerintah mencanangkan enam prioritas pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat pasca kenaikan BBM, meliputi penyehatan makroekonomi, pengendalian inflasi, perbaikan arus barang kebutuhan pokok, penciptaan lapangan kerja baru dengan merealisasikan pembangunan infrastruktur yang padat karya, peningkatan kontribusi investasi dan ekspor dalam pertumbuhan ekonomi, serta perbaikan neraca pembayaran, baik neraca modal maupun transaksi berjalan.

Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting.

menjadi sangat penting. menjadi sangat penting. menjadi sangat penting.

menjadi sangat penting. Manfaat dari peningkatan investasi akan sangat mendukung pencapaian enam prioritas pembangunan pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia perlu bekerja sama untuk menempuh kebijakan yang dapat membalikkan siklus perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini. Beberapa kebijakan yang telah ditempuh antara lain


(10)

adalah dikeluarkannya PP 148 yang mengatur pemberian fasilitas PPh untuk penanaman modal bidang usaha tertentu dan pemerintah berencana memberikan insentif kepada 15 sektor industri. Untuk mendorong industri otomotif, pemerintah melalui SK Menkeu No. 62/PMK.010/05 tanggal 26 Juli 2005 memberikan insentif melalui pembebasan bea masuk atas impor bagian dan perlengkapan kendaran bermotor untuk pembuatan kendaraan bermotor tujuan ekspor. Di bidang pertambangan melalui SK Menkeu No. 78/PMK.010/2005 pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk atas barang impor yang digunakan badan usaha yang mendapatkan ijin usaha dan wilayah kerja pertambangan. Selain itu, Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan mengenai tata cara pemberian pembebasan dan/atau keringanan bea masuk dan pembebasan/atau penundaan pajak pertambahan nilai atas impor barang dalam rangka kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan barubara melalui PP Menkeu No. 110/PMK.0010/2005 tanggal 11 November 2005. Pemerintah juga memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk atas impor bahan baku dan bagian tertentu untuk pembuatan bagian alat-alat besar serta bagian tertentu untuk perakitan alat-alat besar oleh industri alat-alat besar melalui SK Menkeu No. 87/PMK.010/ 2005. Sementara untuk mendukung investasi dan industri yang memanfaatkan bahan baku industri primer hasil hutan, Pemerintah telah mengadakan perubahan kedua Keputusan Menteri Kehutanan No. P.29/Menhut-II/2005 tanggal 11 Oktober 2005 tentang Jaminan Pasokan Bahan Baku yang berkelanjutan dan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan. Selain itu sampai dengan akhir Oktober 2005, pemerintah telah melakukan pencabutan 469 perda yang tidak produktif.

Selain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaiki Selain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaikiSelain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaiki Selain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaiki Selain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaiki iklim investasi harus tetap dilanjutkan.

iklim investasi harus tetap dilanjutkan.iklim investasi harus tetap dilanjutkan. iklim investasi harus tetap dilanjutkan.

iklim investasi harus tetap dilanjutkan. Upaya untuk memperbaiki ketentuan tentang perpajakan, penanaman modal, ketenagakerjaan serta peningkatan infrastruktur perlu dipercepat penyelesaiannya guna memberikan kepastian hukum bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. RUU Penanaman Modal menjadi payung hukum atas penyempurnaan peraturan terkait dengan investasi (a.l. perpajakan, ketenagakerjaan dan kepabeanan), selain juga mengatur penyederhanaan prosedur lisensi dan registrasi, memfungsikan BKPM sebagai agen promosi dan fasilitator bagi investor, dan daftar negatif investasi yang jelas dan transparan. Sementara itu, RUU Tenaga Kerja terkait dengan upaya penciptaan pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel, meliputi perbaikan sistem pesangon, penetapan jangka waktu kontrak, penentuan upah minimum oleh dua pihak dan tidak harus ditentukan oleh pemerintah, serta pengaturan tentang penggunaan tenaga outsourcing. Sedangkan payung hukum untuk proyek-proyek peningkatan infrastruktur dirasakan masih kurang memadai. PP No. 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dalam pelaksanaannya masih menghadapi kendala berupa resistensi sebagian publik. Materi RUU Perpajakan secara umum telah selesai disusun namun masih menyisakan polemik di seputar besarnya kewenangan petugas pajak.


(1)

Grafik 2.7

Pertumbuhan Indeks Produksi Sektor Industri Sep

2001

Sep

2002

Sep

2003

Sep

2004

Sep

2005

35 30 25 20 15 10 5 0 -5 -10 -15

2000=100: PCTCHG Sektor Indsutri

kinerja sektor industri, Pemerintah menurunkan harga BBM untuk industri pada bulan Desember 2005 rata-rata sebesar 11,64%. Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Seiring dengan melambatnya konsumsi, kinerja sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 5,3-5,8% (yoy). Perlambatan pertumbuhan sektor ini terutama disumbang oleh subsektor perdagangan (besar dan eceran), seiring dengan menurunnya daya beli riil masyarakat pasca kenaikan harga BBM. Kondisi tersebut dikonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) pada bulan Oktober 2005 yang menunjukkan adanya penurunan penjualan. Sementara itu, subsektor hotel dan restoran diperkirakan masih mengalami pertumbuhan yang cukup baik, sebagaimana diindikasikan oleh peningkatan tingkat hunian hotel di Jakarta maupun Bali.

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh Sektor Pengangkutan dan Komunikasi dalam triwulan laporan diperkirakan tumbuh melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy).

melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy). melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy). melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy).

melambat pada kisaran 9,7-10,2% (yoy). Subsektor transportasi menyumbang perlambatan pertumbuhan di sektor ini, sebaliknya subsektor telekomunikasi mencatat pertumbuhan cukup tinggi seiring dengan peningkatan output di industri telekomunikasi seluler. Melambatnya kinerja subsektor transportasi terkait dengan kenaikan harga BBM serta menurunnya kegiatan perdagangan luar negeri yang berdampak pada penurunan kuantitas barang yang dapat diangkut oleh alat transportasi darat dan laut. Sementara itu, pertumbuhan di subsektor transportasi udara belum mampu mengimbangi penurunan yang terjadi di subsektor transportasi darat dan laut.

Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% Sektor Pertanian dalam triwulan IV-2005 diperkirakan tumbuh sekitar 1,6-2,1% relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya.

relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya. relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya. relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya.

relatif tidak berbeda jauh dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dalam triwulan ini, pertumbuhan pertanian akan lebih banyak disumbang oleh pertumbuhan subsektor perkebunan. Sementara di subsektor tanaman bahan makanan terjadi penurunan produksi mengingat musim panen telah berakhir sebelum triwulan IV-2005. Di subsektor perikanan terjadi penurunan produksi seiring dengan tidak beroperasinya sebagian kapal nelayan dan armada samudera akibat kenaikan harga solar di bulan Oktober 2005.

Produktivitas dan Efisiensi

Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya.

tingkat kapasitas potensialnya. tingkat kapasitas potensialnya. tingkat kapasitas potensialnya.

tingkat kapasitas potensialnya. Peningkatan kapasitas perekonomian terkendala disamping oleh iklim investasi yang belum mengalami perbaikan secara signifikan, juga oleh masalah meningkatnya biaya produksi dan menurunnya marjin keuntungan produsen. Sementara itu, kondisi pertumbuhan stok kapital relatif lambat yaitu berkisar pada angka 0-0,5% pada periode setelah krisis, sehingga membatasi upaya peningkatan produksi. Penambahan stok kapital yang relatif besar hanya terlihat di sektor pengangkutan dan telekomunikasi dan sektor industri,


(2)

INDUSTRI PENGOLAHAN 69,56 74,52 71,09 71,63 70,99 67,32 71,81

- Makanan, Minuman dan Tembakau 65,35 83,95 69,38 76,85 64,94 67,70 67,01

- Tekstil, Brg Kulit & Alas Kaki 76,49 75,24 73,74 73,09 77,00 67,89 78,72

- Barang Kayu & Hasil Hutan Lainnya 81,02 74,16 72,22 56,41 79,67 61,70 66,38

- Kertas dan Barang Cetakan 60,81 74,54 68,80 67,25 59,79 73,58 80,35

- Pupuk, Kimia & Barang dari Karet 74,00 74,74 76,98 73,15 74,89 69,06 74,53

- Semen & Barang Galian Non Logam 59,33 67,70 61,63 65,86 60,40 63,69 70,20

- Logam Dasar Besi dan Baja 60,10 60,06 59,19 94,59 66,76 69,76 66,58

- Alat Angkut, Mesin & Peralatannya 59,31 67,86 78,44 79,29 59,67 74,08 67,87

- Barang Lainnya 64,83 71,00 69,84 70,88 71,43 67,30 76,56

T O T A L T O T A L T O T A L T O T A L

T O T A L 69,6769,6769,6769,6769,67 73,6373,6373,6373,6373,63 70,4970,4970,4970,4970,49 72,0372,0372,0372,0372,03 71,1571,1571,1571,1571,15 69,8469,8469,8469,8469,84 71,7271,7271,7271,7271,72

2004 2005

I II III IV I II III

Tabel 2.3

Utilisasi Kapasitas (SKDU)

Sektor

Persen

Grafik 2.8 Total Factor Productivity 0,00

0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40 1,60 1,80 2,00

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

TPF

Grafik 2.9

Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) 4,9

4,2

4,4

4,1

3,6 3,8 4,0 4,2 4,4 4,6 4,8 5,0

2002 2003 2004 2005

ICOR

Persen

sementara stok kapital di sektor perdagangan, sektor pertanian, dan sektor pertambangan relatif tetap. Kondisi ini mencerminkan masih terbatasnya kemam-puan sisi penawaran dalam merespons perkembangan sisi permintaan.

Walaupun demikian, Walaupun demikian, Walaupun demikian, Walaupun demikian, Walaupun demikian, pro-duktivitas faktor produksi duktivitas faktor produksi duktivitas faktor produksi duktivitas faktor produksi duktivitas faktor produksi dan efisiensi penggunaan dan efisiensi penggunaan dan efisiensi penggunaan dan efisiensi penggunaan dan efisiensi penggunaan modal masih membaik. modal masih membaik. modal masih membaik. modal masih membaik. modal masih membaik. Perbaikan produktivitas faktor produksi tercermin pada indikator tingkat Total Factor Productivity yang mencapai 1,73 pada tahun 2004 mendekati tingkat sebelum krisis. Produktivitas tenaga kerja juga membaik, khususnya pada sektor industri yang mencapai Rp 41,9 juta per orang pada tahun 2004. Sementara itu, peningkatan efisiensi penggunaan modal tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang terus membaik mencapai 4,1 pada tahun 2005.

Kesenjangan Output

Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih Kegiatan ekonomi pada triwulan laporan diperkirakan masih berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. berada di bawah tingkat kapasitas potensialnya. Kondisi kesenjangan output tidak terlepas dari perkiraan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2005. Dikaitkan dengan kondisi tenaga kerja, perlambatan perekonomian ini pada gilirannya mengakibatkan tetap rendahnya daya serap perekonomian terhadap angkatan kerja sebagaimana tercermin pada masih tingginya rasio tingkat pengangguran terbuka pada Oktober 2005 sebesar 10,84%, meningkat dari 10,26% pada Februari 2005.

NERACA PEMBAYARAN

Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 Permintaan domestik yang melemah pada triwulan IV-2005 menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran menyebabkan tekanan terhadap kondisi neraca pembayaran berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. berkurang dibandingkan dengan triwulan III-2005. Melambatnya kegiatan ekonomi dan menurunnya volume konsumsi minyak pasca penyesuaian harga BBM yang cukup besar menyebabkan melambatnya pertumbuhan impor. Di sisi lain, ekspor mengalami peningkatan yang didorong


(3)

Grafik 2.10 PDB Aktual vs Potensial 150.000

200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000 500.000

I II III IV

1990 1991 1992 19931994 19951996 1997 1998 19992000 2001 2002 2003 2004 2005

Miliar Rp

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

PDB Aktual

Potensial

Grafik 2.11

Transaksi Berjalan (% PDB annualized) -4,0

-2,0 0,0 2,0 4,0 6,0

0,8 5,1

-3,6

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

CA/GDP

% (ratio)

0,4

Grafik 2.12

Transaksi Berjalan (Juta USD) -3

0 3 6 9

2003 2004 2005*

CA Non Migas CA Migas CA Total

USD Miliar

oleh ekspor migas. Kondisi tersebut pada akhirnya menciptakan surplus pada transkaksi berjalan. Sementara itu, kondisi neraca lalu lintas modal mencatat surplus yang cukup besar, terutama di sektor pemerintah. Kondisi NPI yang mengalami surplus ini berpengaruh positif terhadap kestabilan nilai tukar rupiah pada triwulan laporan.

Transaksi Berjalan

Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi Kegiatan ekonomi yang melemah telah menyebabkan transaksi berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 berjalan pada triwulan IV-2005 mencatat surplus sebesar USD2,0 miliar.

miliar. miliar. miliar.

miliar. Neraca migas yang pada triwulan laporan mengalami surplus √setelah dalam tiga triwulan pertama tahun 2005 selalu mengalami defisitƒ merupakan penyebab utama terjadinya surplus pada neraca transaksi berjalan. Sementara pada neraca nonmigas masih mencatat surplus, meski lebih rendah dibandingkan dengan surplus triwulan lalu. Dengan perkembangan ini, rasio surplus transaksi berjalan terhadap PDB mencapai 0,8%(annualized).

Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya Surplus pada neraca migas terutama disebabkan menurunnya impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM impor migas sebagai akibat menurunnya konsumsi BBM domestik.

domestik. domestik. domestik.

domestik. Pasca kenaikan harga BBM tanggal 1 Oktober yang lalu telah menurunkan konsumsi minyak nasional, yaitu dari rata-rata 34 juta barrel per bulan menjadi 31,6 juta barrel pada Oktober 2005. Penurunan konsumsi minyak ini pada gilirannya menurunkan perkiraan pertumbuhan nilai impor minyak dari 56,3% menjadi 31,1%. Sementara itu, ekspor migas diperkirakan mencapai $8,2 miliar meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, perkiraan ini dapat menjadi lebih rendah karena kecenderungan lebih rendahnya harga minyak dunia dari asumsi yang digunakan. Dengan perkembangan ini, neraca migas mencatat surplus sebesar $1,5 miliar.

Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah Neraca nonmigas juga mencatat surplus, walaupun lebih rendah dibandingkan triwulan lalu,

dibandingkan triwulan lalu, dibandingkan triwulan lalu, dibandingkan triwulan lalu,

dibandingkan triwulan lalu, yaitu dari $0,8 miliar menjadi $0,4 miliar. Realisasi nilai ekspor nonmigas hingga Oktober 2005 telah meningkat 22,8% atau meningkat sebesar 0,5%. Dengan asumsi dua bulan terakhir tahun 2005 realisasi ekspor bulanan rata-rata melampaui $5,2 miliar per bulan, pertumbuhan ekspor nonmigas pada triwulan IV-2005 diperkirakan akan mencapai sekitar 1,1% (yoy). Peningkatan ekspor ini disebabkan oleh kenaikan harga produk khususnya batubara dan tembaga serta praktik pengapalan kembali tekstil dan udang dari Cina. Sementara itu, pertumbuhan impor nonmigas melambat menjadi 3,7% (fob, yoy). Melambatnya kegiatan ekonomi, khususnya investasi, dan depresiasi nilai tukar rupiah


(4)

Grafik 2.13

Perkembangan Ekspor per Negara Tujuan 0

5 10 15 20

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005*

Singapura Amerika Jepang Malaysia Cina

Pangsa (%)

Grafik 2.14

Perkembangan Term of Trade

1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8

TOT Total TOT Nonmigas

1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5 9 1 5

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

1,9

9

1 Sistem single tranche loan ini memerlukan waktu penyelesaian administratif yang relatif lebih lama. Pasca pemberlakuan UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara dokumen anggaran adalah DIPA yang menyatukan anggaran rutin dan pembangunan dalam satu dokumen. Dengan demikian Dokumen Isian Kegiatan (DIK) dan Dokumen Isian Proyek (DIP) tidak berlaku lagi.

merupakan faktor utama yang berada di balik perlambatan impor nonmigas. Dengan perkembangan ini, transaksi berjalan nonmigas mengalami surplus sebesar $0,4 miliar.

Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum Secara umum daya saing ekspor nonmigas masih belum menunjukkan perbaikan yang berarti.

menunjukkan perbaikan yang berarti. menunjukkan perbaikan yang berarti. menunjukkan perbaikan yang berarti.

menunjukkan perbaikan yang berarti. Terms of trade nonmigas cenderung menurun dan semakin mendekati skala satu. Pasar tujuan ekspor juga tidak mengalami banyak diversifikasi, yaitu masih dominan pada negara tujuan utama AS, Jepang, dan Singapura. Sementara itu, manfaat kerjasama regional ASEAN yang dijalin melalui AFTA juga belum menunjukkan

perkembangan yang lebih baik. Namun demikian, indikasi

perbaikan daya saing di beberapa komoditi mulai terlihat. Faktor harga yang mendominasi pertumbuhan ekspor sejak paruh pertama 2005 mulai berkurang. Volume ekspor 12 komoditi nonmigas unggulan menunjukkan peningkatan, misalnya barang-barang elektronik dan tekstil. Ke depan, potensi untuk mengembangkan ekspor barang elektronika cukup besar mengingat perbedaan karakteristik produk dengan negara pesaing di kawasan. Barang elektronik yang diekspor Indonesia lebih cenderung produk low-end, sementara yang berasal dari Malaysia, Singapura dan Thailand cenderung sarat teknologi.

Neraca Modal

Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Pada triwulan IV-2005 kinerja neraca modal membaik. Perbaikan ini terutama didukung oleh kenaikan surplus Lalu-lintas Modal (LLM) pemerintah. Pada triwulan ini Pemerintah menerbitkan obligasi valas sebesar USD1,5 miliar. Dari jumlah tersebut sekitar 70% dibeli oleh nonresiden, sehingga yang efektif tercatat dalam LLM pemerintah diperkirakan sebesar USD1,05 miliar. Selain itu, jadual pencairan pinjaman program dan proyek yang tidak dapat direalisasikan pada triwulan III-2005 diluncurkan (carry over) ke triwulan terakhir. Perkembangan dua hal tersebut menyebabkan surplus LLM pemerintah secara neto menjadi USD2,9 miliar. Meskipun demikian, angka surplus LLM publik ini berisiko untuk menjadi lebih rendah dari yang diperkirakan mengingat faktor-faktor berikut: (i) secara historis pencairan pinjaman proyek biasanya berkisar 30% dari komitmen; (ii) adanya kendala realisasi pencairan pinjaman proyek terutama terkait dengan ketersediaan dana pendamping dalam rupiah; (iii) kendala dalam pemenuhan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan pemberlakuan pencairan pinjaman dalam satu tahap (single tranche loan)


(5)

2 Untuk bulan November masih data sementara pertengahan bulan.

LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar. LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar. LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar. LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar.

LLM swasta diperkirakan mengalami defisit USD0,1 miliar. Hal ini tidak terlepas dari meningkatnya pembayaran utang kepada perusahaan induk, sehingga secara neto FDI mencatat aliran modal keluar. Meskipun demikian, dalam perkembangan terkini terdapat kecenderungan meningkatnya aliran masuk portfolio asing sebagaimana tercermin dari aliran devisa masuk dari SUN dan SBI dalam triwulan

terakhir yang masing-masing mencapai USD1,2 miliar dan USD 0,2 miliar.2

Cadangan Devisa

Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, Surplus yang terjadi, baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal, menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. menyebabkan meningkatnya posisi cadangan devisa pada triwulan IV-2005. Posisi cadangan devisa meningkat menjadi $34,7 miliar atau setara dengan 4,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap Kebijakan Pemerintah di bidang harga ditujukan untuk mengatasi tekanan terhadap kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi kestabilan makroekonomi akibat ekspansi perekonomian domestik yang terjadi hingga pertengahan tahun.

hingga pertengahan tahun. hingga pertengahan tahun. hingga pertengahan tahun.

hingga pertengahan tahun. Kebijakan kenaikan harga BBM untuk umum sangat berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian pada triwulan laporan. Kebijakan ini ditempuh dengan mempertimbangkan kuatnya tekanan kenaikan harga minyak dunia terhadap memburuknya keseimbangan eksternal dan meningkatnya beban subsidi BBM terhadap keuangan Pemerintah. Kebijakan ini merupakan pilihan sulit bagi Pemerintah karena berdampak sangat luas terhadap penurunan daya beli masyarakat secara riil. Salah satu upaya yang ditempuh Pemerintah untuk mengurangi dampak penurunan daya beli masyarakat ini adalah dengan memberikan Subsidi Langsung Tunai kepada masyarakat miskin dan memberikan kompensasi subsidi BBM untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Secara lebih komprehensif, Pemerintah mencanangkan enam prioritas pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat pasca kenaikan BBM, meliputi penyehatan makroekonomi, pengendalian inflasi, perbaikan arus barang kebutuhan pokok, penciptaan lapangan kerja baru dengan merealisasikan pembangunan infrastruktur yang padat karya, peningkatan kontribusi investasi dan ekspor dalam pertumbuhan ekonomi, serta perbaikan neraca pembayaran, baik neraca modal maupun transaksi berjalan.

Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi Upaya untuk mendorong investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting.

menjadi sangat penting. menjadi sangat penting. menjadi sangat penting.

menjadi sangat penting. Manfaat dari peningkatan investasi akan sangat mendukung pencapaian enam prioritas pembangunan pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia perlu bekerja sama untuk menempuh kebijakan yang dapat membalikkan siklus perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini. Beberapa kebijakan yang telah ditempuh antara lain


(6)

adalah dikeluarkannya PP 148 yang mengatur pemberian fasilitas PPh untuk penanaman modal bidang usaha tertentu dan pemerintah berencana memberikan insentif kepada 15 sektor industri. Untuk mendorong industri otomotif, pemerintah melalui SK Menkeu No. 62/PMK.010/05 tanggal 26 Juli 2005 memberikan insentif melalui pembebasan bea masuk atas impor bagian dan perlengkapan kendaran bermotor untuk pembuatan kendaraan bermotor tujuan ekspor. Di bidang pertambangan melalui SK Menkeu No. 78/PMK.010/2005 pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk atas barang impor yang digunakan badan usaha yang mendapatkan ijin usaha dan wilayah kerja pertambangan. Selain itu, Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan mengenai tata cara pemberian pembebasan dan/atau keringanan bea masuk dan pembebasan/atau penundaan pajak pertambahan nilai atas impor barang dalam rangka kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan barubara melalui PP Menkeu No. 110/PMK.0010/2005 tanggal 11 November 2005. Pemerintah juga memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk atas impor bahan baku dan bagian tertentu untuk pembuatan bagian alat-alat besar serta bagian tertentu untuk perakitan alat-alat besar oleh industri alat-alat besar melalui SK Menkeu No. 87/PMK.010/ 2005. Sementara untuk mendukung investasi dan industri yang memanfaatkan bahan baku industri primer hasil hutan, Pemerintah telah mengadakan perubahan kedua Keputusan Menteri Kehutanan No. P.29/Menhut-II/2005 tanggal 11 Oktober 2005 tentang Jaminan Pasokan Bahan Baku yang berkelanjutan dan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri Primer Hasil Hutan. Selain itu sampai dengan akhir Oktober 2005, pemerintah telah melakukan pencabutan 469 perda yang tidak produktif.

Selain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaiki

Selain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaikiSelain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaiki

Selain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaiki Selain kebijakan yang sifatnya sektoral, kebijakan yang secara struktural memperbaiki iklim investasi harus tetap dilanjutkan.

iklim investasi harus tetap dilanjutkan.iklim investasi harus tetap dilanjutkan.

iklim investasi harus tetap dilanjutkan.

iklim investasi harus tetap dilanjutkan. Upaya untuk memperbaiki ketentuan tentang perpajakan, penanaman modal, ketenagakerjaan serta peningkatan infrastruktur perlu dipercepat penyelesaiannya guna memberikan kepastian hukum bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. RUU Penanaman Modal menjadi payung hukum atas penyempurnaan peraturan terkait dengan investasi (a.l. perpajakan, ketenagakerjaan dan kepabeanan), selain juga mengatur penyederhanaan prosedur lisensi dan registrasi, memfungsikan BKPM sebagai agen promosi dan fasilitator bagi investor, dan daftar negatif investasi yang jelas dan transparan. Sementara itu, RUU Tenaga Kerja terkait dengan upaya penciptaan pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel, meliputi perbaikan sistem pesangon, penetapan jangka waktu kontrak, penentuan upah minimum oleh dua pihak dan tidak harus ditentukan oleh pemerintah, serta pengaturan tentang penggunaan tenaga outsourcing. Sedangkan payung hukum untuk proyek-proyek peningkatan infrastruktur dirasakan masih kurang memadai. PP No. 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dalam pelaksanaannya masih menghadapi kendala berupa resistensi sebagian publik. Materi RUU Perpajakan secara umum telah selesai disusun namun masih menyisakan polemik di seputar besarnya kewenangan petugas pajak.