ProdukHukum BankIndonesia
Tradisi Sang Ahli
yang Mengalir dalam Nadi
Satu-satu kayu terpaku merangkai dinding. Lalu
kuatkan dengan kerangka penyangganya. Sang
pencipta membiarkan tangannya bekerja tanpa
pernah ragu akan hasilnya. Sebab seiap deil ukuran
dan bentuk telah terpatri jelas dalam benaknya.
Bahkan seiap tarikan nafas bisa dikata serupa jiwa
yang menghidupkan wujud bahtera.
1
BAB
V
MENINGKATKAN KETAHANAN
SEKTOR RIIL DALAM MENDUKUNG
PEMULIHAN EKONOMI
Meningkatkan Ketahanan Sektor
Riil dalam Mendukung Pemulihan
Ekonomi
Di tengah kontraksi perekonomian dunia yang cukup
dalam, ketahanan sektor riil masih cukup kuat dalam
merespons tekanan ekonomi dunia sehingga mampu
mendukung kinerja perekonomian Indonesia tahun
2009.99 Dampak krisis ekonomi dunia terhadap
sektor riil terutama melalui jalur perdagangan
sebagaimana tercermin pada penurunan kinerja
ekspor yang cukup tajam. Selanjutnya penurunan
ekspor tersebut menyebabkan dunia usaha
mengurangi kegiatannya dan pada gilirannya
menyebabkan penurunan investasi dan konsumsi.
Meskipun terkena dampak krisis ekonomi global,
ekonomi Indonesia dapat tumbuh mencapai 4,5%
(yoy), lebih baik jika dibandingkan dengan perkiraan
awal tahun sebesar 4,0% (yoy). Hal tersebut idak
terlepas dari masih kuatnya permintaan domesik,
khususnya konsumsi rumah tangga. Masih ingginya
konsumsi rumah tangga tersebut dipengaruhi oleh
beberapa hal, terutama masih cukup kuatnya daya
beli masyarakat, cukup besarnya pengeluaran terkait
dengan kegiatan Pemilu, dan kebijakan simulus
iskal untuk menjaga daya beli masyarakat. Selain
itu, masih ingginya pertumbuhan ekonomi domesik
juga didukung oleh cukup dominannya peran UMKM
dalam perekonomian Indonesia. Sampai saat ini,
mengingat peran ekspor dan impor pada sektor
UMKM masih terbatas, dampak krisis ekonomi global
terhadap sektor tersebut menjadi relaif kecil.
Sementara itu, masih ingginya konsumsi rumah
tangga juga didukung oleh inlasi yang rendah.
Tingkat inlasi yang rendah tersebut menyebabkan
daya beli masyarakat terjaga dan mendorong
terpeliharanya ingkat kepercayaan dan ekspektasi
konsumen. Selain itu, terjaganya daya beli
masyarakat juga didukung oleh berbagai paket
kebijakan Pemerintah seperi: penurunan pajak
penghasilan orang pribadi dan peningkatan batas
penghasilan idak kena pajak.
Keberhasilan dalam menjaga daya tahan
perekonomian domesik masih menyisakan
beberapa permasalahan yaitu pertumbuhan sektor
industri pengolahan yang cenderung menurun
dan terkendalanya beberapa proyek infrastruktur.
Tantangan ini semakin berari mengingat
kesepakatan ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA) mengharuskan sektor industri pengolahan
meningkatkan daya saing. Untuk itu, pembangunan
sektor industri ke depan harus didukung ketersediaan
infrastruktur yang memadai dan pembangunan
industri tersebut perlu memperhaikan aspek daerah,
yaitu membangun industri dengan memerhaikan
sektor unggulan di daerah tersebut.
Bab ini mengulas dinamika sektor riil pada tahun
2009 ke dalam dua bagian. Bagian pertama
menganalisis mengapa ketahanan permintaan
domesik yang didukung oleh konsumsi rumah
tangga cukup inggi di tengah terpaan krisis global
dan apakah sustainabilitas konsumsi rumah tangga
ke depan dapat terjaga. Analisis dibagi menjadi
dua subbab yang menganalisis faktor-faktor yang
menjelaskan ketahanan konsumsi rumah tangga
dan peran UMKM sebagai peredam dampak krisis
keuangan global. Bagian kedua berisi berbagai
tantangan yang dihadapi oleh sektor riil dalam
menjaga agar momentum pemulihan ekonomi
nasional dapat terus didorong. Dalam bagian ini,
berbagai tantangan sektor industri pengolahan
termasuk dalam rangka menghadapi ACFTA dibahas.
Kemudian, permasalahan klasik di sektor riil yaitu
kurangnya infrastruktur serta langkah-langkah yang
perlu dilakukan ke depan akan didiskusikan.
99 Deinisi sektor riil mengacu kepada segala sesuatu yang terkait
dengan produksi barang dan jasa serta distribusinya. Kegiatan sektor
riil tersebut juga termasuk produksi, konsumsi, dan investasi di
seluruh kegiatan ekonomi.
144
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
145
persen, yoy
persen, yoy
indeks
8
30
25
20
15
7
140
6
130
5
120
4
110
100
3
10
optimis
90
2
80
5
1
70
0
0
2004
2005
2006
2007
2008
Konsumsi Rumah Tangga (Skala Kanan)
60
2009
pesimis
I
II III
2006
IV
I
II III
2007
IV
I
II III
2008
IV
I
II III
2009
IV
IHK
Ekspektasi Konsumen
Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Keyakinan konsumen
Sumber: BPS
Graik 5.1 Inlasi dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Ketahanan Konsumsi Rumah Tangga
5.1
Di tengah tekanan pengaruh negaif krisis ekonomi global,
konsumsi rumah tangga muncul sebagai penopang utama
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Masih relaif ingginya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga – yang memiliki
pangsa terbesar yaitu sekitar 58% dari PDB- mampu
menopang pertumbuhan ekonomi untuk idak turun lebih
dalam. Pada tahun 2009, konsumsi rumah tangga dapat
tumbuh cukup inggi yaitu sebesar 4,85%, hanya sedikit
menurun dibandingkan dengan pertumbuhan tahun
sebelumnya (5,34%). Pada paro pertama tahun 2009
keika dampak krisis sangat terasa pada perekonomian
Indonesia, konsumsi rumah tangga masih dapat tumbuh
posiif dengan pertumbuhan yang cukup inggi. Bahkan
pada triwulan I 2009 pertumbuhan konsumsi rumah
tangga masih dapat tumbuh sebesar 5,95%. Tingginya
pertumbuhan konsumsi pada paro pertama tahun 2009
ini terutama terkait dengan besarnya pengeluaran
sehubungan dengan kegiatan Pemilu, baik yang dilakukan
oleh partai poliik maupun calon anggota legislaif dalam
pelaksanaan kampanye legislaif dan pemilihan presiden.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga terkait kegiatan
Pemilu ini oleh Badan Pusat Staisik (BPS) tercatat pada
pengeluaran lembaga swasta nonproit. Dari data BPS,
selama triwulan I 2009, pengeluaran konsumsi lembaga
nonproit tersebut tercatat sebesar Rp26,58 triliun.
Graik 5.2 Survei Konsumen Bank Indonesia
tangga akibat ingginya ingkat inlasi di tahun tersebut.
Kenaikan inlasi yang cukup inggi – sebesar 17,11% akibat kenaikan harga BBM pada Maret dan Oktober
2005 menyebabkan daya beli dan ekspektasi masyarakat
terhadap kondisi perekonomian memburuk, sehingga
konsumsi rumah tangga pada tahun tersebut turun cukup
signiikan (Graik 5.1). Pada tahun 2009, inlasi yang cukup
rendah mampu menjaga daya beli masyarakat sekaligus
membawa terpeliharanya ekspektasi masyarakat,
terutama terpeliharanya ingkat kepercayaan dan
ekpektasi konsumen. Hal tersebut pada gilirannya mampu
mempengaruhi indeks kepercayaan dan ekspektasi
konsumen pada tahun 2009 yang pesimis sampai dengan
triwulan I 2009 secara berangsur berubah menjadi opimis
di periode sesudahnya sampai dengan akhir tahun 2009
(Graik 5.2). Kondisi tersebut mengakibatkan konsumsi
rumah tangga pada tahun 2009 idak banyak terpengaruh
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Graik 5.1).
indeks
120
110
100
90
80
70
Di samping itu, relaif ingginya pertumbuhan konsumsi
rumah tangga pada tahun 2009 juga didukung oleh
ingkat inlasi yang rendah. Hal tersebut berbeda bila
dibandingkan dengan gejolak eksternal yang terjadi pada
tahun 2005, dampak gejolak eksternal tersebut sangat
berpengaruh menurunkan pertumbuhan konsumsi rumah
146
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
60
50
40
I
II III
2006
IV
I
Keyakinan Konsumen
II III
2007
IV
I
Kondisi Saat Ini
II III
2008
IV
I
II III
2009
IV
Secara fundamental kuatnya konsumsi rumah tangga
ditopang oleh masih ingginya daya beli masyarakat.Secara
umum ingginya daya beli masyarakat bersumber dari
beberapa faktor utama. Pertama, peningkatan penghasilan
masyarakat secara umum. Pada tahun 2009 pendapatan
per kapita masyarakat yang dihitung berdasarkan PDB per
kapita atas harga berlaku menunjukkan peningkatan dari
Rp21,7 juta per tahun pada tahun 2008 menjadi Rp24,3
juta per tahun atau meningkat sekitar 12%. Hal tersebut
didukung oleh data penghasilan di sektor formal dan
informal yang semakin meningkat. Di sektor formal, survei
yang dilakukan oleh BTI Consultants mengindikasikan
bahwa rata-rata kenaikan gaji pada tahun 2009 sebesar
8,39% dengan peningkatan gaji terbesar pada iga sektor
yaitu sektor asuransi (9%-13%), sektor minyak dan gas
(8%-12%) dan fast moving consumer goods (3%-11%).100
Di sektor informal, kenaikan penghasilan tersebut
tercermin dari meningkatnya upah buruh tani riil dari
Rp.29.063 per hari pada tahun 2008 menjadi Rp.30.473
per hari pada tahun 2009. Kenaikan penghasilan di sektor
formal dan informal tersebut sangat membantu daya
beli masyarakat, terutama di tengah ingkat inlasi yang
rendah. Kedua, adanya indikasi pemanfaatan tabungan
oleh sektor swasta untuk mendukung ingkat konsumsi
yang ada. Hal tersebut terkait dengan keputusan
antar waktu (intertemporal) konsumen untuk menjaga
kesinambungan daya beli yaitu dengan mengalihkan
sebagian potensi konsumsi yang akan datang ke konsumsi
saat ini. Keputusan antar waktu seperi itu pada gilirannya
mampu mendukung konsumsi domesik tetap stabil
dalam jangka waktu yang panjang. Tingginya potensi
tabungan masyarakat tersebut terkait dengan ingginya
Ekspektasi Konsumen
Sumber: Danareksa
Graik 5.3 Survei Konsumen – Danareksa
100 Majalah SWA, edisi Mei 2009
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
147
pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam empat tahun
terakhir yaitu sekitar 6%.
persen
persen
83
16,5
16
Selain itu, untuk melindungi daya beli masyarakat bawah
Pemerintah terus menyalurkan dana bantuan langsung
tunai (BLT). Terkait dengan paket simulus, Pemerintah
juga mengeluarkan kebijakan berupa penurunan tarif
pajak penghasilan orang pribadi, peningkatan batas
penghasilan idak kena pajak (PTKP) maupun melalui
pemberian berbagai subsidi seperi subsidi minyak
goreng. Kemudian, pada triwulan II 2009, Pemerintah juga
memberikan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil. Berbagai
program tersebut sangat membantu terutama bagi
masyarakat kelompok menengah bawah. Di samping itu,
kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga juga
turut membantu daya beli masyarakat.
78
15,5
15
73
14,5
14
68
13,5
13
63
12,5
58
Rasio Usia Awal Karier/Populasi, skala kiri
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
12
Rasio Usia Puncak karier/Populasi
Sumber: BPS (diolah)
Graik 5.4 Rasio Usia Awal dan Puncak Karier dalam Populasi
Indonesia
premis ini, adanya peningkatan ataupun penurunan
pendapatan dari seorang individu yang dianggap bersifat
temporer hanya akan memberi efek terbatas terhadap
kegiatan konsumsi individu tersebut. Secara konseptual,
teori LCH dan PIH berkebalikan dengan teori Keynes yang
beranggapan bahwa konsumsi seorang individu pada
suatu waktu akan sangat terkait dengan pendapatannya
pada waktu tersebut.
Opimisme konsumen akan pendapatan yang akan datang
juga mendorong akivitas konsumsi. Hasil survei konsumen
yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa
ekspektasi masyarakat akan pendapatan ke depan masih
tetap inggi meskipun menghadapi krisis ekonomi global
(Graik 5.2). Opimisme tersebut mendorong indeks
keyakinan konsumen berada di level opimis pada
triwulan II 2009. Opimisme konsumen pada kondisi yang
akan datang juga terlihat pada survei Danareksa. Survei
tersebut menunjukkan bahwa pada bulan Mei indeks
ekspektasi konsumen sudah mulai opimis (Graik 5.3).
Tingkat konsumsi rumah tangga yang memperhitungkan
ingkat ekspektasi pendapatannya di masa yang akan
datang merupakan indikasi dari perilaku rumah tangga
yang cenderung mengikui teori Life Cycle Hypothesis
(LCH) Permanent Income Hypothesis (PIH) yang
mengatakan bahwa teori LCH dan PIH pada hakikatnya
menyatakan bahwa keputusan seorang individu dalam
melakukan konsumsi idak hanya didasarkan pada
pendapatannya saat ini, melainkan juga memperhitungkan
ekspektasi pendapatannya di masa depan. Berdasarkan
pembiayaan konsumsi. Berdasarkan data Desember 2009,
pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 17,3% (yoy), jauh
di atas pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja.
Sumber pembiayaan lainnya yang juga menunjukkan
peningkatan yakni pertumbuhan pemberian pinjaman
pegadaian. Pada posisi September 2009, pertumbuhan
pinjaman yang diberikan pegadaian meningkat sekitar
47,5%. Peningkatan tersebut diduga sebagai indakan
rumah tangga yang cenderung memanfaatkan tabungan
berbentuk barang seperi emas dan kendaraan untuk
mempertahankan ingkat konsumsinya.
Dalam jangka panjang, ingkat konsumsi masyarakat akan
dipengaruhi oleh struktur demograi dalam masyarakat.
Peningkatan rasio penduduk usia puncak karier terhadap
penduduk usia awal karier meningkatkan penghasilan
rumah tangga dengan kemampuan untuk melakukan
konsumsi dan menabung yang lebih inggi (Graik 5.4). Di
samping itu, perubahan demograi berupa peningkatan
urbanisasi juga mendorong konsumsi yang lebih inggi.
Data dari tahun 2000-2007, menunjukkan bahwa
perpindahan penduduk dari desa ke kota tumbuh rata-rata
sebesar 4,3% per tahun, jauh lebih inggi dibandingkan
dengan negara lain seperi Brazil, China, dan India yang
masing-masing rata-rata tumbuh sebesar 2,2%, 3,4%,
dan 2,5% per tahun (Tabel 5.1). Pertumbuhan urbanisasi
tersebut menjadi salah satu sumber pertumbuhan
konsumsi mengingat rata-rata pengeluaran penduduk
di perkotaan jauh lebih inggi dibandingkan dengan
pedesaan. Berdasarkan data BPS, rata-rata pengeluaran
penduduk perkotaan pada tahun 2008 sebesar Rp.496.000
per bulan, lebih inggi sekitar 75% dibandingkan dengan
pengeluaran penduduk pedesaan.102
102 BNP Paribas, Indonesia Strategy, 2010: Road Map, 22 Desember
2010
Masih kuatnya neraca rumah tangga memudahkan
akses pembiayaan untuk konsumsi. Berdasarkan
peneliian BIS (2009)101, dibandingkan dengan negara
lain, ingkat utang rumah tangga di Indonesia relaif
kecil, yaitu masih berkisar 7%. Sementara itu, di Korea
sebesar 82% dan di AS serta Inggris melebihi 100%.
Rendahnya rasio tersebut, menyebabkan sektor rumah
tangga masih memiliki kemudahan terhadap akses
101 Gounan Ma, Eli Remoluna, and Ilhyock Shim (2009), Bank for
Internaional Setlement paper 46, Household Debt : Implicaion for
Monetary Policy and Financial Stability.
Tabel 5.1 Perkembangan Urbanisasi di Indonesia dan Beberapa Negara Berkembang
Negara
Indonesia
Urbanisasi (juta)
% dari total populasi
Rata-rata pertumbuhan
tahunan (%)
2000
2007
2000
2007
1990-2007
54,5
113,6
31
50
4,3
Brazil
111,8
163,1
75
85
2,2
China
311,0
556,3
27
42
3,4
India
216,6
329,1
26
29
2,5
Sumber: BNP Paribas, 2009
148
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
149
Tabel. 5.2. Peranan UMKM dalam Perekonomian Domesik Tahun 2008
PDB Harga Berlaku (Miliar Rp)
No.
Sektor
UMKM
Peran UMKM sebagai Peredam
Dampak Krisis Ekonomi Global
5.2
Ketahanan perekonomian domesik terhadap krisis
ekonomi global idak bisa dilepaskan dari peran pening
UMKM. Hal tersebut utamanya disebabkan oleh peran
kegiatan ekspor dan impor pada sektor ini relaif terbatas.
Di samping itu, sumber bahan baku UMKM juga lebih
banyak mengandalkan sumber domesik serta pangsa
pasar utamanya adalah pasar domesik. Kegigihan para
pengusaha UMKM dalam mempertahankan usahanya
melalui eisiensi dan pasokan tenaga kerja yang berlimpah
dan murah turut membantu meminimalkan dampak
krisis tersebut ke sektor UMKM. Di samping itu, tenaga
kerja UMKM yang pada umumnya berpendidikan rendah
menyebabkan leksibilitas perpindahan tenaga kerja
antara sektor UMKM, terutama di sektor informal, karena
sektor ini idak memerlukan spesiikasi keahlian yang
inggi. Subbab ini menganalisis peran UMKM dalam
struktur perekonomian Indonesia.
g
Peran UMKM dalam Perekonomian
Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia
cukup besar. Dilihat dari kontribusinya terhadap
pembentukan PDB (atas harga berlaku) tahun 2008,
UMKM menyumbang sekitar 55,56% dari total PDB.
Secara sektoral, pada tahun 2008 peran UMKM di
sektor pertanian, perdagangan, dan jasa-jasa cukup
besar yaitu masing masing sebesar 95,26%, 96,34%, dan
95,66%. Kemudian diikui oleh sektor keuangan dan jasa
perusahaan; jasa-jasa; konstruksi; dan pengangkutan/
komunikasi. Sementara kontribusi UMKM terhadap sektor
pertambangan, industri, dan listrik relaif kecil. Di samping
itu, kontribusi UMKM juga terlihat dominan dari sisi
150
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
1
Pertanian
2
Pertambangan
PDB
Porsi
UMKM
(%)
Unit Usaha
UMKM
Total
Tenaga Kerja
Porsi
UMKM
(%)
UMKM
Total
Porsi
UMKM
(%)
679.452,9
713.291,4
95,26
26.400.869
26.401.111
100,00
42.460.064
42.689.635
99,46
69.155,8
543.363,8
12,73
261.341
261.421
99,97
641.463
720.310
89,05
435.324,5
1.380.731,5
31,53
3.238.111
3.239.420
99,96
10.463.416
12.302.150
85,05
3.092,0
40.846,7
7,57
11.622
11.747
98,94
102.536
156.769
65,41
3
Industri
4
Listrik, gas, dan air
bersih
5
Bangunan
156.071,2
419.321,6
37,22
174.359
174.604
99,86
766.095
797.111
96,11
6
Perdagangan, hotel,
dan restoran
666.809,1
692.118,8
96,34
14.789.950
14.791.206
99,99
24.314.062
24.494.057
99,27
7
Pengangkutan dan
Komunikasi
152.165,4
312.454,1
48,70
3.205.025
3.205.344
99,99
3.753.683
3.851.874
97,45
8
Keuangan,
Persewaan, dan
Jasa
230.890,5
368.129,7
62,72
997.511
998.110
99,94
2.657.545
2.813.609
94,45
9
Jasa-jasa
216.398,7
226.223,6
95,66
2.178.749
2.178.946
99,99
5.737.406
5.787.129
99,14
Total
2.609.360,1
4.696.481,2
55,56
51.257.537
51.261.909
99,99
90.896.270
93.612.644
97,10
Sumber: Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah
banyaknya unit usaha yang terserap. Jumlah unit usaha
dalam yang terserap dalam UMKM mencapai 99,99% dari
total unit usaha, dengan sumbangan 3 sektor terbesar
mencapai 85%. Tiga sektor terbesar tersebut - sektor
pertanian, perdagangan, dan jasa-jasa - masing-masing
menyumbang sebesar 26,40 juta, 14,79 juta, dan 2,18 juta
unit usaha (Tabel 5.2)103.
Selain itu, UMKM turut berperan besar dalam penyerapan
tenaga kerja secara nasional. Jumlah tenaga kerja yang
diserap UMKM mencapai 90,9 juta orang atau 97,10% dari
total jumlah tenaga kerja nasional. Sebagian besar tenaga
kerja tersebut terkonsentrasi pada UMKM kategori mikro
yaitu sebesar 81,74% dari total tenaga kerja UMKM. Jika
dilihat secara sektoral, tenaga kerja UMKM menyebar
pada seluruh sektor dan sebagian besar memberikan
103 Berdasarkan UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM, (1) kriteria usaha
mikro yaitu memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 juta (idak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta, (2) kriteria usaha kecil
yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50 juta sampai dengan
paling banyak Rp500 juta (idak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300 juta sampai dengan paling banyak Rp2,5 miliar, (3) kriteria
usaha menengah yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500
juta sampai dengan paling banyak Rp10 miliar (idak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha), atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp50 miliar.
kontribusi signiikan pada penyerapan tenaga kerja di
sektor tersebut. Dari sisi jumlah tenaga kerja, UMKM
menyumbang tenaga kerja terbanyak pada sektor
pertanian dan perdagangan yaitu masing-masing 42,46
juta dan 24,31 juta tenaga kerja atau sekitar 73% dari total
tenaga kerja di sektor UMKM.
Dari sisi perbankan, jumlah kredit yang disalurkan ke
UMKM juga cukup inggi. Selama tahun 2009, jumlah
kredit yang disalurkan kepada UMKM mencapai 51,28%
dari total kredit perbankan. Berdasarkan pangsa kredit
UMKM tersebut terlihat bahwa perbankan memandang
UMKM sebagai unit usaha yang layak dibiayai dan
menguntungkan secara komersial. Pada periode data
yang sama, kredit usaha kecil memiliki pangsa paling besar
mencapai 37%, diikui oleh kredit mikro sebesar 32%
dan kredit menengah sebesar 31% dari total kredit yang
disalurkan perbankan kepada UMKM.
g
Keunggulan UMKM dalam
Menghadapi Krisis Ekonomi
Secara umum, hasil survei yang dilakukan oleh Bank
Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mengetahui krisis dan merasakan dampak krisis ekonomi
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
151
Tabel. 5.3 Rata-Rata Sumbangan UMKM Terhadap PDB (1999-2008)
idak
8,2%
idak
merasakan
dampak krisis
25,2%
Mengetahui
adanya
krisis
91,8%
merasakan
dampak
krisis 74,8%
Graik 5.5. Survei Adanya Krisis Ekonomi
global terhadap usahanya104. Hasil survei tersebut
menunjukkan bahwa sekitar 92% responden mengetahui
adanya krisis ekonomi global, sementara sisanya idak
(Graik 5.5). Selain itu, adanya krisis ekonomi global
tersebut juga berpengaruh terhadap kegiatan usaha
UMKM sebagaimana tercermin dari jawaban 74,8%
responden yang merasakan dampak krisis, sementara
hanya 25,2% responden yang idak merasakan dampak
krisis pada usahanya (Graik 5.6).
Meskipun merasakan dampak krisis, daya tahan sektor
UMKM masih relaif cukup baik sehingga dampaknya ke
kinerja UMKM relaif terbatas. Sebagaimana yang terjadi
pada gejolak ekonomi yang pernah dialami terdahulu –
pada tahun 1997 dan tahun 2005 -, keberadaan sektor
UMKM merupakan salah satu faktor utama penyelamat
ekonomi Indonesia. Beberapa faktor utama yang
menyebabkan ingginya daya tahan sektor ini antara
lain, orientasi pemasaran produk-produk UMKM pada
pasar domesik dan relaif kecil yang diekspor. Selain
itu, pelaku UMKM mempunyai moivasi yang kuat untuk
mempertahankan usahanya dan kegiatan produksi yang
mengandalkan bahan-bahan baku lokal. Keunggulan
lainnya yakni karakterisik tenaga kerja di sektor ini yang
tersedia cukup besar dan murah serta berpendidikan
rendah sehingga mempunyai mobilitas yang inggi untuk
berpindah ke sektor lain.
No
Graik 5.6. Survei Dampak Adanya Krisis Ekonomi
tahun terakhir (1999-2008), porsi ekspor UMKM terhadap
ekspor total relaif kecil yaitu rata-rata sebesar 15.40 %
(Graik 5.7). Oleh karena itu, keika terjadi penurunan
ekspor seperi tahun 2009, UMKM relaif lebih dapat
bertahan mengingat produknya lebih banyak memenuhi
kebutuhan domesik dan hanya sedikit yang berorientasi
ekspor. Secara sektoral, terdapat dua sektor utama UMKM
yang memberikan sumbangan besar terhadap PDB yaitu
sektor pertanian dan sektor perdagangan. Rata-rata
sumbangan masing-masing sektor selama kurun waktu 10
tahun terakhir (1999-2008) sebesar 94,76% dan 96,43%
(Tabel 5.3). Pada tahun 2009, kedua sektor tersebut
masing-masing tumbuh sebesar 4,1% dan 1,1%. Selain
itu, sektor lain dengan porsi cukup besar – di atas 50%
terhadap UMKM - seperi sektor kontruksi, pengangkutan
dan komunikasi; keuangan dan jasa perusahaan; dan jasajasa, pada tahun 2009 tumbuh cukup inggi yaitu masingmasing sebesar 7,1%, 15,5%, 5,0%, dan 6,4%. Hal ini
membukikan bahwa UMKM dapat bertahan menghadapi
krisis.
persen
20
18
16
Produk UMKM yang lebih banyak dipasarkan di domesik
menjadi nilai lebih dalam menghadapi penurunan kinerja
ekspor sebagai dampak krisis. Dalam kurun waktu 10
14
12
10
8
6
4
104 Quick Survey dilakukan oleh Bank Indonesia pada pertengahan
tahun 2009 dengan target sampel sebesar 1000 responden di
hampir seluruh wilayah Indonesia dengan proporsional berdasarkan
kontribusi masing-masing PDRB-nya. Deinisi UMKM menggunakan
kriteria omset berdasarkan UU UMKM No.20 tahun 2008.
2
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Porsi Ekspor UMKM
Sumber: Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah
2007
Rata-rata Sumbangan
UMKM terhadap PDB
1999-2008 (%)
Sektor
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
94,76
2
Pertambangan dan Penggalian
12,77
3
Industri Pengolahan
32,02
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
8,98
5
Konstruksi
54,93
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
96,43
7
Pengangkutan dan Komunikasi
54,66
8
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
63,21
9
Jasa-Jasa
59,17
Sumber: Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah
Faktor tenaga kerja pada UMKM menjadi kunci dari
daya tahan UMKM. Pada umumnya tenaga kerja UMKM
memiliki karakterisik berupa upah dan pendidikan yang
rendah (unskilled labor). Berdasarkan hasil penelitan
Bank Indonesia, ingkat upah yang rendah sejalan dengan
keahlian tenaga kerja UMKM yang rendah sehingga ingkat
produkivitas tenaga kerja UMKM relaif rendah. Kondisi
ini menyebabkan tenaga kerja UMKM relaif murah dan
dapat menjadi perimbangan terakhir bagi pengusaha
UMKM untuk mengurangi tenaga kerjanya. Biaya tenaga
kerja yang murah tersebut mendorong pengusaha UMKM
idak melakukan PHK secara cepat namun lebih cenderung
mempertahankan sambil menunggu momentum
pemulihan permintaan terjadi. Sementara bagi tenaga
kerja UMKM yang terkena PHK, karakterisik tenaga
kerja yang murah dan berpendidikan rendah tersebut
mendorong pergerakan tenaga kerja atau labor shiting
di antara UMKM cukup besar. Sehingga begitu salah satu
UMKM turun atau jatuh usahanya, maka tenaga kerjanya
relaif lebih mudah untuk “swing” atau berpindah. Dalam
model migrasi Todaro ditunjukkan bahwa perpindahan
tenaga kerja dalam usaha informal, yang mayoritas adalah
UMKM, relaif sangat mudah mengingat lapangan kerja
dalam sektor informal cukup luas dan idak memerlukan
tenaga kerja dengan keahlian yang inggi.105 Indikasi
perpindahan tenaga kerja ke sektor informal tersebut
dikonirmasi oleh data ketenagakerjaan BPS yang
menunjukkan bahwa tenaga kerja di sektor informal
mengalami peningkatan dari 71,35 juta tenaga kerja pada
2008
105 Todaro, Michael P., and Smith, Stephen C.,”Economic Development”,
Tenth Ediion, Addison Wesley, 2009
Agustus 2008 menjadi 72,61 juta pada Februari 2009 dan
posisi terakhir adalah 72,72 juta pada Agustus 2009.
Perilaku sektor UMKM dalam mempertahankan usahanya
juga turut membantu kinerja di sektor ini. Dari hasil
quick survey yang dilakukan Bank Indonesia, dampak
krisis ekonomi global terlihat dari penurunan rata-rata
omset per bulan. Namun demikian, penurunan omset
tersebut idak direspons langsung sepenuhnya dengan
penurunan produksi dan tenaga kerja. Salah satu faktor
penyebab penurunan terbatas pada produksi dan tenaga
kerja tersebut diduga terkait dengan pelaku usaha UMKM
yang berupaya melakukan eisiensi terlebih dahulu
sebelum melakukan PHK atau menurunkan kapasitas
produksi (Graik. 5.8). Hal tersebut tercermin dari hasil
survei tersebut yang menunjukkan mayoritas responden
menggunakan strategi eisiensi dalam rangka meredam
dampak krisis, sementara mengurangi tenaga kerja dan
mengurangi produksi bukan pilihan prioritas bagi mereka.
Selain langkah-langkah yang diambil oleh pengusaha
UMKM, Pemerintah juga melakukan berbagai upaya
dalam membantu pengembangan UMKM. Melalui
Departemen Koperasi, Pemerintah membuat beberapa
kebijakan yang dapat membantu pergerakan UMKM,
idak hanya dalam rangka upaya meredam krisis, namun
juga untuk membantu pengusaha UMKM agar terus
tumbuh dan berkembang. Kebijakan Pemerintah seperi
pemberdayaan UMKM melalui pemberian penyuluhan
atau pelaihan tetap terus dilakukan oleh Departemen
Koperasi. Upaya pengembangan pasar bagi produkproduk UMKM juga terus dilakukan oleh Pemerintah.
Graik 5.7. Porsi Ekspor UMKM
152
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
153
Pameran produk-produk UMKM di berbagai daerah terus
dilakukan oleh Pemerintah untuk memperkenalkan produk
UMKM sekaligus membuka dan memperluas pemasaran.
Selain itu, perhaian Pemerintah untuk membantu
pengembangan UMKM tertuang dalam program 100 hari
dan rencana 5 tahun ke depan yang mencakup antara lain :
perluasan program diklat dan pendidikan bagi pelaku UKM,
perluasan One Village One Product (OVOP), percepatan
pembangunan atau revitalisasi pasar tradisional sebanyak
90 pasar, di samping itu Pemerintah juga merencanakan
penambahan anggaran Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri).
Salah satu upaya untuk meningkatkan akses UMKM
kepada perbankan, Pemerintah mengeluarkan skema
Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan skema ini UMKM
dapat memperoleh pembiayaan dengan persyaratan
yang ringan dan didukung oleh fasilitas penjaminan oleh
pemerintah. Dalam skema tersebut UMKM dan Koperasi
yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable
karena keterbatasan agunan memperoleh kesempatan
untuk mendapatkan kredit dari bank, karena 70% dari
nilai kredit dijamin oleh Lembaga Penjamin Kredit milik
Pemerintah. Dalam pelaksanaan KUR tersebut Bank
Indonesia berindak sebagai mitra kerja bagi Pemerintah,
dalam hal ini menerbitkan ketentuan untuk mendukung
pelaksaaan penjaminan, monitoring pelaksaan program
KUR, dan melakukan koordinasi dengan perbankan
dan instansi terkait. Pada posisi akhir 2009, plafon KUR
mencapai Rp17,18 triliun dengan baki debit sebesar
Rp8,15 triliun dengan total debitur sebesar 8.153.345.
Sementara risiko dari penyaluran kredit tersebut cukup
rendah sebagaimana tercermin dari ingkat NPL sebesar
4,92%. Dilihat dari sektornya, penyaluran KUR paling
Secara umum, penyaluran kredit UMKM pada tahun 2009
oleh perbankan masih meningkat. Jumlah kredit modal
kerja di seluruh sektor - kecuali sektor industri pengolahan
- masih menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
posisi akhir tahun 2008. Hal yang sama juga ditunjukkan
oleh perkembangan kredit investasi. Secara umum hampir
seluruh sektor menunjukan posisi kredit investasi yang
meningkat (Tabel 5.4). Hal tersebut menunjukkan dua
responden
Melakukan Eisiensi
Mencari Pasar Baru
Mencari Segmen Pasar Baru
Mengurangi Tenaga Kerja
Mengurangi Cadangan Bahan Baku
hal, pertama dari sisi perbankan, kepercayaan perbankan
pada UMKM masih inggi yang diperkirakan karena ingkat
kelancaran UMKM melunasi kredit, baik kredit kelompok
modal kerja maupun kelompok investasi yang lebih baik.
Kedua, dari sisi UMKM sendiri, prospek pertumbuhan
output UMKM masih terus meningkat. Kondisi ini
mendorong, UMKM meningkatkan jumlah pinjamannya
untuk mengembangkan usahanya.
Menurunkan Produksi
Menggani Bidang Usaha
0
200
400
600
Graik. 5.8 Respons Pengusaha UMKM (Hasil Quick Survey)
banyak ditujukan pada sektor perdagangan, hotel dan
restoran (PHR) dan pertanian.
Peran Bank Indonesia melalui pelaksanaan kebijakan
moneter juga berpengaruh terhadap perkembangan
UMKM. Kebijakan moneter melalui penurunan suku
bunga BI Rate dan upaya mengendalikan kestabilan
nilai tukar memberikan peluang bagi pengusaha UMKM
untuk meningkatkan akses kredit serta membentuk
opimisme pelaku usaha UMKM. Selain itu, upaya Bank
Indonesia untuk meningkatkan akses UMKM terhadap
kredit perbankan juga dilakukan baik melalui himbauan
kepada perbankan untuk membantu pengembangan
UMKM melalui pemberian kredit, maupun melalui bentuk
pelaihan bagi pengusaha UMKM seperi pelaihan
pembuatan proposal kredit. Pelaihan tersebut sangat
pening untuk menjadikan usaha UMKM lebih mudah
mendapatkan kredit perbankan (bankable).
Tabel.5.4 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Investasi UMKM
jutaan rupiah
No
154
Sektor
1
Pertanian
2
Pertambangan
3
Industri pengolahan
4
Listrik,Gas dan Air
5
Konstruksi
6
Perdagangan
7
Pengangkutan
8
Jasa Dunia Usaha
9
Jasa Sosial Masyarakat
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
2008
2009
2008
2009
13.548.786
15.860.458
5.875.700
6.731.565
3.023.641
3.624.215
702.703
636.684
39.099.768
37.334.323
6.959.461
6.748.235
384.833
416.919
175.089
288.218
14.223.747
15.990.977
2.893.445
3.300.093
138.331.809
163.558.675
18.818.021
24.421.565
4.691.147
4.785.247
3.949.499
4.520.721
28.633.538
30.195.279
12.218.683
13.932.720
5.034.939
5.666.125
2.551.786
3.080.270
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
155
Peran Industri Pengolahan sebagai
Motor Pertumbuhan Ekonomi
g
5.3
Potret Industri Pengolahan
Peran sektor industri pengolahan nonmigas sangat
pening dalam perekonomian Indonesia.106 Dilihat
dari kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi,
sumbangan sektor ini masih yang paling besar dalam
pembentukan PDB. Bila dilihat dari kontribusinya terhadap
ekspor, peran sektor ini lebih besar dibandingkan dengan
ekspor sektor pertanian dan sektor pertambangan. Jika
dilihat kontribusinya terhadap tenaga kerja, sektor ini ratarata menyerap sekitar 12% dari total tenaga kerja. Sektor
industri memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan
(backward dan forward linkage) yang besar sehingga
peningkatan kinerja industri pengolahan dapat berefek
pada sektor industri lainnya.107
Di tengah perannya yang pening dalam perekonomian
domesik, kinerja sektor industri pengolahan nonmigas
terus mengalami tren penurunan dalam 5 tahun terakhir.
Dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, sejak tahun
2005 kinerja sektor industri tersebut terus mengalami
penurunan meskipun relaif terbatas, yaitu dari 28,07%
pada tahun 2005 menjadi sekitar 26% pada tahun 2009.
106 Deinisi dan konsep yang digunakan mengacu pada deinisi dari
BPS mengenai industri pengolahan nonmigas yakni suatu kegiatan
ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang mekanis,
kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah
jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi yang lebih inggi
nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.
107 Forward linkage adalah suatu kegiatan ekonomi yang output-nya
dapat dimanfaatkan sebagai input kegiatan ekonomi lainnya.
Backward linkage adalah sebuah kegiatan ekonomi yang input-nya
menyerap output dari kegiatan ekonomi lain.
156
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Tabel 5.5 Kinerja Industri Pengolahan Nonmigas Tahun 2009
Subsektor Industri Pengolahan
Pertumbuhan 2009
(yoy)
Pangsa Thp Industri
nonmigas (%)
11,3
29,8
1
Makanan, minuman dan tembakau
2
Teksil barang kulit dan alas kaki
0,5
9,8
3
Barang kayu dan hasil hutan lainnya
-1,5
3,8
4
Kertas dan barang cetakan
6,3
5,2
5
Kimia dan barang dari karet
1,5
13,3
6
Semen & barang galian bukan logam
-0,6
3,0
7
Logam dasar besi dan baja
-4,5
1,5
8
Alat angkutan, mesin & peralatannya
-2,9
32,9
9
Barang lainnya
3,1
0,7
Sumber: BPS
Dilihat dari pertumbuhannya, dalam 5 tahun terakhir
industri pengolahan mencatat rata-rata 5% per tahun,
jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelum
krisis tahun 1997 yang dapat tumbuh rata-rata 10% per
tahun. Penurunan tersebut menyebabkan pertumbuhan
sektor industri menjadi lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional, padahal
sebelumnya pertumbuhan sektor ini selalu berada di atas
pertumbuhan nasional.
pertumbuhan yang relaif rendah bahkan subsektor
barang kayu mengalami kontraksi pada tahun 2009.
Sementara itu, subsektor yang berorientasi domesik
seperi industri makanan, minuman dan tembakau
menunjukkan pertumbuhan yang inggi pada tahun 2009
yaitu tumbuh sebesar 11,3%. Tingginya pertumbuhan di
subsektor ini diduga akibat dari masih ingginya daya beli
masyarakat dan juga meningkatnya permintaan terkait
dengan Pemilu Legislaif dan Pemilu Presiden (Tabel 5.5).
Untuk keseluruhan tahun 2009, sektor industri
pengolahan nonmigas hanya tumbuh sebesar 2,5% (yoy),
lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurunnya permintaan eksternal akibat krisis
perekonomian global memberikan pengaruh yang cukup
signiikan terhadap sektor industri pengolahan terutama
pada subsektor yang berorientasi ekspor. Subsektor
yang memiliki pangsa tujuan ekspor yang cukup besar
antara lain: barang kayu, teksil, dan kimia menunjukkan
Dilihat subsektornya, secara umum terdapat beberapa
industri yang mengalami kontraksi antara lain yaitu
subsektor barang kayu dan hasil hutan, subsektor
semen dan barang galian bukan logam, subsektor
logam dasar besi dan baja, serta subsektor alat angkut,
mesin, dan peralatannya. Sementara subsektor lainnya
masih menunjukkan kinerja yang posiif (Tabel 5.5).
Jika dilihat dari strukturnya, subsektor alat angkutan,
mesin dan peralatannya, subsektor makanan, minuman
dan tembakau, serta subsektor kimia dan barang dari
karet masih merupakan pangsa terbesar sektor industri
pengolahan (Graik 5.9). Sementara itu, subsektor
makanan, minuman dan tembakau, subsektor kertas
dan barang cetakan, merupakan penyumbang utama
pertumbuhan sektor industri pengolahan (Graik 5.10).
persen
100
80
60
g
40
Beberapa Karakterisik Industri
Pengolahan
20
0
I
II
III
IV
I
2008
Makanan, minuman dan tembakau
Barang kayu dan hasil hutan lainnya
Kimia dan barang dari karet
II
III
IV
2009
Logam dasar besi dan baja
Teksil barang kulit dan alas kaki
Kertas dan barang cetakan
Semen & barang galian bukan logam
Alat angkutan, mesin & peralatannya
Sumber: BPS
Penurunan kinerja sektor industri pengolahan nonmigas
terkait dengan beberapa karakterisik utama sektor
industri. Pertama, penggunaan input impor dalam
kegiatan sektor industri pengolahan cukup inggi sehingga
Graik 5.9 Distribusi Subsektor PDB Industri Pengolahan
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
157
(kontribusi,yoy)
Advantage (RCA).108 Indikasi lemahnya daya saing industri
Indonesia juga didasarkan pada hasil survei yang dilakukan
oleh World Economic Forum dalam bukunya yang berjudul
Global Compeiiveness Report 2009-2010 menunjukkan
bahwa posisi daya saing Indonesia masih berada pada
urutan ke 54 dari 130 negara yang ditelii idak berbeda
dengan tahun sebelumnya. Posisi daya saing Indonesia
masih jauh di bawah beberapa negara pesaing di kawasan
ASEAN lainnya seperi Singapura (3), Malaysia (21),
Thailand (36) (Tabel 5.7). Daya saing yang rendah tersebut
terkait dengan karakterisik industri pengolahan yang
cenderung terkonsentrasi pada beberapa perusahaan
dan banyaknya penggunaan mesin yang sudah tua,
yang umurnya di atas 10 tahun. Keempat, sebagian
(kontribusi,yoy)
1.4
2.4
1.2
1.0
1.9
0.8
0.6
1.4
0.4
0.2
0.9
0.0
(0.2)
0.4
(0.4)
(0.6)
I
II
III
2008**
Makanan, minuman dan tembakau
Kertas dan barang cetakan
Logam dasar besi dan baja
Industri Pengolahan (rhs)
IV
I
II
Teksil barang kulit dan alas kaki
Kimia dan barang dari karet
Alat angkutan, mesin & peralatannya
III
2009***
IV
(0.1)
Barang kayu dan hasil hutan lainnya
Semen & barang galian bukan logam
Barang lainnya
Sumber: BPS
Graik 5.10 Kontribusi Subsektor PDB Industri Pengolahan
108 RCA dapat dirumuskan sebagai berikut: RCA=(Xik/Xi/Wk/
Wt). Apabila nilai RCA suatu negara untuk komoditas tertentu
lebih besar dari satu (1), maka negara bersangkutan memiliki
keunggulan komparaif di atas rata-rata dunia untuk komoditas
tersebut. Demikian sebaliknya apabila lebih kecil dari satu (1).
Analisis menggunakan data yang bersumber dari UNCOMTRADE
berdasarkan SITC 2 digit yang terdiri dari 69 kelompok barang.
Keterangan:
Xik = nilai ekspor komoditas k dari negara i
Xi = nilai ekspor total dari negara i
Wk = nilai ekspor komoditas k di dunia
Wt = nilai ekspor total dunia
rentan terhadap gejolak nilai tukar. Kedua, orientasi
ekspor sektor industri ke negara maju masih inggi. Sekitar
44% ekspor sektor industri pengolahan masih ditujukan
ke iga negara utama yaitu Amerika Serikat, Eropa dan
Jepang. Kondisi tersebut menyebabkan sektor industri
sangat rentan terhadap gejolak eksternal yang terjadi pada
negara utama tujuan ekspor tersebut. Keiga, daya saing
sebagian besar produk industri yang lemah, sebagaimana
terindikasi dari rendahnya nilai Revealed Comparaive
Tabel.5.6 Beberapa Karakterisik Utama Industri Pengolahan Nonmigas
Karakterisik
1. Berdasarkan tabel IO 2005, ketergantungan
terhadap bahan baku impor masih cukup
inggi.
2. Pangsa pasar ekspor ke negara maju masih
cukup besar. (rata-rata 2005 - 2009)
Kondisi Terkini
Implikasi
- Terutama pd industri alat angkut, logam dasar
besi dan baja, kimia, kertas, dan teksil.
Relaif sensiif terhadap perubahan
nilai tukar.
- Pangsa pasar ke negara maju (AS, Eropa, Jepang)
sekitar 44,1%.
Kinerja ekspor industri sangat
rentan terhadap perubahan
ekonomi di negara maju .
- Pangsa pasar ke negara berkembang (Singapore,
China, India) sekitar 22,8%.
3. Daya saing produk industri masih relaif
rendah. Hanya produk TPT memiliki daya
saing yang cukup inggi.
4. Berdasarkan Survei Pemetaan Sektor
Ekonomi (SPSE) BI, masih cukup banyak
industri yang menggunakan mesin berusia
tua.
- Nilai RCA komoditas TPT: 1,88, kimia : 0,47, mesin Peluang untuk meningkatkan
dan peralatannya : 0,37, produk elektronik : 0,37
pertumbuhan ekspor akibat adanya
pemulihan ekonomi global relaif
(sumber : UNComtrade, diolah).
terbatas.
- Mesin yang perlu digani (usia >15 thn) mencapai
: 18%.
Peningkatan produksi yang lebih
cepat relaif sulit dilakukan.
- Mesin yang lama (usia 13 thn) : 35%.
5. Berdasarkan Survei Produksi BI, rata-rata
kapasitas uilisasi industri pada tahun 2009
mencapai 72,9%.
- Kapasitas uilisasi teringgi pada subsektor semen
dan barang galian bukan logam, kimia, serta
kertas.
Peningkatan produksi yang lebih
cepat relaif sulit dilakukan
6. Struktur pasar pada sektor industri hanya
terkonsentrasi pada beberapa perusahaan
saja.
- Dengan pendekatan concentraion raio 4 (CR4),
pangsa pasar dari 4 perusahaan sudah menguasai
lebih dari 75% dari total pangsa pasar.
Kurang kompeiif.
Sumber: Tabel Input Output 2005, BPS, SPSE BI 2006, Survei Produksi BI, UNComtrade (diolah)
158
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Tabel. 5.7 Peringkat Daya Saing Indonesia
Global Compeiiveness Index
Negara
2006-2007
2007-2008
2008-2009
2009-2010
Indonesia
50
54
55
54
Malaysia
26
21
21
21
Vietnam
77
68
69
69
Thailand
35
28
34
36
China
54
34
30
29
Filipina
71
71
70
87
Singapura
5
7
5
3
Sumber: World Economic Forum, 2009
besar industri mempunyai kapasitas uilisasi yang inggi
sehingga dikhawairkan kurang responsif apabila terdapat
peningkatan permintaan. Berdasarkan hasil Survei
Produksi Bank Indonesia, kapasitas uilisasi sektor industri
masih relaif inggi yaitu berada di atas 70%, bahkan
beberapa subsektor kapasitas uilisasinya mencapai di
atas 90% yaitu subsektor kimia, subsektor semen, serta
subsektor logam dasar (Tabel 5.6).
g
Kesiapan Sektor Industri dalam
Menghadapi ASEAN-China Free Trade
Agreement (ACFTA)
Selain karakterisik industri yang telah disebutkan
di atas, tantangan sektor industri bertambah akibat
mulai diterapkannya kesepakatan ACFTA. Kesepakatan
perdagangan bebas ASEAN-China ini diawali dengan
adanya kerangka persetujuan Comprehensive Economic
Cooperaion pada tahun 2002 di Pnom Penh. Negaranegara anggota ASEAN dan China menyepakai untuk
membentuk perdagangan bebas pada tahun 2010 antara
China dan negara ASEAN-6 yaitu Indonesia, Brunei,
Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina, serta negara
ASEAN-4 lainnya (Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar)
pada tahun 2015.
Dalam tahap implementasi perjanjian perdagangan
bebas tersebut, penghapusan tarif bea masuk disepakai
untuk dilakukan secara bertahap. Penurunan atau
penghapusan tarif bea masuk ACFTA terbagi ke dalam
empat skema yaitu Early Harvest Program (EHP), Normal
Track (NT) Sensiive Track (ST) dan Highly Sensiive
Track (HST). Dalam skema EHP, disepakai penghapusan
tarif bea masuk secara bertahap mulai 1 Januari 2004
hingga menjadi 0% pada 1 Januari 2006. Dalam skema
NT, penurunan tarif bea masuk dimulai sejak tanggal 20
Juli 2005 dan terbagi lagi ke dalam NT I dan NT II. Untuk
skema NT-I, penurunan tarif bea masuk menjadi 0% pada
1 Januari 2010, sementara untuk NT-II penurunan tarif
bea masuk menjadi 0% pada tahun 2012. Pada skema
ST, tarif bea masuk menjadi 20% pada tahun 2012 dan
menjadi 0-5% pada tahun 2018. Pada skema terakhir yaitu
HST, tarif bea masuk menjadi maksimal 50% pada tahun
2015. Jumlah komoditas yang masuk ke dalam ACFTA
mencapai 8.738 barang dimana sebagian besar masuk ke
dalam skema NT1 yaitu sebanyak 6.682 komoditas (Tabel
5.8). Hingga tahun 2009, jumlah pos tarif komoditas yang
sudah turun ke nol persen mencapai 5.709 barang atau
mencapai 65,3% dari total seluruh komoditas. Sementara
pada tahun 2010, jumlah komoditas dengan tarif bea
masuk nol persen bertambah sebanyak 1.597 komoditas
sehingga jumlahnya mencapai 7.306 atau sebesar 83,61%
dari total pos tarif ACFTA.
Penerapan ACFTA memberikan peluang bagi peningkatan
ekspor Indonesia berbasis SDA. Pemetaan peluang
ekspor berdasarkan indikator RCA serta berdasarkan
kinerja pertumbuhan ekspor nonmigas dalam lima tahun
terakhir.109 Kombinasi antara indikator RCA dan kinerja
ekspor tersebut membagi komoditas ke dalam empat
kuadran. Berdasarkan hasil pemetaan, sebagian besar
komoditas yang berpotensi dapat memanfaatkan pasar
China dan ASEAN adalah komoditas berbasis sumber daya
alam. Beberapa komoditas industri berbasis SDA seperi
CPO, karet, dan kertas menjadi penyumbang utama
109 Analisis berdasarkan SITC 2 digit yang terdiri dari 69 kelompok
barang. Batasan pertumbuhan berdasarkan rata-rata ekspor nomigas
Indonesia dalam periode tahun 2004-2008 sebesar 17,2%.
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
159
Tabel 5.8 Pembagian Komoditas berdasarkan Skema Penurunan Harga dan Sektoral
Sektor Industri
No. Kategori
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
Jml Per
Kategori
Keterangan
Pos Tarif
1
EHP 1
343
2
EHP 2
2
182
20
35
3
NT – I
185
9
4
NT – II
1
6
6
ST
HST
1
1
48
9
6,682
Normal Track1 : bea
masuknya mulai
diturunkan/dihapuskan
sejak tanggal 20 Juli 2005
dan akan menjadi 0% pada
01 Januari 2010
16
474
Normal Track2 : bea
masuknya akan diturunkan/
dihapuskan menjadi 0%
pada tahun 2012
6
228
186 123 114 411 299 749 405 764 1,245 838 302 166 723 49 114
3
Usulan penundaan
5
545
19
2
1
20
4
15
4
16
14
117
66
14
107
7
2
114
10
58
85
4
Early Harvest Programme)
: bea masuknya telah
diturunkan/dihapuskan
menjadi 0% sejak tanggal
01 Januari 2004 s/d 01
Januari 2006
152 119
13
73
15
41
6
7
22
2
GEL
48
128
206
23
22
7
642
Sensiive Track :
penurunan/penghapusan
tarif bea masuknya hingga
0% - 20% akan dilakukan
pada tahun 2012 s/d 2017,
dan 0% - 5% tahun 2018
251
Highly Sensiive Track :
penurunan/penghapusan
tarif bea masuknya hingga
menjadi 0% - 50% dilakukan
mulai pada tahun 2015
96
General Exepion List (GEL)
yaitu datar produk yang
dikecualikan dari skema
CEPT oleh suatu negara
karena dianggap pening
untuk alasan perlindungan
keamanan nasional, moral
masyarakat, kehidupandan
kesehatan dari manusia,
binatang atau tumbuhan,
nilai barang-barang seni,
bersejarah atau arkeologis.
Sumber: Departemen Perdagangan (diolah)
Keterangan:
A = Pertanian
B = Kelautan & Perikanan
C = Energi & Sumber Daya Mineral
D = Pengawasan Obat & Makanan
E = Kehutanan
F = Makanan & Minuman
G = Hasil Hutan & Perkebunan
H = Kimia Hulu
I = Kimia Hilir
J = Logam
K = Mesin
L = Tekstil & Produk Tekstil
M = Aneka
N = Alat Angkut
O = Elektronika
P = Maritim
Q = Kerajinan
kuadran I, yaitu kuadran dengan RCA lebih besar dari satu
dan pertumbuhan di atas rata-rata komoditas lainnya.
Meskipun dari sisi jumlah komoditas pada kuadran I relaif
sedikit dibandingkan dengan kuadran lainnya, namun
dari sisi nilai ekspor mempunyai pangsa paling besar
yaitu 47,4% (Graik 5.11 dan 5.12). Oleh karena dukungan
komoditas berbasis SDA dalam kuadran I tersebut relaif
besar, perlu dicermai sejak dini untuk pengembangan
pada kelompok komoditas kuadran potensial yaitu pada
160
kuadran II dan IV. Hal itu disebabkan komoditas pada
kuadran tersebut berbasis industri sehingga diversiikasi
ekspor menjadi lebih baik.
Distribusi sebaran komoditas ekspor Indonesia pada
kuadran II dan IV berpotensi untuk dapat dikembangkan
lebih lanjut. Dari gambaran kinerja selama lima tahun,
komoditas dalam kelompok II telah menunjukkan kinerja
yang menggembirakan dengan mencatat pertumbuhan di
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
50
Kuadran II
Pertumbuhan Ekspor (%)
Kuadran I
40
Kwadran IV,
25.1%
30
Kwadran I,
47.4%
20
-0.5
0.5 10
1.5
2.5
3.5
Kwadran III,
19.4%
4.5
Kwadran II,
8.1%
RCA
0
-10
Kuadran III
-20
Kuadran IV
Sumber: UN Comtrade (diolah)
Graik 5.11 Sebaran Komoditas RCA VS Pertumbuhan Ekspor
Graik 5.12 Pangsa terhadap Nilai Ekspor
atas rata-rata. Beberapa komoditas utama dalam kuadran
II tersebut antara lain komoditas besi dan baja, kendaraan,
permesinan, dan peralatan transportasi. Sementara itu,
kelompok komoditas kuadran IV mempunyai keunggulan
comparaive namun masih tumbuh terbatas antara lain
terdiri dari komoditas TPT, produk kayu, kertas dan bubur
kertas, serta perabotan rumah.
Penerapan ACFTA juga berpotensi menurunkan tekanan
inlasi. Peningkatan produk China sejak bergabung dengan
WTO di satu sisi memberi ancaman pada persaingan
komoditas di pasar global yang semakin inggi, di sisi
lain, banjirnya produk China ke berbagai negara dengan
harga relaif murah telah memberikan sumbangan
bagi penurunan tekanan inlasi. Demikian juga dengan
Indonesia, beberapa produk dalam skema EHP dan NT
yang telah menurunkan tarif secara bertahap sejak tahun
2004 memberikan pilihan barang yang lebih banyak bagi
masyarakat dengan harga yang lebih terjangkau. Hasil
konirmasi dari pelaku bisnis juga menyatakan dampak
posiif dengan adanya berbagai pilihan alternaif mesin
industri dari China yang selama ini mengandalkan mesin
dari negara maju dengan harga relaif mahal.
Di samping peluang, penerapan ACFTA tersebut memberi
ancaman bagi perkembangan industri domesik. Dari
sisi barang ekspor secara umum, tantangan yang berat
akan dihadapi industri yang idak berbasis SDA. Dengan
dukungan skala ekonomi dan sumber daya manusia
yang besar, China relaif mempunyai keunggulan pada
produk industri dibandingkan dengan negara lainnya.
Komoditas industri domesik khususnya yang bersifat
padat karya cenderung mempunyai tantangan yang lebih
besar dalam bersaing dengan produk serupa dari China.
Pote
yang Mengalir dalam Nadi
Satu-satu kayu terpaku merangkai dinding. Lalu
kuatkan dengan kerangka penyangganya. Sang
pencipta membiarkan tangannya bekerja tanpa
pernah ragu akan hasilnya. Sebab seiap deil ukuran
dan bentuk telah terpatri jelas dalam benaknya.
Bahkan seiap tarikan nafas bisa dikata serupa jiwa
yang menghidupkan wujud bahtera.
1
BAB
V
MENINGKATKAN KETAHANAN
SEKTOR RIIL DALAM MENDUKUNG
PEMULIHAN EKONOMI
Meningkatkan Ketahanan Sektor
Riil dalam Mendukung Pemulihan
Ekonomi
Di tengah kontraksi perekonomian dunia yang cukup
dalam, ketahanan sektor riil masih cukup kuat dalam
merespons tekanan ekonomi dunia sehingga mampu
mendukung kinerja perekonomian Indonesia tahun
2009.99 Dampak krisis ekonomi dunia terhadap
sektor riil terutama melalui jalur perdagangan
sebagaimana tercermin pada penurunan kinerja
ekspor yang cukup tajam. Selanjutnya penurunan
ekspor tersebut menyebabkan dunia usaha
mengurangi kegiatannya dan pada gilirannya
menyebabkan penurunan investasi dan konsumsi.
Meskipun terkena dampak krisis ekonomi global,
ekonomi Indonesia dapat tumbuh mencapai 4,5%
(yoy), lebih baik jika dibandingkan dengan perkiraan
awal tahun sebesar 4,0% (yoy). Hal tersebut idak
terlepas dari masih kuatnya permintaan domesik,
khususnya konsumsi rumah tangga. Masih ingginya
konsumsi rumah tangga tersebut dipengaruhi oleh
beberapa hal, terutama masih cukup kuatnya daya
beli masyarakat, cukup besarnya pengeluaran terkait
dengan kegiatan Pemilu, dan kebijakan simulus
iskal untuk menjaga daya beli masyarakat. Selain
itu, masih ingginya pertumbuhan ekonomi domesik
juga didukung oleh cukup dominannya peran UMKM
dalam perekonomian Indonesia. Sampai saat ini,
mengingat peran ekspor dan impor pada sektor
UMKM masih terbatas, dampak krisis ekonomi global
terhadap sektor tersebut menjadi relaif kecil.
Sementara itu, masih ingginya konsumsi rumah
tangga juga didukung oleh inlasi yang rendah.
Tingkat inlasi yang rendah tersebut menyebabkan
daya beli masyarakat terjaga dan mendorong
terpeliharanya ingkat kepercayaan dan ekspektasi
konsumen. Selain itu, terjaganya daya beli
masyarakat juga didukung oleh berbagai paket
kebijakan Pemerintah seperi: penurunan pajak
penghasilan orang pribadi dan peningkatan batas
penghasilan idak kena pajak.
Keberhasilan dalam menjaga daya tahan
perekonomian domesik masih menyisakan
beberapa permasalahan yaitu pertumbuhan sektor
industri pengolahan yang cenderung menurun
dan terkendalanya beberapa proyek infrastruktur.
Tantangan ini semakin berari mengingat
kesepakatan ASEAN-China Free Trade Agreement
(ACFTA) mengharuskan sektor industri pengolahan
meningkatkan daya saing. Untuk itu, pembangunan
sektor industri ke depan harus didukung ketersediaan
infrastruktur yang memadai dan pembangunan
industri tersebut perlu memperhaikan aspek daerah,
yaitu membangun industri dengan memerhaikan
sektor unggulan di daerah tersebut.
Bab ini mengulas dinamika sektor riil pada tahun
2009 ke dalam dua bagian. Bagian pertama
menganalisis mengapa ketahanan permintaan
domesik yang didukung oleh konsumsi rumah
tangga cukup inggi di tengah terpaan krisis global
dan apakah sustainabilitas konsumsi rumah tangga
ke depan dapat terjaga. Analisis dibagi menjadi
dua subbab yang menganalisis faktor-faktor yang
menjelaskan ketahanan konsumsi rumah tangga
dan peran UMKM sebagai peredam dampak krisis
keuangan global. Bagian kedua berisi berbagai
tantangan yang dihadapi oleh sektor riil dalam
menjaga agar momentum pemulihan ekonomi
nasional dapat terus didorong. Dalam bagian ini,
berbagai tantangan sektor industri pengolahan
termasuk dalam rangka menghadapi ACFTA dibahas.
Kemudian, permasalahan klasik di sektor riil yaitu
kurangnya infrastruktur serta langkah-langkah yang
perlu dilakukan ke depan akan didiskusikan.
99 Deinisi sektor riil mengacu kepada segala sesuatu yang terkait
dengan produksi barang dan jasa serta distribusinya. Kegiatan sektor
riil tersebut juga termasuk produksi, konsumsi, dan investasi di
seluruh kegiatan ekonomi.
144
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
145
persen, yoy
persen, yoy
indeks
8
30
25
20
15
7
140
6
130
5
120
4
110
100
3
10
optimis
90
2
80
5
1
70
0
0
2004
2005
2006
2007
2008
Konsumsi Rumah Tangga (Skala Kanan)
60
2009
pesimis
I
II III
2006
IV
I
II III
2007
IV
I
II III
2008
IV
I
II III
2009
IV
IHK
Ekspektasi Konsumen
Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Keyakinan konsumen
Sumber: BPS
Graik 5.1 Inlasi dan Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga
Ketahanan Konsumsi Rumah Tangga
5.1
Di tengah tekanan pengaruh negaif krisis ekonomi global,
konsumsi rumah tangga muncul sebagai penopang utama
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Masih relaif ingginya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga – yang memiliki
pangsa terbesar yaitu sekitar 58% dari PDB- mampu
menopang pertumbuhan ekonomi untuk idak turun lebih
dalam. Pada tahun 2009, konsumsi rumah tangga dapat
tumbuh cukup inggi yaitu sebesar 4,85%, hanya sedikit
menurun dibandingkan dengan pertumbuhan tahun
sebelumnya (5,34%). Pada paro pertama tahun 2009
keika dampak krisis sangat terasa pada perekonomian
Indonesia, konsumsi rumah tangga masih dapat tumbuh
posiif dengan pertumbuhan yang cukup inggi. Bahkan
pada triwulan I 2009 pertumbuhan konsumsi rumah
tangga masih dapat tumbuh sebesar 5,95%. Tingginya
pertumbuhan konsumsi pada paro pertama tahun 2009
ini terutama terkait dengan besarnya pengeluaran
sehubungan dengan kegiatan Pemilu, baik yang dilakukan
oleh partai poliik maupun calon anggota legislaif dalam
pelaksanaan kampanye legislaif dan pemilihan presiden.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga terkait kegiatan
Pemilu ini oleh Badan Pusat Staisik (BPS) tercatat pada
pengeluaran lembaga swasta nonproit. Dari data BPS,
selama triwulan I 2009, pengeluaran konsumsi lembaga
nonproit tersebut tercatat sebesar Rp26,58 triliun.
Graik 5.2 Survei Konsumen Bank Indonesia
tangga akibat ingginya ingkat inlasi di tahun tersebut.
Kenaikan inlasi yang cukup inggi – sebesar 17,11% akibat kenaikan harga BBM pada Maret dan Oktober
2005 menyebabkan daya beli dan ekspektasi masyarakat
terhadap kondisi perekonomian memburuk, sehingga
konsumsi rumah tangga pada tahun tersebut turun cukup
signiikan (Graik 5.1). Pada tahun 2009, inlasi yang cukup
rendah mampu menjaga daya beli masyarakat sekaligus
membawa terpeliharanya ekspektasi masyarakat,
terutama terpeliharanya ingkat kepercayaan dan
ekpektasi konsumen. Hal tersebut pada gilirannya mampu
mempengaruhi indeks kepercayaan dan ekspektasi
konsumen pada tahun 2009 yang pesimis sampai dengan
triwulan I 2009 secara berangsur berubah menjadi opimis
di periode sesudahnya sampai dengan akhir tahun 2009
(Graik 5.2). Kondisi tersebut mengakibatkan konsumsi
rumah tangga pada tahun 2009 idak banyak terpengaruh
dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Graik 5.1).
indeks
120
110
100
90
80
70
Di samping itu, relaif ingginya pertumbuhan konsumsi
rumah tangga pada tahun 2009 juga didukung oleh
ingkat inlasi yang rendah. Hal tersebut berbeda bila
dibandingkan dengan gejolak eksternal yang terjadi pada
tahun 2005, dampak gejolak eksternal tersebut sangat
berpengaruh menurunkan pertumbuhan konsumsi rumah
146
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
60
50
40
I
II III
2006
IV
I
Keyakinan Konsumen
II III
2007
IV
I
Kondisi Saat Ini
II III
2008
IV
I
II III
2009
IV
Secara fundamental kuatnya konsumsi rumah tangga
ditopang oleh masih ingginya daya beli masyarakat.Secara
umum ingginya daya beli masyarakat bersumber dari
beberapa faktor utama. Pertama, peningkatan penghasilan
masyarakat secara umum. Pada tahun 2009 pendapatan
per kapita masyarakat yang dihitung berdasarkan PDB per
kapita atas harga berlaku menunjukkan peningkatan dari
Rp21,7 juta per tahun pada tahun 2008 menjadi Rp24,3
juta per tahun atau meningkat sekitar 12%. Hal tersebut
didukung oleh data penghasilan di sektor formal dan
informal yang semakin meningkat. Di sektor formal, survei
yang dilakukan oleh BTI Consultants mengindikasikan
bahwa rata-rata kenaikan gaji pada tahun 2009 sebesar
8,39% dengan peningkatan gaji terbesar pada iga sektor
yaitu sektor asuransi (9%-13%), sektor minyak dan gas
(8%-12%) dan fast moving consumer goods (3%-11%).100
Di sektor informal, kenaikan penghasilan tersebut
tercermin dari meningkatnya upah buruh tani riil dari
Rp.29.063 per hari pada tahun 2008 menjadi Rp.30.473
per hari pada tahun 2009. Kenaikan penghasilan di sektor
formal dan informal tersebut sangat membantu daya
beli masyarakat, terutama di tengah ingkat inlasi yang
rendah. Kedua, adanya indikasi pemanfaatan tabungan
oleh sektor swasta untuk mendukung ingkat konsumsi
yang ada. Hal tersebut terkait dengan keputusan
antar waktu (intertemporal) konsumen untuk menjaga
kesinambungan daya beli yaitu dengan mengalihkan
sebagian potensi konsumsi yang akan datang ke konsumsi
saat ini. Keputusan antar waktu seperi itu pada gilirannya
mampu mendukung konsumsi domesik tetap stabil
dalam jangka waktu yang panjang. Tingginya potensi
tabungan masyarakat tersebut terkait dengan ingginya
Ekspektasi Konsumen
Sumber: Danareksa
Graik 5.3 Survei Konsumen – Danareksa
100 Majalah SWA, edisi Mei 2009
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
147
pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam empat tahun
terakhir yaitu sekitar 6%.
persen
persen
83
16,5
16
Selain itu, untuk melindungi daya beli masyarakat bawah
Pemerintah terus menyalurkan dana bantuan langsung
tunai (BLT). Terkait dengan paket simulus, Pemerintah
juga mengeluarkan kebijakan berupa penurunan tarif
pajak penghasilan orang pribadi, peningkatan batas
penghasilan idak kena pajak (PTKP) maupun melalui
pemberian berbagai subsidi seperi subsidi minyak
goreng. Kemudian, pada triwulan II 2009, Pemerintah juga
memberikan gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil. Berbagai
program tersebut sangat membantu terutama bagi
masyarakat kelompok menengah bawah. Di samping itu,
kebijakan moneter melalui penurunan suku bunga juga
turut membantu daya beli masyarakat.
78
15,5
15
73
14,5
14
68
13,5
13
63
12,5
58
Rasio Usia Awal Karier/Populasi, skala kiri
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
12
Rasio Usia Puncak karier/Populasi
Sumber: BPS (diolah)
Graik 5.4 Rasio Usia Awal dan Puncak Karier dalam Populasi
Indonesia
premis ini, adanya peningkatan ataupun penurunan
pendapatan dari seorang individu yang dianggap bersifat
temporer hanya akan memberi efek terbatas terhadap
kegiatan konsumsi individu tersebut. Secara konseptual,
teori LCH dan PIH berkebalikan dengan teori Keynes yang
beranggapan bahwa konsumsi seorang individu pada
suatu waktu akan sangat terkait dengan pendapatannya
pada waktu tersebut.
Opimisme konsumen akan pendapatan yang akan datang
juga mendorong akivitas konsumsi. Hasil survei konsumen
yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan bahwa
ekspektasi masyarakat akan pendapatan ke depan masih
tetap inggi meskipun menghadapi krisis ekonomi global
(Graik 5.2). Opimisme tersebut mendorong indeks
keyakinan konsumen berada di level opimis pada
triwulan II 2009. Opimisme konsumen pada kondisi yang
akan datang juga terlihat pada survei Danareksa. Survei
tersebut menunjukkan bahwa pada bulan Mei indeks
ekspektasi konsumen sudah mulai opimis (Graik 5.3).
Tingkat konsumsi rumah tangga yang memperhitungkan
ingkat ekspektasi pendapatannya di masa yang akan
datang merupakan indikasi dari perilaku rumah tangga
yang cenderung mengikui teori Life Cycle Hypothesis
(LCH) Permanent Income Hypothesis (PIH) yang
mengatakan bahwa teori LCH dan PIH pada hakikatnya
menyatakan bahwa keputusan seorang individu dalam
melakukan konsumsi idak hanya didasarkan pada
pendapatannya saat ini, melainkan juga memperhitungkan
ekspektasi pendapatannya di masa depan. Berdasarkan
pembiayaan konsumsi. Berdasarkan data Desember 2009,
pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 17,3% (yoy), jauh
di atas pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja.
Sumber pembiayaan lainnya yang juga menunjukkan
peningkatan yakni pertumbuhan pemberian pinjaman
pegadaian. Pada posisi September 2009, pertumbuhan
pinjaman yang diberikan pegadaian meningkat sekitar
47,5%. Peningkatan tersebut diduga sebagai indakan
rumah tangga yang cenderung memanfaatkan tabungan
berbentuk barang seperi emas dan kendaraan untuk
mempertahankan ingkat konsumsinya.
Dalam jangka panjang, ingkat konsumsi masyarakat akan
dipengaruhi oleh struktur demograi dalam masyarakat.
Peningkatan rasio penduduk usia puncak karier terhadap
penduduk usia awal karier meningkatkan penghasilan
rumah tangga dengan kemampuan untuk melakukan
konsumsi dan menabung yang lebih inggi (Graik 5.4). Di
samping itu, perubahan demograi berupa peningkatan
urbanisasi juga mendorong konsumsi yang lebih inggi.
Data dari tahun 2000-2007, menunjukkan bahwa
perpindahan penduduk dari desa ke kota tumbuh rata-rata
sebesar 4,3% per tahun, jauh lebih inggi dibandingkan
dengan negara lain seperi Brazil, China, dan India yang
masing-masing rata-rata tumbuh sebesar 2,2%, 3,4%,
dan 2,5% per tahun (Tabel 5.1). Pertumbuhan urbanisasi
tersebut menjadi salah satu sumber pertumbuhan
konsumsi mengingat rata-rata pengeluaran penduduk
di perkotaan jauh lebih inggi dibandingkan dengan
pedesaan. Berdasarkan data BPS, rata-rata pengeluaran
penduduk perkotaan pada tahun 2008 sebesar Rp.496.000
per bulan, lebih inggi sekitar 75% dibandingkan dengan
pengeluaran penduduk pedesaan.102
102 BNP Paribas, Indonesia Strategy, 2010: Road Map, 22 Desember
2010
Masih kuatnya neraca rumah tangga memudahkan
akses pembiayaan untuk konsumsi. Berdasarkan
peneliian BIS (2009)101, dibandingkan dengan negara
lain, ingkat utang rumah tangga di Indonesia relaif
kecil, yaitu masih berkisar 7%. Sementara itu, di Korea
sebesar 82% dan di AS serta Inggris melebihi 100%.
Rendahnya rasio tersebut, menyebabkan sektor rumah
tangga masih memiliki kemudahan terhadap akses
101 Gounan Ma, Eli Remoluna, and Ilhyock Shim (2009), Bank for
Internaional Setlement paper 46, Household Debt : Implicaion for
Monetary Policy and Financial Stability.
Tabel 5.1 Perkembangan Urbanisasi di Indonesia dan Beberapa Negara Berkembang
Negara
Indonesia
Urbanisasi (juta)
% dari total populasi
Rata-rata pertumbuhan
tahunan (%)
2000
2007
2000
2007
1990-2007
54,5
113,6
31
50
4,3
Brazil
111,8
163,1
75
85
2,2
China
311,0
556,3
27
42
3,4
India
216,6
329,1
26
29
2,5
Sumber: BNP Paribas, 2009
148
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
149
Tabel. 5.2. Peranan UMKM dalam Perekonomian Domesik Tahun 2008
PDB Harga Berlaku (Miliar Rp)
No.
Sektor
UMKM
Peran UMKM sebagai Peredam
Dampak Krisis Ekonomi Global
5.2
Ketahanan perekonomian domesik terhadap krisis
ekonomi global idak bisa dilepaskan dari peran pening
UMKM. Hal tersebut utamanya disebabkan oleh peran
kegiatan ekspor dan impor pada sektor ini relaif terbatas.
Di samping itu, sumber bahan baku UMKM juga lebih
banyak mengandalkan sumber domesik serta pangsa
pasar utamanya adalah pasar domesik. Kegigihan para
pengusaha UMKM dalam mempertahankan usahanya
melalui eisiensi dan pasokan tenaga kerja yang berlimpah
dan murah turut membantu meminimalkan dampak
krisis tersebut ke sektor UMKM. Di samping itu, tenaga
kerja UMKM yang pada umumnya berpendidikan rendah
menyebabkan leksibilitas perpindahan tenaga kerja
antara sektor UMKM, terutama di sektor informal, karena
sektor ini idak memerlukan spesiikasi keahlian yang
inggi. Subbab ini menganalisis peran UMKM dalam
struktur perekonomian Indonesia.
g
Peran UMKM dalam Perekonomian
Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia
cukup besar. Dilihat dari kontribusinya terhadap
pembentukan PDB (atas harga berlaku) tahun 2008,
UMKM menyumbang sekitar 55,56% dari total PDB.
Secara sektoral, pada tahun 2008 peran UMKM di
sektor pertanian, perdagangan, dan jasa-jasa cukup
besar yaitu masing masing sebesar 95,26%, 96,34%, dan
95,66%. Kemudian diikui oleh sektor keuangan dan jasa
perusahaan; jasa-jasa; konstruksi; dan pengangkutan/
komunikasi. Sementara kontribusi UMKM terhadap sektor
pertambangan, industri, dan listrik relaif kecil. Di samping
itu, kontribusi UMKM juga terlihat dominan dari sisi
150
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
1
Pertanian
2
Pertambangan
PDB
Porsi
UMKM
(%)
Unit Usaha
UMKM
Total
Tenaga Kerja
Porsi
UMKM
(%)
UMKM
Total
Porsi
UMKM
(%)
679.452,9
713.291,4
95,26
26.400.869
26.401.111
100,00
42.460.064
42.689.635
99,46
69.155,8
543.363,8
12,73
261.341
261.421
99,97
641.463
720.310
89,05
435.324,5
1.380.731,5
31,53
3.238.111
3.239.420
99,96
10.463.416
12.302.150
85,05
3.092,0
40.846,7
7,57
11.622
11.747
98,94
102.536
156.769
65,41
3
Industri
4
Listrik, gas, dan air
bersih
5
Bangunan
156.071,2
419.321,6
37,22
174.359
174.604
99,86
766.095
797.111
96,11
6
Perdagangan, hotel,
dan restoran
666.809,1
692.118,8
96,34
14.789.950
14.791.206
99,99
24.314.062
24.494.057
99,27
7
Pengangkutan dan
Komunikasi
152.165,4
312.454,1
48,70
3.205.025
3.205.344
99,99
3.753.683
3.851.874
97,45
8
Keuangan,
Persewaan, dan
Jasa
230.890,5
368.129,7
62,72
997.511
998.110
99,94
2.657.545
2.813.609
94,45
9
Jasa-jasa
216.398,7
226.223,6
95,66
2.178.749
2.178.946
99,99
5.737.406
5.787.129
99,14
Total
2.609.360,1
4.696.481,2
55,56
51.257.537
51.261.909
99,99
90.896.270
93.612.644
97,10
Sumber: Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah
banyaknya unit usaha yang terserap. Jumlah unit usaha
dalam yang terserap dalam UMKM mencapai 99,99% dari
total unit usaha, dengan sumbangan 3 sektor terbesar
mencapai 85%. Tiga sektor terbesar tersebut - sektor
pertanian, perdagangan, dan jasa-jasa - masing-masing
menyumbang sebesar 26,40 juta, 14,79 juta, dan 2,18 juta
unit usaha (Tabel 5.2)103.
Selain itu, UMKM turut berperan besar dalam penyerapan
tenaga kerja secara nasional. Jumlah tenaga kerja yang
diserap UMKM mencapai 90,9 juta orang atau 97,10% dari
total jumlah tenaga kerja nasional. Sebagian besar tenaga
kerja tersebut terkonsentrasi pada UMKM kategori mikro
yaitu sebesar 81,74% dari total tenaga kerja UMKM. Jika
dilihat secara sektoral, tenaga kerja UMKM menyebar
pada seluruh sektor dan sebagian besar memberikan
103 Berdasarkan UU No.20 tahun 2008 tentang UMKM, (1) kriteria usaha
mikro yaitu memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50 juta (idak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp300 juta, (2) kriteria usaha kecil
yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50 juta sampai dengan
paling banyak Rp500 juta (idak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300 juta sampai dengan paling banyak Rp2,5 miliar, (3) kriteria
usaha menengah yaitu memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500
juta sampai dengan paling banyak Rp10 miliar (idak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha), atau memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp50 miliar.
kontribusi signiikan pada penyerapan tenaga kerja di
sektor tersebut. Dari sisi jumlah tenaga kerja, UMKM
menyumbang tenaga kerja terbanyak pada sektor
pertanian dan perdagangan yaitu masing-masing 42,46
juta dan 24,31 juta tenaga kerja atau sekitar 73% dari total
tenaga kerja di sektor UMKM.
Dari sisi perbankan, jumlah kredit yang disalurkan ke
UMKM juga cukup inggi. Selama tahun 2009, jumlah
kredit yang disalurkan kepada UMKM mencapai 51,28%
dari total kredit perbankan. Berdasarkan pangsa kredit
UMKM tersebut terlihat bahwa perbankan memandang
UMKM sebagai unit usaha yang layak dibiayai dan
menguntungkan secara komersial. Pada periode data
yang sama, kredit usaha kecil memiliki pangsa paling besar
mencapai 37%, diikui oleh kredit mikro sebesar 32%
dan kredit menengah sebesar 31% dari total kredit yang
disalurkan perbankan kepada UMKM.
g
Keunggulan UMKM dalam
Menghadapi Krisis Ekonomi
Secara umum, hasil survei yang dilakukan oleh Bank
Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mengetahui krisis dan merasakan dampak krisis ekonomi
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
151
Tabel. 5.3 Rata-Rata Sumbangan UMKM Terhadap PDB (1999-2008)
idak
8,2%
idak
merasakan
dampak krisis
25,2%
Mengetahui
adanya
krisis
91,8%
merasakan
dampak
krisis 74,8%
Graik 5.5. Survei Adanya Krisis Ekonomi
global terhadap usahanya104. Hasil survei tersebut
menunjukkan bahwa sekitar 92% responden mengetahui
adanya krisis ekonomi global, sementara sisanya idak
(Graik 5.5). Selain itu, adanya krisis ekonomi global
tersebut juga berpengaruh terhadap kegiatan usaha
UMKM sebagaimana tercermin dari jawaban 74,8%
responden yang merasakan dampak krisis, sementara
hanya 25,2% responden yang idak merasakan dampak
krisis pada usahanya (Graik 5.6).
Meskipun merasakan dampak krisis, daya tahan sektor
UMKM masih relaif cukup baik sehingga dampaknya ke
kinerja UMKM relaif terbatas. Sebagaimana yang terjadi
pada gejolak ekonomi yang pernah dialami terdahulu –
pada tahun 1997 dan tahun 2005 -, keberadaan sektor
UMKM merupakan salah satu faktor utama penyelamat
ekonomi Indonesia. Beberapa faktor utama yang
menyebabkan ingginya daya tahan sektor ini antara
lain, orientasi pemasaran produk-produk UMKM pada
pasar domesik dan relaif kecil yang diekspor. Selain
itu, pelaku UMKM mempunyai moivasi yang kuat untuk
mempertahankan usahanya dan kegiatan produksi yang
mengandalkan bahan-bahan baku lokal. Keunggulan
lainnya yakni karakterisik tenaga kerja di sektor ini yang
tersedia cukup besar dan murah serta berpendidikan
rendah sehingga mempunyai mobilitas yang inggi untuk
berpindah ke sektor lain.
No
Graik 5.6. Survei Dampak Adanya Krisis Ekonomi
tahun terakhir (1999-2008), porsi ekspor UMKM terhadap
ekspor total relaif kecil yaitu rata-rata sebesar 15.40 %
(Graik 5.7). Oleh karena itu, keika terjadi penurunan
ekspor seperi tahun 2009, UMKM relaif lebih dapat
bertahan mengingat produknya lebih banyak memenuhi
kebutuhan domesik dan hanya sedikit yang berorientasi
ekspor. Secara sektoral, terdapat dua sektor utama UMKM
yang memberikan sumbangan besar terhadap PDB yaitu
sektor pertanian dan sektor perdagangan. Rata-rata
sumbangan masing-masing sektor selama kurun waktu 10
tahun terakhir (1999-2008) sebesar 94,76% dan 96,43%
(Tabel 5.3). Pada tahun 2009, kedua sektor tersebut
masing-masing tumbuh sebesar 4,1% dan 1,1%. Selain
itu, sektor lain dengan porsi cukup besar – di atas 50%
terhadap UMKM - seperi sektor kontruksi, pengangkutan
dan komunikasi; keuangan dan jasa perusahaan; dan jasajasa, pada tahun 2009 tumbuh cukup inggi yaitu masingmasing sebesar 7,1%, 15,5%, 5,0%, dan 6,4%. Hal ini
membukikan bahwa UMKM dapat bertahan menghadapi
krisis.
persen
20
18
16
Produk UMKM yang lebih banyak dipasarkan di domesik
menjadi nilai lebih dalam menghadapi penurunan kinerja
ekspor sebagai dampak krisis. Dalam kurun waktu 10
14
12
10
8
6
4
104 Quick Survey dilakukan oleh Bank Indonesia pada pertengahan
tahun 2009 dengan target sampel sebesar 1000 responden di
hampir seluruh wilayah Indonesia dengan proporsional berdasarkan
kontribusi masing-masing PDRB-nya. Deinisi UMKM menggunakan
kriteria omset berdasarkan UU UMKM No.20 tahun 2008.
2
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Porsi Ekspor UMKM
Sumber: Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah
2007
Rata-rata Sumbangan
UMKM terhadap PDB
1999-2008 (%)
Sektor
1
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
94,76
2
Pertambangan dan Penggalian
12,77
3
Industri Pengolahan
32,02
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
8,98
5
Konstruksi
54,93
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
96,43
7
Pengangkutan dan Komunikasi
54,66
8
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
63,21
9
Jasa-Jasa
59,17
Sumber: Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil & Menengah
Faktor tenaga kerja pada UMKM menjadi kunci dari
daya tahan UMKM. Pada umumnya tenaga kerja UMKM
memiliki karakterisik berupa upah dan pendidikan yang
rendah (unskilled labor). Berdasarkan hasil penelitan
Bank Indonesia, ingkat upah yang rendah sejalan dengan
keahlian tenaga kerja UMKM yang rendah sehingga ingkat
produkivitas tenaga kerja UMKM relaif rendah. Kondisi
ini menyebabkan tenaga kerja UMKM relaif murah dan
dapat menjadi perimbangan terakhir bagi pengusaha
UMKM untuk mengurangi tenaga kerjanya. Biaya tenaga
kerja yang murah tersebut mendorong pengusaha UMKM
idak melakukan PHK secara cepat namun lebih cenderung
mempertahankan sambil menunggu momentum
pemulihan permintaan terjadi. Sementara bagi tenaga
kerja UMKM yang terkena PHK, karakterisik tenaga
kerja yang murah dan berpendidikan rendah tersebut
mendorong pergerakan tenaga kerja atau labor shiting
di antara UMKM cukup besar. Sehingga begitu salah satu
UMKM turun atau jatuh usahanya, maka tenaga kerjanya
relaif lebih mudah untuk “swing” atau berpindah. Dalam
model migrasi Todaro ditunjukkan bahwa perpindahan
tenaga kerja dalam usaha informal, yang mayoritas adalah
UMKM, relaif sangat mudah mengingat lapangan kerja
dalam sektor informal cukup luas dan idak memerlukan
tenaga kerja dengan keahlian yang inggi.105 Indikasi
perpindahan tenaga kerja ke sektor informal tersebut
dikonirmasi oleh data ketenagakerjaan BPS yang
menunjukkan bahwa tenaga kerja di sektor informal
mengalami peningkatan dari 71,35 juta tenaga kerja pada
2008
105 Todaro, Michael P., and Smith, Stephen C.,”Economic Development”,
Tenth Ediion, Addison Wesley, 2009
Agustus 2008 menjadi 72,61 juta pada Februari 2009 dan
posisi terakhir adalah 72,72 juta pada Agustus 2009.
Perilaku sektor UMKM dalam mempertahankan usahanya
juga turut membantu kinerja di sektor ini. Dari hasil
quick survey yang dilakukan Bank Indonesia, dampak
krisis ekonomi global terlihat dari penurunan rata-rata
omset per bulan. Namun demikian, penurunan omset
tersebut idak direspons langsung sepenuhnya dengan
penurunan produksi dan tenaga kerja. Salah satu faktor
penyebab penurunan terbatas pada produksi dan tenaga
kerja tersebut diduga terkait dengan pelaku usaha UMKM
yang berupaya melakukan eisiensi terlebih dahulu
sebelum melakukan PHK atau menurunkan kapasitas
produksi (Graik. 5.8). Hal tersebut tercermin dari hasil
survei tersebut yang menunjukkan mayoritas responden
menggunakan strategi eisiensi dalam rangka meredam
dampak krisis, sementara mengurangi tenaga kerja dan
mengurangi produksi bukan pilihan prioritas bagi mereka.
Selain langkah-langkah yang diambil oleh pengusaha
UMKM, Pemerintah juga melakukan berbagai upaya
dalam membantu pengembangan UMKM. Melalui
Departemen Koperasi, Pemerintah membuat beberapa
kebijakan yang dapat membantu pergerakan UMKM,
idak hanya dalam rangka upaya meredam krisis, namun
juga untuk membantu pengusaha UMKM agar terus
tumbuh dan berkembang. Kebijakan Pemerintah seperi
pemberdayaan UMKM melalui pemberian penyuluhan
atau pelaihan tetap terus dilakukan oleh Departemen
Koperasi. Upaya pengembangan pasar bagi produkproduk UMKM juga terus dilakukan oleh Pemerintah.
Graik 5.7. Porsi Ekspor UMKM
152
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
153
Pameran produk-produk UMKM di berbagai daerah terus
dilakukan oleh Pemerintah untuk memperkenalkan produk
UMKM sekaligus membuka dan memperluas pemasaran.
Selain itu, perhaian Pemerintah untuk membantu
pengembangan UMKM tertuang dalam program 100 hari
dan rencana 5 tahun ke depan yang mencakup antara lain :
perluasan program diklat dan pendidikan bagi pelaku UKM,
perluasan One Village One Product (OVOP), percepatan
pembangunan atau revitalisasi pasar tradisional sebanyak
90 pasar, di samping itu Pemerintah juga merencanakan
penambahan anggaran Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri).
Salah satu upaya untuk meningkatkan akses UMKM
kepada perbankan, Pemerintah mengeluarkan skema
Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan skema ini UMKM
dapat memperoleh pembiayaan dengan persyaratan
yang ringan dan didukung oleh fasilitas penjaminan oleh
pemerintah. Dalam skema tersebut UMKM dan Koperasi
yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable
karena keterbatasan agunan memperoleh kesempatan
untuk mendapatkan kredit dari bank, karena 70% dari
nilai kredit dijamin oleh Lembaga Penjamin Kredit milik
Pemerintah. Dalam pelaksanaan KUR tersebut Bank
Indonesia berindak sebagai mitra kerja bagi Pemerintah,
dalam hal ini menerbitkan ketentuan untuk mendukung
pelaksaaan penjaminan, monitoring pelaksaan program
KUR, dan melakukan koordinasi dengan perbankan
dan instansi terkait. Pada posisi akhir 2009, plafon KUR
mencapai Rp17,18 triliun dengan baki debit sebesar
Rp8,15 triliun dengan total debitur sebesar 8.153.345.
Sementara risiko dari penyaluran kredit tersebut cukup
rendah sebagaimana tercermin dari ingkat NPL sebesar
4,92%. Dilihat dari sektornya, penyaluran KUR paling
Secara umum, penyaluran kredit UMKM pada tahun 2009
oleh perbankan masih meningkat. Jumlah kredit modal
kerja di seluruh sektor - kecuali sektor industri pengolahan
- masih menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan
posisi akhir tahun 2008. Hal yang sama juga ditunjukkan
oleh perkembangan kredit investasi. Secara umum hampir
seluruh sektor menunjukan posisi kredit investasi yang
meningkat (Tabel 5.4). Hal tersebut menunjukkan dua
responden
Melakukan Eisiensi
Mencari Pasar Baru
Mencari Segmen Pasar Baru
Mengurangi Tenaga Kerja
Mengurangi Cadangan Bahan Baku
hal, pertama dari sisi perbankan, kepercayaan perbankan
pada UMKM masih inggi yang diperkirakan karena ingkat
kelancaran UMKM melunasi kredit, baik kredit kelompok
modal kerja maupun kelompok investasi yang lebih baik.
Kedua, dari sisi UMKM sendiri, prospek pertumbuhan
output UMKM masih terus meningkat. Kondisi ini
mendorong, UMKM meningkatkan jumlah pinjamannya
untuk mengembangkan usahanya.
Menurunkan Produksi
Menggani Bidang Usaha
0
200
400
600
Graik. 5.8 Respons Pengusaha UMKM (Hasil Quick Survey)
banyak ditujukan pada sektor perdagangan, hotel dan
restoran (PHR) dan pertanian.
Peran Bank Indonesia melalui pelaksanaan kebijakan
moneter juga berpengaruh terhadap perkembangan
UMKM. Kebijakan moneter melalui penurunan suku
bunga BI Rate dan upaya mengendalikan kestabilan
nilai tukar memberikan peluang bagi pengusaha UMKM
untuk meningkatkan akses kredit serta membentuk
opimisme pelaku usaha UMKM. Selain itu, upaya Bank
Indonesia untuk meningkatkan akses UMKM terhadap
kredit perbankan juga dilakukan baik melalui himbauan
kepada perbankan untuk membantu pengembangan
UMKM melalui pemberian kredit, maupun melalui bentuk
pelaihan bagi pengusaha UMKM seperi pelaihan
pembuatan proposal kredit. Pelaihan tersebut sangat
pening untuk menjadikan usaha UMKM lebih mudah
mendapatkan kredit perbankan (bankable).
Tabel.5.4 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Investasi UMKM
jutaan rupiah
No
154
Sektor
1
Pertanian
2
Pertambangan
3
Industri pengolahan
4
Listrik,Gas dan Air
5
Konstruksi
6
Perdagangan
7
Pengangkutan
8
Jasa Dunia Usaha
9
Jasa Sosial Masyarakat
Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
2008
2009
2008
2009
13.548.786
15.860.458
5.875.700
6.731.565
3.023.641
3.624.215
702.703
636.684
39.099.768
37.334.323
6.959.461
6.748.235
384.833
416.919
175.089
288.218
14.223.747
15.990.977
2.893.445
3.300.093
138.331.809
163.558.675
18.818.021
24.421.565
4.691.147
4.785.247
3.949.499
4.520.721
28.633.538
30.195.279
12.218.683
13.932.720
5.034.939
5.666.125
2.551.786
3.080.270
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
155
Peran Industri Pengolahan sebagai
Motor Pertumbuhan Ekonomi
g
5.3
Potret Industri Pengolahan
Peran sektor industri pengolahan nonmigas sangat
pening dalam perekonomian Indonesia.106 Dilihat
dari kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi,
sumbangan sektor ini masih yang paling besar dalam
pembentukan PDB. Bila dilihat dari kontribusinya terhadap
ekspor, peran sektor ini lebih besar dibandingkan dengan
ekspor sektor pertanian dan sektor pertambangan. Jika
dilihat kontribusinya terhadap tenaga kerja, sektor ini ratarata menyerap sekitar 12% dari total tenaga kerja. Sektor
industri memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan
(backward dan forward linkage) yang besar sehingga
peningkatan kinerja industri pengolahan dapat berefek
pada sektor industri lainnya.107
Di tengah perannya yang pening dalam perekonomian
domesik, kinerja sektor industri pengolahan nonmigas
terus mengalami tren penurunan dalam 5 tahun terakhir.
Dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, sejak tahun
2005 kinerja sektor industri tersebut terus mengalami
penurunan meskipun relaif terbatas, yaitu dari 28,07%
pada tahun 2005 menjadi sekitar 26% pada tahun 2009.
106 Deinisi dan konsep yang digunakan mengacu pada deinisi dari
BPS mengenai industri pengolahan nonmigas yakni suatu kegiatan
ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang mekanis,
kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah
jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi yang lebih inggi
nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir.
107 Forward linkage adalah suatu kegiatan ekonomi yang output-nya
dapat dimanfaatkan sebagai input kegiatan ekonomi lainnya.
Backward linkage adalah sebuah kegiatan ekonomi yang input-nya
menyerap output dari kegiatan ekonomi lain.
156
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Tabel 5.5 Kinerja Industri Pengolahan Nonmigas Tahun 2009
Subsektor Industri Pengolahan
Pertumbuhan 2009
(yoy)
Pangsa Thp Industri
nonmigas (%)
11,3
29,8
1
Makanan, minuman dan tembakau
2
Teksil barang kulit dan alas kaki
0,5
9,8
3
Barang kayu dan hasil hutan lainnya
-1,5
3,8
4
Kertas dan barang cetakan
6,3
5,2
5
Kimia dan barang dari karet
1,5
13,3
6
Semen & barang galian bukan logam
-0,6
3,0
7
Logam dasar besi dan baja
-4,5
1,5
8
Alat angkutan, mesin & peralatannya
-2,9
32,9
9
Barang lainnya
3,1
0,7
Sumber: BPS
Dilihat dari pertumbuhannya, dalam 5 tahun terakhir
industri pengolahan mencatat rata-rata 5% per tahun,
jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelum
krisis tahun 1997 yang dapat tumbuh rata-rata 10% per
tahun. Penurunan tersebut menyebabkan pertumbuhan
sektor industri menjadi lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional, padahal
sebelumnya pertumbuhan sektor ini selalu berada di atas
pertumbuhan nasional.
pertumbuhan yang relaif rendah bahkan subsektor
barang kayu mengalami kontraksi pada tahun 2009.
Sementara itu, subsektor yang berorientasi domesik
seperi industri makanan, minuman dan tembakau
menunjukkan pertumbuhan yang inggi pada tahun 2009
yaitu tumbuh sebesar 11,3%. Tingginya pertumbuhan di
subsektor ini diduga akibat dari masih ingginya daya beli
masyarakat dan juga meningkatnya permintaan terkait
dengan Pemilu Legislaif dan Pemilu Presiden (Tabel 5.5).
Untuk keseluruhan tahun 2009, sektor industri
pengolahan nonmigas hanya tumbuh sebesar 2,5% (yoy),
lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurunnya permintaan eksternal akibat krisis
perekonomian global memberikan pengaruh yang cukup
signiikan terhadap sektor industri pengolahan terutama
pada subsektor yang berorientasi ekspor. Subsektor
yang memiliki pangsa tujuan ekspor yang cukup besar
antara lain: barang kayu, teksil, dan kimia menunjukkan
Dilihat subsektornya, secara umum terdapat beberapa
industri yang mengalami kontraksi antara lain yaitu
subsektor barang kayu dan hasil hutan, subsektor
semen dan barang galian bukan logam, subsektor
logam dasar besi dan baja, serta subsektor alat angkut,
mesin, dan peralatannya. Sementara subsektor lainnya
masih menunjukkan kinerja yang posiif (Tabel 5.5).
Jika dilihat dari strukturnya, subsektor alat angkutan,
mesin dan peralatannya, subsektor makanan, minuman
dan tembakau, serta subsektor kimia dan barang dari
karet masih merupakan pangsa terbesar sektor industri
pengolahan (Graik 5.9). Sementara itu, subsektor
makanan, minuman dan tembakau, subsektor kertas
dan barang cetakan, merupakan penyumbang utama
pertumbuhan sektor industri pengolahan (Graik 5.10).
persen
100
80
60
g
40
Beberapa Karakterisik Industri
Pengolahan
20
0
I
II
III
IV
I
2008
Makanan, minuman dan tembakau
Barang kayu dan hasil hutan lainnya
Kimia dan barang dari karet
II
III
IV
2009
Logam dasar besi dan baja
Teksil barang kulit dan alas kaki
Kertas dan barang cetakan
Semen & barang galian bukan logam
Alat angkutan, mesin & peralatannya
Sumber: BPS
Penurunan kinerja sektor industri pengolahan nonmigas
terkait dengan beberapa karakterisik utama sektor
industri. Pertama, penggunaan input impor dalam
kegiatan sektor industri pengolahan cukup inggi sehingga
Graik 5.9 Distribusi Subsektor PDB Industri Pengolahan
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
157
(kontribusi,yoy)
Advantage (RCA).108 Indikasi lemahnya daya saing industri
Indonesia juga didasarkan pada hasil survei yang dilakukan
oleh World Economic Forum dalam bukunya yang berjudul
Global Compeiiveness Report 2009-2010 menunjukkan
bahwa posisi daya saing Indonesia masih berada pada
urutan ke 54 dari 130 negara yang ditelii idak berbeda
dengan tahun sebelumnya. Posisi daya saing Indonesia
masih jauh di bawah beberapa negara pesaing di kawasan
ASEAN lainnya seperi Singapura (3), Malaysia (21),
Thailand (36) (Tabel 5.7). Daya saing yang rendah tersebut
terkait dengan karakterisik industri pengolahan yang
cenderung terkonsentrasi pada beberapa perusahaan
dan banyaknya penggunaan mesin yang sudah tua,
yang umurnya di atas 10 tahun. Keempat, sebagian
(kontribusi,yoy)
1.4
2.4
1.2
1.0
1.9
0.8
0.6
1.4
0.4
0.2
0.9
0.0
(0.2)
0.4
(0.4)
(0.6)
I
II
III
2008**
Makanan, minuman dan tembakau
Kertas dan barang cetakan
Logam dasar besi dan baja
Industri Pengolahan (rhs)
IV
I
II
Teksil barang kulit dan alas kaki
Kimia dan barang dari karet
Alat angkutan, mesin & peralatannya
III
2009***
IV
(0.1)
Barang kayu dan hasil hutan lainnya
Semen & barang galian bukan logam
Barang lainnya
Sumber: BPS
Graik 5.10 Kontribusi Subsektor PDB Industri Pengolahan
108 RCA dapat dirumuskan sebagai berikut: RCA=(Xik/Xi/Wk/
Wt). Apabila nilai RCA suatu negara untuk komoditas tertentu
lebih besar dari satu (1), maka negara bersangkutan memiliki
keunggulan komparaif di atas rata-rata dunia untuk komoditas
tersebut. Demikian sebaliknya apabila lebih kecil dari satu (1).
Analisis menggunakan data yang bersumber dari UNCOMTRADE
berdasarkan SITC 2 digit yang terdiri dari 69 kelompok barang.
Keterangan:
Xik = nilai ekspor komoditas k dari negara i
Xi = nilai ekspor total dari negara i
Wk = nilai ekspor komoditas k di dunia
Wt = nilai ekspor total dunia
rentan terhadap gejolak nilai tukar. Kedua, orientasi
ekspor sektor industri ke negara maju masih inggi. Sekitar
44% ekspor sektor industri pengolahan masih ditujukan
ke iga negara utama yaitu Amerika Serikat, Eropa dan
Jepang. Kondisi tersebut menyebabkan sektor industri
sangat rentan terhadap gejolak eksternal yang terjadi pada
negara utama tujuan ekspor tersebut. Keiga, daya saing
sebagian besar produk industri yang lemah, sebagaimana
terindikasi dari rendahnya nilai Revealed Comparaive
Tabel.5.6 Beberapa Karakterisik Utama Industri Pengolahan Nonmigas
Karakterisik
1. Berdasarkan tabel IO 2005, ketergantungan
terhadap bahan baku impor masih cukup
inggi.
2. Pangsa pasar ekspor ke negara maju masih
cukup besar. (rata-rata 2005 - 2009)
Kondisi Terkini
Implikasi
- Terutama pd industri alat angkut, logam dasar
besi dan baja, kimia, kertas, dan teksil.
Relaif sensiif terhadap perubahan
nilai tukar.
- Pangsa pasar ke negara maju (AS, Eropa, Jepang)
sekitar 44,1%.
Kinerja ekspor industri sangat
rentan terhadap perubahan
ekonomi di negara maju .
- Pangsa pasar ke negara berkembang (Singapore,
China, India) sekitar 22,8%.
3. Daya saing produk industri masih relaif
rendah. Hanya produk TPT memiliki daya
saing yang cukup inggi.
4. Berdasarkan Survei Pemetaan Sektor
Ekonomi (SPSE) BI, masih cukup banyak
industri yang menggunakan mesin berusia
tua.
- Nilai RCA komoditas TPT: 1,88, kimia : 0,47, mesin Peluang untuk meningkatkan
dan peralatannya : 0,37, produk elektronik : 0,37
pertumbuhan ekspor akibat adanya
pemulihan ekonomi global relaif
(sumber : UNComtrade, diolah).
terbatas.
- Mesin yang perlu digani (usia >15 thn) mencapai
: 18%.
Peningkatan produksi yang lebih
cepat relaif sulit dilakukan.
- Mesin yang lama (usia 13 thn) : 35%.
5. Berdasarkan Survei Produksi BI, rata-rata
kapasitas uilisasi industri pada tahun 2009
mencapai 72,9%.
- Kapasitas uilisasi teringgi pada subsektor semen
dan barang galian bukan logam, kimia, serta
kertas.
Peningkatan produksi yang lebih
cepat relaif sulit dilakukan
6. Struktur pasar pada sektor industri hanya
terkonsentrasi pada beberapa perusahaan
saja.
- Dengan pendekatan concentraion raio 4 (CR4),
pangsa pasar dari 4 perusahaan sudah menguasai
lebih dari 75% dari total pangsa pasar.
Kurang kompeiif.
Sumber: Tabel Input Output 2005, BPS, SPSE BI 2006, Survei Produksi BI, UNComtrade (diolah)
158
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
Tabel. 5.7 Peringkat Daya Saing Indonesia
Global Compeiiveness Index
Negara
2006-2007
2007-2008
2008-2009
2009-2010
Indonesia
50
54
55
54
Malaysia
26
21
21
21
Vietnam
77
68
69
69
Thailand
35
28
34
36
China
54
34
30
29
Filipina
71
71
70
87
Singapura
5
7
5
3
Sumber: World Economic Forum, 2009
besar industri mempunyai kapasitas uilisasi yang inggi
sehingga dikhawairkan kurang responsif apabila terdapat
peningkatan permintaan. Berdasarkan hasil Survei
Produksi Bank Indonesia, kapasitas uilisasi sektor industri
masih relaif inggi yaitu berada di atas 70%, bahkan
beberapa subsektor kapasitas uilisasinya mencapai di
atas 90% yaitu subsektor kimia, subsektor semen, serta
subsektor logam dasar (Tabel 5.6).
g
Kesiapan Sektor Industri dalam
Menghadapi ASEAN-China Free Trade
Agreement (ACFTA)
Selain karakterisik industri yang telah disebutkan
di atas, tantangan sektor industri bertambah akibat
mulai diterapkannya kesepakatan ACFTA. Kesepakatan
perdagangan bebas ASEAN-China ini diawali dengan
adanya kerangka persetujuan Comprehensive Economic
Cooperaion pada tahun 2002 di Pnom Penh. Negaranegara anggota ASEAN dan China menyepakai untuk
membentuk perdagangan bebas pada tahun 2010 antara
China dan negara ASEAN-6 yaitu Indonesia, Brunei,
Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina, serta negara
ASEAN-4 lainnya (Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar)
pada tahun 2015.
Dalam tahap implementasi perjanjian perdagangan
bebas tersebut, penghapusan tarif bea masuk disepakai
untuk dilakukan secara bertahap. Penurunan atau
penghapusan tarif bea masuk ACFTA terbagi ke dalam
empat skema yaitu Early Harvest Program (EHP), Normal
Track (NT) Sensiive Track (ST) dan Highly Sensiive
Track (HST). Dalam skema EHP, disepakai penghapusan
tarif bea masuk secara bertahap mulai 1 Januari 2004
hingga menjadi 0% pada 1 Januari 2006. Dalam skema
NT, penurunan tarif bea masuk dimulai sejak tanggal 20
Juli 2005 dan terbagi lagi ke dalam NT I dan NT II. Untuk
skema NT-I, penurunan tarif bea masuk menjadi 0% pada
1 Januari 2010, sementara untuk NT-II penurunan tarif
bea masuk menjadi 0% pada tahun 2012. Pada skema
ST, tarif bea masuk menjadi 20% pada tahun 2012 dan
menjadi 0-5% pada tahun 2018. Pada skema terakhir yaitu
HST, tarif bea masuk menjadi maksimal 50% pada tahun
2015. Jumlah komoditas yang masuk ke dalam ACFTA
mencapai 8.738 barang dimana sebagian besar masuk ke
dalam skema NT1 yaitu sebanyak 6.682 komoditas (Tabel
5.8). Hingga tahun 2009, jumlah pos tarif komoditas yang
sudah turun ke nol persen mencapai 5.709 barang atau
mencapai 65,3% dari total seluruh komoditas. Sementara
pada tahun 2010, jumlah komoditas dengan tarif bea
masuk nol persen bertambah sebanyak 1.597 komoditas
sehingga jumlahnya mencapai 7.306 atau sebesar 83,61%
dari total pos tarif ACFTA.
Penerapan ACFTA memberikan peluang bagi peningkatan
ekspor Indonesia berbasis SDA. Pemetaan peluang
ekspor berdasarkan indikator RCA serta berdasarkan
kinerja pertumbuhan ekspor nonmigas dalam lima tahun
terakhir.109 Kombinasi antara indikator RCA dan kinerja
ekspor tersebut membagi komoditas ke dalam empat
kuadran. Berdasarkan hasil pemetaan, sebagian besar
komoditas yang berpotensi dapat memanfaatkan pasar
China dan ASEAN adalah komoditas berbasis sumber daya
alam. Beberapa komoditas industri berbasis SDA seperi
CPO, karet, dan kertas menjadi penyumbang utama
109 Analisis berdasarkan SITC 2 digit yang terdiri dari 69 kelompok
barang. Batasan pertumbuhan berdasarkan rata-rata ekspor nomigas
Indonesia dalam periode tahun 2004-2008 sebesar 17,2%.
Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi | BAB V
159
Tabel 5.8 Pembagian Komoditas berdasarkan Skema Penurunan Harga dan Sektoral
Sektor Industri
No. Kategori
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
Jml Per
Kategori
Keterangan
Pos Tarif
1
EHP 1
343
2
EHP 2
2
182
20
35
3
NT – I
185
9
4
NT – II
1
6
6
ST
HST
1
1
48
9
6,682
Normal Track1 : bea
masuknya mulai
diturunkan/dihapuskan
sejak tanggal 20 Juli 2005
dan akan menjadi 0% pada
01 Januari 2010
16
474
Normal Track2 : bea
masuknya akan diturunkan/
dihapuskan menjadi 0%
pada tahun 2012
6
228
186 123 114 411 299 749 405 764 1,245 838 302 166 723 49 114
3
Usulan penundaan
5
545
19
2
1
20
4
15
4
16
14
117
66
14
107
7
2
114
10
58
85
4
Early Harvest Programme)
: bea masuknya telah
diturunkan/dihapuskan
menjadi 0% sejak tanggal
01 Januari 2004 s/d 01
Januari 2006
152 119
13
73
15
41
6
7
22
2
GEL
48
128
206
23
22
7
642
Sensiive Track :
penurunan/penghapusan
tarif bea masuknya hingga
0% - 20% akan dilakukan
pada tahun 2012 s/d 2017,
dan 0% - 5% tahun 2018
251
Highly Sensiive Track :
penurunan/penghapusan
tarif bea masuknya hingga
menjadi 0% - 50% dilakukan
mulai pada tahun 2015
96
General Exepion List (GEL)
yaitu datar produk yang
dikecualikan dari skema
CEPT oleh suatu negara
karena dianggap pening
untuk alasan perlindungan
keamanan nasional, moral
masyarakat, kehidupandan
kesehatan dari manusia,
binatang atau tumbuhan,
nilai barang-barang seni,
bersejarah atau arkeologis.
Sumber: Departemen Perdagangan (diolah)
Keterangan:
A = Pertanian
B = Kelautan & Perikanan
C = Energi & Sumber Daya Mineral
D = Pengawasan Obat & Makanan
E = Kehutanan
F = Makanan & Minuman
G = Hasil Hutan & Perkebunan
H = Kimia Hulu
I = Kimia Hilir
J = Logam
K = Mesin
L = Tekstil & Produk Tekstil
M = Aneka
N = Alat Angkut
O = Elektronika
P = Maritim
Q = Kerajinan
kuadran I, yaitu kuadran dengan RCA lebih besar dari satu
dan pertumbuhan di atas rata-rata komoditas lainnya.
Meskipun dari sisi jumlah komoditas pada kuadran I relaif
sedikit dibandingkan dengan kuadran lainnya, namun
dari sisi nilai ekspor mempunyai pangsa paling besar
yaitu 47,4% (Graik 5.11 dan 5.12). Oleh karena dukungan
komoditas berbasis SDA dalam kuadran I tersebut relaif
besar, perlu dicermai sejak dini untuk pengembangan
pada kelompok komoditas kuadran potensial yaitu pada
160
kuadran II dan IV. Hal itu disebabkan komoditas pada
kuadran tersebut berbasis industri sehingga diversiikasi
ekspor menjadi lebih baik.
Distribusi sebaran komoditas ekspor Indonesia pada
kuadran II dan IV berpotensi untuk dapat dikembangkan
lebih lanjut. Dari gambaran kinerja selama lima tahun,
komoditas dalam kelompok II telah menunjukkan kinerja
yang menggembirakan dengan mencatat pertumbuhan di
BAB V | Meningkatkan Ketahanan Sektor Riil dalam Mendukung Pemulihan Ekonomi
50
Kuadran II
Pertumbuhan Ekspor (%)
Kuadran I
40
Kwadran IV,
25.1%
30
Kwadran I,
47.4%
20
-0.5
0.5 10
1.5
2.5
3.5
Kwadran III,
19.4%
4.5
Kwadran II,
8.1%
RCA
0
-10
Kuadran III
-20
Kuadran IV
Sumber: UN Comtrade (diolah)
Graik 5.11 Sebaran Komoditas RCA VS Pertumbuhan Ekspor
Graik 5.12 Pangsa terhadap Nilai Ekspor
atas rata-rata. Beberapa komoditas utama dalam kuadran
II tersebut antara lain komoditas besi dan baja, kendaraan,
permesinan, dan peralatan transportasi. Sementara itu,
kelompok komoditas kuadran IV mempunyai keunggulan
comparaive namun masih tumbuh terbatas antara lain
terdiri dari komoditas TPT, produk kayu, kertas dan bubur
kertas, serta perabotan rumah.
Penerapan ACFTA juga berpotensi menurunkan tekanan
inlasi. Peningkatan produk China sejak bergabung dengan
WTO di satu sisi memberi ancaman pada persaingan
komoditas di pasar global yang semakin inggi, di sisi
lain, banjirnya produk China ke berbagai negara dengan
harga relaif murah telah memberikan sumbangan
bagi penurunan tekanan inlasi. Demikian juga dengan
Indonesia, beberapa produk dalam skema EHP dan NT
yang telah menurunkan tarif secara bertahap sejak tahun
2004 memberikan pilihan barang yang lebih banyak bagi
masyarakat dengan harga yang lebih terjangkau. Hasil
konirmasi dari pelaku bisnis juga menyatakan dampak
posiif dengan adanya berbagai pilihan alternaif mesin
industri dari China yang selama ini mengandalkan mesin
dari negara maju dengan harga relaif mahal.
Di samping peluang, penerapan ACFTA tersebut memberi
ancaman bagi perkembangan industri domesik. Dari
sisi barang ekspor secara umum, tantangan yang berat
akan dihadapi industri yang idak berbasis SDA. Dengan
dukungan skala ekonomi dan sumber daya manusia
yang besar, China relaif mempunyai keunggulan pada
produk industri dibandingkan dengan negara lainnya.
Komoditas industri domesik khususnya yang bersifat
padat karya cenderung mempunyai tantangan yang lebih
besar dalam bersaing dengan produk serupa dari China.
Pote