HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP Hubungan Antara Empati Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying Pada Siswa Smp.
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi
DiajukanOleh :
FIRLY TRI ASTUTI
F 100 100 109
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
i
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Diajukan Oleh :
FIRLY TRI ASTUTI
F 100 100 109
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
ii
iii
iv
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP
Firly Tri Astuti
W.S Hertinjung, S.Psi, M.Psi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
firly.ok@gmail.com
ABSTRAK
Sekolah merupakan tempat di mana siswa belajar dan mencari pengetahuan serta
bersosialaisasi dengan teman-temannya. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang
nyaman bagi siswa, namun kenyataannya fenomena yang marak terjadi di sekolah
adalah tindak kekerasan atau perilaku bullying yang dilakukan oleh guru kepada
siswa maupun siswa kepada siswa lainnya. Perilaku bullying yaitu perilaku yang
dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti orang lain yang dilakukan berulangulang kepada orang yang dianggap rentan. Salah satu faktor yang menyebabkan
perilaku bullying terjadi adalah faktor individu yaitu empati. Empati berkaitan
dengan tindakan dan pertimbangan moral, orang yang kurang memiliki empati
akan bertindak semaunya saja dan cenderung melakukan perilaku bullying.
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP. Hipotesis yang
diajukan adalah ada hubungan negatif antara empati dengan kecenderungan
perilaku bullying.
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa - siswi kelas
VIII A dan VIII D MTs Negeri 1 Gondangrejo yang berjumlah 80 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive non
random sampling dengan menggunakan alat ukur yaitu skala empati dan skala
kecenderungan perilaku bullying.
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan statistic non-parametric dengan uji
hipotesis melalui teknik korelasi Kendall’s tau_b, diperoleh nilai koefisien
korelasi sebesar 0,048 ; (p) = 0,548 (p>0,05) artinya tidak ada hubungan antara
empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP. Sumbangan
efektif empati terhadap kecenderungan perilaku bullying sebesar 0,2%.
Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel empati diketahui Rerata Emprik (RE)
sebesar 47,46 dan Rerata Hipotetik (RH) sebesar 40 yang berarti empati tergolong
tinggi. Variabel kecenderungan perilaku bullying mempunyai Rerata Empirik
(RE) sebesar 49,78 dan Rerata Hipotetik (RH) sebesar 57,5 yang berarti
kecenderungan perilaku bullying tergolong rendah.
Kata Kunci : Empati, kecenderungan perilaku bullying, Siswa SMP
v
PENDAHULUAN
dalam keluarga, dan di sekolah yang
berlangsung
Masa
periode
remaja
kehidupan
merupakan
yang
Menurut Mahardayani dan
Ahyani
tersebut terjadi perkembangan dan
risiko
tinggi
kenakalan
memiliki
terhadap
terjadinya
dan
sebagai
korban
pelaku
dari
kekerasan
maupun
tindak
salah
dalam berhubungan dengan fungsi
perkembangannya, seseorang bisa
jadi merasa tidak dihargai jika
bertemu di jalan tidak saling sapa
Masa remaja awal kira-kira sama
atau didiamkan. Perasaaan emosional
dengan masa sekolah menengah
yang
pertama dan mencakup kebanyakan
individu
Transisi ke sekolah menengah atau
yang
bisa
agresifitas
sedang
pada
beranjak
memasuki usia remaja manakala
dari
remaja tidak memiliki kontrol diri
sekolah dasar menarik perhatian para
yang
ahli perkembangan, karena meski
baik
atau
terpengaruh
lingkungan sosialnya.
pada dasarnya transisi ini adalah
Mahardayani
suatu pengalaman normatif bagi
ini
meletup-letup
menimbulkan
perubahan pubertas (Santrock, 2003).
hal
bersosialisasi,
sering menimbulkan pertentangan
berakhir antara usia 18 dan 22 tahun.
anak,
mengenal
seseorang
dan memiliki sahabat. Tahapan ini
kekerasan
kira usia 10 sampai 13 tahun dan
semua
dimana
berteman, berbagi dengan orang lain
sebagai
pertama
satunya
mulai
baik
Masa remaja dimulai kira-
lanjutan
tumbuh
kehidupan yang sangat kompleks,
(Wahyuni & Adiyanti, 2010).
sekolah
proses
remaja memiliki kurun waktu dan
periode ini merupakan masa transisi
cenderung
(2008)
kembang individu dari anak menjadi
perubahan yang sangat pesat. Pada
remaja
serentak
(Santrock, 2002).
penuh
dengan dinamika, karena pada masa
dan
secara
(2008)
dapat
dan
Ahyani
menambahkan
bawa
berkumpul
menimbulkan stres karena transisi
teman
berlangsung pada suatu masa ketika
dengan
dekat
sahabat
dan
atau
bercerita
pengalaman masing-masing, saling
banyak perubahan pada individu, di
menonjolkan
1
kebanggaan
diri
remaja,
yang diharapkan. Tanpa kita sadari
hubungan lekat ini menimbulkan
ternyata banyak tindak kekerasan
seseorang saling memiliki dalam
(bullying) yang terjadi di sekolah.
merupakan
ciri
khas
Menurut
kerangka solidaritas, sangat positif
Wiyani
(2012),
jika mengarah pada perilaku yang
salah satu fenomena yang menyita
tidak
kekerasan
perhatian di dunia pendidikan adalah
misalnya: aktif dalam organisasi
kekerasan di sekolah, baik yang
intra
basket,
dilakukan oleh guru terhadap siswa,
sepakbola, pecinta alam atau di luar
maupun oleh siswa terhadap siswa
sekolah
membentuk
lainnya. Maraknya aksi tawuran dan
kelompok musik. Menjadi terbalik
kekerasan (bullying) yang dilakukan
apabila kelompok tersebut justru
oleh siswa di sekolah yang semakin
melakukan perilaku negatif seperti
banyak menghiasi deretan berita di
memalak,
halaman
berindikasi
sekolah
seperti
dengan
mengintimidasi
dan
media
cetak
bersikap sok jagoan yang akhirnya
elektronik
bermuara pada tindakan bullying.
tercabutya nilai-nilai kemanusiaan.
Tentunya
Wahyuni & Adiyanti (2010)
menambahkan
merupakan
bahwa
lembaga
menjadi
maupun
bukti
kasus-kasus
telah
kekerasan
tersebut tidak saja mencoreng citra
sekolah
pendidikan
pendidikian
yang
selama
ini
yang mengajarkan ilmu pengetahuan
dipercayai oleh banyak kalangan
agar murid atau siswa memiliki
sebagai sebuah tempat dimana proses
wawasan
mengajarkan
humanisasi berlangsung, tetapi juga
norma-norma yang berlaku dalam
menimbulkan sejumlah pertanyaan,
masyarakat.
sekolah
bahkan gugatan dari berbagai pihak
memiliki pengaruh yang besar bagi
yang semakin kritis mempertanyakan
siswa untuk membentuk perilaku
esensi pendidikan disekolah.
luas
dan
Lingkungan
Sebagian
siswa, karena di lingkungan sekolah,
orang
mungkin
anak dapat menanamkan nilai-nilai
berpendapat bahwa perilaku bullying
positif dalam bersosialisasi dengan
tersebut merupakan hal sepele atau
teman sebaya, namun terkadang apa
bahkan normal dalam setiap tahap
yang diharapkan tidak sesuai apa
kehidupan
2
manusia
atau
dalam
Faktanya,
Bullying telah salah dipersepsikan
perilaku bullying merupakan perilaku
sebagai situasi yang umum terjadi
tidak normal, tidak sehat, dan secara
atau “hanya masalah kecil” atau
sosial tidak bisa diterima. Hal yang
“masalah anak-anak”.
kehidupan
sehari-hari.
sepele pun kalau dilakukan secara
KOMNAS
Perlindungan
berulang kali pada akhirnya dapat
Anak (PA) setiap tahun mendata
menimbulkan dampak serius dan
kasus bullying, pada tahun 2011
fatal.
yaitu terdapat 139 kasus bullying di
Dengan
membiarkan
atau
menerima perilaku bullying, kita
lingkungan
berarti
untuk tahun 2012, KOMNAS PA
memberikan
dukungan
sekolah,
sedangkan
kepada pelaku bullying, menciptakan
menemukan
interaksi sosial yang tidak sehat
2012). Data Komisi Perlindungan
dapat menghambat pengembangan
Anak
potensi diri secara optimal (Wiyani,
mengemukakan
2012).
tahun 2014, melihat adanya 19
36
kasus
(Triyuda,
Indonesia
bahwa
(KPAI)
sepanjang
kasus bullying di sekolah. Jumlah ini
Wiyani (2012) menambahkan
bahwa maraknya beberapa kasus
berdasarkan
bullying, antara lain dipicu oleh
melalui media dan melalui surat
belum adanya kesamaan persepsi
elektronik.
antara pihak sekolah, orang tua
menurut KPAI beragam, mulai dari
maupun masyarakat dalam melihat
ejekan hingga perlakuan kasar yang
pentingnya permasalahan bullying
menyebabkan luka fisik (Setyawan,
serta penanganannya. Ditambah lagi
2014).
menyeluruh
pemerintah
menanganinya.
dalam
dari
dilakukan
pihak
langsung,
Kasus bullying ini
Hasil
dengan belum adanya kebijakan
secara
pengaduan
penelitian
oleh
yang
Mahardayani
&
rangka
Ahyani (2008) juga menyebutkan
Diperkirakan
bahwa dari 180 orang remaja 94 %
bullying menjadi semakin marak
menyatakan
karena orang tua atau orang dewasa
tindakan
lain tidak menganggap serius atau
terhadap orang lain. Tindakan tidak
bergeming atas terjadinya bullying.
menyenangkan yang paling sering
3
pernah
tidak
melakukan
menyenangkan
dilakukan
adalah
mengejek
dan
mengajak
memberi
julukan.
Sasaran
atau
mengolok-olok dan mengejek anak
tidak
tukang bubur secara berkelanjutan
menyenangkan tersebut dilakukan
sehingga remaja tersebut merasa
adalah 50% kepada teman sekelas,
begitu rendah diri dan tak berarti,
16% adik kelas, 14% kepada anak
yang pada akhirnya berujung pada
dari sekolah lain, 7% kepada kakak
kematian akibat bunuh diri. Sebagai
kelas, 5% kepada guru dan 8% lain-
penonton (bystander), anak-anak lain
lain.
tak mampu pula mengembangkan
kepada
siapa
tindakan
Center for the Study and
Prevention
(2008),
of
School
pusat
empatinya karena ketakutan sehingga
Violence
pembelajaran
mereka hanya berdiam diri ketika
melihat
dan
terletak
di
Empati
Boulder
mengemukakan bahwa faktor-faktor
segi
yang mempengaruhi kecenderungan
moral.
bullying
temannya
diperlakukan
secara tak layak.
pencegahan kekerasan di sekolah
yang
teman-temannya
tindakan
Oleh
mendasari
dan
banyak
pertimbangan
karena
itu,
jika
faktor
seseorang tidak memiliki rasa empati
individu, keluarga, teman sebaya,
pada sesama, kemungkinan besar
dan
yang bisa
perilaku
sekolah.
adalah
Salah
satu
faktor
terjadi
adalah
orang
mempengaruhi
tersebut akan bertindak semaunya
perilaku bullying adalah kurangnya
saja kepada orang lain. seseorang
empati.
yang tidak punya empati ini memiliki
individu
yang
&
potensi untuk melakukan tindak
Adiyanti (2010) ada kecenderungan
kejahatan kepada orang lain, karena
di masyarakat saat ini, telah terjadi
orang tersebut hanya menggunakan
penurunan empati dalam interaksi
pertimbangan
antar individu. Di dunia remaja,
(Wuryanano, 2007).
Menurut
Wahyuni
pikirannya
sendiri
semakin banyak tindakan brutal yang
Berdasarkan dasar pemikiran
dilakukan remaja terhadap orang lain
tersebut, muncullah pertanyaan “Apakah
yang dianggap berbeda atau yang tak
ada Hubungan antara Empati dengan
Kecenderungan Perilaku Bullying pada
disukai. Misalnya: seorang remaja
4
Siswa SMP”? Maka penulis tertarik
dikemukakan oleh Cowie dan Jennifer
untuk
yang
(2008) yaitu deliberate, repeated, dan
Empati
power imbalance. Terdapat 23 aitem
Perilaku
yang valid dan 7 aitem yang tidak valid
melakukan
berjudul
penelitian
“Hubungan
dengan
antara
Kecenderungan
Bullying pada Siswa SMP”.
Tujuan
dari
(gugur).
penelitian
Aitem
corrected
ini
valid
mempunyai
item-total
correlation
mengetahui hubungan antara empati
bergerak dari 0,320 sampai 0,639 dan
dengan kecenderungan perilaku bullying
koefisien reliabilitas alpha (α) = 0,838.
pada siswa SMP, mengetahui tingkat
Skala empati yang digunakan
empati pada siswa SMP, mengetahui
dalam penelitian ini adaptasi dari Bilhaq
tingkat kecenderungan perilaku bullying
(2011) berdasarkan aspek-aspek dari
pada
Davis (1983) yaitu perspective taking,
siswa
sumbangan
SMP,
efektif
terhadap
mengetahui
antara
kecenderungan
emphatic
empati
concern,
yang valid dan 7 aitem yang tidak valid
(gugur).
METODE PENELITIAN
Aitem
corrected
Variabel dalam penelitian ini
variabel
bebas
(empati).
valid
mempunyai
item-total
correlation
bergerak dari 0,303 sampai 0,521 dan
tergantung
koefisien reliabilitas alpha (α) = 0,808.
(kecenderungan perilaku bullying) dan
variabel
scale,
personal distress. Terdapat 16 aitem
perilaku
bullying siswa SMP.
yaitu
fantacy
Penelitian
Subjek
ini
menggunakan
analisis statistik non-parametrik untuk
penelitian yang digunakan adalah siswa
uji
- siswi kelas VIII MTsN 1 Gondangrejo
Kendall’s tau_b.
hipotesis
yaitu
korelasi
dari
yang berjumlah 80 orang. Teknik
HASIL PENELITIAN DAN
pengambilan sampel yang digunakan
PEMBAHASAN
dalam penelitian ini adalah purposive
Berdasarkan hasil perhitungan
non random sampling yaitu kelas VIII
statistik
A dan VIII D yang masing-masing kelas
nonparametrik
dengan
terdiri dari 40 orang dengan jumlah
analisis Kendall’s tau_b, diketahui
siswi 22 orang dan siswa 18 orang.
bahwa tidak ada hubungan antara
Skala
bullying
kecenderungan
digunakan
dengan
kecenderungan
dalam
perilaku bullying pada siswa SMP.
penelitian ini disusun oleh Oktaviana
Hal ini diperoleh dari nilai koefisien
(2014)
yang
empati
perilaku
berdasarkan
aspek
yang
5
korelasi sebesar 0,048; p = 0,548
itu namun subjek lainnya yang ingin
(p>0,05). Hipotesis yang diajukan
mengerjakan atau mengisi
peneliti bahwa ada hubungan negatif
dengan serius merasa tidak nyaman
antara empati dengan kecenderungan
dan terganggu dengan situasi dan
perilaku bullying ditolak. Artinya
kondisi yang tidak kondusif. Tidak
tidak dapat dikatakan bahwa semakin
seriusnya
tinggi
skala menjadi salah satu indikasi
empati
semakin
seseorang
rendah
maka
kecenderungan
subjek
bahwa
dalam
subjek
skala
mengisi
memiliki
perilaku bullying, dan sebaliknya
kecenderungan
semakin rendah empati seseorang
karena subjek kesulitan untuk taat
maka semakin tinggi kecenderungan
pada peraturan.
perilaku bullying.
Seperti
Prevention
yang memiliki empati tinggi akan
kecenderungan
yang
diungkapkan
oleh Center for the Study and
Secara konseptual, seseorang
memiliki
bullying
perilaku
of
School
Violence
(2008) bahwa salah satu faktor yang
perilaku
bullying yang rendah. Namun dalam
menyebabkan
penelitian
perilaku bullying adalah kesulitan
ini,
hipotesis
yang
untuk mengikuti peraturan.
diajukan ditolak bahwa tidak ada
hubungan
antara
kecenderungan
empati
perilaku
Berdasarkan
dengan
diketahui
bullying
skala
rerata empirik sebesar 49,78 dan
terlihat
rerata hipotetik sebesar 57,5. Kondisi
beberapa subjek nampak tidak serius
ini menunjukkan bahwa perilaku
dalam pengisian skala, hal ini dapat
terutama
ketika
subjek
kecenderungan
tinggi daripada rerata empirik yaitu
yang dilakukan oleh peneliti ketika
dilihat
analisis
rendah dimana rerata hipotetik lebih
Berdasarkan hasil observasi
mengisi
variabel
hasil
perilaku bullying masuk kategori
pada siswa SMP.
subjek
kecenderungan
beberapa
laki-laki
yang ditunjukkan subjek tidak semua
subjek
memenuhi
yang
deliberate
bergurau sesama teman dan saling
aspek-aspek
merupakan
niat
yaitu
yang
disengaja untuk menyakiti individu
menyontek pada subjek lainnya.
lain, repeated yaitu pengulangan dari
Walaupun tidak semua subjek seperti
6
perilaku bullying dari waktu ke
tidak dilakukan secara berulang-
waktu, dan power imbalance yaitu
ulang dan bukan dilakukan oleh
ketidakseimbangan
orang yang memiliki kekuatan atau
kekuasaan
kekuasaan hanya berupa konflik
(Cowie & Jennifer, 2008).
skala
dengan teman sebaya, namun ini
bullying
perlu diwaspadai oleh sekolah dan
dapat diketahui bahwa terdapat 65%
orang tua. Sementara untuk 4 subjek
(52
Hasil
kategorisasi
kecenderungan
perilaku
yang
memiliki
yang memiliki kategori tinggi perlu
perilaku
bullying
segera ditangani karena beberapa
tergolong rendah; 30% (24 subjek)
subjek tersebut dapat mempengaruhi
memiliki
teman
subjek)
kecenderungan
kecenderungan
perilaku
lainnya.
Seperti
yang
bullying tergolong sedang; dan 5% (4
diungkapkan oleh Orpinas dan Horne
subjek)
(2006)
tergolong
kecederungan
tinggi.
memiliki
bullying
perilaku
Rata-rata
atau
kekuatan
melakukan
pelaku
bullying
dalam
tidak
saja
berasal dari karakteristik individual
mayoritas
siswa-siswi MTsN I Gondangrejo
tetapi
juga
kekuasaan
memiliki
kecenderungan
perilaku
keterikatan dengan kelompok sosial.
bullying
yang tergolong
rendah,
Sebagai contoh anak diajarkan oleh
untuk
dari
namun perlu diperhatikan bahwa
temannya
terdapat 30% (24 orang) memiliki
bullying adalah strategi pemecahan
bullying
masalah yang tepat.
yang tergolong sedang dan terdapat
Berdasarkan
kecenderungan
perilaku
mempercayai
hasil
analisis
memiliki
diketahui variabel empati memiliki
bullying
rerata empirik sebesar 47,46 dan
Kecenderungan
rerata hipotetik sebesar 40 yang
perilaku bullying pada 24 subjek ini
berarti rerara empirik lebih tinggi
bisa
perilaku
daripada rerata hipotetik. Artinya
yang
tingkat empati pada subjek tergolong
insidental,
tinggi. Kondisi ini membuktikan
5%
(4
orang)
kecenderungan
tergolong
yang
perilaku
tinggi.
terjadi
kekerasan
dilakuakan
karena
atau
agresif
bersifal
terjadi
bahwa mayoritas subjek memenuhi
hanya karena kesempatan tertentu,
aspek-aspek yaitu perspective taking
artinya
perilaku
tersebut
7
merupakan kecenderungan individu
hampir setiap hari melihat perilaku
untuk mengambil alih secara spontan
bullying di sekolah dan subjek
sudut pandang orang lain, emphatic
terkadang menegur atau melerai
concern
namun subjek juga pernah hanya
yaitu
kemampuan
menonton
merasakan apa yang sedang orang
bullying
perilaku
itu
scale
terjadi. Pelaku bullying bukanlah
cenderung untuk menempatkan diri
satu-satunya yang memiliki peran
sendiri dalam perasaan dan perilaku-
penting, orang yang menonton juga
perilaku dari karakter-karakter yang
memiliki peran penting karena sama
ada di dalam buku-buku cerita,
saja
novel, game, dan situasi-situasi fiksi
adanya perilaku bullying. Hal ini
lain
fantasy
butuhkan,
lainnya,
personal
dan
merupakan
orientasi
distress
orang
tersebut
menunjukkan
mendukung
bahwa
subjek
sebenarnya memiliki rasa empati
seseorang
terhadap
dirinya
sendiri
yang
untuk menolong tetapi kadang belum
meliputi
perasan
terkejut,
takut,
teraktualkan dalam perilaku aktif.
cemas, prihatin, dan tidak berdaya
Empati yang subjek miliki belum
(Davis, 1983).
sepenuhnya
Kategorisasi
dapat
diketahui
skala
empati
bahwa
terdapat
bisa
menggerakkan
subjek untuk mencegah perilaku
bullying.
tergolong
Seperti yang diungkapkan oleh
memiliki empati sedang; 61,25% (49
Wahyuni & Adiyanti (2010) bahwa
subjek) tergolong memiliki empati
sebagai penonton (bystander), anak-
tinggi; 16,25% (13 subjek) tergolong
anak tak mampu mengembangkan
memiliki
tinggi.
empatinya karena ketakutan sehingga
Berdasarkan hasil angket yang diisi
anak tersebut hanya berdiam diri
oleh subjek menunjukkan bahwa
ketika
subjek terkadang hanya membiarkan
diperlakukan
atau menonton perilaku bullying
Coloroso (dalam Trevi & Respati,
terjadi, hal itu karena adanya tekanan
2012) menambahkan terdapat empat
dari teman sebaya. Beberapa anak
faktor yang sering menjadi alasan
mengaku bahwa sering atau bahkan
penonton
22,5%
(18
subjek)
empati
sangat
8
melihat
secara
temannya
tak
(bystander)
layak.
tidak
melakukan
apa-apa,
1.
diantaranya
Tidak
ada
hubungan
antara
merasa takut akan melukai dirinya
empati dengan kecenderungan
sendiri, merasa takut akan menjadi
perilaku bullying pada siswa
target baru oleh pelaku, takut apabila
SMP.
dirinya melakukan sesuatu maka
dikatakan bahwa semakin tinggi
akan memperburuk situasi yang ada,
empati seseorang maka semakin
dan tidak tahu apa yang harus
rendah kecenderungan perilaku
dilakukan.
bullying,
dan
semakin
rendah
Berdasarkan
hasil
analisis
Sehingga
tidak
dapat
sebaliknya
empati
yang menunjukkan bahwa variabel
seseorang maka semakin tinggi
empati
kecenderungan
memberikan
sumbangan
bullying.
efektif sebesar 0,2 % terhadap
variabel
kecenderungan
bullying.
Hal
bahwa
empati
kecenderungan
ini
2.
perilaku
3.
mempengaruhi
99,8%
faktor
lain
Tingkat kecenderungan perilaku
bullying tergolong rendah.
bullying
4.
hanya sebesar 0,2% sehingga masih
ada
Tingkat empati pada subjek
tergolong tinggi.
menunjukkan
perilaku
perilaku
Sumbangan
efektif
terhadap
yang
empati
kecenderungan
kecenderungan
perilaku bullying sebesar 0,2%.
perilaku bullying selain variabel
Hal ini menunjukkan terdapat
empati/di luar faktor individu, yaitu
99,8%
faktor keluarga, faktor teman sebaya
mempengaruhi
dan faktor sekolah (Center for the
perilaku bullying diluar variabel
Study and Prevention of School
empati.
mempengaruhi
Violence, 2008).
variabel
lain
yang
kecenderungan
Saran
1.
PENUTUP
Bagi sekolah
Pihak sekolah diharapkan
Kesimpulan
mengarahkan
Berdasarkan hasil penelitian dan
melakukan
pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya,
dapat
siswa
dalam
kegiatan-kegiatan
sosial yang diadakan oleh pihak
diambil
sekolah seperti acara kerja bakti/
kesimpulan bahwa:
9
mengunjungi
Orang tua juga diharapkan dapat
panti asuhan agar anak dapat
memberikan contoh yang baik
menumbuhkan rasa peduli dan
pada anak dengan mengajarkan
menggerakan perilaku empati
untuk memberikan pertolongan
secara aktif, namun guru juga
dan
tetap mengawasi dan ikut serta
(bersodaqah) bagi orang yang
dalam kegiatan-kegiatan yang
membutuhkan.
gotong
royong,
3.
dilakukan anak agar hubungan
2.
memberi
sumbangan
Bagi siswa
antara guru dan murid lebih
Siswa diharapkan dapat
dekat. Selain itu diharapkan
menghindari perilaku bullying
pihak sekolah dapat memberikan
dan mengikuti kegiatan-kegitan
pengetahuan mengenai perilaku
sosial
bullying
lingkungan sekolah maupun di
agar
murid
dapat
baik
terhindar dari perilaku bullying.
luar
Bagi orang tua
membentuk
Orang
tua
dapat
memberikan
pada
anak
itu
sekolah,
di
guna
perilaku
dalam
untuk
empati
diharapkan
secara aktif. Selain itu, dalam
perhatian
pemilihan teman, siswa juga
harus
dengan
memperhatikan
mana
mendengarkan cerita / curhat
teman yang baik dan yang tidak
anak,
dukungan
baik agar tidak salah dalam
mengenai kegiatan yang diikuti
pergaulan karena teman akan
di sekolah. Selain itu orang tua
mempengaruhi perilaku siswa.
memberikan
juga
diharapkan
mengontrol
perilaku
4.
dapat
Peneliti lain
Peneliti lain diharapkan
anak,
memberi pengertian dan nasehat
dapat
mengenai perilaku bullying serta
dalam penelitian ini sehingga
tidak
perilaku
penelitian yang akan datang
kekerasan di rumah apalagi di
akan lebih baik lagi dan dapat
depan anak agar anak dapat
melakukan proses pengambilan
terhindar dari perilaku buruk
data
menunjukkan
terutama
perilaku
bullying.
melihat
dengan
keterbatasan
situasi
yang
kondusif agar skala yang diisi
10
oleh siswa benar-benar mewakili
atau sesuai dengan karakteristik
siswa. Hasil penelitian juga akan
lebih
bervariasi
penelitian
beberapa
apabila
dilakukan
sekolah
dan
pada
lebih
banyak subjek serta subjek yang
digunakan disarankan memiliki
kriteria tertentu sehingga tidak
memilih semua subjek sekelas
secara acak. Selain itu penelitian
selanjutnya
disarankan
menggunakan try out terpisah
agar aitem-aitem yang gugur
tidak
mencemari
aitem-aitem
valid.
11
Kecenderungan
DAFTAR PUSTAKA
Bullying.
Bilhaq, A. H. (2011). Hubungan Pola
Asuh
Demokratis
Orpinas, P., & Horne, A. M. (2006).
Surakarta:
Bullying Prevention Creating a
Muhammadiyah
Positive School Climate and
Surakarta.
Developing Social Competence.
Center for the Study and Prevention of
Washington
School Violence (2008). Safe
Safe
American
Psychological Association.
Communities:
Santrock, J. W. (2002). Life - Span
Behavioral Science. Boulder:
Development; Perkembangan
University of Colorado.
Masa Hidup jilid 2, Jakarta:
dan
Institute
Sheet.
Jennifer.
(2008).
Erlangga.
New
Perspectives on Bullying. New
____________ . (2003). Adolescence
York: Licensing Agency.
Davis,
DC:
of
Fact
Cowie
Muhammadiyah
Surakarta.
dan Non-Inklusi. Skripsi (tidak
Schools-
(tidak
Surakarta:
Universitas
Empati dengan Sekolah Inklusi
Universitas
Skripsi
diterbitkan).
dengan
diterbitkan).
Perilaku
M.
H.
(1983).
Individual
Differences
Empathy:
Evidence
Multidimensional
Journal
Perkembangan
Measuring
of
for
Jakarta: Erlangga.
in
Trevi & Respati, W. S. (2012). Sikap
a
Siswa
Approach.
Personality
Kelas
X
Smk
Y
Tangerang Terhadap Bullying.
and
Jurnal Psikologi. Volume 10
Social Psychology. Vol 44 No 1:
Nomor
113-126. Austin: University of
Psikologi
Texas.
1.
Jakarta:
Fakultas
Universitas
Esa
Unggul.
Mahardayani, I. H., & Ahyani, L. N.
Triyuda, P. (2012). Komnas PA:
(2008). Identifikasi Perilaku
Bullying pada Remaja
Tahun
di
2011
Bullying
di
Sekolah 139 Kasus, Tahun
Kabupaten Kudus. Kudus:
Ini
Psikologi Universitas Muria
36
Kasus.
(Online).
http://detikNews/Komnas-
Kudus.
PA-Tahun-2011-Bullying-
Oktaviana, L. (2014). Hubungan antara
Konformitas
Remaja.
Sekolah-139-Kasus,-Tahun-
dengan
12
Ini-36-Kasus.htm.
Diakses
pada 14 juni 2014.
Wahyuni, S & Adiyanti, M. G (2010).
Correlation Between Perception
Toward Parents’ Authoritarian
Parenting
and
Ability
to
Empathize with Tendency of
Bullying
Behavior
on
Teenagers. Jurnal. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Wiyani, N. A. (2012). Save our
Children
Bullying.
from
School
Yogyakarta:
Ar-
Ruzz Media.
Wuryanano.
(2007).
Principles
Develop
Jakarta:
to
The
21
Build
and
Fighting
PT
Elex
Spirit.
Media
Komputindo.
13
PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi
DiajukanOleh :
FIRLY TRI ASTUTI
F 100 100 109
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
i
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Diajukan Oleh :
FIRLY TRI ASTUTI
F 100 100 109
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
ii
iii
iv
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN
PERILAKU BULLYING PADA SISWA SMP
Firly Tri Astuti
W.S Hertinjung, S.Psi, M.Psi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
firly.ok@gmail.com
ABSTRAK
Sekolah merupakan tempat di mana siswa belajar dan mencari pengetahuan serta
bersosialaisasi dengan teman-temannya. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang
nyaman bagi siswa, namun kenyataannya fenomena yang marak terjadi di sekolah
adalah tindak kekerasan atau perilaku bullying yang dilakukan oleh guru kepada
siswa maupun siswa kepada siswa lainnya. Perilaku bullying yaitu perilaku yang
dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti orang lain yang dilakukan berulangulang kepada orang yang dianggap rentan. Salah satu faktor yang menyebabkan
perilaku bullying terjadi adalah faktor individu yaitu empati. Empati berkaitan
dengan tindakan dan pertimbangan moral, orang yang kurang memiliki empati
akan bertindak semaunya saja dan cenderung melakukan perilaku bullying.
Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP. Hipotesis yang
diajukan adalah ada hubungan negatif antara empati dengan kecenderungan
perilaku bullying.
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa - siswi kelas
VIII A dan VIII D MTs Negeri 1 Gondangrejo yang berjumlah 80 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive non
random sampling dengan menggunakan alat ukur yaitu skala empati dan skala
kecenderungan perilaku bullying.
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan statistic non-parametric dengan uji
hipotesis melalui teknik korelasi Kendall’s tau_b, diperoleh nilai koefisien
korelasi sebesar 0,048 ; (p) = 0,548 (p>0,05) artinya tidak ada hubungan antara
empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa SMP. Sumbangan
efektif empati terhadap kecenderungan perilaku bullying sebesar 0,2%.
Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel empati diketahui Rerata Emprik (RE)
sebesar 47,46 dan Rerata Hipotetik (RH) sebesar 40 yang berarti empati tergolong
tinggi. Variabel kecenderungan perilaku bullying mempunyai Rerata Empirik
(RE) sebesar 49,78 dan Rerata Hipotetik (RH) sebesar 57,5 yang berarti
kecenderungan perilaku bullying tergolong rendah.
Kata Kunci : Empati, kecenderungan perilaku bullying, Siswa SMP
v
PENDAHULUAN
dalam keluarga, dan di sekolah yang
berlangsung
Masa
periode
remaja
kehidupan
merupakan
yang
Menurut Mahardayani dan
Ahyani
tersebut terjadi perkembangan dan
risiko
tinggi
kenakalan
memiliki
terhadap
terjadinya
dan
sebagai
korban
pelaku
dari
kekerasan
maupun
tindak
salah
dalam berhubungan dengan fungsi
perkembangannya, seseorang bisa
jadi merasa tidak dihargai jika
bertemu di jalan tidak saling sapa
Masa remaja awal kira-kira sama
atau didiamkan. Perasaaan emosional
dengan masa sekolah menengah
yang
pertama dan mencakup kebanyakan
individu
Transisi ke sekolah menengah atau
yang
bisa
agresifitas
sedang
pada
beranjak
memasuki usia remaja manakala
dari
remaja tidak memiliki kontrol diri
sekolah dasar menarik perhatian para
yang
ahli perkembangan, karena meski
baik
atau
terpengaruh
lingkungan sosialnya.
pada dasarnya transisi ini adalah
Mahardayani
suatu pengalaman normatif bagi
ini
meletup-letup
menimbulkan
perubahan pubertas (Santrock, 2003).
hal
bersosialisasi,
sering menimbulkan pertentangan
berakhir antara usia 18 dan 22 tahun.
anak,
mengenal
seseorang
dan memiliki sahabat. Tahapan ini
kekerasan
kira usia 10 sampai 13 tahun dan
semua
dimana
berteman, berbagi dengan orang lain
sebagai
pertama
satunya
mulai
baik
Masa remaja dimulai kira-
lanjutan
tumbuh
kehidupan yang sangat kompleks,
(Wahyuni & Adiyanti, 2010).
sekolah
proses
remaja memiliki kurun waktu dan
periode ini merupakan masa transisi
cenderung
(2008)
kembang individu dari anak menjadi
perubahan yang sangat pesat. Pada
remaja
serentak
(Santrock, 2002).
penuh
dengan dinamika, karena pada masa
dan
secara
(2008)
dapat
dan
Ahyani
menambahkan
bawa
berkumpul
menimbulkan stres karena transisi
teman
berlangsung pada suatu masa ketika
dengan
dekat
sahabat
dan
atau
bercerita
pengalaman masing-masing, saling
banyak perubahan pada individu, di
menonjolkan
1
kebanggaan
diri
remaja,
yang diharapkan. Tanpa kita sadari
hubungan lekat ini menimbulkan
ternyata banyak tindak kekerasan
seseorang saling memiliki dalam
(bullying) yang terjadi di sekolah.
merupakan
ciri
khas
Menurut
kerangka solidaritas, sangat positif
Wiyani
(2012),
jika mengarah pada perilaku yang
salah satu fenomena yang menyita
tidak
kekerasan
perhatian di dunia pendidikan adalah
misalnya: aktif dalam organisasi
kekerasan di sekolah, baik yang
intra
basket,
dilakukan oleh guru terhadap siswa,
sepakbola, pecinta alam atau di luar
maupun oleh siswa terhadap siswa
sekolah
membentuk
lainnya. Maraknya aksi tawuran dan
kelompok musik. Menjadi terbalik
kekerasan (bullying) yang dilakukan
apabila kelompok tersebut justru
oleh siswa di sekolah yang semakin
melakukan perilaku negatif seperti
banyak menghiasi deretan berita di
memalak,
halaman
berindikasi
sekolah
seperti
dengan
mengintimidasi
dan
media
cetak
bersikap sok jagoan yang akhirnya
elektronik
bermuara pada tindakan bullying.
tercabutya nilai-nilai kemanusiaan.
Tentunya
Wahyuni & Adiyanti (2010)
menambahkan
merupakan
bahwa
lembaga
menjadi
maupun
bukti
kasus-kasus
telah
kekerasan
tersebut tidak saja mencoreng citra
sekolah
pendidikan
pendidikian
yang
selama
ini
yang mengajarkan ilmu pengetahuan
dipercayai oleh banyak kalangan
agar murid atau siswa memiliki
sebagai sebuah tempat dimana proses
wawasan
mengajarkan
humanisasi berlangsung, tetapi juga
norma-norma yang berlaku dalam
menimbulkan sejumlah pertanyaan,
masyarakat.
sekolah
bahkan gugatan dari berbagai pihak
memiliki pengaruh yang besar bagi
yang semakin kritis mempertanyakan
siswa untuk membentuk perilaku
esensi pendidikan disekolah.
luas
dan
Lingkungan
Sebagian
siswa, karena di lingkungan sekolah,
orang
mungkin
anak dapat menanamkan nilai-nilai
berpendapat bahwa perilaku bullying
positif dalam bersosialisasi dengan
tersebut merupakan hal sepele atau
teman sebaya, namun terkadang apa
bahkan normal dalam setiap tahap
yang diharapkan tidak sesuai apa
kehidupan
2
manusia
atau
dalam
Faktanya,
Bullying telah salah dipersepsikan
perilaku bullying merupakan perilaku
sebagai situasi yang umum terjadi
tidak normal, tidak sehat, dan secara
atau “hanya masalah kecil” atau
sosial tidak bisa diterima. Hal yang
“masalah anak-anak”.
kehidupan
sehari-hari.
sepele pun kalau dilakukan secara
KOMNAS
Perlindungan
berulang kali pada akhirnya dapat
Anak (PA) setiap tahun mendata
menimbulkan dampak serius dan
kasus bullying, pada tahun 2011
fatal.
yaitu terdapat 139 kasus bullying di
Dengan
membiarkan
atau
menerima perilaku bullying, kita
lingkungan
berarti
untuk tahun 2012, KOMNAS PA
memberikan
dukungan
sekolah,
sedangkan
kepada pelaku bullying, menciptakan
menemukan
interaksi sosial yang tidak sehat
2012). Data Komisi Perlindungan
dapat menghambat pengembangan
Anak
potensi diri secara optimal (Wiyani,
mengemukakan
2012).
tahun 2014, melihat adanya 19
36
kasus
(Triyuda,
Indonesia
bahwa
(KPAI)
sepanjang
kasus bullying di sekolah. Jumlah ini
Wiyani (2012) menambahkan
bahwa maraknya beberapa kasus
berdasarkan
bullying, antara lain dipicu oleh
melalui media dan melalui surat
belum adanya kesamaan persepsi
elektronik.
antara pihak sekolah, orang tua
menurut KPAI beragam, mulai dari
maupun masyarakat dalam melihat
ejekan hingga perlakuan kasar yang
pentingnya permasalahan bullying
menyebabkan luka fisik (Setyawan,
serta penanganannya. Ditambah lagi
2014).
menyeluruh
pemerintah
menanganinya.
dalam
dari
dilakukan
pihak
langsung,
Kasus bullying ini
Hasil
dengan belum adanya kebijakan
secara
pengaduan
penelitian
oleh
yang
Mahardayani
&
rangka
Ahyani (2008) juga menyebutkan
Diperkirakan
bahwa dari 180 orang remaja 94 %
bullying menjadi semakin marak
menyatakan
karena orang tua atau orang dewasa
tindakan
lain tidak menganggap serius atau
terhadap orang lain. Tindakan tidak
bergeming atas terjadinya bullying.
menyenangkan yang paling sering
3
pernah
tidak
melakukan
menyenangkan
dilakukan
adalah
mengejek
dan
mengajak
memberi
julukan.
Sasaran
atau
mengolok-olok dan mengejek anak
tidak
tukang bubur secara berkelanjutan
menyenangkan tersebut dilakukan
sehingga remaja tersebut merasa
adalah 50% kepada teman sekelas,
begitu rendah diri dan tak berarti,
16% adik kelas, 14% kepada anak
yang pada akhirnya berujung pada
dari sekolah lain, 7% kepada kakak
kematian akibat bunuh diri. Sebagai
kelas, 5% kepada guru dan 8% lain-
penonton (bystander), anak-anak lain
lain.
tak mampu pula mengembangkan
kepada
siapa
tindakan
Center for the Study and
Prevention
(2008),
of
School
pusat
empatinya karena ketakutan sehingga
Violence
pembelajaran
mereka hanya berdiam diri ketika
melihat
dan
terletak
di
Empati
Boulder
mengemukakan bahwa faktor-faktor
segi
yang mempengaruhi kecenderungan
moral.
bullying
temannya
diperlakukan
secara tak layak.
pencegahan kekerasan di sekolah
yang
teman-temannya
tindakan
Oleh
mendasari
dan
banyak
pertimbangan
karena
itu,
jika
faktor
seseorang tidak memiliki rasa empati
individu, keluarga, teman sebaya,
pada sesama, kemungkinan besar
dan
yang bisa
perilaku
sekolah.
adalah
Salah
satu
faktor
terjadi
adalah
orang
mempengaruhi
tersebut akan bertindak semaunya
perilaku bullying adalah kurangnya
saja kepada orang lain. seseorang
empati.
yang tidak punya empati ini memiliki
individu
yang
&
potensi untuk melakukan tindak
Adiyanti (2010) ada kecenderungan
kejahatan kepada orang lain, karena
di masyarakat saat ini, telah terjadi
orang tersebut hanya menggunakan
penurunan empati dalam interaksi
pertimbangan
antar individu. Di dunia remaja,
(Wuryanano, 2007).
Menurut
Wahyuni
pikirannya
sendiri
semakin banyak tindakan brutal yang
Berdasarkan dasar pemikiran
dilakukan remaja terhadap orang lain
tersebut, muncullah pertanyaan “Apakah
yang dianggap berbeda atau yang tak
ada Hubungan antara Empati dengan
Kecenderungan Perilaku Bullying pada
disukai. Misalnya: seorang remaja
4
Siswa SMP”? Maka penulis tertarik
dikemukakan oleh Cowie dan Jennifer
untuk
yang
(2008) yaitu deliberate, repeated, dan
Empati
power imbalance. Terdapat 23 aitem
Perilaku
yang valid dan 7 aitem yang tidak valid
melakukan
berjudul
penelitian
“Hubungan
dengan
antara
Kecenderungan
Bullying pada Siswa SMP”.
Tujuan
dari
(gugur).
penelitian
Aitem
corrected
ini
valid
mempunyai
item-total
correlation
mengetahui hubungan antara empati
bergerak dari 0,320 sampai 0,639 dan
dengan kecenderungan perilaku bullying
koefisien reliabilitas alpha (α) = 0,838.
pada siswa SMP, mengetahui tingkat
Skala empati yang digunakan
empati pada siswa SMP, mengetahui
dalam penelitian ini adaptasi dari Bilhaq
tingkat kecenderungan perilaku bullying
(2011) berdasarkan aspek-aspek dari
pada
Davis (1983) yaitu perspective taking,
siswa
sumbangan
SMP,
efektif
terhadap
mengetahui
antara
kecenderungan
emphatic
empati
concern,
yang valid dan 7 aitem yang tidak valid
(gugur).
METODE PENELITIAN
Aitem
corrected
Variabel dalam penelitian ini
variabel
bebas
(empati).
valid
mempunyai
item-total
correlation
bergerak dari 0,303 sampai 0,521 dan
tergantung
koefisien reliabilitas alpha (α) = 0,808.
(kecenderungan perilaku bullying) dan
variabel
scale,
personal distress. Terdapat 16 aitem
perilaku
bullying siswa SMP.
yaitu
fantacy
Penelitian
Subjek
ini
menggunakan
analisis statistik non-parametrik untuk
penelitian yang digunakan adalah siswa
uji
- siswi kelas VIII MTsN 1 Gondangrejo
Kendall’s tau_b.
hipotesis
yaitu
korelasi
dari
yang berjumlah 80 orang. Teknik
HASIL PENELITIAN DAN
pengambilan sampel yang digunakan
PEMBAHASAN
dalam penelitian ini adalah purposive
Berdasarkan hasil perhitungan
non random sampling yaitu kelas VIII
statistik
A dan VIII D yang masing-masing kelas
nonparametrik
dengan
terdiri dari 40 orang dengan jumlah
analisis Kendall’s tau_b, diketahui
siswi 22 orang dan siswa 18 orang.
bahwa tidak ada hubungan antara
Skala
bullying
kecenderungan
digunakan
dengan
kecenderungan
dalam
perilaku bullying pada siswa SMP.
penelitian ini disusun oleh Oktaviana
Hal ini diperoleh dari nilai koefisien
(2014)
yang
empati
perilaku
berdasarkan
aspek
yang
5
korelasi sebesar 0,048; p = 0,548
itu namun subjek lainnya yang ingin
(p>0,05). Hipotesis yang diajukan
mengerjakan atau mengisi
peneliti bahwa ada hubungan negatif
dengan serius merasa tidak nyaman
antara empati dengan kecenderungan
dan terganggu dengan situasi dan
perilaku bullying ditolak. Artinya
kondisi yang tidak kondusif. Tidak
tidak dapat dikatakan bahwa semakin
seriusnya
tinggi
skala menjadi salah satu indikasi
empati
semakin
seseorang
rendah
maka
kecenderungan
subjek
bahwa
dalam
subjek
skala
mengisi
memiliki
perilaku bullying, dan sebaliknya
kecenderungan
semakin rendah empati seseorang
karena subjek kesulitan untuk taat
maka semakin tinggi kecenderungan
pada peraturan.
perilaku bullying.
Seperti
Prevention
yang memiliki empati tinggi akan
kecenderungan
yang
diungkapkan
oleh Center for the Study and
Secara konseptual, seseorang
memiliki
bullying
perilaku
of
School
Violence
(2008) bahwa salah satu faktor yang
perilaku
bullying yang rendah. Namun dalam
menyebabkan
penelitian
perilaku bullying adalah kesulitan
ini,
hipotesis
yang
untuk mengikuti peraturan.
diajukan ditolak bahwa tidak ada
hubungan
antara
kecenderungan
empati
perilaku
Berdasarkan
dengan
diketahui
bullying
skala
rerata empirik sebesar 49,78 dan
terlihat
rerata hipotetik sebesar 57,5. Kondisi
beberapa subjek nampak tidak serius
ini menunjukkan bahwa perilaku
dalam pengisian skala, hal ini dapat
terutama
ketika
subjek
kecenderungan
tinggi daripada rerata empirik yaitu
yang dilakukan oleh peneliti ketika
dilihat
analisis
rendah dimana rerata hipotetik lebih
Berdasarkan hasil observasi
mengisi
variabel
hasil
perilaku bullying masuk kategori
pada siswa SMP.
subjek
kecenderungan
beberapa
laki-laki
yang ditunjukkan subjek tidak semua
subjek
memenuhi
yang
deliberate
bergurau sesama teman dan saling
aspek-aspek
merupakan
niat
yaitu
yang
disengaja untuk menyakiti individu
menyontek pada subjek lainnya.
lain, repeated yaitu pengulangan dari
Walaupun tidak semua subjek seperti
6
perilaku bullying dari waktu ke
tidak dilakukan secara berulang-
waktu, dan power imbalance yaitu
ulang dan bukan dilakukan oleh
ketidakseimbangan
orang yang memiliki kekuatan atau
kekuasaan
kekuasaan hanya berupa konflik
(Cowie & Jennifer, 2008).
skala
dengan teman sebaya, namun ini
bullying
perlu diwaspadai oleh sekolah dan
dapat diketahui bahwa terdapat 65%
orang tua. Sementara untuk 4 subjek
(52
Hasil
kategorisasi
kecenderungan
perilaku
yang
memiliki
yang memiliki kategori tinggi perlu
perilaku
bullying
segera ditangani karena beberapa
tergolong rendah; 30% (24 subjek)
subjek tersebut dapat mempengaruhi
memiliki
teman
subjek)
kecenderungan
kecenderungan
perilaku
lainnya.
Seperti
yang
bullying tergolong sedang; dan 5% (4
diungkapkan oleh Orpinas dan Horne
subjek)
(2006)
tergolong
kecederungan
tinggi.
memiliki
bullying
perilaku
Rata-rata
atau
kekuatan
melakukan
pelaku
bullying
dalam
tidak
saja
berasal dari karakteristik individual
mayoritas
siswa-siswi MTsN I Gondangrejo
tetapi
juga
kekuasaan
memiliki
kecenderungan
perilaku
keterikatan dengan kelompok sosial.
bullying
yang tergolong
rendah,
Sebagai contoh anak diajarkan oleh
untuk
dari
namun perlu diperhatikan bahwa
temannya
terdapat 30% (24 orang) memiliki
bullying adalah strategi pemecahan
bullying
masalah yang tepat.
yang tergolong sedang dan terdapat
Berdasarkan
kecenderungan
perilaku
mempercayai
hasil
analisis
memiliki
diketahui variabel empati memiliki
bullying
rerata empirik sebesar 47,46 dan
Kecenderungan
rerata hipotetik sebesar 40 yang
perilaku bullying pada 24 subjek ini
berarti rerara empirik lebih tinggi
bisa
perilaku
daripada rerata hipotetik. Artinya
yang
tingkat empati pada subjek tergolong
insidental,
tinggi. Kondisi ini membuktikan
5%
(4
orang)
kecenderungan
tergolong
yang
perilaku
tinggi.
terjadi
kekerasan
dilakuakan
karena
atau
agresif
bersifal
terjadi
bahwa mayoritas subjek memenuhi
hanya karena kesempatan tertentu,
aspek-aspek yaitu perspective taking
artinya
perilaku
tersebut
7
merupakan kecenderungan individu
hampir setiap hari melihat perilaku
untuk mengambil alih secara spontan
bullying di sekolah dan subjek
sudut pandang orang lain, emphatic
terkadang menegur atau melerai
concern
namun subjek juga pernah hanya
yaitu
kemampuan
menonton
merasakan apa yang sedang orang
bullying
perilaku
itu
scale
terjadi. Pelaku bullying bukanlah
cenderung untuk menempatkan diri
satu-satunya yang memiliki peran
sendiri dalam perasaan dan perilaku-
penting, orang yang menonton juga
perilaku dari karakter-karakter yang
memiliki peran penting karena sama
ada di dalam buku-buku cerita,
saja
novel, game, dan situasi-situasi fiksi
adanya perilaku bullying. Hal ini
lain
fantasy
butuhkan,
lainnya,
personal
dan
merupakan
orientasi
distress
orang
tersebut
menunjukkan
mendukung
bahwa
subjek
sebenarnya memiliki rasa empati
seseorang
terhadap
dirinya
sendiri
yang
untuk menolong tetapi kadang belum
meliputi
perasan
terkejut,
takut,
teraktualkan dalam perilaku aktif.
cemas, prihatin, dan tidak berdaya
Empati yang subjek miliki belum
(Davis, 1983).
sepenuhnya
Kategorisasi
dapat
diketahui
skala
empati
bahwa
terdapat
bisa
menggerakkan
subjek untuk mencegah perilaku
bullying.
tergolong
Seperti yang diungkapkan oleh
memiliki empati sedang; 61,25% (49
Wahyuni & Adiyanti (2010) bahwa
subjek) tergolong memiliki empati
sebagai penonton (bystander), anak-
tinggi; 16,25% (13 subjek) tergolong
anak tak mampu mengembangkan
memiliki
tinggi.
empatinya karena ketakutan sehingga
Berdasarkan hasil angket yang diisi
anak tersebut hanya berdiam diri
oleh subjek menunjukkan bahwa
ketika
subjek terkadang hanya membiarkan
diperlakukan
atau menonton perilaku bullying
Coloroso (dalam Trevi & Respati,
terjadi, hal itu karena adanya tekanan
2012) menambahkan terdapat empat
dari teman sebaya. Beberapa anak
faktor yang sering menjadi alasan
mengaku bahwa sering atau bahkan
penonton
22,5%
(18
subjek)
empati
sangat
8
melihat
secara
temannya
tak
(bystander)
layak.
tidak
melakukan
apa-apa,
1.
diantaranya
Tidak
ada
hubungan
antara
merasa takut akan melukai dirinya
empati dengan kecenderungan
sendiri, merasa takut akan menjadi
perilaku bullying pada siswa
target baru oleh pelaku, takut apabila
SMP.
dirinya melakukan sesuatu maka
dikatakan bahwa semakin tinggi
akan memperburuk situasi yang ada,
empati seseorang maka semakin
dan tidak tahu apa yang harus
rendah kecenderungan perilaku
dilakukan.
bullying,
dan
semakin
rendah
Berdasarkan
hasil
analisis
Sehingga
tidak
dapat
sebaliknya
empati
yang menunjukkan bahwa variabel
seseorang maka semakin tinggi
empati
kecenderungan
memberikan
sumbangan
bullying.
efektif sebesar 0,2 % terhadap
variabel
kecenderungan
bullying.
Hal
bahwa
empati
kecenderungan
ini
2.
perilaku
3.
mempengaruhi
99,8%
faktor
lain
Tingkat kecenderungan perilaku
bullying tergolong rendah.
bullying
4.
hanya sebesar 0,2% sehingga masih
ada
Tingkat empati pada subjek
tergolong tinggi.
menunjukkan
perilaku
perilaku
Sumbangan
efektif
terhadap
yang
empati
kecenderungan
kecenderungan
perilaku bullying sebesar 0,2%.
perilaku bullying selain variabel
Hal ini menunjukkan terdapat
empati/di luar faktor individu, yaitu
99,8%
faktor keluarga, faktor teman sebaya
mempengaruhi
dan faktor sekolah (Center for the
perilaku bullying diluar variabel
Study and Prevention of School
empati.
mempengaruhi
Violence, 2008).
variabel
lain
yang
kecenderungan
Saran
1.
PENUTUP
Bagi sekolah
Pihak sekolah diharapkan
Kesimpulan
mengarahkan
Berdasarkan hasil penelitian dan
melakukan
pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya,
dapat
siswa
dalam
kegiatan-kegiatan
sosial yang diadakan oleh pihak
diambil
sekolah seperti acara kerja bakti/
kesimpulan bahwa:
9
mengunjungi
Orang tua juga diharapkan dapat
panti asuhan agar anak dapat
memberikan contoh yang baik
menumbuhkan rasa peduli dan
pada anak dengan mengajarkan
menggerakan perilaku empati
untuk memberikan pertolongan
secara aktif, namun guru juga
dan
tetap mengawasi dan ikut serta
(bersodaqah) bagi orang yang
dalam kegiatan-kegiatan yang
membutuhkan.
gotong
royong,
3.
dilakukan anak agar hubungan
2.
memberi
sumbangan
Bagi siswa
antara guru dan murid lebih
Siswa diharapkan dapat
dekat. Selain itu diharapkan
menghindari perilaku bullying
pihak sekolah dapat memberikan
dan mengikuti kegiatan-kegitan
pengetahuan mengenai perilaku
sosial
bullying
lingkungan sekolah maupun di
agar
murid
dapat
baik
terhindar dari perilaku bullying.
luar
Bagi orang tua
membentuk
Orang
tua
dapat
memberikan
pada
anak
itu
sekolah,
di
guna
perilaku
dalam
untuk
empati
diharapkan
secara aktif. Selain itu, dalam
perhatian
pemilihan teman, siswa juga
harus
dengan
memperhatikan
mana
mendengarkan cerita / curhat
teman yang baik dan yang tidak
anak,
dukungan
baik agar tidak salah dalam
mengenai kegiatan yang diikuti
pergaulan karena teman akan
di sekolah. Selain itu orang tua
mempengaruhi perilaku siswa.
memberikan
juga
diharapkan
mengontrol
perilaku
4.
dapat
Peneliti lain
Peneliti lain diharapkan
anak,
memberi pengertian dan nasehat
dapat
mengenai perilaku bullying serta
dalam penelitian ini sehingga
tidak
perilaku
penelitian yang akan datang
kekerasan di rumah apalagi di
akan lebih baik lagi dan dapat
depan anak agar anak dapat
melakukan proses pengambilan
terhindar dari perilaku buruk
data
menunjukkan
terutama
perilaku
bullying.
melihat
dengan
keterbatasan
situasi
yang
kondusif agar skala yang diisi
10
oleh siswa benar-benar mewakili
atau sesuai dengan karakteristik
siswa. Hasil penelitian juga akan
lebih
bervariasi
penelitian
beberapa
apabila
dilakukan
sekolah
dan
pada
lebih
banyak subjek serta subjek yang
digunakan disarankan memiliki
kriteria tertentu sehingga tidak
memilih semua subjek sekelas
secara acak. Selain itu penelitian
selanjutnya
disarankan
menggunakan try out terpisah
agar aitem-aitem yang gugur
tidak
mencemari
aitem-aitem
valid.
11
Kecenderungan
DAFTAR PUSTAKA
Bullying.
Bilhaq, A. H. (2011). Hubungan Pola
Asuh
Demokratis
Orpinas, P., & Horne, A. M. (2006).
Surakarta:
Bullying Prevention Creating a
Muhammadiyah
Positive School Climate and
Surakarta.
Developing Social Competence.
Center for the Study and Prevention of
Washington
School Violence (2008). Safe
Safe
American
Psychological Association.
Communities:
Santrock, J. W. (2002). Life - Span
Behavioral Science. Boulder:
Development; Perkembangan
University of Colorado.
Masa Hidup jilid 2, Jakarta:
dan
Institute
Sheet.
Jennifer.
(2008).
Erlangga.
New
Perspectives on Bullying. New
____________ . (2003). Adolescence
York: Licensing Agency.
Davis,
DC:
of
Fact
Cowie
Muhammadiyah
Surakarta.
dan Non-Inklusi. Skripsi (tidak
Schools-
(tidak
Surakarta:
Universitas
Empati dengan Sekolah Inklusi
Universitas
Skripsi
diterbitkan).
dengan
diterbitkan).
Perilaku
M.
H.
(1983).
Individual
Differences
Empathy:
Evidence
Multidimensional
Journal
Perkembangan
Measuring
of
for
Jakarta: Erlangga.
in
Trevi & Respati, W. S. (2012). Sikap
a
Siswa
Approach.
Personality
Kelas
X
Smk
Y
Tangerang Terhadap Bullying.
and
Jurnal Psikologi. Volume 10
Social Psychology. Vol 44 No 1:
Nomor
113-126. Austin: University of
Psikologi
Texas.
1.
Jakarta:
Fakultas
Universitas
Esa
Unggul.
Mahardayani, I. H., & Ahyani, L. N.
Triyuda, P. (2012). Komnas PA:
(2008). Identifikasi Perilaku
Bullying pada Remaja
Tahun
di
2011
Bullying
di
Sekolah 139 Kasus, Tahun
Kabupaten Kudus. Kudus:
Ini
Psikologi Universitas Muria
36
Kasus.
(Online).
http://detikNews/Komnas-
Kudus.
PA-Tahun-2011-Bullying-
Oktaviana, L. (2014). Hubungan antara
Konformitas
Remaja.
Sekolah-139-Kasus,-Tahun-
dengan
12
Ini-36-Kasus.htm.
Diakses
pada 14 juni 2014.
Wahyuni, S & Adiyanti, M. G (2010).
Correlation Between Perception
Toward Parents’ Authoritarian
Parenting
and
Ability
to
Empathize with Tendency of
Bullying
Behavior
on
Teenagers. Jurnal. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Wiyani, N. A. (2012). Save our
Children
Bullying.
from
School
Yogyakarta:
Ar-
Ruzz Media.
Wuryanano.
(2007).
Principles
Develop
Jakarta:
to
The
21
Build
and
Fighting
PT
Elex
Spirit.
Media
Komputindo.
13