BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia kesehatan masyarakat merupakan masalah utama, hal ini
dikarenakan Indonesia merupakan negara tropik yang mempunyai kelembaban
dan suhu yang berpengaruh bagi penularan parasit. Oleh karena itu penyakit
yang disebabkan oleh parasit banyak dijumpai, penularannya dapat melalui
kontak langsung atau tidak langsung bisa melalui makanan, air, hewan
vertebrata maupun vektor Arthopoda.
Menurut WHO (2005), vektor adalah serangga atau hewan lain yang
biasanya membawa kuman penyakit yang merupakan suatu resiko bagi
kesehatan masyarakat. Menurut Iskandar (1989), vektor adalah anthopoda
yang dapat memindahkan/menularkan suatu Infectious Agent dari sumber
infeksi kepada induk semang yang rentan. Sedangkan menurut Soemirat
(2005) keberadaan vektor penyakit dapat mempermudah penyebaran agent
penyakit. Hal ini menentukan bahwa masuknya agent baru ke dalam suatu
lingkungan akan merugikan kesehatan masyarakat setempat.
Definisi zoonosis merupakan Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization/WHO) adalah suatu penyakit secara alamiah dapat menular di
antara hewan vertebrata dan manusia (WHO, 2005),


sedangkan menurut

Undang-undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan,
di nyatakan bahwa penyakit zoonozsis adalah penyakit yang dapat menular
dari hewan kepada manusia atau sebaliknya. Karena banyaknya penyakit

menular yang tergolong zoonosis dan kompleknya keragaman penyakit ini,
maka

berbagai

ahli

berusaha

untuk

menggolongkan


menurut

cara

penularannya, reservoir utama, penyebab dan asal hewan penyebarnya.
Berdasarkan cara penularannya penyakit zoonosis menurut Dharmonojo,
(2001) dapat dibedakan menjadi :
1. Anthopozoonoses yaitu penyakit yang di tularkan dari manusia ke hewan
vertebrata.
2. Zooanthopozoonoses yaitu penyakit yang di tularkan dari hewan ke
manusia.
3. Amphixenoses yaitu penyakit yang terdapat pada manusia maupun hewan.
Vektor merupakan Arthopoda yang dapat menularkan, memindahkan atau
menjadi sumber penularan penyakit pada manusia. Vektor penyakit merupakan
Arthopoda yang berperan sebagai penular penyakit sehingga dikenal sebagai
Arthopoda borne diseases atau sering juga disebut sebagai Vector borne
diseases yang merupakan penyakit yang penting dan sering kali bersifat
endemis maupun epidemis dan menimbulkan bahaya bagi kesehatan sampai
kematian. (Permenkes No.347, 2010)
Indonesia terdapat berbagai macam jenis vektor yaitu, nyamuk, lalat,

kecoa dan sebagainya. Kecoa adalah salah satu vektor yang dapat
menimbulkan atau menularkan berbagai macam penyakit dan jenis kecoa yang
banyak ditemukan di lingkungan pemukiman Indonesia adalah kecoa
Periplaneta americana dan kecoa ini merupakan salah satu serangga rumah
yang sering menganggu kenyamanan hidup manusia bahkan dapat menggangu
kesehatan manusia, serangga ini dikatakan penganggu karena meninggalkan

bau yang tidak sedap, menyebarkan berbagai patogen penyakit, menimbulkan
alergi, mengotori dinding, buku, dan perkakas rumah tangga. (Depkes, 2012).
Kecoa merupakan salah satu jenis serangga yang sering ditemui disekitar
lingkungan tempat tinggal kita. Hingga kini tercatat lebih dari 4.500 spesies
kecoa telah diidentifikasi. Bagi manusia, kecoa merupakan salah satuserangga
yang berbahaya, karena beberapa spesies kecoa diketahui dapat menularkan
penyakit pada manusia seperti TBC, tifus, asma, kolera, dan hepatitis
(Depkes, 2012).
Kecoa merupakan salah satu hama pemukiman yang menjadi vektor dari
berbagai penyakit, tersebar luas di seluruh dunia dan berasosiasi dengan
habitat manusia (Cochran, 2003). Beberapa spesies kecoa yang tergolong
hama dan paling banyak ditemukan adalah kecoa jerman (Blattella germanica)
(Layton, 1914; Bell, Roth dan Nalepa, 2007).

Kecoa termasuk phyllum Arthropoda, klas Insekta. Para ahli serangga
memasukkan kecoa kedalam ordo serangga yang berbeda-beda. Maurice dan
Harwood (1969) memasukkan kecoa ke dalam ordo Blattaria dengan salah
satu familinya Blattidae; Smith (1973) dan Ross (1965) memasukkan kecoa
kedalam ordo Dicyoptera dengan sub ordonya Blattaria; sedangkan para ahli
serangga lainnya memasukkan kedalam ordo Orthoptera dengan sub ordo
Blattaria dan famili Blattidae. Serangga ini dikatakan pengganggu karena
mereka biasa hidup ditempat kotor dan dalam keadaan terganggu
mengeluarkan cairan yang berbau tidak sedap. Kecoa mempunyai peranan
yang cukup penting dalam penularan penyakit. Peranan tersebut antara lain :
1. Sebagai vector mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen.

2. Sebagai inang perantara bagi beberapa spesies cacing.
3. Menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal
dan pembengkakan kelopak mata.
Kecoa merupakan serangga yang hidup di dalam rumah, restoran, hotel,
rumah sakit, gudang, perkantoran, perpustakaan, dan lain-lain. Serangga ini
sangat dekat kehidupannya dengan manusia, menyukai bangunan yang hangat,
lembab dan banyak terdapat makanan. Aktif pada malam hari di dapur, tempat
penyimpanan makanan, sampah, saluran-saluran air kotor. Umumnya

menghindari cahaya, senang bersembunyi di tempat gelap. Serangga ini
bersifat mengganggu karena dapat mengeluarkan cairan yang berbau tidak
sedap (Sukirno, 2003).
Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit
(Anonim, 2004). Peranan tersebut antara lain sebagai vektor mekanik bagi
beberapa mikroorganisme patogen antara lain, Streptococcus, Salmonella dan
lain-lain yang berperan dalam penyebaran penyakit antara lain, disentri, diare,
kolera, virus Hepatitis A, polio pada anak-anak (Metcalf dan Flint, 1962).
Penularan penyakit dapat terjadi saat mikroorganisme patogen tersebut
terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui
organ tubuh kecoa, mikroorganisme sebagai bibit penyakit tersebut
mengkontaminasi makanan. Selain itu pula kecoa dapat menimbulkan reaksireaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal, dan pembengkakan kelopak mata
(Anonim, 2004). Sedangkan menurut Aryatie (2005), penularan penyakit
dapat terjadi melalui bakteri atau kuman penyakit yang terdapat pada sampah

atau sisa makanan dimana kuman tersebut terbawa oleh kaki atau tubuh
lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, selanjutnya kuman
penyakit tersebut mengkontaminasi makanan.
Pada umumnya pengendalian kecoa dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida sintetis (Ebeling,1996). Penggunaan insektisida sintetis memang

memiliki beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam mengoperasikannya,
efektivitas yang tinggi, daya kerja yang cepat, dapat digunakan setiap waktu,
serta mudah diperoleh (Oka, 1998). Namun penggunaan insektisida yang tidak
tepat dan berlebihan secara terus menerus dapat mengakibatkan terjadinya
resistensi pada serangga terhadap insektisida tersebut. Selain itu pula,
insektisida akan meninggalkan residu yang dapat mengkontaminasi organisme
lain serta lingkungan sekitarnya. Akibat dampak negatif yang ditimbulkan
oleh penggunaan insektisida, maka dibutuhkan solusi baru untuk pengendalian
serangga hama dan vektor penyakit yang ramah lingkungan (Oka, 1998).
Pengendalian kecoa dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti
pengendalian secara biologis, mekanis, kimiawi, dan dengan cara menjaga
sanitasi. Cara kimiawi adalah cara yang sering dilakukan oleh banyak
masyarakat seperti dengan penyemprotan atau pengasapan menggunakan
insektisida. Namun hal yang dinilai praktis tersebut tanpa disadari dapat
meracuni penghuninya karena asap yang mengandung insektisida ini dapat
menyebar keseluruh ruangan di dalam rumah. Selain itu residu yang
ditinggalkan juga berbahaya bagi manusia (Environmental Health Watch,
2005). Oleh karena itu, perlu ditemukan cara lain yang lebih aman untuk

mengatasi masalah kecoa. Salah satu solusi yang semakin dipertimbangkan

yaitu menggunakan umpan yang disenangi oleh kecoa dan membuat
perangkap kecoak.
Berdasarakan survey pendahuluan ................................................................
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, supaya serangga pemukiman
dapat di kendalikan secara aman dan tidak berbahaya penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Variasi Umpan
Terhadap Jumlah Kecoa Yang Tertangkap Pada Perangkap Kecoa”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui apakah ada pengaruh pemberian variasi umpan terhadap
jumlah kecoa yang tertangkap pada perangkap kecoa.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui keberadaan kecoa sebelum dan sesudah pemberian umpan
terhadap jumlah kecoa yang tertangkap pada perangkap kecoa.
b. Mengetahui jumlah kecoa yang tertangkap.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini bermanfaat bagi informasi ilmu di bidang pengendalian
vektor dan binatang pengganggu.

2. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan manfaat dalam memperluas wawasan dan
pengetahuan tentang pengaruh variasi umpan terhadap jumlah kecoa yang
tertangkap pada perangkap kecoa.

E. Ruang Lingkup
1. Materi Penelitian
Materi dalam penelitian ini adalah ilmu pengendalian vektor dan binatamg
pengganggu.
2. Waktu Pelaksanaan
November 2017 sampai dengan Desember 2017
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah .........................
4. Obyek Penelitian
Kamar mandi..............................................