Andreas haryono Materi presentasi UI Andre 29 September 2015
PLUS:
Reputasi UI sebagai universitas
terkemuka.
Tingkat pendidikan dosen UI memadai.
Akses terhadap referensi berlimpah.
MINUS:
Kecenderungan menulis untuk
keperluan internal UI.
Kecenderungan rendahnya minat
menulis.
Kecenderungan tidak tahu bagaimana
mengemas tulisan dalam bentuk buku
dan bagaimana setelah buku terbit.
PELUANG:
Adanya kecenderungan Jakarta sentris.
Banyaknya penerbit sebagai mitra kerja dosen.
Minat menulis: antara perolehan cum, aktualisasi
diri, dan tuntutan intelektual.
Mengikuti pelatihan peningkatan skill penulisan
di UI dan di luar UI.
Dekat dengan program-program bidang
penulisan/perbukuan untuk mengasah intuisi
menulis.
Kantor Berita Antara pada 17 Agustus 2015 merilis berita ‘UI masuk
peringkat 100 terbaik Asia’. UI menjadi satu-satunya Perguruan Tinggi di
Indonesia yang masuk ke dalam jajaran top 100 universitas se-Asia
dengan menduduki peringkat ke-79.
Kepala Humas dan Keterbukaan Informasi Publik Rifely Dewi Astuti, seperti
dikutip Antara, mengatakan, “UI meraih peringkat terbaik ke-200 dunia
untuk Rumpun Ilmu Sosial dan Manajemen serta meraih predikat program
studi Kedokteran terbaik se-Indonesia dan peringkat ke-301 dunia,
berdasar QS World University Ranking.”
Sebagai perbandingan, UGM berada di peringkat 147 dan ITB di peringkat
122.
Hingga 2009, UI mempunyai 7.350 dosen
dengan kualifikasi akademik sebagai berikut:
Doktor: 1.000 orang.
Magister: 1.300 orang.
Spesialis: 400 orang.
Sarjana: 1.850 orang.
Nonakademik: 2.750 orang.
Sumber: old.ui.ac.id
Kemudahan akses terhadap sumber referensi:
Perpustakaan UI.
Toko buku: Gramedia, Gunung Agung, TM Book Store,
Periplus, Kinokuniya.
Pameran buku.
Perpustakaan MPR, Senayan.
Perpustakaan MK.
Perpustakaan Nasional, Salemba.
BPAD (Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah), Cikini.
Perpustakaan swasta: The Habibie Center, Freedom
Institute, KITLV Jakarta, Perpustakaan Bung Karno,
Megawati Institute, Pusat Informasi Kompas/PIK, Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan/PSHK, Daniel S. Lev Library,
CSIS, dll.
Kecenderungan menulis untuk keperluan internal menjadi
kecenderungan umum di banyak kampus. Setidaknya ada
3 faktor yang menyebabkan mengapa kecenderungan ini
terjadi.
Pertama, bila bagian dari riset, penulisan laporan menjadi
salah satu ketentuan program riset.
Kedua, menulis untuk keperluan pembuatan diktat/ hand
out/materi untuk mata kuliah tertentu.
Ketiga, ketidaktahuan bagaimana memulai menulis buku,
bagaimana cara mengemas tulisan dengan format buku,
bagaimana memvisualkan pemikiran di sampul buku, melayout naskah, mengurus ISBN, dll.
Rendahnya minat menulis buku muncul
karena beragam sebab:
Tidak memadainya insentif yang didapat
dari menulis buku dibandingkan menjadi
konsultan atau terlibat dalam proyek riset.
Proses penulisan buku memerlukan waktu
relatif lama.
Perlu fokus dan totalitas ketika berproses
menulis buku.
Sedikitnya program coaching menulis
buku.
Kecenderungan tidak tahu bagaimana mengemas
tulisan dalam bentuk buku dan bagaimana setelah
buku terbit muncul karena:
Teknis: bagaimana me-layout naskah ke format buku;
bagaimana memvisualkan pemikiran ke sampul buku;
bagaimana membuat indeks; bagaimana mengurus
ISBN; bagaimana memanfaatkan jaringan
distribusi/pemasaran; bagaimana berjejaring dengan
penulis resensi/media.
Non teknis: tidak adanya kebijakan universitas yang
mewajibkan dosen menulis buku.
Jakarta
menjadi
pusat
segalanya,
termasuk dalam hal referensi buku.
Transaksi di toko buku, pameran buku,
bazaar buku, toko buku online, dan lini
penjualan buku lainnya (di Jakarta dan
luar Jakarta) didominasi oleh buku-buku
terbitan penerbit Jakarta.
Terdapat kecenderungan mutualisme antara
penerbit dan dosen sebagai penulis buku.
Keduanya saling membutuhkan; keduanya
saling melengkapi.
Dosen akan melihat aktifitas menulis buku
sebagai kegiatan akademik penting karena
nilai cum, menjadi kebutuhan bagi intelektual
untuk mendiseminasi gagasan, dan menulis
buku merupakan salah satu cara untuk
aktualisasi diri.
Ada banyak forum penulis yang bisa diikuti: Forum
Lingkar Pena/FLP, Goodreads Indonesia, Lingkar
Muda Indonesia, berbagai komunitas menulis di
media sosial, program pelatihan penulisan di UI
(termasuk di DRPM), juga acara tahunan dengan
banyak SESI sharing dari penulis (Ubud Writers
and Readers Festival/UWRF, Makassar Writers
Festival, Borobudur Writers Festival, Singapore
Writers Festival, dll).
Dengan mengikuti secara aktif satu atau beberapa
forum tersebut, intuisi menulis bisa terasah.
Membentuk Komunitas Penulis UI.
Sebagai komunitas, keanggotaan
bersifat cair, meski tetap ada code of
conduct dan rencana program.
Perlu melobi Dekanat dan Rektorat UI
agar Komunitas Penulis UI menjadi
kegiatan resmi di UI. Dengan demikian,
semua kegiatan Komunitas (termasuk
fasilitas dan pendanaan) mendapat
dukungan secara resmi.
Komunitas Penulis UI bisa secara reguler
mengadakan kunjungan ke universitas
lain, kunjungan ke penerbit, kunjungan
ke pameran dalam dan luar negeri, dll.
Segera menulis.
Jangan menunda.
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah.”
[Pramoedya Ananta Toer dalam Rumah Kaca,
hal. 352]
TERIMAKASIH.
Depok, Selasa, 29 September 2015
Andreas Haryono
M: 0812 888 111 57
E: [email protected]
Reputasi UI sebagai universitas
terkemuka.
Tingkat pendidikan dosen UI memadai.
Akses terhadap referensi berlimpah.
MINUS:
Kecenderungan menulis untuk
keperluan internal UI.
Kecenderungan rendahnya minat
menulis.
Kecenderungan tidak tahu bagaimana
mengemas tulisan dalam bentuk buku
dan bagaimana setelah buku terbit.
PELUANG:
Adanya kecenderungan Jakarta sentris.
Banyaknya penerbit sebagai mitra kerja dosen.
Minat menulis: antara perolehan cum, aktualisasi
diri, dan tuntutan intelektual.
Mengikuti pelatihan peningkatan skill penulisan
di UI dan di luar UI.
Dekat dengan program-program bidang
penulisan/perbukuan untuk mengasah intuisi
menulis.
Kantor Berita Antara pada 17 Agustus 2015 merilis berita ‘UI masuk
peringkat 100 terbaik Asia’. UI menjadi satu-satunya Perguruan Tinggi di
Indonesia yang masuk ke dalam jajaran top 100 universitas se-Asia
dengan menduduki peringkat ke-79.
Kepala Humas dan Keterbukaan Informasi Publik Rifely Dewi Astuti, seperti
dikutip Antara, mengatakan, “UI meraih peringkat terbaik ke-200 dunia
untuk Rumpun Ilmu Sosial dan Manajemen serta meraih predikat program
studi Kedokteran terbaik se-Indonesia dan peringkat ke-301 dunia,
berdasar QS World University Ranking.”
Sebagai perbandingan, UGM berada di peringkat 147 dan ITB di peringkat
122.
Hingga 2009, UI mempunyai 7.350 dosen
dengan kualifikasi akademik sebagai berikut:
Doktor: 1.000 orang.
Magister: 1.300 orang.
Spesialis: 400 orang.
Sarjana: 1.850 orang.
Nonakademik: 2.750 orang.
Sumber: old.ui.ac.id
Kemudahan akses terhadap sumber referensi:
Perpustakaan UI.
Toko buku: Gramedia, Gunung Agung, TM Book Store,
Periplus, Kinokuniya.
Pameran buku.
Perpustakaan MPR, Senayan.
Perpustakaan MK.
Perpustakaan Nasional, Salemba.
BPAD (Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah), Cikini.
Perpustakaan swasta: The Habibie Center, Freedom
Institute, KITLV Jakarta, Perpustakaan Bung Karno,
Megawati Institute, Pusat Informasi Kompas/PIK, Pusat
Studi Hukum dan Kebijakan/PSHK, Daniel S. Lev Library,
CSIS, dll.
Kecenderungan menulis untuk keperluan internal menjadi
kecenderungan umum di banyak kampus. Setidaknya ada
3 faktor yang menyebabkan mengapa kecenderungan ini
terjadi.
Pertama, bila bagian dari riset, penulisan laporan menjadi
salah satu ketentuan program riset.
Kedua, menulis untuk keperluan pembuatan diktat/ hand
out/materi untuk mata kuliah tertentu.
Ketiga, ketidaktahuan bagaimana memulai menulis buku,
bagaimana cara mengemas tulisan dengan format buku,
bagaimana memvisualkan pemikiran di sampul buku, melayout naskah, mengurus ISBN, dll.
Rendahnya minat menulis buku muncul
karena beragam sebab:
Tidak memadainya insentif yang didapat
dari menulis buku dibandingkan menjadi
konsultan atau terlibat dalam proyek riset.
Proses penulisan buku memerlukan waktu
relatif lama.
Perlu fokus dan totalitas ketika berproses
menulis buku.
Sedikitnya program coaching menulis
buku.
Kecenderungan tidak tahu bagaimana mengemas
tulisan dalam bentuk buku dan bagaimana setelah
buku terbit muncul karena:
Teknis: bagaimana me-layout naskah ke format buku;
bagaimana memvisualkan pemikiran ke sampul buku;
bagaimana membuat indeks; bagaimana mengurus
ISBN; bagaimana memanfaatkan jaringan
distribusi/pemasaran; bagaimana berjejaring dengan
penulis resensi/media.
Non teknis: tidak adanya kebijakan universitas yang
mewajibkan dosen menulis buku.
Jakarta
menjadi
pusat
segalanya,
termasuk dalam hal referensi buku.
Transaksi di toko buku, pameran buku,
bazaar buku, toko buku online, dan lini
penjualan buku lainnya (di Jakarta dan
luar Jakarta) didominasi oleh buku-buku
terbitan penerbit Jakarta.
Terdapat kecenderungan mutualisme antara
penerbit dan dosen sebagai penulis buku.
Keduanya saling membutuhkan; keduanya
saling melengkapi.
Dosen akan melihat aktifitas menulis buku
sebagai kegiatan akademik penting karena
nilai cum, menjadi kebutuhan bagi intelektual
untuk mendiseminasi gagasan, dan menulis
buku merupakan salah satu cara untuk
aktualisasi diri.
Ada banyak forum penulis yang bisa diikuti: Forum
Lingkar Pena/FLP, Goodreads Indonesia, Lingkar
Muda Indonesia, berbagai komunitas menulis di
media sosial, program pelatihan penulisan di UI
(termasuk di DRPM), juga acara tahunan dengan
banyak SESI sharing dari penulis (Ubud Writers
and Readers Festival/UWRF, Makassar Writers
Festival, Borobudur Writers Festival, Singapore
Writers Festival, dll).
Dengan mengikuti secara aktif satu atau beberapa
forum tersebut, intuisi menulis bisa terasah.
Membentuk Komunitas Penulis UI.
Sebagai komunitas, keanggotaan
bersifat cair, meski tetap ada code of
conduct dan rencana program.
Perlu melobi Dekanat dan Rektorat UI
agar Komunitas Penulis UI menjadi
kegiatan resmi di UI. Dengan demikian,
semua kegiatan Komunitas (termasuk
fasilitas dan pendanaan) mendapat
dukungan secara resmi.
Komunitas Penulis UI bisa secara reguler
mengadakan kunjungan ke universitas
lain, kunjungan ke penerbit, kunjungan
ke pameran dalam dan luar negeri, dll.
Segera menulis.
Jangan menunda.
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah.”
[Pramoedya Ananta Toer dalam Rumah Kaca,
hal. 352]
TERIMAKASIH.
Depok, Selasa, 29 September 2015
Andreas Haryono
M: 0812 888 111 57
E: [email protected]