PENERAPAN RANKING TASK EXERCISE DALAM MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PERSAMAAN FISIKA DAN MENGETAHUI PROFIL TINGKAT PENALARAN SISWA SMA.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Variabel Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 7
G. Definisi Operasional ... 7
BAB II PENERAPAN RTE DALAM MODEL PEMBELAJARAN CTL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN TERHADAP PERSAMAAN FISIKA DAN MENGETAHUI PROFIL TINGKAT PENALARAN PADA SISWA SMA ... 11
A. Ranking Task Exercise ... 11
B. Contextual Teaching and Learning . ... 12
C. Ranking Task Exercise dalam Contextual Teaching and Learning ... 13
D. Tingkat Penalaran ... 15
E. Pemahaman terhadap Persamaan Fisika ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 20
A. Metode dan Desain Penelitian ... 20
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21
C. Instrumen Penelitian ... 22
1. Test ... 22
(2)
D. Prosedur Penelitian ... 29
E. Tehnik Pengolahan Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37
A. Pemahaman terhadap Persamaan Fisika ... 37
1. Aspek Mendeskripsikan Komponen-komponen dari Persamaan Fisika ... 44
2. Aspek Menerapkan Persamaan Fisika dalam Penyelesaian Masalah ... 45
3. Aspek Menunjukkan Association Map dari Suatu Persamaan Fisika ... 47
4. Aspek Mengidentifikasi Kasus Khusus dari Persamaan Fisika ... 49
B. Tingkat Penalaran ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN
(3)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Rubrik Tingkat Penalaran Siswa (Hudgins,2005) ... 15
3.1. Kriteria Penskoran . ... 21
3.2. Klasifikasi Validitas Butir Soal ... 23
3.3. Interpretasi Reliabilitas ... 24
3.4. Kriteria Indeks Kesukaran ... 25
3.5. Kriteria Daya Pembeda ... 25
3.6. Hasil Pengolahan Uji Coba Instrumen Tes ... 25
3.7. Interpretasi Nilai Average N-Gain ... 32
3.8. Rubrik Skor Me-ranking ... 33
3.9. Rubrik Skor Alasan ... 34
3.10. Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 35
4.1. Average N-Gain untuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 36
4.2. Pengelompokan Siswa Kelas Eksperimen Berdasarkan Rubrik Tingkat Penalaran Tiap Submateri pada LKS RTE... 50
1.3. Hasil Keterlaksanaan Pembelajaran untuk Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 53
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1. Pola Desain Penelitian ... 20 3.2. Diagram Prosedur Penelitian ... 31 4.1. Perbandingan Nilai Average N-Gain untuk Aspek Pemahaman
Persamaan Fisika antara Kelas Kontrol dengan Kelas Eksperimen ... 42 4.3. Persentase Jumlah Siswa Profil Tingkat Penalaran untuk Tiap Submateri
(5)
DAFTAR LAMPIRAN
A. Perangkat Pembelajaran
A.1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tahap I A.2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tahap II A.3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tahap III A.4. LKS Ranking Task Exercise (Kelas Eksperimen) A.5. Latihan Soal (Kelas Kontrol)
A.6. Kegiatan Demonstrasi Tahap I A.7. Kegiatan Demonstrasi Tahap II
B. Instrumen Penelitian
B.1. Soal Uraian (Tes)
B.2. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Tahap I B.3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Tahap II B.4. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Tahap III
B.5. Lembar Diagnosa Pemahaman Siswa Terhadap Persamaan-Persamaan Fisika
C. Pengolahan dan Analisis Data
C.1. Hasil Studi Pendahuluan
C.2. Analisis Uji Coba Instrumen Tes C.2.a. Validitas
C.2.b. Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda, Reliabilitas C.3. Pengolahan Data Penelitian
C.3.a. Pengolahan Nilai Pretest dan Posttest Kedua Kelas C.3.b. Perhitungan Average N-Gain Kedua Kelas
C.3.c. Hasil Profil Tingkat Penalaran Siswa
(6)
D. Dokumen Penelitian
D.1. Kisi-Kisi Instrumen
D.2. Lembar Kesediaan Pen-judgement Instrumen D.3. Surat Permohonan Izin Penelitian
D.4. Surat Keterangan Penelitian D.5. Dokumentasi Penelitian D.6. Riwayat Penulis
(7)
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut. Menurut Wospakrik (1993) Fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan memberi pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses alam dan sifat zat serta penerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua proses Fisika ternyata dapat dipahami melalui sejumlah hukum alam yang bersifat dasar. Namun demikian, pemahaman ini memerlukan pengetahuan abstraksi dari proses yang bersangkutan dan penalaran teoretis secara terperinci dalam komponen-komponen dasarnya secara berstruktur agar dapat dirumuskan dan diolah secara kuantitatif. Perumusan kuantitatif yang biasa dinyatakan sebagai persamaan Fisika ini, memungkinkan untuk dilakukan analisis secara mendalam terhadap masalah yang dikaji dan dilakukan prediksi tentang hal-hal yang akan terjadi berdasarkan model penalaran yang diajukan. Sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya prediksi dan kontrol fisika sehingga peran dari perumusan kuantitatif yang biasanya disajikan dalam bentuk persamaan Fisika sangat penting untuk memahami konsep Fisika yang bersifat dasar. Karena peran penting inilah, persamaan Fisika harus dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Bruce L.Sherin (2001) memandang bahwa siswa yang belajar untuk memahami makna dari persamaan-persamaan
(8)
pada konsep yang mendasar, mereka memiliki kemampuan dalam mengekspresikan persamaan tersebut dan hal tersebut membimbing mereka dalam mengerjakan tugas mereka.
Namun di sisi lain, mata pelajaran Fisika menjadi salah satu mata pelajaran yang sulit bagi siswa secara umum disebabkan oleh banyaknya persamaan Fisika, khususnya untuk persamaan yang rumit. Bila siswa menjumpai kesulitan dalam memahami persamaan Fisika tersebut, maka mereka akan kesulitan pula dalam memahami konsep-konsep dasar dari Fisika itu sendiri. Sebuah studi tentang diagnosa pemahaman persamaan Fisika menunjukkan bahwa terdapat 3 aspek kesulitan berkaitan dengan persamaan Fisika, yaitu kesulitan dalam mendeskripsikan komponen-komponen dalam suatu persamaan; kesulitan dalam menspesifikasikan kondisi dimana suatu persamaan dapat digunakan; dan kesulitan dalam memanipulasi satuan dalam suatu persamaan (Bagno et.al, 2008). Pada aspek menspesifikasi kondisi dimana suatu persamaan Fisika dapat digunakan tersebut terdapat dua aspek khusus, yaitu penerapan dan pengidentifikasian suatu kasus khusus dari suatu persamaan Fisika.
Didasarkan pula pada studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu kelas yang berjumlah 37 siswa, di SMA Negeri di kota Majenang, sebanyak 89,2% dari mereka hanya dapat menjelaskan beberapa persamaan secara matematis; 91,8% sulit mengidentifikasi dalam kondisi yang seperti apa suatu persamaan dapat digunakan; 81,1% sulit dalam memanipulasi satuan dari suatu persamaan Fisika. Dari data studi pendahuluan tersebut, dapat dilihat siswa masih kurang memahami persamaan-persamaan Fisika. Sebagian besar siswa
(9)
menyatakan kesulitannya tentang persamaan Fisika adalah bagaimana menentukan persamaan Fisika yang tepat untuk menyelesaikan suatu permasalahan jika dalam suatu bahasan Fisika mengandung banyak persamaan Fisika (sebagian besar dari mereka menyebutkan bahasan kinematika), sehingga mereka terpaksa menghafalkan semua persamaan yang ada dalam bahasan tersebut. Dan pola latihan soal yang sebagian besar tidak menuntun siswa untuk membangun pemikiran mereka sendiri tentang suatu persamaan dan menuntut untuk mempergunakan secara langsung persamaan-persamaan yang ada secara beruntun.
Berdasarkan dari kasus-kasus yang telah disebutkan, diperlukan adanya pembelajaran dan lembar kerja siswa yang dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap persamaan Fisika. Pembelajaran yang memberikan langkah-langkah dalam menemukan makna dari suatu persamaan Fisika adalah salah satu cara untuk meningkatkan pemahaman terhadap persamaan tersebut. Dalam menemukan makna dari suatu persamaan Fisika, diperlukan pula pembelajaran yang dapat memberikan penemuan konsep yang bermakna pula. Elaine B. Johnson (2002) mengemukakan bahwa karaktristik dari pembelajaran CTL adalah penemuan yang bermakna (discovery meaning). Pembelajaran CTL melibatkan siswa ke dalam aktivitas yang membantu mereka mengaitkan pembelajaran secara akademis dengan situasi dalam kehidupan nyatanya (pengalaman siswa sendiri), dengan cara tersebut penemuan bermakna akan muncul. CTL akan menjadi perantara bagi siswa dalam memahami persamaan Fisika dengan adanya penemuan konsep yang bermakna.
(10)
Lembar kerja siswa yang dapat mengaitkan variabel-variabel yang ada dalam suatu persamaan Fisika dan didasarkan pada deskripsi keadaan nyata yang dialami siswa dapat membantu dalam meningkatkan pemahaman persamaan Fisikanya. Dalam penelitian ini, pola lembar kerja siswa yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa berbasis Ranking Task Exercise. Format kegiatan pada
Ranking Task Exercise menuntut siswa untuk mengurutkan beberapa situasi yang
bervariasi dan mengidentifikasi situasi-situasi tersebut dengan cermat. Dengan
Ranking Task Exercise tersebut, siswa akan terbiasa dituntut untuk mengaitkan
besaran-besaran Fisika apa saja yang muncul dalam situasi tersebut. Ranking Task
Exercise memiliki sedikit petunjuk tentang bagaimana seharusnya latihan tersebut
dikerjakan, sebagaimana dikemukan oleh Maloney (2004) bahwa dalam smengerjakan soal Ranking Task siswa dihadapkan paada satu set variasi yang selalu membedakan nilai-nilai spesifik dari dua variabel dan siswa harus memikirkan bagaimana variabel-variabel tersebut mempengaruhi keadaan dalam soal tersebut. Hal tersebut sangat membantu siswa dalam memahami setiap komponen dalam persamaan yang akan digunakan dalam situasi tersebut. Dengan adanya pengembangan konsepsi awal siswa dalam menemukan makna dari suatu persamaan melalui CTL dengan penerapan Ranking Task Exercise sebagai bahan ajar yang menuntut siswa mengidentifikasi dengan cermat variabel-variabel yang ada dalam soal (situasi), diharapkan dapat membantu siswa untuk lebih memahami persamaan Fisika yang digunakan. Selain itu juga, CTL memiliki latar belakang yang sama dengan RTE, yaitu mengusung ide konstruktivisme. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, diajukan sebuah ide pembelajaran melalui
(11)
penerapan Ranking Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual
Teaching and Learning untuk meningkatkan pemahaman persamaan Fisika siswa
SMA.
B.Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa SMA terhadap persamaan-persamaan Fisika setelah diterapkan Ranking Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual Teaching and Learning?
b. Bagaimana profil tingkat penalaran siswa SMA dalam pembelajaran
Contextual Teaching and Learning yang menerapkan Ranking Task-exercise? C.Batasan Masalah
Pemahaman terhadap persamaan Fisika dalam penelitian ini meliputi aspek-aspek sebagai berikut: mendeskripsikan komponen-komponen dalam suatu persamaan Fisika; menerapkan suatu persamaan dalam penyelesaian masalah; menunjukkan association map dari suatu persamaan Fisika; dan mengidentifikasi kasus khusus dari suatu persamaan Fisika. Peningkatan pemahaman terhadap persamaan Fisika tersebut dilihat berdasarkan nilai average normalized gain tiap aspeknya dari nilai pretest dan postest. Dalam penelitian ini, nilai average
normalized gain dari kedua kelompok siswa (eksperimen dan kontrol)
(12)
persamaan Fisika kedua kelompok siswa, baik dari tiap aspeknya maupun secara keseluruhan.
Tingkat penalaran yang diteliti dalam penelitian ini meliputi 5 tingkatan penalaran, yaitu: expert, functional, near functional, subfunctional, dan
unstructure/allernative. Profil tingkat penalaran merupakan gambaran pola
jawaban dan penjelasan siswa dalam menyelesaikan soal berbasis RTE.
D.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap persamaan-persamaan Fisika setelah diterapkannya Ranking Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
2. Memdapatkan profil tingkat penalaran siswa SMA pada penerapan Ranking
Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual Teaching and Learning.
E.Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat dua variable, yaitu : variable terikat, berupa pemahaman siswa terhadap persamaan-persamaan Fisika; dan variable bebas berupa penerapan Ranking Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual
(13)
F.Manfaat Penelitian
1. Sebagai model pembelajaran dan bahan ajar rujukan pada pembelajaran Fisika di sekolah sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap persamaan-persamaan Fisika dan mengetahui keterampilan penalaran siswa SMA.
2. Sebagai bekal atau referensi pengetahuan dan keterampilan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pelaksanaan pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran materi Fisika yang memiliki banyak persamaan Fisika.
G. Definisi Operasional
1. Ranking Task-exercise dalam model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Ranking Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual Teaching and Learning didefinisikan sebagai suatu konsep pembelajaran dengan bahan ajar Ranking Task Exercise untuk mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tahapan-tahapan CTL terdiri dari: invitasi (dikemukakannya pengetahuan awal siswa tentang konsep yang dibahas); eksplorasi (penemuan konsep baru melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data); penjelasan
dan solusi; dan pengambilan tindakan. Bahan ajar RTE diposisikan pada 2
tahapan, yaitu: eksplorasi untuk membantu siswa dalam menyelidiki dan menemukan suatu konsep, pengambilan tindakan untuk melatih siswa dalam
(14)
menerapkan konsep dan persamaan Fisika yang tepat dalam penyelesaian masalah.
Ranking Task Exercise adalah latihan tertulis yang memberikan siswa satu
macam set variasi pada suatu kasus Fisika secara khusus. Implikasi dari diterapkannya RTE adalah sebagai penunjang siswa dalam memahami persamaan Fisika lebih mendalam melalui posisi RTE tersebut sebagai bahan ajar. RTE tersebut dirancang sebagai LKS yang berisi sekumpulan latihan untuk satu materi Fisika. Strukur dasar dari RTE terdiri dari 4 aspek, yaitu: deskripsi situasi, termasuk perintah dan dasar dalam pengurutan suatu susunan; satu set penggambaran yang menunjukkan perbedaan susunan yang dibandingkan; ruang untuk mengidentifikasi jawaban pengurutan yang dipilih atau mengindikasikan semua susunan yang mempunyai nilai yang sama dalam pengurutan dasar; dan ruang untuk menjelaskan alasan dari jawaban yang diberikan (Maloney,2004). Pola penjelasan siswa inilah yang digunakan untuk mengetahui tingkat penalaran yang dimiliki siswa. Penalaran berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam membuat pengertian dan membangun kemampuan berpikirnya tentang apa yang ada di bumi ini. Tingkat penalaran tersebut mulai dapat terlihat jika: siswa mulai memperoleh konsep yang lebih akurat dan dapat mengklasifikasikan objek-objek yang ada; memahami persamaan dan perbedaan diantara beberapa konsep; dan dapat menemukan sebab dan pengaruh adanya hubungan antarobjek.
(15)
2. Pemahaman terhadap persamaan-persamaan Fisika.
Menurut Perkins dan Blythe (Bagno et.al, 2008), pemahaman adalah bagaimana dapat melakukan tuntutan pemikiran yang bervariasi dengan sebuah topik seperti menjelaskan (explaning), menemukan fakta dan contoh (finding
evidence and examples), mengeneralisasikan (generalizing), menggunakan
(applying), memperlihatkan hasil analisis (analogizing), dan merepresentasikan suatu topik dengan cara yang berbeda. Berdasarkan pengertian tersebut, Ester Bagno (2008) mengemukakan bahwa peningkatan pemahaman siswa terhadap persamaan-persamaan Fisika dapat ditunjukkan dengan: menunjukkan association
map yang berkaitan dengan suatu persamaan; mendeskripsikan
komponen-komponen dari suatu persamaan; mengidentifikasi kasus khusus dari suatu persamaan; dan menerapkan persamaan tersebut dalam suatu penyelesaian masalah.
Dalam penelitian ini, pemahaman terhadap persamaan Fisika yang dimaksud berdasarkan aspek pemahaman yang dikemukakan oleh Ester Bagno (2008), meliputi:
a. Menunjukkan association map yang berkaitan dengan suatu persamaan; Hal-hal yang mengindikasikan aspek ini, adalah: menggunakan beberapa persamaan untuk mendapatkan suatu persamaan Fisika yang lebih khusus; menghubungkan satu persamaan dengan persamaan yang lain yang berkaitan
(16)
untuk menghasilkan beberapa alternatif persamaan khusus dari suatu konsep Fisika.
b. Mendeskripsikan komponen-komponen dari suatu persamaan;
Hal-hal yang mengindikasikan aspek ini, adalah: mendeskripsikan dengan benar variabel-variabel penting yang biasanya terdapat dalam suatu konsep Fisika; membedakan setiap variabel tersebut dengan cermat.
c. Mengidentifikasi kasus khusus dari suatu persamaan;
Hal yang mengindikasikan aspek ini, adalah memahami konsep, kasus atau situasi yang khusus dimana persamaan tersebut dapat digunakan.
d. Menerapkan persamaan Fisika dalam suatu penyelesaian masalah.
Hal yang mengindikasikan aspek ini, adalah menggunakan persamaan Fisika yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
(17)
(18)
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Metode dan Desain Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, maka metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen dan penelitian deskriptif kuantitatif. Untuk penelitian kuasi eksperimen terdapat variable terikat dan variable bebas yang hanya diberlakukan pada satu kelompok. Pada jenis penelitian ini, tidak semua variabel yang seharusnya terkontrol dapat dikontrol, akan tetapi hanya beberapa dari variabel tersebut dan pengukuran setiap variabel dilakukan secara bertahap bagi kedua kelompok penelitian. Sedangkan, pada penelitian deskriptif kuantitatif, diperlukan adanya penggambaran atau penjelasan dari situasi penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan diambil. Pada penelitian deskriptif kuantitatif, akan dilihat tingkat penalaran siswa dari pola jawaban siswa dalam LKS RTE.
Desain penelitian kuasi eksperimen yang digunakan adalah
Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group design, karena dalam penelitian
ini tidak dilakukan randomisasi untuk membentuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pretest dan posttest diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelas kontrol yang dilakukan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan (treatment). Berikut ini pola dari Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group design.
(19)
Gambar 3.1. Pola Desain Penelitian
Keterangan:
Pre-test = tes awal sebelum treatment
Post-test = tes akhir setelah treatment
Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan khusus berupa penerapan RTE dalam model pembelajaran CTL. Sedangkan, kelas kontrol hanya menggunakan model pembelajaran CTL tanpa disertai dengan penerapan RTE.
Sedangkan untuk desain penelitian deskriptif kuantitatif adalah dengan melakukan survey. Survey tersebut dilakukan bersamaan dengan dikerjakannya soal-soal pada LKS RTE oleh siswa. Pola-pola jawaban siswa tersebut digunakan sebagai informasi untuk mendeskripsikan profil tingkat penalaran siswa.
B.Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMA Negeri di kota Majenang dan yang menjadi sampel adalah dua kelas X yang dipilih, yaitu kelas X.9 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.8 sebagai kelas kontrol.
Pretest Treatment Posttest Kelas Eksperimen : OE1 XE OE2 Kelas Kontrol : OK1 OK2
(20)
C.Instrumen Penelitian 1. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto,2009).Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes essay (tes uraian). Tes tersebut dilakukan untuk mengukur pemahaman awal siswa terhadap persamaan Fisika di tiap kelas (eksperimen dan kontrol) dan untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap persamaan Fisika tersebut setelah diberikan treatment. Tes tersebut dilaksanakan pada saat pretest dan posttest. Pemilihan bentuk instrumen ini telah didiskusikan dengan pembimbing dengan mempertimbangkan keefektifan bagaimana melihat keseluruhan aspek pemahaman terhadap persamaan Fisika secara lebih jelas.
Penskoran setiap siswa ditentukan oleh penjelasan dan cara siswa menjawab pertanyaan di tiap soal. Skor maksimum tiap soal adalah 10. Kriteria penskoran merupakan hasil diskusi antara peneliti dan pembimbing. Proses penskoran ini dilakukan saat pretest dan posttest pada tahap penelitian.
Tabel 3.1. Kriteria Penskoran
Aspek Pemahaman
Persamaan Fisika
Kriteria Penskoran (untuk setiap soalnya)
Mendeskripsikan
komponen-komponen dalam suatu persamaan Fisika
Skor total: 10 (tiap soal)
Perincian skor untuk soal no.1
Skor 4, untuk pendeskripsian yang benar untuk komponen-komponen yang memang dibutuhkan untuk menjawab soal tersebut. (tiap pertanyaan)
Skor 1, untuk jawaban yang tepat di tiap pertanyaan. Perincian skor untuk soal no.2
(21)
Skor 3, untuk pendeskripsian yang benar untuk komponen-komponen yang memang dibutuhkan untuk menjawab soal tersebut. (tiap pertanyaan)
Skor 1, jawaban yang tepat untuk seluruh pertanyaan Menerapkan suatu
persamaan Fisika dalam penyelesaian masalah
Skor total: 10
Perincian skor sebagai berikut.
Skor 3, untuk penerapan konsep dan persamaan Fisika yang tepat untuk soal tersebut (tiap pertanyaan)
Skor 2, untuk penyelesaian secara matematis dan hasil jawaban yang benar (tiap pertanyaan)
Menunjukkan
association map dari
suatu persamaan Fisika
Skor total: 10 (tiap soal) Perincian untuk soal no.6
Skor 9, dapat menggunakan semua persamaan Fisika yang dibutuhkan untuk menunjukkan “association map” secara bertahap dari suatu persamaan Fisika dengan tepat untuk menjawab soal tersebut .
Skor 3, jika hanya dapat menggunakan satu macam persamaan Fisika untuk menunjukkan “association map” dari suatu suatu persamaan Fisika yang dibutuhkan.
Skor 1, jika jawaban akhir yang diberikan benar. Perincian skor untuk soal no.7
Skor 7, dapat menggunakan semua persamaan Fisika yang dibutuhkan untuk menunjukkan “association map” secara bertahap dari suatu persamaan Fisika dengan tepat untuk menjawab soal tersebut .
Skor 3, untuk penyelesaian secara matematis dan jawaban yang diberikan benar.
Perincian skor untuk soal no.8
Skor 6, dapat menggunakan semua persamaan Fisika yang dibutuhkan untuk menunjukkan “association map” secara bertahap dari suatu persamaan Fisika dengan tepat untuk menjawab soal tersebut.
Skor 4, untuk penyelesaian secara matematis dan jawaban yang diberikan benar.
Mengidentifikasi kasus khusus dari suatu persamaan Fisika
Skor total: 10
Perincian skor sebagai berikut.
Skor 8, jika dapat menentukan persamaan Fisika yang tepat dengan mengidentifikasi kasus khusus dari persamaan tersebut, disertai penjelasan yang tepat pula Skor 5, jika dapat mengidentifikasi kasus khusus dari persamaan tersebut, disertai penjelasan yang tepat pula Skor 2, untuk penyelesaian secara matematis dan hasil jawaban yang benar
(22)
Sebelum digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini, tes uraian telah diuji-cobakan di sekolah tempat penelitian berlangsung. Ujicoba instrumen tersebut meliputi: uji validitas, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran, dan daya pembedanya.
1. Uji Validitas (Perhitungan terlampir)
Validitas yang digunakan untuk uji statistik instrument ini, yaitu teknik korelasi Product Moment. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut:
2 2
2
2
Y Y N X X N Y X XY N rxy
Keterangan :rxv = koefisien korelasi antara variable X dan Y
N = Jumlah siswa uji coba
X = Skor tiap butir soal untuk setiap siswa uji coba Y = Skor total tiap siswa uji coba
Dengan klasifikasi validitas sebagai berikut :
Tabel 3.2 Klasifikasi Validitas Butir Soal
Interval Kategori
0,000-0,200 Sangat rendah 0,201-0,400 Rendah 0,401-0,600 Sedang 0,601-0,800 Tinggi 0,801-1,000 Sangat tinggi
(Guilford dalam Erman, 2003)
(23)
2. Uji Reliabilitas (Perhitungan terlampir)
Teknik yang dipergunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 0 dan 1. Persamaan rumus Alpha adalah sebagai berikut:
Keterangan :
rii = reliabilitas instrumen
k = banyaknya soal
= jumlah varians butir = varians total
Adapun tolak ukur untuk menginterpretasikan reliabilitas instrumen yang telah dibuat, digunakan kriteria yang tertera pada tabel 3.2.
Tabel 3.3 Interpretasi Reliabilitas
Interval Kategori
0,80< r11<1,00 Sangat tinggi 0,60< r11<0,80 Tinggi 0,40< r11<0,60 Sedang 0,20< r11<0,40 Rendah 0,00< r11<0,20 Sangat rendah
(Guilford dalam Erman, 2003)
3. Uji Tingkat Kesukaran (Perhitungan terlampir)
Untuk mengukur tingkat kesukaran suatu instrumen, digunakan persamaan:
(3.3)
Keterangan:
Mean : skor rata-rata peserta didik pada satu nomor butir soal tertentu Skor maksimum : skor tertinggi yang telah ditetapkan pada pedoman penskoran
(24)
Klasifikasi tingkat kesukaran dapat dilihat melalui tabel 3.3.
Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran Kriteria
0,00-0,30 Sukar
0,31-0,70 Sedang
0,71-1,00 Mudah
(Munaf,2001)
4. Daya Pembeda (Perhitungan terlampir)
Persamaan yang digunakan untuk menghitung daya pembeda adalah sebagai berikut:
(3.4) Klasifikasi daya pembeda dapat dilihat melalui tabel 3.4.
Tabel 3.5 Kriteria Daya Pembeda
Daya pembeda Kriteria daya pembeda
0,00-0,20 Jelek (poor) 0,21-0,40 Cukup (satisfactory) 0,41-0,70 Baik (good) 0,71-1,00 Baik sekali (excellent)
(Arikunto, 2010)
Berikut ini, hasil pengolahan ujicoba instrumen yang telah diperoleh:
Tabel 3.6 Hasil Pengolahan Uji Coba Instrumen
No. Soal
Validitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda
Keterangan Nilai Kategori Nilai Kategori Nilai Kategori
1 0,47 Cukup 0,84 Mudah 0,23 Cukup Diambil
2 0,72 Tinggi 0,56 Sedang 0,34 Cukup Diambil
3 0,33 Rendah 0,48 Sedang 0,15 Jelek Dibuang
4 0,17 Sangat
Rendah
0,13 Sukar 0,05 Jelek Dibuang
5 0,65 Tinggi 0,38 Sedang 0,23 Cukup Diambil
6 0,61 Tinggi 0,53 Sedang 0,36 Cukup Diambil
7 0,59 Cukup 0,29 Sukar 0,18 Jelek Diambil
8 0,64 Tinggi 0,28 Sukar 0,24 Cukup Diambil
9 0,35 Rendah 0,2 Sukar 0,15 Jelek Diambil
(25)
Sebelum diujicobakan, kesembilan soal tersebut sudah diperbaiki oleh peneliti berdasarkan saran dari para pen-judgement. Setelah diujicobakan, peneliti membuang 2 soal yang dinyatakan jelek untuk dijadikan alat ukur; yaitu no.3 dan no.4. Soal no.3 dibuang, dikarenakan hasil analisis butir soal dari validitas rendah dan daya pembeda yang jelek walaupun sudah melalui perbaikan dari proses judgement. Soal no.4 dibuang, dikarenakan hasil analisis butir soal berupa validitas yang sangat rendah, tingkat kesukaran yang paling sukar (0.13), dan daya pembeda yang paling jelek (0.05). Soal no.9 diambil, dikarenakan hasil judgement menyatakan soal tersebut sesuai dengan salah satu aspek dari pemahaman persamaan Fisika, yaitu aspek mengidentifikasi kasus khusus dari suatu persamaan Fisika. Sementara itu, peneliti sebenarnya telah menyiapkan dua soal untuk mengukur aspek tersebut, yaitu no.4 dan no.9. Tetapi, dikarenakan hasil analisis butir soal menyatakan soal no.4 sangat jelek, maka agar tetap dapat mengukur aspek tersebut, soal no.9 tetap diambil.
Pengukuran untuk keempat aspek pemahaman terhadap persamaan Fisika pada materi Kinematika Gerak Lurus tetap dapat dilakukan dengan soal-soal yang telah diambil. Soal no.1 dan no.2, digunakan untuk mengukur aspek deskripsi komponen-komponen dari persamaan Fisika. Soal no.5, digunakan untuk mengukur aspek penerapan persamaan Fisika dalam suatu penyelesaian masalah. Soal no.6,7 dan 8, digunakan untuk mengukur aspek association map dari suatu persamaan Fisika. Sedangkan soal no.9, digunakan untuk mengukur aspek identifikasi kasus khusus dari suatu persamaan Fisika.
(26)
2. Nontes
Instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi untuk mengetahui seberapa jauh keterlaksanaan model pembelajaran CTL baik dari aspek kegiatan guru maupun kegiatan siswa. Lembar observasi mencakup seluruh rencana kegiatan pembelajaran yang didalamnya terdapat tahap-tahap model pembelajaran CTL. Rencana kegiatan pembelajaran tersebut dibagi dalam dua macam, yaitu kegiatan guru dan kegiatan siswa. Observer mengamati kegiatan pembelajaran dan memberikan penilaian dengan memberikan
tanda checklist (√) bila rencana pembelajaran terlaksana disertakan dengan
komentar dan saran dari kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Selain instrumen lembar observasi, terdapat catatan-catatan penelitian yang dibuat pada saat pembelajaran berlangsung agar peneletian ini juga dapat diamati oleh peneliti sendiri.
Selain tes dan nontes, instrument lain yang mendukung penelitian ini adalah beberapa perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa RTE (untuk kelas eksperimen). LKS RTE inilah yang membedakan perlakuan untuk kedua kelompok penelitian (eksperimen dan kontrol). Berisikan sekumpulan soal tipe Ranking Task yang harus dikerjakan oleh siswa. Pada LKS ini, siswa dituntut untuk memahami soal-soal tersebut dan mengerjakannya sendiri. Setiap soal-soal memiliki variasi pada situasi fisika yang dibuat bertingkat dalam hal kesulitan. Soal Ranking Task ini memiliki sedikit kata kunci bagaimana soal tersebut terselesaikan.
(27)
D.Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, serta tahap pengolahan dan analisis data.
1. Tahap Persiapan
a. Penemuan masalah melalui pengamatan secara empiris maupun teoritis. b. Perumusan masalah yang telah ditemukan.
c. Mengurusi administrasi untuk melakukan studi pendahuluan ke salah satu SMA di Majenang.
d. Melakukan studi pendahuluan pada satu kelas di salah satu SMAN kota Majenang untuk mendiagnosis pemahaman persamaan-persamaan Fisika siswa, sehingga dapat dijadikan sebagai latar belakang dari penelitian ini. e. Studi literature tentang jurnal, artikel, buku dan laporan penelitian yang
berkaitan dengan RTE, CTL dan pemahaman terhadap persamaan Fisika. f. Mengajukan hipotesis penelitian.
g. Telaah kurikulum Fisika SMA dan menentukan materi pembelajaran yang akan dijadikan bahan ajar dalam penelitian ini. Materi pembelajaran yang telah ditentukan, yaitu materi Kinematika Gerak Lurus pada KD 2.1 untuk kelas X SMA.
h. Menyusun rencana pembelajaran dan instrument penelitian yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian, berupa LKS RTE, soal pretest dan posttest, serta lembar observasi.
i. Melakukan judgment instrument kepada dua orang dosen dan satu guru bidang Fisika.
(28)
j. Perbaikan instrumen soal sebelum diujicobakan berdasarkan hasil judgement
k. Melakukan ujicoba instrumen soal di sekolah yang dijadikan sebagai tempat penelitian.
l. Menganalisis hasil ujicoba instrumen dengan mempertimbangkan perbaikan instrumen soal yang teah dilakukan sebelumnya.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pelaksanaan pretest untuk mengukur kemampuan awal siswa dalam aspek pemahaman terhadap persamaan-persamaan Fisika, baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
b. Memberi perlakuan pembelajaran berupa penerapan Ranking
Taks-exercise dalam model Contextual Teaching and Learning selama 3
pertemuan untuk kelas eksperimen. Sementara, pembelajaran untuk kelas kontrol hanya menerapkan model Contextual Teaching and Learning selama 3 pertemuan.
c. Pelaksanaan posttest untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. 3. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengelolaan data berupa jawaban-jawaban siswa dalam LKS RTE, nilai pretest dan posttest, serta lembar observasi.
b. Menganalisis dan membahas hasil pengolahan data.
c. Membuat kesimpulan dari penelitian yang telah dilaksanakan dan membuat laporan penelitian.
(29)
E.Tehnik Pengolahan Data
1. Pemahaman terhadap Persamaan Fisika
Pengukuran untuk mengamati adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap persamaan Fisika untuk materi Kinematika Gerak dilakukan dengan menghitung gain yang dinormalisasi (N-gain). Nilai gain skor diperoleh dengan persamaan:
G = skor post test – skor pre test
Persamaan yang digunakan untuk menghitung Average N-gain adalah dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
... .(3.5)
(Hake, 1999) Keterangan :
<g> = rata-rata gain ternormalisasi
Sf = rata-rata skor tes akhir (posttest)
(30)
Mengkaji literatur Studi Pendahuluan Penyusunan instrumen dan perangkat pembelajaran Judgment instrumen
Uji coba instrumen
Analisis Uji instrumen
Gambar 3.2 Diagram Prosedur Penelitian
Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Pretest Postest
Treatment (kelas eksperimen) dan tanpa treatment (kelas kontrol)
Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dari: nilai pretest dan nilai postest dari kedua kelas; pola jawaban siswa kelas eksperimen pada LKS RTE; dan hasil lembar observasi
Penarikan kesimpulan dan implikasi dari penelitian yang telah
dilaksanakan; serta pembuatan laporan
Analasis dan bahasan tentang hasil dari pengolahan data penelitian
(31)
Interpretasi terhadap nilai rata-rata gain yang dinormalisasi ditunjukan oleh Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Interpretasi Nilai Average N-gain
Nilai <g> Klasifikasi
Tinggi
Sedang
Rendah
2. Tingkat Penalaran
Data yang diperoleh dari Lembar Kerja Siswa berbasis Ranking Task
Exercise yang diberikan kepada kelas eksperimen, adalah hasil dari survey seluruh
jawaban siswa dari LKS RTE tersebut. Didasarkan pada apa yang dikemukakan oleh O’Kuma et.al (2004)
Ranking task merupakan bentuk dan ukuran yang bagus sebagai pekerjaan
rumah karena ranking task tersebut sederhana dan mudah untuk dimengerti oleh siswa meskipun membutuh perhatian dan analisis yang mendalam untuk memperoleh jawaban yang lengkap... Ranking task juga sangat berguna jika guru ingin membangkitkan suasana diskusi kelas.
Dalam penelitian ini, LKS RTE ini digunakan sebagai bahan ajar di dalam model pembelajaran CTL dan juga sebagai pekerjaan rumah bagi siswa. Penilaian untuk hasil survey ini didasarkan dari indikator-indikator yang terlihat yang berasal dari rubrik tingkat penalaran. Rubrik tingkat penalaran tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2. Survey jawaban-jawaban siswa tersebut dilakukan secara menyeluruh dan umum. Dari hasil survey tersebut, peneliti dapat menentukan di tingkatan penalaran seorang siswa berada pada level ke berapa.
Selain dari hasil survey, penentuan tingkat penalaran juga berdasarkan pada penskoran tiap item soal pada LKS RTE, yaitu skor mengurutkan dan skor
(32)
penjelasan. Penilaian tersebut berdasarkan pada aturan yang dikemukakan oleh
O’Kuma et.al (2004) yaitu bila RTE sebagai tes maka RTE tersebut memberikan
dua bagian penilaian dari pengurutan jawaban dan penjelasan yang diberi skor secara terpisah: sebagai contoh, 2 dari 5 poin untuk pengurutan yang benar dan 3 dari 5 poin untuk penjelasan yang tepat. Sehingga untuk keperluan penelitian ini, penulis membuat aturan penilaian dengan persamaan berikut:
Dengan nilai total maksimum 100 terbagi menjadi 40 untuk skor maksimum merangking dan 60 untuk skor maksimum alasan. Skor untuk merangking diungkapkan dalam Tabel 3.8
Tabel 3.8 Rubrik Skor Me-ranking
Penskoran untuk alasan berpengaruh besar dalam menentukan pengelompokan siswa sesuai dengan rubrik tingkat penalaran (Hudgins et al. 2007). Berikut ini kriteria level penskoran untuk skor alasan pada tiap soal RTE.
Tabel 3.9 Rubrik Skor Alasan
No Indikator Penilaian Skor Level
1 Kompleks dan akurat, siswa mengemukakan seluruh konsep yang terkait. Termasuk menamai variabel-variabel yang penting dan mengemukakan secara tepat kepentingan varibel tersebut serta aturan yang menghubungkannya dengan fenomena yang teramati. Proses umum dijelaskan secara gamblang dengan bahasa
60-49 5 (expert)
No Indikator Penilaian Skor
1 Urutan ke 1 benar 8
2 Urutan ke 1 dan 2 benar 16
3 Urutan ke 1,2, dan 3 benar 24 4 Urutan ke 1,2,3, dan 4 benar 32 5 Urutan ke 1 sampai 5 benar 40
(33)
No Indikator Penilaian Skor Level
ilmiah yang tepat.
2 Dapat menyajikan solusi dengan tepat, namun mendeskripsikan lebih singkat (secara umum benar) secara garis besar pada variabel-varibel dan hubungannya. Proses umum dikemukakan secara singkat.
48-37 4 (functional)
3 Deskripsi siswa mengidentifikasi dua atau lebih variabel-variabel yang relevan dan hubungan dari konsep yang relevan tetapi tidak mengungkapkan satu atau lebih pengetahuan dari bagian yang penting. Penjelasannya terkadang sedikit membingungkan dalam penyajian bahasa atau konteks, tetapi menghasilkan solusi yang benar. Bagaimanapun, deskripsi siswa menyarankan penguasaan konsep yang terbatas serta tidak memiliki kedalaman atau fleksibelitas yang cukup untuk menjelaskannya jika dilakukan perubahan kecil dalam format atau penampilan pada sebuah konsep.
36-25 3
(nearfunctional)
4 Penjelasan siswa mengidentifikasi benar paling sedikit satu variabel yang relevan, tetapi hanya komponen konsepnya saja yang diperlihatkan. Hubungan antar variabel yang penting tidak diungkapkan secara naratif olehnya, dan deskripsi siswa misaplikasi dalam hal bahasa, kontradiksi, atau penyederhanaan logika.
24-13 2 (subfunctional)
5 Siswa hanya mengidentifikasi satu variabel yang relevan, tetapi dia tidak dapat menggambarkan atau menunjukan komponen konsep tersebut. Atau, siswa menggambarkan model alternatif tidak dilandasi studi ilmiah.
12-0 1 (unstructured)
Jumlah keseluruhan item soal RTE yang ada pada LKS tersebut adalah 17 soal dan dibagi dalam 3 submateri, yaitu submateri 1 tentang gerak lurus beraturan 6 soal; submateri 2 tentang gerak lurus berubah beraturan 3 soal; dan submateri 3 tentang gerak vertikal 8 soal. Dalam penentuan profil tingkat penalaran dari seorang siswa, ditentukan terlebih dulu profil tingkat penalaran tiap siswa dari tiap submateri yang ada pada LKS RTE. Sebagian besar pengelompokan tingkat penalaran tersebut dipengaruhi oleh skor alasan yang
(34)
penalaran yang paling banyak muncul dari ketiga submateri tersebut (lebih dari satu level yang sama) adalah profil tingkat penalaran yang memang dimiliki oleh siswa tersebut hasil dari pengerjaan LKS RTE.
Sedangkan untuk pengolahan lembar observasi untuk keterlaksanaan pembelajaran dilakukan dengan cara membandingkan kegiatan yang terlaksana terhadap seluruh kegiatan yang terdapat pada lembar observasi. Pengolahan dilakukan pada tiap aspek keterlaksanaan pembelajaran. Persentase data hasil observasi dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
(3.6)
Setelah mengolah data menggunakan persamaan di atas, keterlaksanaan pembelajaran diinterpretasikan melalui tabel 3.10.
Tabel 3.10. Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Persentase Keterlaksanaan(%) Kategori
0,00-24,90 Sangat Kurang
25,00-37,50 Kurang
37,60-62,50 Sedang
62,60-87,50 Baik
87,60-100,00 Sangat Baik
(35)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri Kota Majenang mengenai penerapan Ranking Task Exercise dalam model pembelajaran Contextual Teaching and Learning untuk meningkatkan pemahaman persamaan Fisika dan mengetahui profil tingkat penalaran siswaSMA, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika, meliputi keempat aspek berikut: a. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek mendeskripsikan
komponen-komponen dari suatu persamaan Fisika siswa SMA kelas eksperimen dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,55. Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,30.
b. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek menerapkan suatu persamaan Fisika dalam penyelesaian masalah siswa SMA kelas eksperimen dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,32. Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori rendah dengan nilai Average N-Gain 0,18.
c. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek menunjukkan
assoctiaon map dari suatu persamaan Fisika siswa SMA kelas
(36)
Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori rendah dengan nilai Average N-Gain 0,06.
d. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek mengidentifikasi kasus khusus dari suatu persamaan Fisika siswa SMA kelas eksperimen dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,31. Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori rendah dengan nilai Average N-Gain 0,19.
2. Profil tingkat penalaran siswa pada materi gerak lurus dengan kecepatan dan percepatan tetap sebagian besar berada pada level tingkat penalaran
subfunctional. B. Saran
1. Dari pembahasan hasil penelitian ini, terdapat dua kesulitan yang dihadapi siswa berhubungan dengan pemahaman mereka terhadap persamaan Fisika yaitu kesulitan dalam menginterpretasi grafik dan cara komutatif atau perumusan suatu persamaan. Kedua kesulitan tersebut berdampak pada kurang maksimalnya beberapa aspek pemahaman persamaan Fisika yang hendak diukur. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih lanjut seberapa besar pengaruh kemampuan interpretasi grafik dan kemampuan membuat perumusan persamaan terhadap pemahaman persamaan Fisikanya.
2. LKS RTE belum bisa meningkatkan semua aspek pemahaman persamaan Fisika secara maksimal. Terdapat dua aspek yang belum terlihat jelas peran dari LKS berbasis RTE tersebut, yaitu aspek mendeskripsikan
(37)
komponen dari suatu persamaan Fisika dan aspek dalam menunjukkan
association map dari suatu persamaan Fisika. Oleh karena itu, diperlukan
adanya penelitian lebih lanjut mengenai bahan ajar yang dapat melatih siswa dalam meningkatkan kedua aspek tersebut dengan lebih baik.
3. Pada penelitian ini, diperoleh kemungkinan bahwa ketercapaian tingkat penalaran siswa pada pembelajaran RTE dipengaruhi oleh tingkat kompleksitas materi. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara ketercapaian tingkat penalaran siswa dengan tingkat kompleksitas materi yang dipelajari.
4. Dalam penelitian ini, bila diamati secara lebih seksama kesimpulan peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk keempat aspek memiliki hubungan yang dapat dikaitkan dengan bagaimana profil tingkat penalaran siswa tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara pemahaman persamaan Fisika dengan profil tingkat penalaran siswa.
(38)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Bruce L.Sherin. (2001). How Students Understand Physics Equations. [online]. Tersedia:http://www.ctd.northwestren.edu. [26 Maret 2012]
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Erman. S. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Bandung.
Esther Bagno, Hana Berger and Bat-Sheva Eylon (2008) Meeting The Challenge
of Students’ Understanding of Formulae in High-school Physics: A Learning Tool. [Online]. Tersedia:http://www.iop.org/journals/physcd [25
Oktober 2011]
Hake, R.R. (1998). Analayzing Change/Gain Scores. Dept. of Physics, Indiana University. 24245 Hatteras Street, Woodland Hills, CA, 91367 USA. Hudgins, D.W.et.al. (2007). Effectiveness of Collaborative Ranking Tasks on
Student Understanding of Key Astronomy Concepts. Dalam Astronomi
Education Review [Online], Volume 5(1), 22 halaman. Tersedia: http://aer.noao.edu/ [8 Februari 2008]
Johnson, Elaine B.PhD. (2002). Contextual Tecahing and Learning: What It Is
and Why It’s Here to Stay. London: A Sage Publications Company.
J.Cox Anne, Belloni Mario, dan Christian Wolfgang.,(2005). Teaching Physics
with Physlet-Based Ranking Task Exercises. 592
HitamArt. (2012). Bab “Penalaran” Argumentasi dan Narasi Karangan Gorys
Keraf [Online]. Tersedia:
http://hitamart.wordpress.com/2012/03/25/bab-penalaran-argumentasi-dan-narasi-karangan-gorys-keraf/ [9 Oktober 2012] Mansur Muslich. (2007). KTSP. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontesktual. Jakarta: Bumi Aksara
(39)
Nurhadi. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
O’Kuma Thomas L, Maloney David P., Hieggelke Curtis J.(2004). Ranking Task
Exercises in Physics: Student Edition Instructor’s Guide. United States of America: Pearson Prentice Hall.
Somia, G. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournaments (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Dalam Pembelajaran Fisika. Sripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Sugiyono, (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Wijaya, A.F.C. (2009). Collaborative Ranking Task Berbantuan E-Learning
Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Keterampilan Generik Sains IPBA Mahasiswa Calon Guru Fisika. Tesis Magister pada
SPs UPI; tidak diterbitkan
Wospakrik, Hans J. Dan Lilik Hendrajaya. (1993). Dasar-Dasar Matematika
untuk Fisika. Jakarta: Ditjen Dikti RI Proyek Pembinaan Tenaga
(1)
penalaran yang paling banyak muncul dari ketiga submateri tersebut (lebih dari
satu level yang sama) adalah profil tingkat penalaran yang memang dimiliki oleh
siswa tersebut hasil dari pengerjaan LKS RTE.
Sedangkan untuk pengolahan lembar observasi untuk keterlaksanaan
pembelajaran dilakukan dengan cara membandingkan kegiatan yang terlaksana
terhadap seluruh kegiatan yang terdapat pada lembar observasi. Pengolahan
dilakukan pada tiap aspek keterlaksanaan pembelajaran. Persentase data hasil
observasi dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
(3.6) Setelah mengolah data menggunakan persamaan di atas, keterlaksanaan
pembelajaran diinterpretasikan melalui tabel 3.10.
Tabel 3.10. Interpretasi Keterlaksanaan Pembelajaran
Persentase Keterlaksanaan(%) Kategori
0,00-24,90 Sangat Kurang
25,00-37,50 Kurang
37,60-62,50 Sedang
62,60-87,50 Baik
87,60-100,00 Sangat Baik
(2)
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri
Kota Majenang mengenai penerapan Ranking Task Exercise dalam model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning untuk meningkatkan
pemahaman persamaan Fisika dan mengetahui profil tingkat penalaran
siswaSMA, penulis menyimpulkan bahwa:
1. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika, meliputi keempat aspek berikut:
a. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek mendeskripsikan
komponen-komponen dari suatu persamaan Fisika siswa SMA kelas
eksperimen dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,55.
Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori
sedang dengan nilai Average N-Gain 0,30.
b. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek menerapkan
suatu persamaan Fisika dalam penyelesaian masalah siswa SMA kelas
eksperimen dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,32.
Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori
rendah dengan nilai Average N-Gain 0,18.
c. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek menunjukkan
assoctiaon map dari suatu persamaan Fisika siswa SMA kelas eksperimen dalam kategori rendah dengan nilai Average N-Gain 0,15.
(3)
Sedangkan, pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori
rendah dengan nilai Average N-Gain 0,06.
d. Peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk aspek mengidentifikasi
kasus khusus dari suatu persamaan Fisika siswa SMA kelas eksperimen
dalam kategori sedang dengan nilai Average N-Gain 0,31. Sedangkan,
pada kelas kontrol peningkatan aspek tersebut dalam kategori rendah
dengan nilai Average N-Gain 0,19.
2. Profil tingkat penalaran siswa pada materi gerak lurus dengan kecepatan dan
percepatan tetap sebagian besar berada pada level tingkat penalaran
subfunctional. B. Saran
1. Dari pembahasan hasil penelitian ini, terdapat dua kesulitan yang dihadapi
siswa berhubungan dengan pemahaman mereka terhadap persamaan Fisika
yaitu kesulitan dalam menginterpretasi grafik dan cara komutatif atau
perumusan suatu persamaan. Kedua kesulitan tersebut berdampak pada
kurang maksimalnya beberapa aspek pemahaman persamaan Fisika yang
hendak diukur. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih lanjut
seberapa besar pengaruh kemampuan interpretasi grafik dan kemampuan
membuat perumusan persamaan terhadap pemahaman persamaan
Fisikanya.
2. LKS RTE belum bisa meningkatkan semua aspek pemahaman persamaan
Fisika secara maksimal. Terdapat dua aspek yang belum terlihat jelas
(4)
62
komponen dari suatu persamaan Fisika dan aspek dalam menunjukkan
association map dari suatu persamaan Fisika. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian lebih lanjut mengenai bahan ajar yang dapat melatih
siswa dalam meningkatkan kedua aspek tersebut dengan lebih baik.
3. Pada penelitian ini, diperoleh kemungkinan bahwa ketercapaian tingkat
penalaran siswa pada pembelajaran RTE dipengaruhi oleh tingkat
kompleksitas materi. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian lebih lanjut
mengenai hubungan antara ketercapaian tingkat penalaran siswa dengan
tingkat kompleksitas materi yang dipelajari.
4. Dalam penelitian ini, bila diamati secara lebih seksama kesimpulan
peningkatan pemahaman persamaan Fisika untuk keempat aspek memiliki
hubungan yang dapat dikaitkan dengan bagaimana profil tingkat penalaran
siswa tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai
hubungan antara pemahaman persamaan Fisika dengan profil tingkat
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Bruce L.Sherin. (2001). How Students Understand Physics Equations. [online]. Tersedia:http://www.ctd.northwestren.edu. [26 Maret 2012]
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Erman. S. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA Bandung.
Esther Bagno, Hana Berger and Bat-Sheva Eylon (2008) Meeting The Challenge of Students’ Understanding of Formulae in High-school Physics: A Learning Tool. [Online]. Tersedia:http://www.iop.org/journals/physcd [25 Oktober 2011]
Hake, R.R. (1998). Analayzing Change/Gain Scores. Dept. of Physics, Indiana University. 24245 Hatteras Street, Woodland Hills, CA, 91367 USA. Hudgins, D.W.et.al. (2007). Effectiveness of Collaborative Ranking Tasks on
Student Understanding of Key Astronomy Concepts. Dalam Astronomi Education Review [Online], Volume 5(1), 22 halaman. Tersedia: http://aer.noao.edu/ [8 Februari 2008]
Johnson, Elaine B.PhD. (2002). Contextual Tecahing and Learning: What It Is and Why It’s Here to Stay. London: A Sage Publications Company.
J.Cox Anne, Belloni Mario, dan Christian Wolfgang.,(2005). Teaching Physics with Physlet-Based Ranking Task Exercises. 592
HitamArt. (2012). Bab “Penalaran” Argumentasi dan Narasi Karangan Gorys Keraf [Online]. Tersedia: http://hitamart.wordpress.com/2012/03/25/bab-penalaran-argumentasi-dan-narasi-karangan-gorys-keraf/ [9 Oktober 2012] Mansur Muslich. (2007). KTSP. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan
Kontesktual. Jakarta: Bumi Aksara
(6)
Nurhadi. (2003). Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
O’Kuma Thomas L, Maloney David P., Hieggelke Curtis J.(2004). Ranking Task
Exercises in Physics: Student Edition Instructor’s Guide. United States of America: Pearson Prentice Hall.
Somia, G. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Dalam Pembelajaran Fisika. Sripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Sugiyono, (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Wijaya, A.F.C. (2009). Collaborative Ranking Task Berbantuan E-Learning Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan Keterampilan Generik Sains IPBA Mahasiswa Calon Guru Fisika. Tesis Magister pada SPs UPI; tidak diterbitkan
Wospakrik, Hans J. Dan Lilik Hendrajaya. (1993). Dasar-Dasar Matematika untuk Fisika. Jakarta: Ditjen Dikti RI Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.