Implementasi Tindak Pidana Asal dalam Tindak Pidana Pencucian Uang yang Dikwalifikasikan sebagai Tindak Pidana Lanjutan (Follow Up Crime) dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
IMPLEMENTASI TINDAK PIDANA ASAL DALAM TINDAK PIDANA
PENCUCIAN UANG YANG DIKWALIFIKASIKAN SEBAGAI TINDAK
PIDANA LANJUTAN (FOLLOW UP CRIME) DIHUBUNGKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN
DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
ABSTRAK
SEPTO AHADY AMANAT ROMLI ATMASASMITA
110110120249
Pasal 69 undang-undang nomor 8 tahun 2010 menyatakan bahwa untuk
dapat dilakukan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.
Pasal tersebut menyatakan bahwa tindak pidana pencucian uang dapat
dianggap sebagai satu perbuatan yang berdiri sendiri (independent crime).
sedangkan dalam definisi pencucian uang sendiri menyatakan bahwa tindak
pidana pencucian uang dapat terjadi setelah ada tindak pidana asalnya,
permasalahannya adalah apakah tindak pidana pencucian uang dengan
tindak pidana asalnya dapat dianggap satu perbuatan atau lebih dari satu
perbuatan serta bagaimana bentuk dakwaan yang tepat digunakan oleh jaksa
penuntut umum khususnya dalam menerapkan Pasal 69 dihubungkan
dengan definisi pencucian uang.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitif. Adapun teknik pengumpulan
data dilakukan dalan 2 (dua) tahapan yaitu penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Tindak pidana
pencucian uang merupakan tindak pidana yang terdiri lebih dari satu
perbuatan, bukan perbuatan yang berdiri sendiri. Apabila dihubungkan
dengan perbarengan perbuatan maka tindak pidana pidana pencucian uang
dapat digolongkan sebagai perbuatan berlanjut atau concursus realis, hal ini
bergantung pada jaksa penuntut umum dalam proses pembuktian di
persidangan serta dakwaan yang paling tepat dalam digunakan oleh jaksa
penuntut umum dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang adalah
bentuk dakwaan kumulatif untuk mencapai kebenaran materiil dan kepastian
hukum.
PENCUCIAN UANG YANG DIKWALIFIKASIKAN SEBAGAI TINDAK
PIDANA LANJUTAN (FOLLOW UP CRIME) DIHUBUNGKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN
DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
ABSTRAK
SEPTO AHADY AMANAT ROMLI ATMASASMITA
110110120249
Pasal 69 undang-undang nomor 8 tahun 2010 menyatakan bahwa untuk
dapat dilakukan proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.
Pasal tersebut menyatakan bahwa tindak pidana pencucian uang dapat
dianggap sebagai satu perbuatan yang berdiri sendiri (independent crime).
sedangkan dalam definisi pencucian uang sendiri menyatakan bahwa tindak
pidana pencucian uang dapat terjadi setelah ada tindak pidana asalnya,
permasalahannya adalah apakah tindak pidana pencucian uang dengan
tindak pidana asalnya dapat dianggap satu perbuatan atau lebih dari satu
perbuatan serta bagaimana bentuk dakwaan yang tepat digunakan oleh jaksa
penuntut umum khususnya dalam menerapkan Pasal 69 dihubungkan
dengan definisi pencucian uang.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitif. Adapun teknik pengumpulan
data dilakukan dalan 2 (dua) tahapan yaitu penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Tindak pidana
pencucian uang merupakan tindak pidana yang terdiri lebih dari satu
perbuatan, bukan perbuatan yang berdiri sendiri. Apabila dihubungkan
dengan perbarengan perbuatan maka tindak pidana pidana pencucian uang
dapat digolongkan sebagai perbuatan berlanjut atau concursus realis, hal ini
bergantung pada jaksa penuntut umum dalam proses pembuktian di
persidangan serta dakwaan yang paling tepat dalam digunakan oleh jaksa
penuntut umum dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang adalah
bentuk dakwaan kumulatif untuk mencapai kebenaran materiil dan kepastian
hukum.