TUGAS MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA

TUGAS MAKALAH
PENGANTAR HUKUM INDONESIA
HUKUM INTERNASIONAL
(STUDI KASUS: ANTARA INDONESIA-MALAYSIA DALAM PEREBUTAN PULAU
SIPADAN DAN LIGITAN)
Dosen: Dwi Desi Yayi Tarina, S.H., M.H.

Disusun oleh:
KELOMPOK 4

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sarah Thalia

Rarenzan Widita
Nada Siti Salsabila
Rhoyhan Fadella
Aimee Thaliasya
Muhammad Rizki Hidayat
Gede Bayu Surya Putra Pratama
Ashidiqi El Rahman
Heriyanto

(1610611156)
(1610611158)
(1610611159)
(1610611185)
(1610611186)
(1610611193)
(1610611198)
(1610611199)
(1610611202)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2016

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam tercurah pada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya hingga
akhir zaman. Alhamdulillah, berkat kemudahan serta petunjuk dari-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia yang berjudul “Makalah
tentang Hukum Internasional (Studi Kasus: Antara Indonesia-Malaysia dalam Perebutan Pulau
Sipadan dan Ligitan” dapat selesai seperti waktu yang telah ditentukan. Tersusunnya makalah ini
tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara
materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dapat bermanfaat
bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Seperti
peribahasa “Tak ada gading yang tak retak.” Maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna
perbaikan di masa yang akan datang dan dapat membangun kami.


Jakarta, November 2016

Penulis

2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

2

DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah

5

1.3 Tujuan Masalah 5
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hukum Internasional Publik

6

2.1.1 Istilah dan Sifat Hukum Internasional

6

2.1.2 Sumber-sumber Hukum Internasional

7

2.1.3 Subjek Hukum Internasional

9

2.1.4 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

10


2.1.5 Persatuan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara 17
2.2 Hukum Perdata Internasional 18
2.2.1 Istilah, Sifat, dan Tujuan

18

2.2.2 Asas-Asas Hukum Perdata Internasional di Indonesia
2.2.3 Hukum Acara Perdata

19

21

BAB III STUDI KASUS ANTARA INDONESIA-MALAYSIA DALAM PEREBUTAN
PULAU SIPADAN DAN LIGITAN
3.1 Posisi Kasus

23

3.2 Putusan Mahkamah Internasional

3.3 Pembahasan

23

24

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

28

29

DAFTAR PUSTAKA

31

3


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Istilah hukum internasional kebanyakan hanya digunakan dalam arti “Hukum
Internasional Publik”. Sementara itu, hukum internasional publik itu bertugas mengatur
hubungan hukum yang terjadi antarnegara dan organisasi antarnegara dalam kaitannya
ketentraman hidup bernegara. Akan tetapi, hubungan hukum yang terjadi antara seseorang
dan orang lain yang berlainan warga negaranya dalam sebuah negara yang berkenaan dengan
keperdataan, seolah-olah tidak menjadi tanggung jawab dari aturan hukum terjadinya
peristiwa hukum keperdataan itu. Sebenarnya kalau dilihat dari, kewarganegaraan individual
dengan membawa hukumnya dan memepertahankan dalam peristiwa hukum yang terjadi,
tentu penyelesaiannya, memerlukan hukum internasional juga. Sampai sekarang peristiwa
hukum seperti itu penyelesaiannya dilakukan menurut hukum perdata. Dalam hukum
internasional negara dianggap sebagai subjek hukumutama. Negara tempat terjadinya
peristiwa hukum itu dengan perubahan sifat hukum perdatanya menggunakan hukum
internasioanal. Berarti, bahwa hubungan hukum anatarindividu dalam keperdataan (privat)
yang menyangkut perbedaan hukum dan kewarganegaraan diatur oleh hukum internasional
privat (hukum perdata internasional). Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam percaturan
internasional dewasa ini terdapat hukum yang mengatur kepentingan negara dan warga

negaranya:
1. Hukum internasioanl publik yang lazimnya disebut hukum internasional (HI)
2. Hukum internasional privat yang lazimnya disebut hukum perdata internasional (HPI)
Kedua hukum tersebut selalu mengandung unsur-unsur asing, yaitu hubungan hukum
yang terjadi berkenaan dengan sebuah negara dan negara lain. Dapt terjadi pula warga negara
dengan orang asing atau orang asing dengan dan orang asing dalam sebuah negara. Kaidahkaidah hukumnya mengatur peristiwa. Hukum yang terjadi. Oleh karena itu, diperlukan
adanya badan peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan peristiwa-peristwia hukum
yang timbul dari hubungan hukum itu. Tentunya diharapkan bagi setiap yang menimbulkan
peristiwa hukum dapat dan mau menaati kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang tata
cara menyelesaikan peristiwa hukum tersebut.Perkembangan dunia global dalam masyarakat
4

internasional pada zaman sekarang sudah banyak yang melintasi batas-batas wilayah
teritorial suatu negara. Dan hal ini sudah tentu memerlukan suatu aturan atau tata tertib
hukum yang jelas dan tegas. Yang bertujuan untuk menciptakan suatu kerukunan dalam
menjalin kerjasama antar negara yang saling menguntungkan. Dan sumber hukum
internasional seperti perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan sebagainya
memilki peran penting dalam mengatur masalah-masalah bersama yang dihadapi subyeksubyek hukum internasional.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini

adalah:
1. Bagaimanakah pengertian hukum internasional publik?
2. Bagaimanakah hukum perdata internasional?
3. Bagaimana diplomasi yang dilakukan Indonesia-Malaysia dalam penyelesaian kasus
Sipadan-Ligitan?
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan makalah ini
adalah:
1. Untuk mengetahui mengenai hukum internasional publik.
2. Untuk mengetahui mengenai hukum perdata internasional.
3. Untuk mengetahui gambaran mengenai diplomasi yang dilakukan Indonesia-Malaysia
dalam penyelesaian kasus Sipadan-Ligitan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hukum Internasional Publik
2.1.1 Istilah dan Sifat Hukum Internasional
Kumpulan peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antarnegara
merdeka dan berdaulat dalam bahasa Indonesia diistilahkan sebagai Hukum
antarnegara dan juga disebut Hukum Bangsa bangsa. Istilah hukum bangsabangsa itu merupakan terjemahan dari bahasa Belanda (volkenrecht), bahasa


5

Prancis (droit de gens), bahasa Inggris (law of nations), dan bahasa Jerman
(volkerrecht).
Keempat istilah ini aslinya dari ius gentum. Ius gentium suatu istilah yang
terdapat dalam hukum Romawi, ius gentum berasal dari ‘hukum alam’ yang
dijadikan aturan tata tertib untuk setiap bangsa. Hukum alam dimaksudkan ini
ialah tata tertib alam yang mengatur manusia. Hukum alam dijadikan dasar
hukum antar bangsa-bangsa. Dalam perkembangan hubungan hukum antarnegara
selanjutnya namanya menjadi Hukum Internasional. Namun dilihat dari bangunan
hukumnya, Hukum Internasional itu tidak memiliki komponen komponen yang
satu sama lain mempunyai hubungan kewenangan untuk mengatur negara negara
di dunia ini. Oleh karena itu, peraturan hukum internasional sifatnya hanya
sebagai hukum koordinatif saja.
Dengan sifat hukum koordinatif ini, kalau terjadi suatu pelanggaran dari
perikatan yang telah disepakati dan menimbulkan perselisihan, penyelesaiannya
dapat dilakukan di Mahkamah Internasional. Hal itu kalau antarnegara yang
berselisih menunjuk lembaga peradilan itu untuk menanganinya. Sebenarnya
dengan itikad dari negara yang menginginkan penyelesaian suatu perselisihan

tertentu, tidak perlu dengan menunjuk lembaga peradilan itu menanganinya. Akan
tetapi peraturanlah yang menentukannya. Peraturan hukum internasional tidak
mempunyai kekuatan mutlak untuk mengatur setiap negara, maka dalam
mempertahankan kepentingan itu dipertemukan oleh Mahkamah Internasional
sesuai kesepakatan dari perserikatan yang telah pernah dilakukan.
2.1.2

Sumber-sumber Hukum Internasional
Secara formal, sumber-sumber hukum internasional itu dapat dibaca dalam
Pasal 38 Ayat 1 Piagam Mahkamah Internasional. Menurut ketentuan pasal ini
dinyatakan bahwa Mahkamah Internasional itu “Whose function is to decide in
accordance with international law such disputes as are submitted to it, shall
apply:
a. International conventions, whether general or particular establishing rules
expressly recognised by contesting Stated.
b. International custom, as evidance of a general practice accepted as law.
c. The general principles of law recognised by civilised nations.

6

d. Subject to the provisions od Article 59, judicial decisions and the techings of
th most highly qualified publicicts of the various nationss as subsdiary means
for the determinations of rules of law.”
Keempat sumber hukum internasional formal ini tidak ditentukan urutanurutan pentingnya. Hanya saja, untuk a, b, dan c merupakan sumber hukum ya g
utama.
1. Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional ialah suatu ikatan hukum yang terjadi berdasarkan
kata sepakat antara negara-negara sebagai anggota organisasi bangsa-bangsa.
Hal itu dilakukan dengan tujuan melaksanakan hukum tertentu yang
mempunyai akibat hukum tertentu.
Dalam perjanjian ini diperlukan adanya:
1) Negara-negara yang tergabung dalam organisasi
2) Bersedia mengadakan ikatan hukum tertentu
3) Kata sepakat untuk melakukan sesuatu
4) Bersedia menanggung akibat-akibat hukum yang terjadi
Subjek-subjek hukum yang terdiri dari negara-negara sebagai anggota
organisasi bangsa-bangsa akan terikat kepada kata sepakat yang diperjanjikan.
Suatu perjanjian internasional yang terjadi akan membuat hukum yaitu
sebagai sumber hukum antarnegara yang mengikatkan diri. Contoh:
Declaration of paris 1856, Charter of the united nationalis, dan sebagainya.
Walaupun pada dasarnya perjanjian internasional mengikat negara-negara
yang melakukan perjanjian, tetapi dalam perkembangannya sering menjadi
penting. Hal itu karena dijadikan tolak ukuran oleh negara-negara lain yang
tidak mengikatkan diri dari perjanjian itu sebagai pedoman dalam pergaulan
hukum internasional.
2. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan yang berlaku antarnegara-negara dalam mengadakan
hubungan hukum dapat diketahui dari praktik pelaksanaan pergaulan negaranegara itu. Peraturannya sampai sekarang sebagian besar masih merupakan
bagian dari kumpulan peraturan hukum internasional. Walaupun demikian,
keadaannya suatu hal yang penting ialah diterimanya suatu kebiasaan sebagai
hukum yang bersifat umum dan kemudian menjadi hukum kebiasaan
internasional. Misalnya saja peraturan yang mengatur tentang cara-cara
mengadakan perjanjian internasional.
7

3. Prinsip-prinsip Hukum Umum
Prinsip-prinsip hukum umum yang dimaksudkan yaitu dasar-dasar sistem
hukum pada umumnya yang berasal dari asas hukum Romawi.
Menurut Sri Setianingsih Suwardi, S.H., fungsi dari prinsip-prinsip hukum
umum ini ada tiga.
1) Sebagai pelengkap dari hukum kebiasaan dan perjanjian internasional.
Misalnya: Mahkamah Internasional tidak dapat menyatakan “non Liquet”,
yaitu tidak dapat mengadili karena tidak ada hukum yang mengaturnya.
Akan tetapi, dengan adanya sumber ini mahkamah bebas bergerak.
2) Sebagai alat penafsiran bagi perjanjian internasional dan hukum
kebiasaan. Maksudnya, kedua sumber hukum itu harus sesuai dengan
asas-asas hukum umum.
3) Sebagai pembatasan bagi perjanjian internasioanal dan hukum kebiasaan.
Misalnya: Perjanjian internasional tidak dapat memuat ketentuan yang
bertentangan dengan asas-asas hukum umum.
4. Yurisprudensi dan Anggapan-anggapan Para Ahli Hukum Internasional
Yurisprudensi internasional (judical decisions) dan anggapan-anggapan
para ahli hukum internasional (the teachings of the most highly qualified
publicists of the various nations) hanya merupakan “subsdiary means for
thedetermination of rules of law”. Maksudnya putusan hakim dan anggapananggapan para ahli hukum internasional itu hanya digunakan untuk
membuktikan dipakai-tidsknya kaidah hukum internasional berdasarkan
sumber hukum primer. Contohnya, seperti perjanjian internasional, dan
prinsip-prinsip hukum umum dalam menyelesaikan perselisihan internasional.
Oleh karena itu, kalau terjadi perselisihan internasional banyak negara yang
segan menyelesaikan masalahnya melalui pengadilan internasional. Apalagi
mahkamah internasional tidak mempunyai wewenang memaksakan negara
yang berselisih untuk membawakan masalahnya ke hadapan pengadilan
internasional. Anggapan-anggapan para ahli hukum internasional peranannya
menjadi penting sebagai sumber hukum, dalam arti sumber hukum tambahan.
Maksudnya, walaupun anggapan-anggapan it tidak menimbulkan hukum,
akan menjadi penting kalau secara langsung dapat memberikan penyelesaian
dalam suatu masalah.
8

2.1.3

Subjek Hukum Internasional
Yang dimaksud dengan subjek hukum internasional ialah setiap Negara,
badan hukum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban
dalam hubungan hukum internasional.
Subjek hukum internasional itu antara lain ialah sebagai berikut:
1. Negara
Negara sebagai subjek hukum internasional yaitu Negara yang merdeka,
berdaulat dan tidak merupakan bagian dari suatu Negara. Negara yang
berdaulat artinya Negara yang mempunyai pemerintah sendiri secara penuh,
yaitu kekuasaan penuh terhadap warga Negara dalam lingkungan kewenangan
Negara itu.
2. Tahta Suci
Yang dimaksud dengan tahta suci (Heilige Stoel) ialah Gereja Katolik
Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan. Walaupun Vatikan bukan sebuah
Negara sebagai yang diisyaratkan Negara pada umumnya, tahta suci itu
mempunyai kedudukan sama dengan sebuah Negara sebagai subjek hukum
internasional.
3. Manusia
Manusia sebagai

individu

dianggap

merupakan

subjek

hukum

internasional. Hal itu kalau dalam tindakan atau kegiatan yang dilakukannya
memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehendak damai kehidupan
masyarakat

dunia.

Misalnya:

Pertanggungjawaban

individu

terhadap

timbulnya Perang Dunia II.
4. Organisasi Internasional
Dalam pergaulan internasional yang menyangkut mengenai hubungan
antara negara-negara, maka banyak sekali organisasi yang diadakan (dibentuk)
oleh Negara-negara itu. Bahkan sekarang dapat dikatakan telah menjadi
lembaga hukum.
Menurut perkembangannya, suatu organisasi internasional timbul pada
tahun 1815 dan menjadi lembaga hukum internasional sejak adanya Kongres
Wina. Pada tahun 1920 didirikanlah Liga Bangsa-bangsa yang benar-benar
merupakan organisasi internasional dan anggota-anggotanya sanggup
menjamin suatu perdamaian dunia. Akan tetapi, jaminan itu tidak berhasil.

9

Organisasi internasional yang bertujuan untuk kepentingan sosial, ada juga
seperti organisasi untuk memperbaiki dan mempertinggi pengajaran,
2.1.4

pemberantasan kelaparan, pemberantasan penyakit dan sebagainya.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi internasional yang
bersifat universal didirikan pada tanggal 26 Juni 1945 di San Fransisco sebagai
pengganti Liga Bangsa-Bangsa. Tujuan organisasi internasional ini dicantumkan
dalam mukadimah piagamnya yang menegaskan bahwa:
Kami rakyat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa bermaksud untuk
menyelamatkan keturunan kami dari siksaan perang yang telah dua kali dalam
seumur manusia menimbulkan kesengsaraan yang tidak ada akhirnya bagi
manusia, serta:
1. Memperkuat lagi keyakinan hak-hak dasar manusia, kemuliaan dan derajat
tinggi manusia, hak-hak yang sama dari pria dan wanita segala bangsa baik
yang besar maupun yang kecil, serta
2. Menciptakan suasana akan keadilan dan penghargaan terhadap kewajibankewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian internasional dan lain-lain
sumber hukum internasional dapat dipelihara, serta
3. Memajukan masyarakat dan mempertinggi tingkat hidup yang baik dalam
suasana kemerdekaan yang lebih luas, dan untuk melaksanakan cita-cita itu,
4. Menciptakan kesabaran dan hidup bersama sebagai tetangga yang baik dalam
keadaan damai dan terjamin, serta
5. Mempersatukan kekuatan kami

supaya

perdamaian

dan

keamanan

internasional tetap terpelihara, serta
6. Menjamin, dengan mengaku asas-asas yang tertentu dengan melakukan caracara tertentu, agar kekuatan senjata tidak akan digunakan, kecuali untuk
keperluan bersama, serta
7. Mempergunakan aparat internasional untuk menyelenggarakan kemajuan
ekonomi dan sosial semua bangsa.
Telah menentukan sebagai persatuan semua tenaga kami dan tercapainya
maksud tersebut.
Karena itu, maka pemerintah kami masing-masing melalui perantaraan wakilwakilnya yang ternyata mendapat surat kuasa sah sepenuhnya, telah
bermusyawarah di kota San Fransisco, serta telah menyetujui Piagam Perserikatan

10

Bangsa-Bangsa yang sekarang ini, dan kemudian membentuk badan internasional
yang akan dikenal dengan nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations).
Tujuan yang dicantumkan dalam Mukaddimah ini kemudian diulang lagi
dalam Pasal 1 Piagam PBB. Sementara itu, asas-asasnya dicantumkan dalam
Pasal 2 yang menyebutkan:
 Perserikatan Bangsa-Bangsa berasaskan kepada persamaan kedaulatan.
 Semua anggota akan menjamin hak-hak yang timbul sebagai anggota dan
akan memenuhi kewajibannya dengan penuh kesetiaan.
 Dalam hubungan internasional, setiap anggota akan menghindarkan diri dari
ancaman dan penggunaan kekerasan bagi keutuhan wilayah atau kemerdekaan
politik suatu Negara.
 Setiap anggota wajib membantu PBB dalam kegiatan yang diambil
berdasarkan ketentuan piagam.
 PBB akan menjamin agar bagi Negara yang bukan anggota bertindak sesuai
dengan asas-asas PBB dalam kepentingan yang dianggap perlu untuk
perdamaian dan keamanan internasional.
 PBB tidak akan ikut campur urusan dalam negeri suatu Negara.
Berdasarkan tujuan dan asas-asas ini, maka dalam pergaulan internasional,
PBB menyelenggarakan kegiatan melalui enam aparat perlengkapan utamanya,
adalah sebagai berikut.
a. Majelis Umum (General Assembly)
Setiap anggota PBB merupakan Majelis Umum. Negara anggota
diperkenankan mengirim lima orang wakilnya ke sidang Majelis Umum
dengan hak satu suara. Sidang Majelis Umum diadakan sedikitnya sekali
setahun dalam bulan September. Namun, atas permintaan Dewan Keamanan
atau sebagian besar anggota, sekretaris jenderal dapat mengadakan sidang
istimewa. Dalam keadaan mendesak dalam waktu 24 jam, Dewan Keamanan
dapat meminta Majelis Umum mengadakan sidang darurat istimewa.
Majelis Umum memiliki tugas dan wewenang yang pada pokoknya
meliputi tentang perdamaian dan keamanan internasional; kerja sama
ekonomi, kebudayaan, pendidikan, kesehatan, perikemanusiaan, system
perwalian, keuangan penetapan keanggotaan, perubahan program; pemilihan
keanggotaan tidak tetap Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial,
Dewan Perwakilan, bersama-sama Dewan Keamanan memilih hakim dari

11

Mahkamah Internasional dan atas usul Dewan Keamanan memilih Sekretaris
Jenderal.
Untuk melaksanakan tugas-tugas itu. Majelis Umum mempunyai komisikomisi.
1) Komisi I mengurus idang politik dan keamanan
2) Komisi II mengurus bidang ekonomi dan keuangan
3) Komisi III mengurus bidang social, perikemanusiaan dan kebudayaan
4) Komisi IV mengurus bidang perwalian, termasuk daerah-daerah yang
tidak berpemrintahan sendiri
5) Komisi V mengurus bidang administrasi dan anggaran belanja
6) Komisi VI mengurus bidang-bidang perundang-undangan (hukum)
Selain itu, terdapat sub-sub komisi yang terdiri atas:
1) United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the
Near East (UNWRA);
2) United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD);
3) United Nations Children’s Fund (UNICEF);
4) United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR);
5) United Nations Industrial Development Organization (UNIDO);
6) United Nations Development Programme (UNDP);
7) United Nations Institut for Training and Research (UNITER).
b. Dewan Keamanan (Security Council)
Terdiri dari lima anggota tetap yang memiliki hak “veto” (saya melarang)
yaitu Inggris, Prancis, Republik Rakyat Cina, Amerika Serikat, Uni Soviet dan
sepuluh anggota tidak tetap yang dipilih setiap dua tahun. Tugasnya
memelihara perdamaian, menyelesaikan perselisihan internasional secara
damai, menngambil tindakan terhadap ancaman agresi dan perkosaan
perdamaian. Untuk melaksanakan tugas-tugas itu, yang didalamnya
diperbantukan Panitia Staf Militer dan Panitia Perlucutan senjata, Dewan
Keamanan mempunyai wewenang:
1. Memeritahkan kepada pihak-pihak yang berselisih untuk berunding,
memberikan perantaraan dan keputusan;
2. Mengambil tindakan terhadap pihak-pihak yang tidak mengindahkan
perintahnya.
Untuk hal ini, Dewan Keamanan dapat meminta bantuan dalam segala
bentuk, misalnya pengiriman pasukan-pasukan PBB.
c. Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council)
Anggotanya sebanyak 54 negara anggota PBB. Keanggotaan Dewan
Ekonomi dan Sosial itu dipilih oleh Majelis Umum setiap tiga tahun sekali.

12

Hanya seorang wakil (dari Negara terpilih) yang duduk didalamnya. Tugas
dan wewenang yang diemban oleh Dewan Ekonomi dan Sosial ialah:
1) Menyelenggarakan kegiatan ekonomi dan sosial sebagai tanggung
jawabnya;
2) Melakukan penyelidikan untuk dilaporkan dan memberikan anjurananjuran mengenai bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, kesehatan,
pendidikan dan maslah lain yang ada hubungannya;
3) Membuat laporan dari hasil pekerjaanya dan disampaikan kepada Majelis
Umum,

kepada

anggota-anggota

PBB,

dan

komisi-komisi

yang

mempunyai hubungan kepentingan dengan Dewan Ekonomi dan Sosial
ini.
Untuk melaksanakan tugasnya, Dewan Ekonomi dan Sosial oleh komisikomisi dan badan-badan khusus. Adapun komisi-komisi itu terdiri atas:
1) Regional Economic Commission;
2) Functional Commission;
3) Sessasional, standing, and hoc commission.
Sementara itu, badan-badan khusus yang dikoordinasi oleh Dewan
Ekonomi dan Sosial terdiri dari:
1) Food and Agriculture Organization (FAO);
2) International Monetary Fund (IMF);
3) International Bank of Reconstruction and Development (World Bank);
4) United Nation Educational Scientific and Cultural Organization
(UNESCO);
5) World Health Organization (WHO);
6) International Labour Organization (ILO);
7) International Development Association (IDA);
8) International Finance Corperation (IFC);
9) International Civil Aviation Organization (ICAO);
10) International Postal Union (IPU);
11) International Telecommunications Union (ITU);
12) World Governmental Maritime Consultative Organization (WGMCO);
13) World Intelectual Propery Organization (WIPO);
14) General Agreement on Tarifts and Trade (GATT).
d. Dewan Perwalian (Tructeeship Council)
Tugas-tugas Dewan Perwalian melindungi kepentingan penduduk di
daerah-daerah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri. Pelaksanaanya
dijalankan dengan mempertinggi kemajuan politik, ekonomi, soaial, dan
pendidikan. Hal itu dilakukan dalam rangka untuk memperoleh pemerintahan
sendiri sesuai dengan haknya untuk menentukan nasib sendiri. Daerah-daerah
13

yang ada dibawah perwalian itu merupakan kolonisasi dari Negara-negara
yang kalah dalam Perang Dunia I dan II. Sebagai trus-territory dibedakan
dalam tiga macam yaitu:
1) Daerah Mandat, ialah daerah yang setelah Perang Dunia I diserahkan oleh
Negara-negara yang kalah perang;
2) Daerah yang dipisahkan dari Negara-negara yang kalah dalam Perang
Dunia II;
3) Daerah-daerah yang oleh Negara penanggung jawab secara sukarela
diserahkan.
Pengawasan daerah Perwalian itu dijalankan oleh Dewan Perwalian yang
terdiri dari:
1) Anggota penyelenggara pemerintahan daerah perwalian;
2) Anggota tetap Dewan Keamanan yang tidak diberi tugas sebagai Negara
wali;
3) Anggota-anggota yang dipilih oleh Majelis Umum untuk tiga tahun
lamanya.

e. Mahkamah International (International Court of Justice)
Mahkamah Internaional merupakan pengadilan tertinggi dalam kehidupan
bernegara di dunia ini. Sebagai aparat perlengkapan PBB, Mahkamah
beranggotakan lima belas orang hakim yang dipilih oleh Majelis Umum dan
Dewan Keamanan. Masa pilih para hakim mahkamah Sembilan tahun sekali
dengan ketntuan dapat dipilih kembali.
Mahkamah International berkedudukan di Den Haag (Negara Belanda).
Sebagai pengadilan internasional, Mahkamah bertugas menyelesaikan
perselisihan internasional dari Negara-negara anggota PBB. Hal itu
disebabkan semua anggota PBB adalah “ipsofacto” dari Piagam Mahkamah
Internasional menurut Pasal 93 Ayat 1 Piagam PBB. Sementara itu, Ayat 2
menyatakan bahwa “Negara yang bukan anggota Perserikatan BangssaBangsa boleh menjadi peserta dari Piagam Mahkamah Internasional sesuai
syarat-syarat yang ditetapkan oleh Majelis Umum atas anjuran Dewan
Keamanan”. Berdasarkan ketentuan ini, berarti Mahkamah Internasional dapat
mengadili

Negara-negara

bukan

anggota

PBB

dalam

mengahadapi
14

pkerselisihan. Mahkamah mengadili masalah yang berkenaan dengan
perselisihan kepentingan dan perselisihan hukum.
Dalam penyelenggaraan pengadilan internasional, setiap Negara anggota
PBB tidak diwajibkan membawa masalah perselisihan yang mereka hadapi ke
hadapan pengadilan, kecuali bagi Negara-negara yang telah menandatangani
“optional clause”. Mengenai ketentuan ini dicantumkan dalam Pasal 36 Ayat 2
Piagam Mahkamah Internasional yang menyatakan bahwa “ Negara-negara
peserta Piagam Mahkamah Internasional dapat menerangkan bahwa mereka
mengakui kekuasaan Mahkamah Internasional sebagai kekuasaan yang
mengikat berdasar hukum dan dapat tidak mengikat berdasarkan perjanjian
istimewa”. Dalam hal ini, hubungan hukum internasional mengenai proses
perkara berdasarkan surat gugatan. Dengan adanya optional clause
menunjukkan langkah penting menuju suatu pengadilan internasional wajib
walaupun penandatangan dari Negara-negara anggota hanya mengenai
penyelesaian perselisihan hukum saja.
f. Sekretariat (Secretary)
Secretariat PBB terdiri atas seorang sekretaris jenderal dan stafnya.
Sekretaris jenderal dipilih dan diangkat oleh Majelis Umum atas anjuran
Dewan Keamanan. Tugasnya menyelenggarakan sidang-sidang PBB dan
Dewan-dewan, meyusun laporan-laporan tentang pekerjaan PBB dan dewan2.1.5

dewan untuk disampaikan kepada sidang Majelis Umum.
Persatuan Bangsa-bangsa Asia Tenggara
Organisasi kerja sama Asia Tenggara yang diberi nama ASEAN
(Association of South East Asia Nations atau Persatuan Bangsa-Bangsa Asia
Tenggara) didirikan melalui Deklarasi ASEAN tanggal 8 Agustus 1967 di
Bangkok (Thailand). Negara-negara pendirinya ialah Indonesia, Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini didirikan tanpa keanggotaan
terbatas. Maksudnya, terbuka bagi setiap Negara yang terletak di lingkup
geografis Asia Tenggara. Maksud dan tujuan organisasi ini inti utamanya ialah
kerja sama dalam mencapai kesejahteraan hoidup bertetangga baik dalam
bernegara. Hal ini antara lain meliputi:
a. Pertumbuhan yang cepat dalam bidang ekonomi, kemajuan social dan
kebudayaan;
15

b. Memelihara perdamaian abadi dan stabilitas regional
c. Kerja sama dan saling membantu dalam kepentingan bersama
d. Memajukan studi tentang Asia Tenggara
Untuk mencapai maksud dan tujuan ini, ada aparat perlengkapan ASEAN.
Aparat perlengkapan ASEAN diuraikan di bawah ini.
a. Pertemuan dari Kepala Pemerintahan Negara anggota
b. Pertemuan Menteri Luar Negeri
Pertemuan ini diadakan setahun sekali secara bergilir untuk menentukan
program ASEAN, merumuskan pedoman dan koordinasi kegiatan serta
melakukan peninjauan kembali terhadap keputusan dan program yang lalu.

c. Komite Kerja
Kepala Komite Kerja ASEAN ialah menteri luar negeri negara tuan rumah
(pertemuan) atau wakilnya. Anggota-anggotanya terdiri atas duta besar
Negara ASEAN yang ada di Negara tuan rumah.
Tugas Komite ini ialah:
1) Melanjutkan pekerjaan ASEAN dalam kurun waktu antara siding menteri luar
negeri;
2) Mengerjakan masalah-masalah rutin
3) Membuat keputusan tanpa menunggu pertemuan menteri luar negeri
berikutnya.
d. Sekretariat ASEAN Nasional
Pada setiap negara anggota dibentuk, secretariat nasional yang
melaksanakan tugas-tugas ASEAN atas nama negaranya.
e. Komite Tetap, Khusus dan ad hoc
Tugasnya melaksanakan program ASEAN. Keanggotaan komite ini terdiri
atas para ahli sesuai bidangnya.
f. Sekretariat ASEAN
Sekretariat ASEAN berkedudukan di Jakarta (Indonesia). Lembaga ini
didirikan berdasar kepada hasil Konverensi Tingkat Tinggi ASEAN tahun
1976 (Juni).Kepala sekretariat ialah sekretaris jenderal yang pemilihannya
ditentukan dalam siding menteri luar negeri. Masa jabatan Sekretaris Jenderal
selama dua tahun secara bergantian dari negara-negara anggota. Sementara
itu, tugasnya melaksanakan pekerjaan kesekretariatan ASEAN.
2.2 Hukum Perdata Internasional
2.2.1 Istilah, Sifat, dan Tujuan
16

1. Istilah
Internasional dapat diartikan sebagai antarbangsa-bangsa dari berbagai
negara. Dalam kaitannya dengan hukum perdata, arti antarbangsa-bangsa
merupakan kompleksitas peraturan hukum perdata yang dibawa dari masingmasing negara dan dilaksanan dalam suatu negara. Sementara itu, negara
tempat bertemunya peraturan hukum dari para pembawa juga memiliki
peraturan hukum perdata. Jadi, hukum perdata internasional ialah peraturan
hukum perdata nasional yang berusaha mengatur hubungan hukum perdata
yang menyangkut unsur-unsur asing di dalamnya.
2. Sifat
Arti hukum perdata internasional dititikberatkan kepada peranan hukum
perdata nasionalnya yang diberlakukan untuk mengatur hubungan hukum. Hal
itu karena ada unsur-unsur asing. Berarti, belum ada peraturan hukum perdata
khusus yang bersifat internasional. Maksudnya, sampai sekarang belum ada
satu peraturan hukum perdata bercorak unifikasi bagi setiap orang dalam
hubungan hukum internasional. Sementara itu, yang ada dan berlaku hanyalah
hukum perdata nasional sebagai pengatur hubungan hukum perdata yang
didalamnya terdapat unsur-unsur asing. Jadi, hukum perdata internasional itu
bersifat nasional.
3. Tujuan
Peraturan hukum perdata nasional yang mengatur hubungan keperdataan
dan mengandung unsur-unsur asing itu bertujuan memenuhi rasa keadilan bagi
setiap individu. Selanjutnya menyelesaikan sesuai peraturan hukum perdata
yang berlaku di negara itu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan
2.2.2

memperoleh rasa keadilan dirinya.
Asas-asas Hukum Perdata Internasional di Indonesia
Setiap Negara memiliki hukum perdata nasional, bila terjadi peristiwa
hukum perdata yang menyangkut unsur asing di dalamnya sifat peraturan hukum
itu berubah menjadi internasional. Hukum tersebut pun diselesaikan menurut
peraturan hukum perdata yang berlaku di Negara itu. Di Indonesia asas-asas
sumber hukum berbeda dengan Negara lainnya. Di sebabkan oleh perbedaan
perkembangan dalam sejarah hukum perdata Indonesia, bangsa Indonesia
diberlakukan oleh hukum buatan belanda.

17

Peraturan hukum yang menjadi sumber hukum dari hukum perdata
internasional di Indonesia terdapat dalam Algemene Bepalingen’van Wetgeving
(AB). Asasnya dicantumkan dalam pasal 16, 17, dan 18. Ketiga pasal ini
diciptakan oleh Bartolus de Saxofeerato (1314-1357).
Pasal 16 AB menyatakan bahwa “Ketentuan-ketentuan perundangan
tentang kedudukan hukum dan kewenangan individu bertindak tetap mengikat
warga Negara Indonesia walaupun berada di luar negri”. Berarti, kedudukan
kewenangan hukum Indonesia selalu mengikuti warga Negara Indonesia di
manapun ia berada, inilah yang kemudian disebut asas personal (lex rei sitae) atau
statuata personalia.
Pasal 17 AB menyatakan bahwa “Mengenai benda tetap (tidak bergerak)
berlaku hukum dari Negara tempat benda itu terletak”. Ketentuan pasal ini
merupakan suatu kaidah hukum setempat. Hal itu di sebabkan terjadinya peristiwa
hukum perdata yang menyangkut tentang tanah sebagai benda tetap dan letaknya
di wilayah Indonesia, hukum yang di gunakan adalah peraturan Agraria Indonesia.
Dikenal juga sebagai asas hukum setempat (lex situs) atau yang di sebut juga
statuata realita.
Pasal 18 AB menyatakan bahwa “Bentuk suatu tindakan hukum mengikuti
bentuk hukum yang di tentukan oleh hukum Negara atau tempat dilakukannya
tindakan itu”. Hukum ini berlaku di tempat terjadinya peristiwa hukum yang
menyangkkut dua corak hukum berkelainan. Kalau dalam suatu peristiwa hukum
bertemu dua corak hukum yang berlainan di dalam satu wilayah tertentu, aturan
hukum tempat itulah yang berlaku. Asas ini di kenal sebagai asas locus regit actus
atau di sebut juga statute mixta.
Penggunaan ketiga pasal ini dalam hukum perdata material sebagai berikut:
a. Hukum Pribadi
Hukum perdata nasional yang mengatur tentang hak dan kewajiban
pribadi sebagai subjek hukum individu atau badan hukum. Penyelesaian
masalah hukum berpedoman kepada pasal 16 AB. Kalau peninjauan dakam
hukum ternyata berbeda dengan aturan hukum Indonesia tentang hal itu
digunakanlah ketentuan pasal 18 AB. Dengan pasal ini, setiap peristiwahukum
yang timbul dalam hubungan hukum orang-orang asing di Indonesia dapat
18

dilakukan penyelesaiannya berdasarkan ketentuan-ketentua hukum yang
diatur dalam Buku 1 kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS).
b. Hukum Keluarga
Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang kehidupan
berkeluarga sebagai hukum perdata nasional di cantumkan dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974. Peristiwa hukum yang terjadi dan menyangkut
unsur-unsur asing di dalamnya, seperti orang asing yang akan menikah
berpedoman pada Pasal 18 AB. Pelaksanaan penyelesaian perkawinan itu
sampai terbentuk satu kesatuan yang dinamakan keluarga, diatur sepenuhnya
dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1974. Jadi, tidak ada suatu
halangan apa pun yang dapat membatalkan suatu perkawinan kalau menaati
peraturan hukum yang berlaku di Indonesia.
c. Hukum Kekayaan
Hukum kekayaan yang terdiri dari hukum benda dan hukum perikatan
nasional kalau dalam suatu peristiwa hukum menyangkut unsur-unsur
pengaturan penyelesaiannya akan menjadi dua segi juga. Terutama berkenaan
adanya penghapusan terhadap hukum benda yang di atur dalam KUHS dan di
ganti dengan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, seorang asing tidak dibenarkan
memiliki benda tetap. Tindakan hukum yang berkenaan dengan hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak guna pakai, dan hak lainnya di luar hak milik
benda tetap kalau terjadi peristiwa hukum tertentu dan mengakibatkan orang
asing memiliki benda tetap di salah satu wilayah Indonesia, pemilikan itu
batal demi hukum. Terhadap hak-hak lainnya akan berpedomankan kepada
pasal 16, 18 AB dan tindakan hukumannya dapat di lakukan sesuai peratiran
hukum yang berlaku. Dengan berpedoman kepada pasal 18 AB, setiap
tindakan hukum mengenai perikatan yang timbul karena pernjanjian atau
perikatan berdasarkan undang-undang, tidak ada halangan untuk di lakukan.
d. Hukum Waris
Pewaris yang ketentuan hukumnya mengikat orang asing di Indonesia
kalau hendak membuat surat wasiat di Indonesia. Pembuatan surat wasiat
harus di lakukan di hadapan seorang Notaris. Namun, bagi yang meninggal

19

dunia tanpa membuat surat wasiat sebelumnya, penentuan dan hak warisnya
2.2.3

berdasarkan ketentuan Pasal 832 dan 833 KUHS.
Hukum Acara Perdata
Dalam melaksanakan hukum perdata material yang menimbulkan konflik,
penyelesaiannya dapat dilakukan melalui pengadilan. Hukum acara perdata yang
mengatur tentang penyelesaian konflik dan menyangkut unsur-unsur asing yang di
dalamnya belum ada. Akan tetapi, kalau memang terjadi suatu peristiwa yang
menghendaki penyelesaiannya di pengadilan, sudah meruapkan kewajiban hakim
untuk memeriksanya. Menolak perkara dengan alasan tidak ada peraturan
hukumnya bukanlah alasan yang tepat. Hal itu disebabkan dalam tugas
mengemban dan memberi kepastian hukum, hakim dapat menimbulkan hukum.
Dengan demikian, selayaknya hakim menyelesaikan perkara-perkara perdata yang
diajukan oleh orang-orang asing untuk meminta keadilan. Akan tetapi, sebagai
suatu perkecualian, dapat juga hakim terlebih dahulu memperhatikan hukum
orang asing itu perlu ditelaah secara teliti dan nyata perbedaaannya. Hal itu
karena bagi seorang asing yang mengajukan gugatan kepada orang lainnya
melalui pengadilan, tidaklah dapat diabaikan. Mengingat kedudukan kekuatan
hukum orang itu dicantumkan dalam pasal 16 AB. Proses pengadilan perdata bagi
orang asing digunakan acara yang berlaku di Indonesia. Akan tetapi, dalam
penyelesaian melalui proses pengadilan itu, penggunaan aturan acaranya
tergantung dari masalah yang dihadapi. Hal itu dapat digunakan aturan acara yang
berlaku pada peradilan umum atau peradilan khusus (peradilan agama).

BAB III
STUDI KASUS ANTARA INDONESIA-MALAYSIA DALAM PEREBUTAN PULAU
SIPADAN DAN LIGITAN
20

3.1 Posisi Kasus
Awal mula kasus itu dimulai pada tahun 1968, ketika Malaysia bereaksi terhadap
perjanjian kerjasama antara Indonesia dengan Japex (Japan Exploration Company Limited)
tahun 1966. Malaysia juga melakukan kerjasama dengan Sabah Teiseki Oil Company tahun
1968, sebagai tanggapan terhadap kegiatan eksplorasi laut di wilayah Sipadan. Tahun 1969,
Malaysia mulai melakukan klaim bahwa Sipadan Ligitan merupakan wilayah Malaysia, yang
hal ini langsung di tolak oleh pemerintah Indonesia. Serangkaian perjanjian, lobi, diplomasi
berlangsung dengan cara "Asian Way", sebuah cara yang mengedepankan dialog, dengan
menghindari konflik militer. Akhirnya masalah itu menjadi redam, artinya dialog tentang
perselisihan itu dilakukan dengan cara "sambil minum teh".
Indonesia sungguh terbuai dengan model seperti itu sehingga Indonesia tiba-tiba kaget
ketika pada bulan Oktober tahun 1991, Malaysia tiba-tiba mengeluarkan peta yang
memasukkan Sipadan dan Ligitan ke wilayah Malaysia, dan tragisnya Indonesia juga tidak
tahu kalau di Sipadan telah dibangun turisme dan arena diving yang sangat bagus. Kemudian
pada tahun 1997 Indonesia dan Malaysia bersepakat untuk menyerahkan masalah tersebut ke
International Court of Justice, the Hague di Belanda.

3.2 Putusan Mahkamah Internasional
Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada
hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa
kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting
di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang
berpihak kepada Indonesia.Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara
satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan
Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada
pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris
(penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan
ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu
sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata
yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of

21

title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di
perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.
3.3 Pembahasan
Penyelesaian sengketa yang akhirnya diserahakan kepada Mahkamah Internasional ini
pada hakikatnya merupakan keberhasilan diplomasi dari pihak Malaysia dan Indonesia. Cara
damai yang ditempuh Indonesia dan Malaysia akan memberikan dampak yang besar bagi
kawasan Asia Tenggara, seperti misalnya cara penyelesaian kedua belah pihak (MalaysiaIndonesia) yang menyerahkan persoalan ini seutuhnya kepada Mahkamah Internasional dapat
ditiru sebagai salah satu model penyelesaian klaim-klaim teritorial lain antar negara anggota
ASEAN yang masih cukup banyak terjadi, misalnya klaim teritorial Malaysia dan Thailand
dengan hampir semua negara tetangganya.
Satu hal yang perlu disesali dalam mekanisme penyelesaian konflik Sipadan dan Ligitan
adalah tidak dipergunakannya mekanisme regional ASEAN. ASEAN, sebagai satu forum
kerja sama regional, sangat minimal perannya dalam pemecahan perbatasan. Hal ini karena
dipandang sebagai persoalan domestik satu negara dan ASEAN tidak ikut campur tangan di
atasnya. Sesungguhnya, ASEAN sendiri sudah merancang terbentuknya sebuah Dewan
Tinggi (High Council) untuk menyelesaikan masalah-masalah regional. Dewan ini bertugas
untuk memutuskan persoalan-persoalan kawasan termasuk masalah klaim teritorial. Namun
keberatan beberapa anggota untuk membagi sebagian kedaulatannya merupakan hambatan
utama dari terbentuknya Dewan Tinggi ini.
Akibat jatuhnya Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia terjadi dampak domestik yang
tak kalah hebatnya, banyak komentar maupun anggapan bahwa Departemen Luar Negeri-lah
penyebab utama lepasnya Sipadan-Ligitan mengingat seharusnya Deplu dibawah
kepemiminan Mentri Luar Negeri Hasan Wirajuda mampu mempertahankan Sipadan-Ligitan
dengan kekuatan diplomasinya. Memang masih banyak revisi dan peninjauan yang harus
dilakukan para diplomat kita dan juga cara Deplu dalam menangani masalah internasional.
Namun, bukanlah merupakan hal yang bijaksana bila kita menyalahkan deplu sebagai
satu-satunya pihak yang menyebabkan lepasnya Sipadan dan Ligitan, mengingat kronologi
konflik Sipadan-Ligitan yang sudah berumur lebih dari empat dasawarsa tersebut. Kedua
negara telah melakukan pertemuan-pertemuan baik formal maupun informal, secara bilateral
maupun melalui ASEAN dalam menyelesaikan sengketa Sipadan dan Ligitan sejak tahun
1967. Indonesia dan Malaysia juga sama-sama kuat dalam mengajukan bukti historis
22

terhadap klaim mereka masing-masing. Akhirnya pada tanggal 31 Mei 1997 pada akhir masa
pemerintahan Soeharto, Soeharto menyepakati untuk menyerahkan masalah yang tak
kunjung selesai ini ke mahkamah internasional dengan pertimbangan untuk menjaga
solidaritas sesama negara kawasan dan penyelesaian dengan cara damai. Perlu kita tahu di
sini adalah selama jangka waktu yang panjang tersebut pihak Republik Indonesia tidak
pernah melakukan suatu usaha apapun dalam melakukan manajemen dan pemeliharaan atas
Sipadan-Ligitan. Kita seolah mengabaikan kenyataan bahwa secara “de facto” pulau tersebut
telah efektif dikuasai oleh Malaysia. Bahkan sejak tahun 1974 Malaysia sudah mulai
merancang dan membangun infrastruktur Sipadan-Ligitan lengkap dengan fasilitas resort
wisata. Kita seakan membiarkan saja hal ini terjadi tanpa melakukan apapun atau bahkan
melakukan hal yang sama. Kesalahan kita ialah kita terlalu cukup percaya diri dengan bukti
yuridis yang kita miliki dan bukti bahwa mereka yang bertempat tinggal di sana adalah
orang-orang Indonesia. Tentu saja bukti ini sangat lemah mengingat bangsa Indonesia dan
bangsa Malaysia berasal dari rumpun yang sama dan agaknya cukup sulit membedakan
warga Indonesia dan warga Malaysia dengan hanya berdasarkan penampilan fisik maupun
bahasa yang dipergunakannya. Terlebih lagi sudah menjadi ciri khas di daerah perbatasan
bahwa biasanya penduduk setempat merupakan penduduk campuran yang berasal dari kedua
negara.
Melihat pertimbangan yang diberikan oleh mahkamah internasional, ternyata bukti
historis kedua negara kurang dipertimbangkan. Yang menjadi petimbangan utama dari
mahkamah internasional adalah keberadaan terus-menerus dalam (continuous presence),
penguasaan efektif (effective occupation) dan pelestarian alam (ecology preservation).
Ironisnya ternyata hal-hal inilah yang kurang menjadi perhatian dari pihak Indonesia. Apabila
ditelaah lebih dalam, seharusnya ketiga poin di atas ialah wewenang dan otoritas dari
Departemen Luar Negeri beserta instansi lainnya yang berkaitan, tidak terkecuali TNI
terutama Angkatan Laut, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kelautan, Departemen
Pariwisata dan lembaga terkait lainnya. Sesungguhnya apabila terdapat koordinasi yang baik
antar lembaga untuk mengelola Sipadan-Ligitan mungkin posisi tawar kita akan menjadi
lebih baik.
Di samping itu tumpang tindih pengaturan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan
beberapa negara tetangga juga berpotensi melahirkan friksi dan sengketa yang dapat
mengarah kepada konflk internasional. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan,
23

isu maritim selayaknya menjadi perhatian dan melibatkan aneka kepentingan strategis, baik
militer maupun ekonomi.
Berkaitan dengan batas teritorial ada beberapa aspek yang dialami Indonesia. Pertama,
Indonesia masih memiliki “Pulau-pulau tak bernama”, membuka peluang negara tetangga
mengklaim wilayah-wilayah itu. Kedua, implikasi secara militer, TNI AL yang bertanggung
jawab terhadap wilayah maritim amat lemah kekuatan armadanya, baik dalam kecanggihan
maupun sumber daya manusianya. Ketiga, tidak adanya negosiator yang menguasai hukum
teritorial kewilayahan yang diandalkan di forum internasional.
Pembenahan secara gradual sebenarnya dapat dimulai dari tataran domestik untuk
menjaga teritorialnya. Pertama, melakukan penelitian dan penyesuaian kembali garis-garis
pangkal pantai (internal waters) dan alur laut nusantara (archipelagic sea lanes). Hal ini
perlu segera dilakukan untuk mencegah klaim-klaim dari negara lain. Namun sekali lagi, Hal
ini memerlukan political will pemerintah. Kedua, mengintensifkan kehadiran yang terusmenerus, pendudukan intensif dan jaminan pelestarian terhadap pulau perbatasan. Tidak
terpenuhinya unsur-unsur itu menyebabkan Sipadan-Ligitan jatuh ke Malaysia.
Tantangan keamanan maritim yang mengemuka memungkinkan konflik antarnegara
(inter-state conflict). Konflik antarnegara merujuk tingkat kompetisi antarnegara untuk
mendapat sumber daya alam dan klaim berkait batas-batas nasional dan teritorial.Isu
sekuritisasi maritim saat ini masih kurang mendapat perhatian serius, kecuali pada saat-saat
tertentu, yaitu ketika kedaulatan kita merasa dilanggar negara lain. Akibatnya fatal,
kelengahan pemerintah menggoreskan sejarah pahit, di antaranya, lepasnya Timor Timur dan
Sipadan-Ligitan.
Lebih jauh lagi, hal ini juga berpengaruh pada tingkat kesiapan domestik, armada
pengamanan kelautan kita dalam mengatasi ancaman dari luar negeri. Kemampuan militer
armada laut kita amat minim apalagi jika dibandingkan dengan luas wilayah. Belum lagi
berbicara kecanggihan peralatan militer yang "tidak layak tempur" karena usia tua dengan
rata-rata pembuatan akhir 1960-an dan tahun rekondisi 1980-an. Maka dapat dikatakan, alat
utama sistem persenjataan merupakan "besi tua yang mengambang" dan tidak mampu
melakukan tugas pengamanan secara menyeluruh.
Terkait pembangunan kekuatan armada TNI AL, kini peralatan militer kita amat jauh dari
standar pengamanan wilayah teritorial. Ditilik dari kuantitas, TNI AL memiliki 114 kapal,
terdiri dari berbagai tipe dengan rentang waktu pembuatan 1967 dan 1990. Armada kapal
buatan tahun 1967 direkondisi tahun 1986 hingga 1990-an. Padahal, guna melindungi
24

keamanan laut nasional Indonesia sepanjang 613 mil dibutuhkan minimal 38 kapal patroli.
Dari armada yang dimiliki TNI AL itu, 39 kapal berusia lebih dari 30 tahun, 42 kapal berusia
21-30 tahun, 24 kapal berusia 11-20 tahun, dan delapan kapal berusia kurang dari 10 tahun.
Dalam relasi dunia modern sekarang ini, tindakan penyerangan dengan persenjataan
dianggap sebagai langkah konvensional primitif. Oleh karena itu, mengedepankan jalur
diplomatis menjadi pilihan utama dan logis.
Namun, kembali lagi adanya pengalaman pahit terkait lepasnya wilayah-wilayah
Indonesia menjadikan publik menaruh pesimistis atas kemampuan tim diplomatik kita.
Apalagi, sepertinya kita lalai dalam merawat perbatasan. Atas dasar alasan itu, bisa jadi
wilayah-wilayah lain akan menyusul. Pemerintah juga tidak memiliki upaya proaktif, dan
cenderung reaktif dalam forum diplomatik untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia,
termasuk persoalan perbatasan di forum internasional.
Hal ini terlihat dari minimalnya perhatian pemerintah terhadap persoalan perbatasan dan
kedaulatan RI atas negara lain. Contoh yang paling nyata, tiadanya penamaan atas pulaupulau "tak bernama” yang tersebar di wilayah perbatasan Indonesia. Belum lagi alasanalasan, misalnya, terkait pelestarian lingkungan yang masih jauh dari perhatian Pemerintah
Indonesia.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Hukum Internasional diartikan sebagai himpunan peraturan-peraturan dan ketetntuanketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dan subjek-subjek
hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional. Definisi hukum internasional
yang diberikan oleh para pakar-pakar hukum terkenal di masa lalu seperti Oppenheim dan
Brierly, terbatas pada negara sebagi satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan
subjek hukum lainnya.

25

Dari uraian sebelumnya dapat diatarik kesimpulan bahwa peranan hukum internasional
terutama dalam penyelesaian sengketa internasional dan terciptanya perdamaian dunia ada 4
macam yaitu antara lain:
1) Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan-hubungan antar negara
terjalin dengan persahabatan (friendly relations among States) dan tidak mengharapkan
adanya persengketaan;
2) Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang
bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya;
3) Hukum internasional memberikan pilihan-pilihan yang bebas kepada para pihak tentang
cara-cara, prosedur atau upaya yang seyogyanya ditempuh untuk menyelesaikan
sengketanya; dan
4) Hukum internasional modern semata-mata hanya menganjurkan cara penyelesaian secara
damai; apakah sengketa itu sifatnya antar negara atau antar negara dengan subyek hukum
internasional lainnya. Hukum internasional tidak menganjurkan sama sekali cara
kekerasan atau peperangan.
Hukum Internasional memberikan suatu keluasan pada negara yang bersengketa untuk
dapat memilih metode apa yang bisa dipakai untuk menyelesaikan konflik yang
terjadi.Dengan adanya berbagai lembaga dan mekanisme yang hadir di dalam masyarakat
sengketa internasional seharusnya memang bisa di selesaikan melalui jalan yang damai.Peran
hukum internasional juga penting dalam penyelesaian kasus persengketaan salah satunya
adalah hukum internasional mewajibkan persengketaan diselesaikan secara damai dan
mengharapkan negara negara dapat menerapkan metode dan penyelesaian yang ada baik
yang terdapat di dalam piagam PBB, perjanjian atau konvensi internasional.Bisa kita
simpulkan bahwa hukum internasional tidak menyetujui j