Materi 3 Sejarah Pendidikan Moral

KONSEP PENDIDIKAN MORAL DARI JAMAN
KE JAMAN
A. Zaman Yahudi Kuno

Dunia diciptakan agar anak-anak Tuhan
dapat memperoleh pengalaman dan
membuktikan
keabsahan
semua
perintah Tuhan (Sepuluh Perintah
Allah).
Isinya:
Tidak
menyebut
nama
Tuhan
sembarangan,
mengingat
dan
mengkuduskan hari Sabat, Hormat
kepada

ayah
dan
ibu,
tidak
membunuh, tidak
berzinah, tidak
mencuri, tidak mengucapkan saksi
dusta, tidak mengingini rumah, isteri,
hamba atau apa pun yang dipunyai
sesamanya.

Konsepnya sebagian besar diambil dari
Talmud (kompilasi hukum tidak
tertulis yang berlaku pada masa itu).
Jadi, hukum sangat ditekankan.
B. Zaman Yunani Kuno
Pendidikan berlangsung dalam suatu
negara kota (citystate) atau Polis.
Dua periode pendidikan:
1. Periode Homerik Tua (900 – 500 SM)

2. Periode Transisi/Kemunduran (500200 SM)

Periode homerik  pendidikan untuk
membentuk warganegara tangguh.
Periode transisi  pendidikan untuk
kesejahteraan di samping
membentuk warga negara gagah
berani.
Setiap peserta didik mempunyai tutor
yang bertanggung jawab terhadap
pengembangan pendidikan dan
karakternya (keberanian, keteguhan,
tanggung jawab, kesederhanaan,
pengendalian diri dan setia pada
negara).

Sparta  menekankan keberanian &
kesetiaan  negara militer.
Athena  terjadi perubahan dari
orientasi

pendidikan
fisik
ke
pendidikan intelektual
Konsep manusia ideal dan hukum
universal terdapat dalam pemikiran
para filsuf, pendidik, artis dsb.
Kaum sofis menekankan kemampuan
berbicara di muka umum (pidato,
debat dsb.). Tokoh terkenal: Gorgias
Kaum sofis berpaham relativisme.

Socrates tidak sepaham dg Kaum Sofis.
Ada gagasan universal dan prinsip
spiritual yang tetap abadi.
Kebenaran = kebaikan.
(Knowledge is virtue)
Metode yang digunakan  dialog
Socrates.
Membantu anak muda berpikir dengan

jernih tentang kebenaran, kebaikan,
tanggung jawab dan tabiat saleh.
Tradisi ini dilanjutkan oleh muridnya
yang bernama Plato.

Aturan2 yg mengarah pada tindakan
yang baik yang patut diajarkan
kepada anak didik.
Aristoteles (murid Plato) melanjutkan
tradisi Socrates.
Sangat
memperhatikan
pendidikan
anak
muda,
karena
erat
hubungannya dengan eksistensi
negara.
Dasar2 pendidikan dimulai sejak dalam

keluarga.
Pendidikan
formal
seharusnya
mengajarkan kebaikan moral dan
kebenaran intelektual dg penekanan
pd karakter.

Mengetahui yg baik tdk sama dengan
menjadi orang baik.
Pendidikan moral  pengembangan
kebiasaan baik, bukan teoritis.

C. Zaman Romawi Kuno (mulai 146 SM)
Sistem pendidikan Romawi mengadopsi
Yunani.
Cicero (106-43 SM)  karyanya De
Oratore. Orator = orang terdidik dan
berpartisipasi dlm masalah negara.
Marcus Fabius Quintilianus dg karyanya:

De Institutione Oratoria.
Peran
guru
seperti
orang
tua,
mengupayakan
anak
didiknya
menjadi orang bermoral.

D. Abad Pertengahan
• Ajaran
agama Kristen menjadi
landasan
pokok bagi praktik pendidikan
moral.
• Sekolah kateketik didirikan untuk
masyarakat terlibat aktif di gereja.
• Beberapa pendidikan agama dibantu

penalaran filsafat (ancilla theologia=
filsafat menjadi pembantu agama)

Biara adalah perwujudan dari sekolah
kateketik.
Pendidikan dalam biara dicirikan oleh
penekanannya terhadap konsepsi
dan praktik lepas kaul,
peraturan
yg ketat, formulasi ide tentang
kesucian,
kesederhanaan,
dan
kepatuhan.
Sumpah biara yang sangat ketat.
Biara menjadi satu-satunya pranata
kependidikan.

Sejak abad ke-6 dan ke-7 M, kurikulum
sekolah diperluas dan pranata biara

dikembangkan dg tujuan berbeda:
1. Mendidik siswa menjadi pendeta dan
2. Mendidik siswa menjadi warga
gereja.
Th 787 M Charlemagne menegaskan
pentingnya
peningkatan
penguasaan siswa terhadap kitab
Injil dan ajaran-ajaran moral di
dalamnya,
juga
pengajaran
membaca, menulis yg baik.

Upaya selanjutnya adalah peningkatan
pengetahuan

perubahan
kurikulum
yg

disebut
Tujuh
Pengetahuan Budaya (Liberal Arts):
1. Trivium: Tata Bahasa, Retorika,
Dialektika;
2. Quadrium: Aritmatika, Geometri,
Astronomi, dan Musik.

Tahun 1228 M Tertib Dominika melarang
mempelajari ilmu-ilmu budaya dan
sekuler yg disebut Liberal Arts.
Yang dipelajari hanyalah Teologi.
Pendidikan moral berbasis agama
Kristen dikembangkan di sekolah2
dan universitas2.
Pendidikan tidak bersifat universal.

E. Zaman Renaissance
Muncul kajian kembali kepustakaan
klasik (Yunani dan Romawi Kuno)

Hubungan
erat
antara
ilmu
pengetahuan dan perilaku moral.
Banyak sarjana dididik dg pengetahuan
sekuler
di
samping
juga
kemampuan mengembangkan gaya
hidup Kristiani.
Tokoh populer: Desiderus Erasmus

Erasmus menulis: The Education of a
Christian Prince.
Orang tua mendidik moral sedini
mungkin
Orang tua juga mencarikan guru yg
tepat untuk mendidik karakter moral

pada anak-anaknya
Disarankan mendidik moral dg metode
bercerita (kisah Kristus, fabel dan
cerita2 lainnya).

F. Zaman Reformasi
Publikasi Martin Luther th 1517: 95
Themes dipandang sbg tonggak
mulainya abad Reformasi Religius.
Kitab Injil dijadikan acuan dan menjadi
otoritas tandingan bagi gereja.
Pendidikan rakyat kebanyakan -->
penting utk
mengembangkan
tingkah laku moral.
Kebiasaan dan tradisi tak berdasar yg
ada di gereja harus diperangi.

Pendidikan moral dan agama menurut
Luther tidak hanya membantu
anak2
tetapi
juga
masyarakat
keseluruhan.
Orang tua menerapkan aturan ketat
dan anak-anak patuh  keluarga
tertib.
Keluarga-keluarga tertib  masyarakat
tertib  situasi kota dan seluruh
negara akan baik, teratur dan
makmur.
Karya-karya Aristoteles dan tokoh
Yunani
lainnya
dipandang
bertentangan dg Injil dan jangan

G. Zaman Realisme
Penggunaan
karya
sastra
utk
pendidikan
moral
masih
dominan.Kembali dipelajari karya2
zaman Yunani dan Romawi.
Tokoh penting: John Amos Comenius
(1592 – 1670).
Ia menolak supremasi Paus dan
mengakui otoritas mendasar di
dalam Injil.
Bukunya: The Great Didactic  cita-cita
mendidik anak2 Tuhan, baik laki2
maupun perempuan di sekolah
umum.

Ia ingin menciptakan situasi belajar yg
menyenangkan dan sama sekali tidak
menghendaki penggunaan unsur paksaan
atau kekerasan dlm pendidikan. Pendidikan
adalah persiapan menuju keabadian.
Ilmu, seni, bahasa  penting untuk
kehidupan wajar di dunia.
Ilmu pengetahuan moral mengungkap
perlbagai kebajikan moral, spt:
menghormati ortu, keadilan, makan dan
minum ala kadarnya, berpenampilan rapi
dan pantas, selalu menyatakan kebenaran.

Pengaruh Comenius cukup besar thdp tokoh2
pendidikan modern spt John Locke, Piaget,
dan John Dewey yg menyatakan dirinya
sangat dipengaruhi oleh pemikiran
Comenius.
Locke: dg konsep Tabula Rasa, tetap
mengakui bahwa anak-anak pada dasarnya
punya karakter asli yg diberikan Tuhan,
tetapi lingkungan yg baik yg dikembangkan
ortu yg bijak atau tutor yg baik akan dpt
membantu anak mengembangkan nalar
dan mendisiplinkan diri.

H. Abad ke-18 dan ke-19.
Muncuk kelompok reformasi sosial: melindungi
anak golongan rendah dari penyalahgunaan
tenaga anak2 utk industri, mengembangkan
pendidikan moral dan bebas buta aksara.
Terjadi pemisahan gereja dan negara

Voltaire (1694 – 1778) menyambut pemisahan
tsb dg suka cita.
La Chalotais (1701 -1785)  pendidikan moral
dibutuhkan di sekolah-sekolah umum, dan
negara harus menyelenggarakan pendidikan
sekuler dan pendidikan moral tanpa harus
melibatkan gereja.

Condorcet:
Pendidikan dibutuhkan utk perjuangan
kemerdekaan dan persamaan manusia;
Pendidikan harus universal (laki2 dan
perempuan sbg peserta didik);
Negara hrs mensubsidi pendidikan dan
mengembangkan semua ilmu dalam
pendidikan.

Rousseau (1712 – 1778):
Setiap manusia dalam kondisi alamiahnya
mempunyai ide kebaikan moral dan
kemampuan menalar.
Tidak ada keinginan utk berbuat tidak benar di
hati manusia.
Mengakui bahwa pengaruh contoh/teladan
merupakan satu kekuatan dlm pendidikan
moral.

Immanuel Kant (1724 – 1804):
Dipandang sbg penopang tonggak pendidikan
moral masa itu.
Titik tolak:
Kehendak bebas manusia;
Kapasitas manusia yg tidak terbatas utk
mengembangkan diri;
Hukum moral yg lebih bersifat absolut.

Rousseau mengingatkan:
“Sebelum anda menerima tantangan untuk
membentuk manusia, anda harus menjadi
manusia lebih dahulu”.

Pestalozzi:
menerapkan teori Rousseau.
Pendidikan moral menjadi pusat atau inti
pendidikannya.
Tujuan akhir pendidikan adalah kemanusiaan,
dg mensubordinasikan kebutuhan intelektual
dan kemampuan praktikal kpd kebutuhan
paling tinggi, yaitu moralitas dan agama.

Kant: Dikenal dg istilah “kategoris imperatif”:
“Bertindaklah hanya dalam hukum universal”.
(Pertimbangkan apa yg akan terjadi seandainya
semua orang mengikuti contoh yg kita
lakukan).
Kekuatan moral dpt dikembangkan melalui
pendidikan tanpa paksaan atau tekanan,
tetapi tidak setuju dg Rousseau yg bertolak dr
dorongan hati.

Kant:
Dorongan hati hrs tunduk pada nalar dan
hukum.
Daya tarik ide-ide moral akan menempatkan
moralitas dalam religi, politik, dan semua fase
kehidupan manusia.
Ada tiga ide abadi yg universal:
Kebebasan, kekekalan jiwa dan eksistensi
Tuhan.

Kebebasan  dibutuhkan utk membuat pilihan2
moral
Kekekalan jiwa  dibutuhkan supaya
ketidakadilan dlm hidup ini dpt diluruskan
Tuhan  kekuatan moral yg selalu hadir dlm diri
manusia.
Pendidikan moral itu penting krn mengarahkan
kesadaran moral utk memenuhi tanggung
jawab dan menemukan makna kehidupannya.

Tuhan tidak menempatkan kebaikan dlm bentuk
yg sempurna, tetapi sekedar kapasitas tanpa
perbedaan moral.
Kewajiban manusia adalah utk
mengembangkan dirinya sendiri, mengasah
pemikirannya, dan mengembangkan karakter
moralnya.
Utk merefleksikan hal2 tsb bukan perkara
mudah, maka pendidikan merupakan masalah
besar sekaligus paling rumit.