Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen pada Ikan Patin (Pangasius sp) di Kolam Budidaya Ikan Air Tawar Kota Beling Tanah Air Kecamatan Tanjung Anom Provinsi Sumatera Utara Chapter III V

METODOLOGI

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2017 sampai dengan
Agustus 2017. Pengambilan sampel ikan patin akan dilakukan dikolam Budidaya
Ikan Air Tawar Kota Beling Tanah Air Kecamatan Tanjung Anomyang terkena
penyakit. Identifikasi sampel ikan patin dilaksanakan di Balai Karantina Ikan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Medan I, Deli
Serdang. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Tanjung Anom

Tanjung Anom
Deli Serdang

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain kertas label, tisu, tabung reaksi, rak

tabung, gelas ukur, beaker glass, cawan petri, erlenmeyer, oven, autoclave,
alumunium foil, kapas, batang pengaduk, split spreader, timbangan analitik,
laminar airflow,refrigerator, bunsen, alat bedah, inkubator, millimeter blok,
nampan, alat tulis, pH meter, termometer, penggaris, mikroskop, jarum ose,
masker, sarung tangan, batang pengaduk (Lampiran 1).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut sampel
ikan patin (Pangasius sp), Tryptic Soy Agar (TSA), alkohol 70%, aquadest,
MnSO4, KOH-KI, pewarnaan gram (Crystal violet, safranin, lugol dan minyak
emersi), KOH 3%, oxidase strips, aquabidest, Uji biokimia yaitu TSIA, O/F, MRVP, LIA (Lysine Iron Agar), SCA (Simmon’s Citrat Agar) dan uji gula-gula
(Arabinose, Maltose, Glucose, Fructose, Sukrosa, Gelatine, Sorbitol, Galactose
dan Lactose) (Lampiran 1).

Tahap Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel ikan patin yang
mengalami gejala penyakit bakterial di kolam budidaya. Pada penelitian dilakukan
beberapa tahapan yaitu pengambilan data kualitas air (Lampiran 2), pengambilan
sampel ikan dan nekropsi (Lampiran 4), sterilisasi alat dan bahan (Lampiran 5)
dan pembuatan media (Lampiran 6), isolasi dan identifikasi bakteri potensial
patogen pada ikan (Lampiran 8), karakterisasi bakteri dan uji reaksi biokimia
(Lampiran 13).


Universitas Sumatera Utara

Deskripsi Kolam Budidaya
Lokasi budidaya ikan terletak di Kota Beling Tanah Air Kecamatan
Tanjung Anom dengan luas 13x13 m dengan kedalaman ± 2 meter. Kolam
tersebut termasuk semi intensif. Inlet kolam budidaya berasal dari anak sungai
yang berada ±2 m dari kolam. Kolam budidaya ikan patin dikelilingi benih ikan
mas, nila dan gurami. Didalam kolam tersebut tidak hanya ikan patin saja yang
dibudidayakan tetapi ikan gurami.

Gambar 5. Kolam Budidaya Ikan Patin
Pengambilan Sampel Ikan
Sampel ikan patin (Pangasius sp) diambil dari kolam budidaya yang telah
telah terserang penyakit selama 1 bulan terakhir. Jumlah ikan uji sebanyak 2 ekor
dengan ukuran panjang 37-65 cm dan berat 500-700 gr. Sampel ikan dimasukkan
kedalam kantung plastik yang telah diberikan oksigen murni sebagai wadah
penyimpanan sementara dan kemudian dibawa langsung ke laboratorium untuk
dilakukan pengidentifikasian (Lampiran 4).


Universitas Sumatera Utara

Sterilisasi Alat dan Bahan
Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilkan terlebih
dahulu. Alat-alat yang terbuat dari kaca sebelum digunakan dicuci dan
dikeringkan. Alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas dan disterilisasi
menggunakan autoclave pada suhu 121oC selama 30 menit dan tekanan 1 atm.
Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven. Sedangkan media disterilisasi
pada suhu 121oC selama 15 menit dan tekanan 1 atm. Sterilisasi pembakaran yaitu
jarum ose untuk inokulasi bakteri disterilisasi dengan membakarnya sampai
berwarna kemerahan dengan menggunakan bunsen (Lampiran 5).

Pembuatan Media TSA
Ditimbang media TSA sebanyak 4.0 g, lalu ditimbang akuadest sebanyak
100 ml, setelah itu campurkan media TSA dengan akuadest kedalam labu
Erlenmeyer lalu aduk hingga merata, kemudian tutup erat bagian mulut labu
Erlenmeyer dengan aluminium foil, kemudian panaskan larutan media TSA
dengan menggunakan hot plate sampai mendidih, lalu larutan media dimasukkan
kedalam autoclave agar steril selama 15 menit, kemudian dituang kedalam cawan
petri, ditunggu sampai media mengeras dan disimpan kedalam kulkas

(Lampiran 6).

Nekropsi Ikan Patin
Ikan patin diambil menggunakan tanggok dan selanjutnya dibawa
kelaboratorium untuk dilakukan pembedahan. Alat bedah disiapkan dalam kondisi
steril. Selanjutnya, ikan dipotong dari lubang anus ikan sampai sirip dada dengan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan pisau bedah maupun gunting. Lalu diambil hati dan ginjal ikan
yang selanjutnya diletakkan pada kertas alumunium foil dan ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik (Lampiran 4).

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Sampel Ikan
Bakteri patogen diisolasi pada beberapa organ dalam ikan yaitu hati, ginjal
dan air budidaya. Isolasi bakteri dilakukan dengan menggunakan teknik cawan
gores atau streak plate pada bagian-bagian tubuh ikan tersebut. Kemudian
digoreskan pada media TSA, setelah itu diinkubasi dan dikultur selama 24 jam di
dalam inkubator dengan suhu 25-28°C (Lampiran 7). Bakteri yang telah tumbuh
kemudian dimurnikan kembali pada media TSA yang baru dengan menggunakan

teknik cawan gores atau streak plate (Lampiran 8), kemudian kultur diinkubasi
kembali selama 24-48 jam pada suhu ruang 25-28°C.

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Air Budidaya
Bakteri pada kolam budidaya dilakukan dengan menggambil air kolam
pada yang bersamaan dengan pengambilan sampel ikan. Selanjutnya, air dibawa
dibawa ke laboratorium dengan menggunakan botol gelap. Isolasi bakteri
dilakukan dengan menggunakan teknik sebar. Isolasi bakteri dimulai dengan
melakukan pengenceran 10-3. Pengenceran dilakukan menggunakan tabung reaksi
yang masing-masing tabung reaksi diisi dengan aquadest sebanyak 9 ml.
Kemudian air sampel diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung
reaksi yang pertama (dengan label 10-1) lalu diaduk sampai homogen dengan
menggunakan batang pengaduk. Selanjutnya, diambil 1 ml dari pengenceran 10-

Universitas Sumatera Utara

1

dan dimasukkan kedalam pengenceran 10-2 dan dihomogenkan kembali.


Selanjutnya, diambil kembali 1 ml dari pengenceran 10-2 dan dimasukkan
kedalam pengenceran 10-3 dan dihomogenkan kembali dengan cara diaduk dengan
menggunakan batang pengaduk. Setelah itu, diambil 1 ml dengan menggunakan
split dan di sebar pada media TSA lalu di sebar kembali dengan menggunakan
split berbentuk segitiga. Kemudian media tersebut diinkubasi selama 24 jam
dengan suhu ruangan 25-28°C (Lampiran 7).

Pengamatan mikroskopik (Pewarnaan gram)
Pengecatan gram merupakan metode-metode double-straning yang
merupakan bentuk dasar untuk pengujian dan identifikasi bakteri. Pengecatan
gram akan membedakan bakteri menjadi 2 kelompok yaitu bakteri gram positif
(+) dan gram negatif (-). Adapun langkah-langkah pengujian gram dengan
menggunakan pengacatan gram adalah buat preparat ulas dari biakan murni
bakteri yang akan diuji. Basahi preparat ulas tersebut dengan Crystal violet selama
0,5-1 menit. Preparat dicuci dengan air mengalir kemudian ditambahkan Lugol
iodine selam 0,5-1 menit. Preparat dicuci dengan alkohol dan air mengalir.
Selanjutnya, Safranin ditetesi ke preparat dan didiamkan selama 0,5-1 menit. Lalu
cuci dengan menggunakan air mengalir dan difiksasi. Selanjutnya, preparat di
identitifikasi menggunakan mikroskop 1000 kali pembesaran (Lampiran 9).


Pengujian Gram dengan Menggunakan KOH 3%
Media atau reagen yang digunakan dalam pengujian gram adalah KOH
3%. Media ini digunakan untuk membedakan bakteri gram (+) dan gram (-)

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan lendir atau gel yang berbentuk saat isolat dicampur dengan KOH 3%.
Pengujian KOH 3% adalah teteskan aquadest pada objek glass, isolat bakteri
murni diambil dengan menggunakan ose. Campurkan isolat tersebut dengan KOH
3%. Amati perbentukan lendir yang terjadi dengan menarik ose keatas. Jika
organisme atau bakteri gram (-) maka terbentuk lendir saat dicampurkan dengan
KOH 3% dan sebaliknya (Lampiran 12).

Uji Oksidase
Pengujian oksidase berfungsi untuk mentukan adanya oksidase sitokrom
yang ditemukan pada mikroorganisme tertentu. Pengujian oksidase menggunaka
oxidase strips. Pengujian oksidase adalah biakan atau isolate murni diambil
dengan menggunakan jarum ose, kemudian diletakkan pada kertas oxidase strips.
Amati perubahan yang terjadi. Koloni yang bersifat oksidase (+) akan berubah
warna menjadi biru atau ungu dalam kurung waktu dari 10 detik dan jika koloni

bakteri yang bersifat oksidase (-) akan berubah warna menjadi cokelat
(Lampiran 11).

Uji Katalase
Pengujian katalase menggunakan reagent Hidrogen Perioksida (H2O3 3%).
Hidrogen Perioksida bersifat toksik terhadap sel karena menginaktivasikan enzim
dalam sel. Katalase merupakan enzim yang digunakan mikroorganisme untuk
menguraikan Hidrogen perioksida menjadi H2O dan O2. Pengujian katalase adalah
auadest diteteskan pada slide glass. Isolat murni diambil dengan menggunakan
ose dan dicampurkan pada objek glass. Selanjutnya, teteskan H2O3 3% pada objek

Universitas Sumatera Utara

glass. Amati pembentukan gelembung udara yang terjadi pada saat koloni bakteri
bercampur atau bereaksi dengan H2O3 3%. Jika bakteri atau organisme yang
bersifat katalase (+) akan terjadi gelembung dan sebaliknya (Lampiran 10).

Uji Biokimia Bakteri
1. Uji gula-gula (arabinose, maltose, laktose, galactose, sorbitol, fructose,
glukosa)

Pengujian gula-gula dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri dalam
memfermentasi gula-gula pada media. Proses fermentasi gula-gula akan
menghasilkan sejumlah besar asam (acid) dan beberapa bakteri akan
menghasilkan gas yang dapat diamati dengan tabung reaksi yang diletakkan pada
media gula-gula. Maing-masing larutan gula tersebut ditambahkan indikator
phenol red. Media gula-gula merupakan media cair (liquid) yang berwarna merah.
Pengujian gula-gula dilakukan dengan cara menginokulasikan bakteri secara
aseptis kedalam media gula-gula (arabinose, maltose, laktose, galactose, sorbitol,
fructose, glukosa). Media yang telah diinokulasikan selanjutnya diinkubasi
dengan suhu ruangan. Dalam pembacaan hasil gula-gula (+) apabila warna media
berubah menjadi kuning dan gula-gula (-) apabila tidak terjadi perubahan warna
pada media (tetap merah) (Lampiran 13).
2. Uji Oksidatif/Fermentatif (O/F)
Pengujian O/F dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam
melakukan respirasi (oksidatif) maupun fermentasi karbohidrat (glukosa). Media
O/F merupakan media semi solid berwarna hijau gelap. Pengujian O/F dilakukan
secara aseptis dengan menusuk jarum ose yang mengandung isolat bakteri lurus

Universitas Sumatera Utara


kedalam tabung/media O/F. Media yang telah diinokulasi bakteri selanjutnya
diinkubasi sesaui dengan suhu ruangan. Dalam pembacaan hasil fermentatif
apabila O/F berubah warna menjadi kuning (acid) sedangkan oksidatif apabila
bagian dasar media (anaerob) berwarna hijau dan bagian atas media (aerob)
berwarna kuning. Reaksi negatif atau alkalin terjadi apabila media hijau atau
terbentuk warna biru-alkaline (bakteri tidak mencerna karbohidrat) (Lampiran 13).
3. Uji Motil Indol Ornithin (MIO)
Pengujian motilitas bakteri dilakukan untuk membedakan bakteri motil
(bergerak) atau non-motil (tidak bergerak). Motilitas bakteri dapat diamati dari
pertumbuhan bakteri pada media. Media agar yang digunakan untuk menguji
motilitas bakteri adalah media MIO. Inokulasi bakteri pada media MIO dilakukan
secara aseptis dengan menusukkan jarum ose yang mengandung isolat bakteri
lurus kedalam tabung/media MIO Media yang telah diinokulasi bakteri
selanjutnya diinkubasi sesuai dengan suhu ruangan.
Pembacaan hasil bakteri motil (+) yaitu pertumbuhan bakteri akan
menyebar menjauhi garis inokulasi sehingga media menjadi keruh dan bakteri
non-motil (-) yaitu pertumbuhan hanya terlihat disepanjang garis inokulasi dan
media tidak keruh.
Untuk Ornithin Dekarboxylase, pembacaan hasil dengan mengamati
perubahan pada daerah anaerob media, ornithin dekarboxylase (+) apabila daerah

anaerob media berwarna abu-abu, ungu dan biru sedangkan ornithin
dekarboxylase (-) apabila daerah anaerob media berubah menjadi kuning.
Pembacaan Indole dilakukan dengan menambahkan satu tetes reagen
kovaks pada media MIO, jika indole (+) jika terbentuk cincin merah pada

Universitas Sumatera Utara

permukaan atas media/agar dan indole (-) jika tidak terbentuk cincin merah pada
permukaan atas media/agar (Lampiran 13).
4. Uji Sitrat
Pengujian sitrat dilakukan untuk membedakan Enterobacteriaceae dan
bakteri gram (-) tertentu berdasarkan penggunaan sitrat sebagai satu-satunya
sumber carbon. Media sitrat merupakan media miring berwarna hijau dalam
tabung reaksi. Pengujian sitrat adalah inokulasi media dengan menggunakan
jarum ose steril, pertama dengan menusuk dasar media kemudian melakukan
streakkeatas pada daerah miring media. Media yang telah diinokulasi selanjutnya
diinkubasi dengan suhu ruangan. Proses inokulasi media harus dilakukan secara
aseptis. Dalam pembacaan hasil uji reaksi sitrat (+) akan menghasilkan reaksi
alkaline dan mengubah warna media dari hijau menjadi biru dan untuk reaksi
citrate (-) tidak terjadi perubahan warna pada media (Lampiran 13).
5. Uji Lysine Iron Agar (LIA)
Media LIA digunakan untuk melihat kemampuan bakteri dalam
mendekarboxylase lysine yang ada pada agar/media. Reaksi lysine dekarboxylase
(reaksi anaerobic alkaline) akan menetralisir asam yang dibentuk dari fermentasi
glukosa. Pengujian LIA adalah inokulasi media dengan menggunakan ose steril,
pertama dengan menusuk dasar media dan kemudia melakukan streak keatas
didaerah miring (slant) agar. Selanjutnya diinkubasi dalam suhu ruang. Dalam
pembacaan hasil uji LIA yaitu Lysine de aminase (+) jika terbentuk warna merah
pada bagian atas media atau merah gelap pada slant, Lysine dekarboxylase (+) jika
tidak terjadi perubahan warna pada media, Lysine dekarboxylase (-) jika daerah

Universitas Sumatera Utara

butt berubah menjadi kuning dan H2S jika terbentuk warna hitam pada media
(Lampiran 13).
6. Uji MR-VP
Pengujian MR-VP dilakukan untuk membedakan kelompok coliaerogenes dan membedakan antara dua jalur fermentasi glukosa yaitu the mixed
acid dan butanediol atau fermentasi butylenes glycol. Media MR-VP merupakan
media cair (liquid). Dalam uji MR-VP adalah inokulasikan bakteri secara aseptis
kedalam media MR-VP. Inokulasi dilakukan dengan menggunakan ose steril
kemudian dicampurkan pada media MR-VP. Selanjutnya diinkubasi dalam suhu
ruang. Proses inokulasi media harus dilakukan dalam kondisi aseptis.
Dalam pembacaan hasil uji MR, setelah diinkubasi pindahkan 1 ml untuk
pengujian MR, tambahkan 5 tetes Methyl red pada media. Reaksi positif (pH < 4)
jika media berwarna merah, positif lemah (pH 4,4) jika media
berwarna merah-orange (Lampiran 16).
Pembacaan uji VP, Tambahkan ± 12 tetes �-napthol dan 5 tetes KOH

kedalam 1 ml media yang telah diinkubasi kemudian diaduk hingga rata. Jika
tidak ada perubahan biarkan selama 30 menit, rekasi (+) jika warna pink menjadi
merah dan reaksi (-) jika tidak terjadi perubahan warna yang signifikan
(Lampiran 13).
8. Uji TSIA
Media TSIA merupakan media campuran untuk membedakan kelompok
Enterobacteriaceae fermentasi terhadap 3 gula yaitu sukrosa, laktosa dan glukosa
serta produksi H2S. Fermentasi sukrosa, laktosa dan glukosa akan menghasilkan
acid, media TSIA merupakan media miring dan berwarna merah pada tabung

Universitas Sumatera Utara

reaksi. Pengujian TSIA adalah inokulasi media dengan menggunakan ose steril,
pertama dengan menusuk (butt) dasar media dan kemudian melakukan streak
keatas didaerah miring (slant) agar. Inkubasi media sesuai dengan suhu ruangan.
Pembacaan hasil meliputi daerah butt dan slant. Reaksi acid apabila warna media
berubah menjadi kuning. Reaksi alkaline apabila media tetap berwarna merah,
pembentukan gas ditandai dengan naiknya dasar media atau media terpecahpecah. Pembacaan H2S dilakukan apabila terbentuk warna hitam pada media
(Lampiran 13).

Pengambilan Data Kualitas Air
Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter, dengan cara
memasukkan pH meter kedalam kolam budidaya sampai pembacaan pada alat
konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut (Lampiran 2).
Suhu (oC)
Suhu diukur menggunakan thermometer air raksa yang dimasukkan
kedalam sampel air selama lebih kurang 3 menit. Kemudian dibaca skala pada
thermometer tersebut (Lampiran 2).
DO (Dissolved Oxygen)
Nilai DO dengan menggunakan metode winkler, dengan cara mengambil
air dengan botol gelap tanpa ada gelembung didalam botol. Kemudian beberapa
reagen sampai warna air menjadi bening Lampiran (2).

Universitas Sumatera Utara

Kedalaman
Pengambilan data kedalaman kolam dengan cara wawancara langsung
dengan pemilik kolam.

Kecerahan
Pengambilan data kecerahan dengan menggunakan secchi disk, yaitu
dengan meletakkan secchi disk dan melihat sampai kedalaman berapa warna putih
pada secchi disk terlihat.

Identifikasi Bakteri
Referensi untuk identifikasi bakteri dengan menggunakan buku “Manual
for the Identification of Medical Bacteria” Cowaan and Steels (1974), “Bergey’s
Manual Determinative Bacteriology” oleh Holt dkk (1994) dan “Bacterial from
Fish and Other Aquatic Animals” oleh N.B. Buller (2004).

Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif terhadap hasil identifikasi bakteri
potensial patogen pada ikan patin. Data hasil penelitian akan disajikan dalam
bentuk tabel dan gambar, yang berfungsi untuk mendeskripsikan dan
menggambarkan suatu keadaan, mengenai jenis bakteri yang diteliti dan fakta
sistematik agar mudah untuk disimpulkan.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Ikan Terserang Penyakit
Ikan yang terserang penyakit biasanya ditandai dengan adanya perubahan
tingkah laku pada ikan, seperti kurangnya nafsu makan, berenang dipermukaan
dan pinggir-pinggir kolam serta kurangnya keseimbangan berenang. Gejala klinis
pada ikan dapat dilihat adanya perubahan pada organ luar dan organ dalam tubuh
ikan, perubahan tersebut merupakan langkah awal untuk mengetahui kondisi ikan
budidaya yang sakit atau sedang sakit. Gejala klinis pada organ luar tubuh ikan
biasanya ditandai dengan warna tubuh ikan menjadi merah dan lama-kelamaan
menyebabkan luka yang besar, terdapatnya lendir yang berlebihan pada tubuh
ikan dan kerontokan pada beberapa sirip ikan (Gambar 6) dan (Gambar 7).

Mata menonjol

Lesi pada badan ikan
Lesi pada
sirip dada
Lendir
Sirip ekor patah

Gambar 6. Ikan patin (Pangasius sp) yang terserang penyakit

Universitas Sumatera Utara

Pada pemeriksaan organ dalam ikan uji terjadi gejala klinis seperti pada
hati dan ginjal ikan. Hati dan ginjal ikan mengalami perubahan warna menjadi
pucat, terdapat bintik-bintik kuning dan mengeluarkan bau yang tidak sedap dan
terlihat tidak sedap (Gambar 8). Menurut Sudheesh dan Xu (2001), terjadinya
penyakit sangat berkaitan dengan faktor-faktor patogenisitas bakteri, percepatan
perkembangbiakan patogen, maupun faktor pertahanan inang dalam melawan
patogen. Bakteri yang mampu bertahan tersebut akan masuk kedalam aliran darah
sehingga menyebar keseluruh sel tubuh inang maupun menuju organ target.

A

B

Gambar 7. Ikan patin yang terserang penyakit dari organ luar tubuh (A) Lesi pada
tubuh ikan, (B) Sirip ekor ikan patah
A

B

Gambar 8. Organ dalam ikan patin yang terserang penyakit (A) Hati ikan patin,
(B) Ginjal ikan patin

Universitas Sumatera Utara

Hasil Isolasi Bakteri dan Identifikasi Bakteri
Isolasi yang dilakukan dengan melihat gejala klinis penyakit pada bagian
organ dalam ikan yaitu ginjal, hati ikan dan air kolam. Dari hasil pemurnian dan
identifikasi didapat tiga isolat bakteri potensial patogen yang menyerang ikan
patin. Identifikasi bakteri dilakukan dengan melihat morfologi, sifat gram dan uji
sifat biokimia (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil pengamatan sel berupa pewarnaan gram dan uji biokimia
bakteri patogen pada ikan patin
Hasil Uji
Parameter
Aeromonas
Aeromonas
Aeromonas
Warna
Bentuk Elevasi
Struktur dalam
Motilitas
Memproduksi
Indol
Oksidase
Katalase
MR/VP
TSIA
Ornithin
(MIO)
O/F
LIA
Sitrat
Uji gula-gula
Glukosa
Laktosa
Sukrosa
Manitol
Sorbitol
Arabinosa
Rafinose
Fruktosa
Maltosa
Galactosa
Gelatin
Growth 37°C

salmonicida
Krem
Cembung
Transparan
-

sobria
Krem
Cembung
Transparan
+

+
+
+
A/K, G (+), H2S
(-)

Yersenia sp
Putih
Rata
Transparan
-

caviae
Putih
Cembung
Transparan
-

+
+
+
+
A/K, G (+),
H2S (-)

+/K/K, G (+),
H2S (+)

+
+/K/K, G (+),
H2S (-)

-

-

-

-

F
+
+

F
+
+

F
+/+

F
-

+
+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
+
+
+

+
+
+
+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
+
+

Keterangan : (+) : Positif, (-) : Negatif, F : Fermentatif, A/K : Acid/Alkalin, K/K :
Alkalin/Alkalin

Universitas Sumatera Utara

Bakteri patogen yang terdapat pada ikan patin merupakan bakteri gram
negatif dengan bentuk batang pendek. Adapun warna koloni yang dihasilkan dari
setiap bakteri berbeda-beda, ada yang berwarna krem dan ada yang berwarna
putih di media tumbuh TSA. Pertumbuhan bakteri juga ada yang tampak
berkumpul dan ada juga yang pisah dari koloni. Hal ini disebabkan karena proses
penggoresan, penggoresan tersebut bertujuan untuk membuat koloni bakteri yang
digores semakin sedikit, sehingga dapat melihat adanya perbedaan warna dari
masing-masing bakteri.

Gambar 9. Hasil pewarnaan gram dan hasil isolat A. salmonicida

Gambar 10. Hasil pewarnaan gram dan hasil isolat A. sobria

Universitas Sumatera Utara

Gambar 11. Hasil pewarnaan gram dan isolat murni Yersenia spp

Gambar 12. Hasil pewarnaan gram dan isolat murni A. caviae
Kualitas Air
Kondisi lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
kehidupan ikan pada habitatnya. Bila kondisi perairan member peluang penyakit
berkembang dan menyerang ikan, sementara itu kondisi ikan lemah, maka ikan
akan mudah terserang penyakit.
Tabel 2. Pengukuran data kualitas air pada kolam budidaya ikan patin
(Pangasius sp) dan baku mutu budidaya ikan air tawar
No
Parameter
Hasil di Lapangan
Baku Mutu
1 Suhu
31°C
25°C -32°C
2 pH
5.7
6.5-7.5
3 DO
4 mg/l
5 mg/l
4 Kedalaman
±2m
5 Kecerahan
90 cm
50-70 cm

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan
Gejala klinis ikan patin
Gejala klinis yang terlihat pada ikan patin yaitu terdapatnya luka pada
tubuh ikan yang membuat permukaan tubuh ikan memerah, lendir yang sangat
berlebihan dan rontoknya pada sirip ekor ikan (Gambar 6). Pada saat pengamatan
dilapangan, ikan patin yang terserang penyakit menunjukan tingkah laku yang
tidak normal yaitu berenang kepermukaan dan berenang dengan lambat bahkan
ikan berdiam dipinggir kolam. Menurut Supriyadi (2005) menyatakan gejala
umum akibat serangan bakteri antara lain gerakan ikan lemah, gerakan abnormal,
produksi lendir berkurang setelah ikan yang terinfeksi mengeluarkan lendir yang
berlebihan, perubahan warna tubuh menjadi lebih gelap, ikan menjadi kurus,
pendarahan dan nekrosa pada tempat infeksi, luka (ulcer) pada tempat rontok pada
insang dan kulit, bengkak pada perut dan mengeluarkan cairan kuning darah
(dropsy), mata menonjol (exophthalmus), beberapa bakteri mampu menghasilkan
tubercle atau granuloma pada bagian tubuh yang terinfeksi.
Pemeriksaan gejala klinis tidak hanya pada organ luar tubuh ikan, tapi juga
pada organ dalam tubuh ikan. Pemeriksaan organ dalam ikan uji terjadi gejala
klinis yaitu pada hati dan ginjal, yang merupakan paling sering diserang oleh
bakteri (Gambar 7). Menurut Austin (1993) menyatakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri memperlihatkan gejala-gejala seperti kehilangan nafsu
makan, luka-luka pada permukaan tubuh, pendarahan pada insang, perut
membesar berisi cairan, sisik lepas, sirip ekor lepas, jika dilakukan pembedahan
akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada hati, ginjal dan limpa.

Universitas Sumatera Utara

Perubahan yang terjadi pada ginjal yang terserang bakteri berupa
perubahan warna (pucat), terdapat bintik-bintik kuning dan mengeluarkan bau
tidak sedap sedangkan pada hati ikan juga terjadi perubahan warna (pucat) dan
terdapat bintik-bintik kuning yang hampir menutupi seluruh permukaan hati ikan
patin. Kordi (2004) menyatakan Jika bagian perutnya dibedah/dibelah akan
terlihat perubahan warna pada organ hati, jantung, ginjal dan limfa menjadi
kekuning-kuningan, kemerahan atau terjadi pendarahan.
Bakteri Gram Negatif Potensial Patogen Pada Ikan dan Air
Isolasi bakteri pada penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bakteri
potensial patogen pada ikan patin yang sedang terserang penyakit. Hasil isolasi
pada hati, ginjal ikan dan sampel air yang diambil di kolam budidaya tempat ikan
hidup didapatkan 4 jenis bakteri potensial patogen yaitu Aeromonas spp (A,
salmonicida, A. sobria, A. caviae) dan Yersenia sp. Bakteri-bakteri ini merupakan
bakteri penyebab penyakit pada ikan patin yang menyebabkan furuncolosis dan
exophtalamia.
Aeromonas salmonicida adalah spesies bakteri Gram negatif, bakteri ini
berbentuk batang, non-motil dan koloni berwarna krem transparan pada media
TSA. Pada uji TSIA, bakteri menimbulkan reaksi A/K; Gas (+); H2S (-) yang
berarti Acid/Alkalin dan terdapat gas serta tidak terdapat H2S. Pada uji LIA positif
dan uji O/F bersifat Fermentatif dan tidak dapat tumbuh pada suhu 37°C.
Bakteri Aeromonas salmonicida pada isolasi ikan uji merupakan bakteri
Gram negatif potensial patogen yang paling dominan pada ikan patin. Hal ini
karena gejala klinis yang tampak pada kedua jenis ikan mengarah pada serangan
Aeromonas sp serta pada media TSA banyak ditemukan koloni bakteri A.

Universitas Sumatera Utara

salmonicida. Organ yang paling banyak ditemukan bakteri ini adalah ginjal.
Kurniawan (2012) menyatakan bakteri A. salmonicida juga dimasukkankan ke
dalam kelompok bakteri gram negatif dengan ciri-ciri berbentuk batang, non
motil, serta terdapat di perairan air tawar, payau, dan laut, penyebab utama
penyakit pada ikan salmonid dengan penyakit yang dikenal dengan nama
furunkulosis. Tanda-tanda klinis serangan A. salmonicida antara lain adanya
hemorrhage pada otot tubuh dan bagian tubuh lainnya, jaringan subkutan seperti
melepuh dan berkembang menjadi borok yang dalam (ulcerative dermatitis).
A. Salmonicida bersifat sangat patogenik, menyebabkan penyakit
furunkulosis pada ikan sehingga berakibat kematian akut. Menurut Sumino, dkk
(2013) menyatakan secara umum A. salmonicida merupakan bakteri penyebab
utama penyakit infeksi pada ikan - ikan salmonid dengan penyakit yang dikenal
dengan furunkulosis, tapi sejumlah laporan juga menunjukkan insiden infeksi
pada ikan non salmonid air. Bakteri A. salmonicida umumnya menyerang ikan air
tawar. Bakteri A. salmonicida dapat diisolasi dari ikan yang sakit ataupun ikan
sehat yang bertindak sebagai carrier atau pembawa penyakit. Bakteri ini dapat
hidup di luar hospes tergantung salinitas, pH, temperatur, dan kualitas air.
Aeromonas sobria merupakan kelompok bakteri gram negatif, berbentuk
batang, motil dan koloni berwarna krem pada media TSA. Pada uji TSIA, bakteri
menimbulkan reaksi A/K; Gas (+); H2S (-) yang berarti Acid/Alkalin dan terdapat
gas serta tidak terdapat H2S. Pada uji LIA positif dan uji O/F bersifat Fermentatif
dan dapat tumbuh pada suhu 37°C. Menurut Austin (2007) Bakteri A. sobria
disebut juga bakteri disebut Aeromonas veronii ssp. sobria. Beberapa sistem

Universitas Sumatera Utara

komersial masih ada sebut sebagai A. sobria.A. veronii telah disebut sebagai ikan
potensial patogen. Bakteri Aeromonas veronii ssp. Sobria.
Bakteri Aeromonas sobria menyebabkan terjadinya kerusakan pada
permukaan tubuh ikan sampel, yang ditandai dengan warna merah dan ekor
geripis. Gejala klinis dari bakteri A. sobria hampir sama dengan gejala klinis yang
disebabkan oleh Aeromonas lainnya, yaitu luka borok, perut kembung serta terjadi
perubahan pada ginjal, hati dan limfa ikan.
Pada ikan uji, bakteri A. sobria hanya terdapat pada 1 sampel uji ikan,
yaitu hanya terdapat pada hati ikan saja. Berdasarkan tingkat patogeniknya,
bakteri A. sobria berbeda dengan A. hydrophilla. Umumnya bakteri A. sobria
tidak terlalu berbahaya diperairan. Namun, jika keberadaanya diperairan sangat
banyak yang disebabkan oleh banyak bahan organik diperairan serta kualitas air
yang tidak baik serta kondisi ikan stress maka bisa saja bakteri ini dapat menjadi
patogen pada budidaya ikan. Menurut Austin (1993) menyatakan A. sobria
merupakan bakteri patogen pada ikan. Namun, sifat patogenik ada ikan sering
salah diidentifikasi, karena bakteri tersebut belum terlalu berbahaya pada
organisme. Gejala pada bakteri A. sobria tidak menampilkan tanda eksternal atau
internal yang terlalu ekstrim. Namun, gejala klinis yang tampak ialah terdapatnya
lesi disekitaran tubuh ikan dan bahkan sirip-sirip ikan berubah menjadi busuk.
Bakteri A. sobria juga terdapat pada sampel air kolam budidaya pada
pengenceran 10-3 dan 10-5. Menurut Muslim dkk (2009) menyatakan penularan
bakteri ini melalui air, kontak badan, pemakaian alat yang telah tercemar atau
karena alat yang digunakan untuk pemindahan ikan yang telah terserang bakteri
Aeromonas. Kordi (2004) Apabila air yang digunakan untuk pembenihan maupun

Universitas Sumatera Utara

pembesaran ikan telah tercemar oleh penyakit, biasanya ikan yang dibudidayakan
juga akan terserang oleh penyakit tersebut. Penyakit yang menyebabkan ikan sakit
berupa penyakit infeksi maupun non-infeksi.
Aeromonas caviae merupakan kelompok bakteri gram negatif, berbentuk
batang, motil dan koloni berwarna putih pada media TSA. Pada uji TSIA, bakteri
menghasilkan reaksi K/K; Gas (+); H2S (-) yang berarti Alkalin/Alkalin dan
terdapat gas. Pada uji LIA negatif dan uji O/F bersifat Fermentatif dan dapat
tumbuh pada suhu 37°C.
Gejala klinis yang disebabkan bakteri Aeromonas caviae yaitu adanya luka
(nekrosis) yang mengalami pembengkakkan pada kulit ikan, sirip ikan patah yang
mengarah pada penyakit bacterial yaitu Aeromonas. Bakteri A. caviae pada hewan
uji terdapat pada ginjal dan hati ikan di sampel ikan yang kedua. Organ ginjal dan
hati mengalami nekrosis yaitu terdapatnya bintik kuning disekitaran ginjal dan
hati menyebabkan organ ginjal mengalami pembengkakkan.
Yersenia sp merupakan kelompok bakteri gram negatif, berbentuk bulat,
non-motil dan koloni berwarna krem pada media TSA. Pada uji TSIA, bakteri
menghasilkan reaksi K/K; Gas (+) dan H2S (+) yang berarti Alkalin/Alkalin dan
terdapat gas serta H2S. pada uji LIA positif lemah dan uji O/F bersifat
Fermentatif.
Bakteri Yersenia sp terdapat pada hati sampel uji. Gejala yang disebabkan
pada bakteri ini adalah pembesaran pada hati ikan, mata ikan menonjol dan
kerusakan pada mulut ikan, yaitu luka didalam mulut ikan patin. Dali (2013)
menyatakan Yersinia adalah salah satu genus bakteri patogen atau penyebab
penyakit Enteric Red Mouth (ERM) dan exophtalamia pada ikan yaitu Yersinia

Universitas Sumatera Utara

ruckeri. Spesies ini dapat menimbulkan penyakit pada ikan-ikan jenis salmonid
dan non-salmonid. Kurniawan (2012) menyatakan gejala klinis serangan Yersinia
ruckeri antara lain septicemia disertai exopthalmia, ascites, hemorrhage, serta
borok yang terjadi di rahang, langit-langit rongga mulut, insang, dan operculum.
Hemorrhage terjadi pada jaringan otot dan permukaan serosal intestinum,
pembengkakan pada limpa dan ginjal. Pada sejumlah kasus ERM, dari muara
pengeluaran sering keluar cairan kuning saat perut ditekan, serta necrosis terjadi
pada jaringan hati, ginjal dan limpa. Menurut Hatmanti (2003) menyatakan
Yersinia sp. merupakan salah satu bakteri yang awalnya bukan termasuk patogen,
namun pada suatu saat apabila kondisi lingkungan memungkinkan dapat pula
menyebabkan penyakit.
Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit pada ikan, karena penyakit muncul dari interaksi antara inang, pathogen
dan lingkungan. Kualitas air yang berada diluar kisaran optimum kebutuhan hidup
ikan akan menyebabkan ikan mengalami stress, sehingga akibatnya ikan lebih
mudah terserang penyakit.
Suhu mempengaruhi aktivitas metabolism organisme, karena itu
penyebaran organisme baik dilautan maupun di perairan tawar dibatasi oleh suhu
perairan. Pada pengukuran dilapangan, suhu pada kolam budidaya ikan patin yaitu
31°C, pengukuran suhu dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 10.00 WIB
(Lampiran 2). Menurut baku mutu budidaya ikan, suhu yang baik untuk budidaya
ikan yaitu 22-27°C. Menurut kordi (2004) menyatakan suhu optimum bagi
kehidupan ikan adalah 25-52°C. Bila suhu rendah, ikan akan kehilangan nafsu

Universitas Sumatera Utara

makan sehingga pertumbuhannya terhambat, sebalikya bila suhu terlalu tinggi
ikan akan stress bahkan mati kekurangan oksigen.
Derajat keasaman (pH) merupakan parameter kualitas air yang berkaitan
dengan konsentrasi ion Hidrogen. Bila nilai pH rendah (bersifat asam) berarti air
mengandung banyak ion H yang dapat mematikan makhluk hidup dalam air. Pada
hasil pengukuran dilapangan, nilai pH pada kolam budidaya yaitu 5,7 yaitu
kondisi air kolam berada pada sifat asam (Lampiran 2).
Pada saat pengambilan data pH, kondisi lingkungan sedang berada pada
musim hujan. Hal tersebut yang membuat kondisi air bersifat asam. Minggawati
dan Saptono (2012) menyatakan bahwa kualitas air yang biak untuk budidaya ikan
patin adalah suhu air berkisar 25-33°C, pH air 6.5-9.0 dengan optimal 7-8.5.
Barus (2004) menyatakan Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada
umumnya terdapat antara 7-8.5. Kondisi perairan yanh bersifat asam ataupun basa
sangat membahayakan kelangsungan hidup organisme. Penurunan pH disebabkan
oleh adanya hujan asam, akibat yang ditimbulkan oleh hujan asam pada
organisme yaitu ikan menjadi stres.
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan dalam proses respirasi. Menurut
Zonneveld dkk (1991) kebutuhan oksigen mempunyai dua aspek, yaitu kebutuhan
lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada
keadaan metabolisme ikan.
Pada lokasi penelitian oksigen terlarut (DO) dalam kolam budidaya yaitu
4 mg/l. Nilai DO pada kolam budidaya ikan patin termasuk kategori baik
(Lampiran 2) dengan metode winkler (Lampiran 3). Menurut kordi (2004)

Universitas Sumatera Utara

menyatakan beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan
konsentrasi 3 ppm, namum konsentrasi minimum yang masih dapat diterima
sebagian besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 pmm. Pada perairan
dengan konsentrasi oksigen dibawah 4 ppm ikan masih mampu bertahan hidup,
akan tetapi nafsu makan ikan mulai menurun.
Kedalaman dan kecerahan merupakan sebagian cahaya yang diteruskan ke
dalam air dan dinyatakan dengan persen, dari beberapa panjang gelombang.
Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan, kita dapat mengetahui sampai
dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asmilasi dalam air. Kecerahan
sangat dipengaruhi oleh kedalaman, semakin curam suatu perairan maka intesitas
cahaya yang akan diterima semakin sedikit dan sebaliknya.
Pada kolam budidaya ikan patin, kedalaman kolam budidaya ± 2 m dengan
kecerahan 90 cm. Kecerahan kolam budidaya ikan patin termasuk kategori baik
yang sesuai dengan baku mutu budidaya ikan air tawar. Barus (2004) faktor
cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis
dari air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut
akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi
yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Apabila
intensitas cahaya matahari berkurang, hewan akan merangsang ke permukaan
perairan untuk mendapat cahaya yang cukup bagi kehidupan ikan.
Penurunan tingkat kecerahan disebabkan oleh kekeruhan pada air.
Kekeruhan dapat terjadi karena plankton, humus dan suspensi lumpur serta
suspensi hidroksida besi. Kekeruhan perairan dapat menghambat pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

ikan budidaya baik langsung maupun tidak langsung. Air yang sangat keruh tidak
dapat digunakan untuk kegiatan budi daya ikan, karena air yang keruh dapat
menyebabkan rendahnya kemampuan daya ikat oksigen, berkurangnya batas
pandang ikan, selera makan ikan berkurang, sehingga efisiensi pakan rendah; serta
ikan sulit bernafas karena insangnya tertutup oleh partikel-partikel lumpur.
Gusrina (2008) menyatakan kekeruhan air juga akan menghalangi ikan dalam
mencari makanan, menyebabkan kerusakan insang dan stress pada ikan.Jika
tingkat kekeruhan terlalu tinggi, kegiatan fotosintesis akan terhambat dan secara
signifikan akan menurunkan kandungan oksigen terlarut di perairan.
Rekomendasi pengelolaan dalam budidaya ikan patin meliputi pencegahan
dan penanganan. Tindakan pencegahan dapat berupa secara mekanik, yaitu
dengan bantuan mekanik berbagai peralatan. Tindakan secara kimiawi yaitu
dengan memanfaatkan berbagai senyawa kimia berupa Methylen Blue, garam,
Kalium permangat, antibiotik. Tindakan secara biologi berupa penggunaan
prinsip-prinsip biologi atau organisme lain, yaitu ekstraksi, probiotik.
Dalam penangan ikan patin yang terserang penyakit sebaiknya ikan
dipindahkan kedala media/kolam yang baru dengan kualitas air yang sesuai
dengan pertumbuhan ikan patin. Pada kolam yang lama dilakukan pencucian dan
pengeringan kolam, bertujuan untuk membunuh siklus hidup organisme penyakit
ada ada dikolam budidaya, penanganan juga dapat dilakukan dengan menurunkan
volume air dan selanjutnya penebaran garam maupun dengan pengobatan melalui
pakan yaitu trisulfa dicampur pada pakan ikan dengan dosis 5,5 gram dalam pakan
10 kg ataupun dari bahan alami seperti ekstrak daun pepaya dan sebagainya.
selain itu, bisa juga dilakukan penyuntikan langsung pada ikan yang sakit.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Terdapat 4 jenis bakteri potensial patogen pada ikan patin (Pangasius sp) di
Kolam Budidaya Ikan Air Tawar Kota Beling Tanah Air yaitu Aeromonas
salmonicida, Aeromonas sobria, Aeromonas caviae dan Yersenia sp.
2. Bakteri patogen yang paling dominan pada ikan patin yaitu jenis Aeromonas
salmonicida yang terdapat pada ginjal dan hati ikan patin yang ditanam pada
media TSA.

Saran
Setelah

ditemukannya

penyakit

pada

bakterial

pada ikan

patin

(P. pangasius), perlu dilakukan penelitian untuk mencegah penyakit bakterial ini
misalnya dengan menggunakan ekstrak atau obat alami yang dapat digunakan
sebagai penghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif potensial patogen pada
ikan patin serta monitoring terhadap kualitas air sehingga produksi ikan patin
semakin meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Bakteri Kitinolitik dalam Menghambat Pertumbuhan Curvularia sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun pada Tanaman Mentimun

0 78 54

Pemanfaatan Bakteri Kitinolitik Dalam Menghambat Pertumbuhan Curvularia sp. Penyebab Penyakit Bercak Daun Pada Tanaman Mentimun

1 51 54

Kemampuan Parasitasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera: Eulophidae) Pada Beberapa Pupa Penggerek Batang Tebu Di Laboratorium.

8 130 48

Keragaman Bakteri Pada Ekosistem Mangrove Berdasarkan Salinitas Air Laut. (Study Kasus : Pantai Gudang Garam, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara)

6 74 34

Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen pada Ikan Patin (Pangasius sp) di Kolam Budidaya Ikan Air Tawar Kota Beling Tanah Air Kecamatan Tanjung Anom Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen pada Ikan Patin (Pangasius sp) di Kolam Budidaya Ikan Air Tawar Kota Beling Tanah Air Kecamatan Tanjung Anom Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen pada Ikan Patin (Pangasius sp) di Kolam Budidaya Ikan Air Tawar Kota Beling Tanah Air Kecamatan Tanjung Anom Provinsi Sumatera Utara

0 0 6

Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen pada Ikan Patin (Pangasius sp) di Kolam Budidaya Ikan Air Tawar Kota Beling Tanah Air Kecamatan Tanjung Anom Provinsi Sumatera Utara

0 0 14

Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen pada Ikan Patin (Pangasius sp) di Kolam Budidaya Ikan Air Tawar Kota Beling Tanah Air Kecamatan Tanjung Anom Provinsi Sumatera Utara

0 0 3

Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen pada Ikan Patin (Pangasius sp) di Kolam Budidaya Ikan Air Tawar Kota Beling Tanah Air Kecamatan Tanjung Anom Provinsi Sumatera Utara

0 0 33