Kemampuan Parasitasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera: Eulophidae) Pada Beberapa Pupa Penggerek Batang Tebu Di Laboratorium.

(1)

KEMAMPUAN PARASITASI

Tetrastichus

sp. (HYMENOPTERA: EULOPHIDAE)

PADA BEBERAPA PUPA PENGGEREK BATANG TEBU

DI LABORATORIUM

SKRIPSI

SITI RAHMA PULUNGAN 070302007

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KEMAMPUAN PARASITASI

Tetrastichus

sp. (HYMENOPTERA: EULOPHIDAE)

PADA BEBERAPA PUPA PENGGEREK BATANG TEBU

DI LABORATORIUM

SKRIPSI

SITI RAHMA PULUNGAN 070302007

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di

Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Darma Bakti, MS

Ketua Anggota

Ir. Mena Uly Tarigan, MS

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRACT

SitiRahmaPulungan, "The ability on parasitic ofTetrastichus sp. (Hymenoptera: Eulophidae) On Some Pupa Sugarcane Stem Borer In the Laboratory ", supervised byDharma Bakti and Mena Uly. This study aims to determine the ability of parasiticTetrastichus sp. some sugarcane stem borer in the laboratory.This study used a complete randomized design (CRD) 2 factorial with two replications of 16 treatment A0B1, A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A5B1, A6B1, A7B1 (control, 2, 4, 5, 6, 7 pairs to hostPh. castaneae ), A0B2, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2, A5B2, A6B2, A7B2 (control, 2, 4, 5, 6, 7 pairs to host

Chiloauricilius) consist of 5 pupae per tube.

The results showed that thehighest percentage parasitization of pupaeTetrastichussp. found in the treatment A6B1, A7B1, A6B2 and A7B2 is 50% and the lowest percentageis 20% on A1B1 and A1B2. For the fastest incubation period contained in the treatment of A1B6 and A1B7 is 4 days, and the lowest in the treatment of A1B1 and A1B2 is 6 days. In observation of

Tetrastichus sp., the highest found in the treatment is 171.50 A1B1 and A4B2 is the lowest at 29.00. The highest sex ratio observation found in the female sex ratio. The results showed that Tetrastichus sp. able parasited several types of host and environmental friendly nature.


(4)

ABSTRAK

Siti Rahma Pulungan, “Kemampuan Parasitasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera: Eulophidae) Pada Beberapa Pupa Penggerek Batang Tebu Di Laboratorium”, dibawah bimbingan Darma Bakti dan Mena Uly. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan parasitasi Tetrastichus sp. pada beberapa penggerek batang tebu di laboratorium. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) 2 faktorial dengan 16 perlakuan dua ulangan yaitu A0B1, A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A5B1, A6B1, A7B1 (kontrol, 2, 4, 5, 6, 7 pasang

Tetrastichus sp. untuk inang (Ph. castaneae), A0B2, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2, A5B2, A6B2, A7B2 (kontrol, 2, 4, 5, 6, 7 pasang Tetrastichus sp. Untuk inang (Chilo auricilius) masing-masing 5 pupa per tabung.

Hasil penelitian menunjukkan persentase parasitasi pupa yang terparasit

Tetrastichus sp. tertinggi terdapat pada perlakuan A6B1, A7B1, A6B2 dan A7B2 sebesar 50% dan terendah pada perlakuan A1B1 dan A1B2 sebesar 20%. Untuk periode inkubasi tercepat terdapat pada perlakuan A1B6 dan A1B7 yaitu 4 hari, dan yang terendah pada perlakuan A1B1 dan A1B2 yaitu 6 hari. Pada pengamatan jumlah Tetrastichus sp. yang paling tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 yaitu 171.50 ekor dan terendah pada perlakuan A4B2 yaitu 29.00 ekor. Pengamatan sex rasio tertinggi terdapat pada sex ratio betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Tetrastichus sp. mampu memarasit beberapa jenis inang dan bersifat ramah lingkungan.


(5)

RIWAYAT HIDUP

SitiRahmaPulungan, lahir pada tanggal 28Maret 1989 di Medan dari Ibunda NurAsliyahPohan dan Ayahanda Abu BokarPulungan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : - Lulus dari Sekolah Dasar Negeri 060954 Medan pada tahun 2001. - Lulus dari SLTPN 20 Medan pada tahun 2004.

- Lulus dari SMASwasta DR. WahidinSudirohusodoMedan pada tahun 2007.

- Pada tahun 2007 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur PMP.

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu : - Anggota Komus (Komunikasi Muslim) HPT tahun 2007-2011.

- Anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) Tahun 2007-2011.

- Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman tahun 2009-2010 - Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perkebunan Daerah

Sumatera Utara pada tahun 2011.

- Melaksanakan penelitian skripsi diRiset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang pada bulan April 2011 - Juni 2011.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana atas berkat dan Rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kemampuan Parasitasi Tetrastichus sp. Pada

Beberapa Pupa Penggerek Batang Tebu di Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada

Komisi PembimbingProf. Dr. Darma Bakti, MS.selaku ketua dan Ir. Mena Uly Tarigan, MS.selaku anggota yang telah memberikan arahan dan

masukan kepada penulis sehingga memberikan banyak pengetahuan dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pegawai dan karyawan di Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang bagian proteksi tanaman yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama penelitian. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2012 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama ... 5

Penggerek batang tebu berkilat ... 5

Gejala serangan penggerek batang berkilat ... 7

Penggerek batang tebu raksasa ... 8

Gejala serangan penggerek batang tebu raksasa ... 10

Pengendalian Penggerek Batang Tebu ... 11

Biologi Tetrastichus sp ... 13

Parasitasi Tetrastichus sp ... 13

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Persiapan inang ... 17

Pembiakan parasitoid ... 17

Inokulasi parasitoid ... 18

Peubah Amatan ... 18


(8)

Periode inkubasipupa yang terparasit... 18

Jumlah imago Tetrastichus sp. yang muncul ... 19

Sex rasio Tetrastichus sp. ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase parasitasi ... 20

Periode inkubasi pupa yang terparasit... 22

Jumlah imago Tetrastichus sp. yang muncul ... 23

Sex ratio Tetrastichus sp. ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

ABSTRACT

SitiRahmaPulungan, "The ability on parasitic ofTetrastichus sp. (Hymenoptera: Eulophidae) On Some Pupa Sugarcane Stem Borer In the Laboratory ", supervised byDharma Bakti and Mena Uly. This study aims to determine the ability of parasiticTetrastichus sp. some sugarcane stem borer in the laboratory.This study used a complete randomized design (CRD) 2 factorial with two replications of 16 treatment A0B1, A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A5B1, A6B1, A7B1 (control, 2, 4, 5, 6, 7 pairs to hostPh. castaneae ), A0B2, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2, A5B2, A6B2, A7B2 (control, 2, 4, 5, 6, 7 pairs to host

Chiloauricilius) consist of 5 pupae per tube.

The results showed that thehighest percentage parasitization of pupaeTetrastichussp. found in the treatment A6B1, A7B1, A6B2 and A7B2 is 50% and the lowest percentageis 20% on A1B1 and A1B2. For the fastest incubation period contained in the treatment of A1B6 and A1B7 is 4 days, and the lowest in the treatment of A1B1 and A1B2 is 6 days. In observation of

Tetrastichus sp., the highest found in the treatment is 171.50 A1B1 and A4B2 is the lowest at 29.00. The highest sex ratio observation found in the female sex ratio. The results showed that Tetrastichus sp. able parasited several types of host and environmental friendly nature.


(10)

ABSTRAK

Siti Rahma Pulungan, “Kemampuan Parasitasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera: Eulophidae) Pada Beberapa Pupa Penggerek Batang Tebu Di Laboratorium”, dibawah bimbingan Darma Bakti dan Mena Uly. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan parasitasi Tetrastichus sp. pada beberapa penggerek batang tebu di laboratorium. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) 2 faktorial dengan 16 perlakuan dua ulangan yaitu A0B1, A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A5B1, A6B1, A7B1 (kontrol, 2, 4, 5, 6, 7 pasang

Tetrastichus sp. untuk inang (Ph. castaneae), A0B2, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2, A5B2, A6B2, A7B2 (kontrol, 2, 4, 5, 6, 7 pasang Tetrastichus sp. Untuk inang (Chilo auricilius) masing-masing 5 pupa per tabung.

Hasil penelitian menunjukkan persentase parasitasi pupa yang terparasit

Tetrastichus sp. tertinggi terdapat pada perlakuan A6B1, A7B1, A6B2 dan A7B2 sebesar 50% dan terendah pada perlakuan A1B1 dan A1B2 sebesar 20%. Untuk periode inkubasi tercepat terdapat pada perlakuan A1B6 dan A1B7 yaitu 4 hari, dan yang terendah pada perlakuan A1B1 dan A1B2 yaitu 6 hari. Pada pengamatan jumlah Tetrastichus sp. yang paling tertinggi terdapat pada perlakuan A1B1 yaitu 171.50 ekor dan terendah pada perlakuan A4B2 yaitu 29.00 ekor. Pengamatan sex rasio tertinggi terdapat pada sex ratio betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Tetrastichus sp. mampu memarasit beberapa jenis inang dan bersifat ramah lingkungan.


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu merupakan bahan baku utama pembuatan gula di Indonesia. Luas areal pertanaman tebu di Indonesia saat ini sesungguhnya hanya berkisar antara340 – 350 ribu ha/tahun. Sekitar 70% dari areal pertanaman itu merupakan teburakyat, sementara 63% diantaranya berada di Pulau Jawa. Produksi gula di Indonesia selama kurun waktu 1994-1996 menurun dengan laju rata-rata 3,37% per tahun, produksi gula selama periode 1994-2004 terlihat mengalami penurunan dengan laju rata-rata 0,63% per tahun, sedangkankonsumsi gula pada periode yang sama tampak meningkat dengan laju rata-rata 1,39% pertahun (Indraningsih dan Malian, 2004).

Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi rendahnya produksi gula di Indonesia.Usaha pemerintah sangatlah wajar dan tidak berlebihan mengingat dulu Indonesia pernah mengalami masa kejayaan sebagai pengekspor gula sebelum perang.Untuk itu PT. Natural Nusantara berusaha ikut serta mengembalikan masa kejayaan melalui peningkatan produksi tebu baik secara kuantitas, kualitas dan kelestarian (aspek K-3) (Prabowo, 2007).

Pemerintah mengadakan program Akselerasi Peningkatan Produktifitas Gula Nasional tahun 2002 – 2007 dengan tujuan Indonesia mampu berswasembada gula. Peningkatan produktifitas gula dalam negeri dilakukan dengan memaksimalkan tanaman sumber bahan baku gula yaitu tebu (Saccharum officinarum L.). Tebu merupakan tanaman penting bagi Indonesia, karena banyak


(12)

diusahakan di perusahaan perkebunan maupun oleh rakyat sebagai tanaman penghasil gula. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah diantaranya dilakukan pengendalian hama dan penyakit. Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula (P3GI) rata – rata penurunan produksi gula karena serangan hama diperkirakan sebesar 20% per tahun (Chairunnisa, 2005).

Tanaman tebu yang diusahakan pada daerah – daerah baru di Sumatera paling sedikit diserang oleh empat spesies penggerek batang. Penggerek terdiri dari Chilo sacchariphagus Bojer., Chilo auricilius Dudg., Sesamia inferens Walk., dan Phragmatoecia castaneae Hubner. Pada tanaman tebu yang sudah besar

Ph. castaneae biasanya merupakan spesies yang dominan. Meskipun telah dikenal mulai dari Eropa sampai Asia Tenggara, tetapi mengenai ngengat tersebut tampaknya belum banyak diketahui (Wiriatmodjo, 1980).

Penggerek batang tebu merupakan hama penting yang umum terdapat di perkebunan – perkebunan gula, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Berbeda dengan penggerek pucuk yang menyerang tanaman melalui ibu tulang daun dan pupus terus ke bawah, penggerek batang terutama menyerang ruas – ruas batang.Pucuknya kadang – kadang ikut terserang tetapi kerap kali tetap utuh (Deptan, 1998).

Jenis hama dominan saat ini di Jawa adalah penggerek batang dan penggerek pucuk. Intensitas serangan penggerek pucuk berkisar antara 6% - 49% dan penggerek batang berkisar antara 9 % - 18 %. Jenis penggerek batang bergaris lebih dominan dibanding penggerek batang berkilat. Sedang distribusi serangan relatif merata (Boedijono, 1970).


(13)

Penggerek batang tebu berkilat, Chilo auricilius Dudgeon.merupakanhama penting pada tanaman tebu di Asia Tenggara dan dianggap menjadi salah satu hama tebu yang sangat serius di India Utara (Neupane, 1990 dalam Sallam and

Allsopp, 2008). Berdasarkan hasil dari perkebunan tebu di Haryana, India, pada tahun 1990-1992 tingkat kerusakan ekonomi ditentukan pada 17,83 larva per baris tebu (Sardana, 1996 dalam Sallam and Allsopp, 2008). Larva muda memakan daun selubung atas dan kemudian menggerek ke dalam tangkai tebu yang menyebabkan kematian (Sardana, 2000 dalam Sallam and Allsopp, 2008).

Hama Penggerek Batang Raksasa (Phragmatoecia castanae Hubner.) telah ada di Sumatera Utara sejak Tahun 1977 yang ditemukan di Perkebunan Tebu khususnya di PTPN II. Serangan hama ini menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas tebu karena menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil gula yang cukup tinggi yaitu sekitar 15% (Diyasti, 2010).

Beberapa penelitian telah dilakukan bahwa Tetrastichus sp. efektif dalam memarasit hama pada tanaman. Namun saat ini penyediaan inang dalam jumlah besar menjadi kendala dalam pembiakan parasitoid Tetrastichus sp. Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk menguji kemampuan parasitasi Tetrastichus sp. pada beberapa inang penggerek tebu di laboratorium.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kemampuan Tetrastichus sp. memarasit pupa penggerek batang tebu.


(14)

Hipotesa Penelitian

Diduga Tetrastichus sp. mampu memarasit beberapa pupa penggerek batang tebu.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan


(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama

1. Penggerek Batang Berkilat

Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Pyralidae Genus : Chilo

Spesies : Chilo auricilius Dudgeon.

Telur diletakkan secara berkelompok dan berbentuk oval.Telur terletak pada bagian bawah maupun bagian atas permukaan daun. Telur yang baru dietakkan berwarna putih susudan berubah menjadi agak ungu (Gambar 1) (Wirioatmodjo, 1977).


(16)

Ulat berwarna putih kekuningan dengan kepala dan protoraks berwarna coklat hitam sampai hitam (Gambar 2).

Gambar 2.Ulat C. auriciliusDudgeon.

Ulat yang baru menetas kira - kira berukuran 1 mm. Pada ulat dewasa terlihat lima garis ungu membujur sepanjang badan. Lama stadia ulat berkisar antara 21 – 41 hari (Wirioatmodjo, 1977).

Kepompong yang baru terbentuk berwarna coklat kekuningan, yang kelamaan akan berubah menjadi coklat tua hingga hitam (Gambar 3).

Gambar 3.Pupa C. auriciliusDudgeon.

Ukuran kepompong kira – kira 12,7 mm dan lama stadia berkisar 5 – 7 hari (Wirioatmodjo, 1977).

Ngengat mempunyai garis mengkilat sepanjang sayap depan dan terdapat titik hitam pada bagian pinggir (Gambar 4) (Wirioatmodjo, 1977).


(17)

Gambar 4.Imago C. auriciliusDudgeon.

Seekor ngengat betina dapat menghasilkan 30 – 200 butir (Kalshoven, 1981).Umur serangga dewasa 4 -5 hari (Wirioatmodjo, 1977).

Gejala Serangan

Ulat yang telah menetas akan masuk ke dalam daun – daun muda yang masih menggulung dan hidup di dalamnya. Pada umur 2 – 3 minggu ulat pindah ke ruas muda dan menembus pelepah daun. Ulat membuat lorong gerekan kearah atas di bagian ruas tengah (Gambar 5).

Gambar 5.Gejala serangan C. auriciliusDudgeon.

Pada tanaman dewasa kerusakan terbatas pada ruas – ruas.Tanaman yang mendekati masa masak, titik tumbuh dapat dirusak sehingga pucuk tanaman menjadi kering dan mati (Wirioatmodjo, 1977).


(18)

2. Penggerek Batang Tebu Raksasa

Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi Ph. castaneaeHubner. sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Ordo : Lepidoptera Famili : Cossidae Genus : Phragmatoecia

Spesies : Phragmatoecia castaneae Hubner.

Telur berwarna putih kelabu kemudian berubah menjadi hitam kelabu, dan diletakkan secara berkelompok (Gambar 6).

Gambar 6. Telur Ph. castaneae Hubner.

Telur diletakkan berkelompok pada celah – celah daun kuning yang menggulung, pada gulungan puser tanaman tanaman yang mati atau pada celah gulungan pelepah kering, tetapi juga bisa diletakkan pada pelepah daun sebelah dalam, pada daun yang sudah berkembang yaitu antara daun kedua hingga keenam. Warna telur putih, seperti kapsul dengan ukuran panjang ± 1,8 mm, lebar ± 1 mm, stadia telur 9 – 10 hari (P3GI, 1979).


(19)

Ulat yang baru menetas dari telur berwarna putih. Ulat menggerek masuk dan hidup menetap di dalam pelepah daun selama 3-7 hari (Gambar 7).

Gambar 7.Ulat Ph. castaneaeHubner.

Ulat yang baru menetas berpencar mencari pelepah muda dan masuk dari lidah daun menggorok ke dalam jaringan pelepah.Di dalam satu pelepah lebih dari satu ekor ulat.Stadia ulat dapat mencapai 70 hari dengan enam kali pertukaran kulit (P3GI, 1979).

Pupa mula – mula berwarna sedikit kekuning – kuningan. Setelah beberapa hari warnanya berangsur – angsur menjadi lebih gelap dan akhirnya menjadi coklat gelap dengan panjang 2,5-3 cm (jantan) dan 3,5-4 cm (betina) (Gambar 8) (Wirioatmodjo, 1980).


(20)

Masa pupa berlangsung 14 – 19 hari, rata – rata 16 hari.Menjelang keluarnya ngengat, pupa bergerak keluar da menembus selaput.Sisa kulit pupa menonjol keluar lubang merupakan ciri khas dari penggerek tersebut (P3GI, 1979).

Ngengat berwarna abu – abu kecoklatan dan memiliki proboscis yang rudimenter (Gambar 9) (Wirioatmodjo, 1980).

Gambar 9.Imago Ph. castaneaeHubner.

Sayap depan lebih memanjang, paling tidak dua kali sama panjangnya dengan lebar. Sayap bersisik lebih tipis (Borror, et al., 1996).

Gejala Serangan

Hama penggerek batang raksasa menyerang tanaman tua maupun muda.Serangan pada tanaman muda menyebabkan tanaman mati pucuk. Pada serangan berat, bagian dalam batang tebu akan hancur dimakan oleh larva PBR. Larva masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari pelepah daun (Gambar 10).


(21)

Gambar 10.Gejala serangan Ph. castaneaeHubner.

Bila populasi hama tinggi, juga dapat menyebabkan kematian pada tanaman tebu. Kerugian yang ditimbulkan mengakibatkan penurunan bobot batang, serta penurunan kualitas dan kuantitas nira (Wirioatmodjo, 1977).

Pengendalian Hama Penggerek Batang Tebu

Beberapa cara yang digunakan dalam mengendalikan hama penggerek batang tebu adalah sebagai berikut :

1. Kultur teknis

• Memilih bibit, bagal, rayungan yang bebas penggerek

• Menanam varietas tahan, yakni M 442-51, F 156, Nco 376, Ps 46, Ps 56 s/d 58, dan Ps 61.

• Menjaga kebersihan kebun dari tanaman glagah dan rumput-rumputan. • Pergiliran tanaman (apabila dimungkinkan).

2. Hayati

• Petunjuk pelaksanaannya sama dengan cara pelepasan parasit T. japonicum.


(22)

• Adapun jenis parasit adalah Trichogramma spp. (T. nanum, T. minutum,dan T. australicum).

• Jenis parasit adalah lalat Jatiroto (Diatraeophaga striatalis Tns.). • Pelaksanaan pada tanaman umur 4 dan 6 bulan.

• Dosis pelepasan lalat 15 sampai 30 pasang/ha. 3. Kimiawi

• Penyemprotan dilakukan bila serangan pada daun muda (daun no. –2, -1) telah mencapai lebih dari 5%. Jadi harus didahului dengan kegiatan pemantauan.

• Pemantauan dilaksanakan sejak tanaman umur 2 bulan dengan interval waktu 1 minggu sekali.

• Penyemprotan dilakukan sebanyak 4 ronde pada tanaman umur 4 sampai 5 bulan, dengan interval 2 minggu.

• Pestisida yang dapat digunakan adalah yang bersifat racun kontak/ perut/sistemik, antara lain : Agrothion 50 EC (3 l/ha), Azodrin 15 WSC ( 5 l/ha), Supracide 40 EC (3 l/ha), Orthene 75 SP (2 kg/ha), Sevidan 70 WP (2 kg/ha), Bidrin 24 WSC (4 l/ha)(BPTTD, 1979).

Biologi Tetrastichus sp.

Parasitoid Tetrastichus sp. adalah endoparasit larva – pupa soliter.Parasitoid ini meletakkan telur di dalam tubuh inangnya (Herlinda, 2005). Parasitoid ini berwarna hitam, bertubuh kecil, panjang 1,5 – 2 mm. Stadia telur ± 2 hari, masa stadia larva 5 – 8 hari, pupa 7 – 11 hari. Umur imago betina 10 – 11 hari dan jantan 3 – 4 hari (Deptan, 1994).Parasitoid jantan ujung abdomennya


(23)

tumpul sedang yang betina abdomennya runcing. Parasitoid ini berwarna hitam, bertubuh kecil, panjangnya 1,5 – 2 mm (Gambar 11).

Gambar 11.Imago Tetrastichus sp.

Imago betina meletakkan telur pada larva instar IV dan pupa yang baru berumur 1 – 2 hari (Deptan, 1994). Larva atau pupa yang terparasit akan terlihat hijau kekuningan dan abdomen tengah membesar (Herlinda, 2005).

Parasitoid menginfeksi pada saat inang berada pada fase pupa. Parasitoid meletakkan telur pada pupa, sehingga pupa yang terinfeksi akan mengalami perubahan warna menjadi kehitam-hitaman (Coppel and Mertins, 1977). Setelah 4 – 6 hari pupa yang terinfeksi akan menjadi tegang dan tidak bergerak kemudian pupa akan mengalami kematian (Deptan, 1994). Parasitoid Tetrastichus sp. merupakan musuh alami Chilo sp. yang telah diketahui di Indonesia dapat memarasit larva dan pupa.Daya parasit di lapangan terhadap larva dan pupa sebesar 60 – 90% (Metcalaft andWilliam, 1982).

Parasitasi Tetrastichus sp.

Peletakan telur oleh serangga parasitoid baik endoparasit maupun ektoparasit terjadi melelui beberapa tahapan. Secara normal berawal dari pencarian inang (telur, larva, atau imago hama) oleh imago betina di pertanaman


(24)

tertentu. Ketika inang sudah ditemukan serangga parasitoid meletakkan telur pada inang dengan ovipositor. Dan pada akhirnya telur itu akan menetas menjadi larva yang memperoleh makanan dari bagian tubuh inang sehingga menyebabkan kematian inang(Purnomo 2009).


(25)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan (Risbang) Tebu PTPN II Sei Semayang dengan ketinggian tempat ± 50 m di atas permukaan laut.Dilaksanakan mulai April – Juli 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ulat C. auricilius dan

Ph. castaneae, imago parasitoid Tetrastichus sp., madu, potongan tebu muda (sogolan).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawat kasa, kuas, stoples, gunting, solder, pisau, label, kapas, kain hitam, karet gelang, handcounter, tabung reaksi, kamera, tisu, lup, plastik, alat tulis dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri 2 faktor dan dua ulangan.

Faktor A : Jumlah Tetrastichus sp., dimana A0= Kontrol

A1 = 2 pasang Tetrastichus sp. / tabung A2= 4 pasang Tetrastichus sp. / tabung A3 = 6 pasang Tetrastichus sp. / tabung


(26)

A4 = 8 pasang Tetrastichus sp. / tabung A5 = 10 pasang Tetrastichus sp. / tabung A6 = 12 pasang Tetrastichus sp. / tabung A7 = 14 pasang Tetrastichus sp. / tabung Faktor B :Jenis inang, dimana

B1 = Pupa penggerek batang raksasa sebanyak 5 / tabung B2 = Pupa penggerek batang berkilat sebanyak 5 / tabung

Kombinasi penelitian

A0B1 A0B1

A1B1 A1B1

A2B1 A2B1

A3B1 A3B1

A4B1 A4B1

A5B1 A5B1

A6B1 A6B1

A7B1 A7B1

A0B2 A0B2

A1B2 A1B2

A2B2 A2B2

A3B2 A3B2

A4B2 A4B2

A5B2 A5B2

A6B2 A6B2

A7B2 A7B2

Jumlah perlakuan : 8 perlakuan Jumlah ulangan : 2 ulangan

Jumlah unit percobaan : 16 unit percobaan

Model linier yang digunakan adalah :


(27)

Dimana :

Yijk = Hasil pengamatan pada perlakuan ke – i dan ulangan ke – j µ = Efek dari nilai tengah

αi = Efek perlakuan pada taraf ke – i

βj = Efek perlakuan pada taraf ke – j

(αβ)ij = Efek perlakuan taraf ke – i dan ulangan ke - j

Єijk = Galat percobaan dari perlakuan ke – i dan ulangan ke – j

Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan inang

Ulat penggerek batang berkilat dan penggerek batang raksasa dikumpulkan dari lapangan lalu direaring didalam stoples dan dimasukkan pakan ulat tersebut berupa sogolan untuk penggerek batang berkilat dan tebu untuk penggerek batang raksasa hingga terbentuk pupa muda. Kemudian pupa yang berumur 1 – 2 hari dimasukkan ke dalam tabung yang berukuran panjang 20 cm dan diameter 4 cm sebanyak 5 pupa setiap stoples.

b. Pembiakan parasitoid

Pupa muda yang dihasilkan dari rearingan dimasukkan ke dalam tabung berukuran panjang 20 cm dan diameter 4 cm. Lalu dimasukkan ke dalamnya imago parasitoid Tetrastichus sp. dan madu sebagai pakan parasitoid. Setelah 5 hari pupa diinokulasi maka pupa tersebut dipindahkan ke dalam tabung kosong.Kemudian dibiarkan selama 15 hari, hingga parasitoid keluar dari pupa tersebut dan siap untuk diinfestasikan.


(28)

c. Inokulasi serangga parasitoid

Diinfestasikan pupa penggerek batang berkilat dan penggerek batang raksasa yang berumur 1 – 2 hari ke dalam tabung yang berukuran panjang 20 cm dan diameter 4 cm sebanyak 5 pupa per tabung sesuai dengan perlakuan. Kemudian dimasukkan parasitoid Tetrastichus sp. ke dalam tabung tersebut sesuai dengan perlakuan yaitu 2, 4, 6, 8, 10, 12, dan 14 pasang dengan dua ulangan pada tiap masing – masing perlakuan.Setelah 5 hari inokulasi maka pupa telah diinokulasi, dimasukkan ke dalam tabung kosong, dengan satu pupa satu tabung.Lalu dibiarkan selama 15 hari, hingga parasitoid tersebut keluar dari pupa.

Peubah Amatan

1. Persentase parasitasi

Pengamatan ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah pupa inang yang terparasit setelah pemarasitan yaitu dengan rumus sebagai berikut :

Ps = P / S x 100% Ps = Persentase Parasitisme P = Jumlah pupa inang terparasit S = Total pupa inang

2. Periode inkubasi

Pengamatan ini dilakukan untuk melihat waktu terparasitnya pupa muda tersebut, kemudian diamati setelah 1 hari inokulasi sampai 15 hari.Pengamatan dilakukan setiap hari, dan diamati perubahan yang terjadi atau gejala yang ditimbulkan pada pupa muda tersebut secara visual.


(29)

3. Jumlah imago Tetrastichus sp.

Pengamatan ini dilakukan untuk melihat jumlah Tetrastichus yang muncul pada masing – masing pupa muda penggerek batang tebu.Pengamatan dilakukan setelah 15 hari inokulasi dan dihitung jumlah imago Tetrastichus yang muncul.

4. Sex ratio

Sex ratio diperoleh dengan menghitung parasitoid jantan dan betina yang muncul dari masing – masing perlakuan.Perhitungan dilakukan di bawah lup secara manual.


(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase ParasitasiPupa yang Terparasit Tetrastichus sp.

a. Pengaruh jumlah parasitoid terhadap persentase parasitasi Tetrastichus

sp.terhadap pupa penggerek

Data pengamatan persentase parasitasi pupa yang terparasit Tetrastichus

sp. dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid berpengaruh nyata terhadap parasitasi masing – masing pupa uji. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beda uji rataan pengaruh jumlah parasitoid terhadap persentase parasitasi

Tetrastichus sp. terhadappupa penggerek

Perlakuan Parasitasi (%)

A0 0.00E

A1 20.00D

A2 25.00C

A3 20.00D

A4 25.00C

A5 35.00B

A6 50.00A

A7 50.00A

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 1%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan setelah inokulasi, persentase parasitasi pupa tertinggiterdapat pada perlakuan A6 dan A7 (diinokulasikan 12 dan 14 pasang Tetrastichus sp.) yaitu sebesar 50%dan persentase parasitasi yang terendah terdapat pada perlakuan A1 (diinokulasikan 2 pasang Tetrastichus sp.) yaitu sebesar 20%. Hal ini menunjukkan bahwa parasitoid Tetrastichus sp. lebih efektif memarasit pupapenggerekpada perlakuan


(31)

dengan 12 dan 14 pasang parasitoid Tetrastichus daripada dengan 2 pasang Tetrastichus. Ini dikarenakan jumlah parasitoid mempengaruhi tingkat parasitasi parasitoid terhadap inang.Hasriyanty, dkk. (2007) menyatakan bahwa adalah jumlah parasitoid berpengaruh terhadap jumlah inang yang terparasit. Jumlah inang terparasit semakin meningkat seiring bertambahnya parasitoid.

b. Pengaruh jenis inang terhadap persentase parasitasi Tetrastichus sp.terhadap pupa penggerek

Data pengamatan persentase parasitasi pupa yang terparasit Tetrastichus

sp. dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jenis inang berpengaruh nyata terhadap parasitasi masing – masing pupa uji. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Beda uji rataan pengaruh jenis inang terhadap persentase parasitasi

Tetrastichus sp. terhadap pupa penggerek

Perlakuan Parasitasi (%)

B1 28.75A

B2 27.50B

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 1%.

Dari Tabel 2 diketahui bahwa Tetrastichus sp. mampu memarasit inang

Ph. castaneae dan C. auricilius.Ini dapat dilihat dari data pengamatan persentase parasitasi yang terjadi pada penelitian yang dilakukan.Persentase parasitasi tertinggi dapat dilihat pada perlakuan B1 (Ph. castaneae) yaitu sebesar 28.75% dan persentase yang terendah terdapat perlakuan B2 (C. auricilius) yaitu sebesar 27.50%.Ini disebabkan sifat parasitoid yang hiperparasit diduga mampu memarasit beberapa jenis inang.Pernyataan ini sesuai dengan literatur Untung


(32)

(1996) yang menyatakan bahwa Tetrastichus sp. adalah parasitoid yang memiliki sifat hiperparasit yaitu parasit yang dapat memarasit lebih dari satu inang atau banyak inang.

Periode Inkubasi Pupa yang Terparasit Tetrastichus sp.

a. Pengaruh jumlah parasitoid terhadap periode inkubasiTetrastichus sp.terhadap pupa penggerek

Data pengamatan periode inkubasi pupa yang terparasit Tetrastichus sp. dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid berpengaruh nyata terhadap parasitasi masing – masing pupa uji. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Beda uji rataan pengaruh jumlah parasitoid terhadap periode inkubasi

Tetrastichus sp. terhadap pupa penggerek

Perlakuan Periode Inkubasi (Hari)

A0 0.00E

A1 6.00A

A2 5.00B

A3 5.00B

A4 5.00B

A5 4.50C

A6 4.00D

A7 4.00D

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 1%.

Dari Tabel 3 diketahui bahwa pada pengamatan periode inkubasi setelah inokulasi pupa tercepat terdapat pada perlakuan A6 dan A7 (diinokulasikan 12 dan 14 pasang Tetrastichus sp.) yaitu selama empat hari dan yang terlama terdapat pada perlakuan A1 (diinokulasikan 2 pasang Tetrastichus sp.) yaitu selama enam hari.Banyaknya jumlah Tetrastichus sp. mempengaruhi periode inkubasi suatu


(33)

inang.Coppel andMertins (1977) menyatakan bahwa jumlah parasitoid yang diinokulasikan mempengaruhi periode inkubasi inang.Semakin banyak parasitoid yang diinokulasikan maka semakin cepat periode inkubasi.

Jumlah Parasitoid Tetrastichus sp. yang Muncul

a. Pengaruh jumlah parasitoid yang diinokulasi terhadap jumlah parasitoid

Tetrastichus sp. yang munculterhadap pupa penggerek

Data pengamatan jumlah parasitoid yang terparasit Tetrastichus sp. dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid yang diinokulasi berpengaruh nyata terhadap parasitasi masing – masing pupa uji. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Beda uji rataan pengaruh jumlah parasitoid terhadap jumlah parasitoid

Tetrastichus sp. yang muncul pada pupa penggerek

Perlakuan Jumlah Parasitoid

(ekor)

A0 0.00E

A1 50.25C

A2 63.00C

A3 45.50D

A4 69.50B

A5 78.50B

A6 114.25A

A7 120.00A

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 1%.

Dari Tabel 4 diketahui bahwa jumlah parasitoid,Tetrastichus sp. tertinggi terdapat pada perlakuan A7 (diinokulasikan 14 pasang Tetrastichus sp.) sebanyak 120 ekor sedangkan yang terendah pada perlakuan A3(diinokulasikan 6 pasang

Tetrastichus sp.) sebanyak 45.50ekor.Banyaknya jumlah parasitoid yang muncul dari masing – masing inang dipengaruhi oleh jumlah parasitoid yang memarasit


(34)

pupa uji. Semakin banyak parasitoid yang diinokulasi maka kemungkinan jumlah parasitoid yang baru muncul akan lebih banyak. Ini sesuai dengan literatur Hasriyanty, dkk. (2007) yang menyatakan bahwa keberhasilan keturunan yang lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah parasitoid yag diinokulasikan. Tetrastichus merupakan parasitoid gregarius artinya lebih dari satu individu dapat hidup bersama – sama dalam satu inang. Presentase keberhasilan menjadi imago lebih tinggi pada inang yang berukuran besar.

b. Pengaruh jenis inang terhadap jumlah parasitoid Tetrastichus sp. yang munculterhadap pupa penggerek

Data pengamatan jumlah parasitoid yang terparasit Tetrastichus sp. dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jenis inang yang diinokulasi berpengaruh nyata terhadap parasitasi masing – masing pupa uji. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Beda uji rataan pengaruh jenis inang terhadap jumlah parasitoid

Tetrastichus sp. yang muncul pada pupa penggerek

Perlakuan Jumlah Parasitoid

B1 94.69A

B2 40.56B

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 1%.

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada pengamatan setelah inokulasi, jumlah parasitoid yang tertinggi terdapat pada jenis inang Ph. castaneae yaitu sebesar 94.69 ekor dan yang terendah terdapat jenis inang C. auricilius yaitu sebesar 40.56 ekor. Ini dikarenakan perbedaan ukuran inang, pupa Ph. castaneae memiliki


(35)

ukuran yang lebih besar daripada C. auricilius sehingga sumber makanan lebih banyak terdapat pupa Ph. castaneae. Ini sesuai literatur Purnomo (2006) dalam

Doult et al. (1976) yang menyatakan bahwa ukuran pupa mempengaruhi terhadap jumlah parasitoid yang akan dihasilkan.

c. Pengaruh interaksi antara jumlah parasitoid dan jenis inang terhadap jumlah parasitoid Tetrastichus sp. yang munculterhadap pupa penggerek

Data pengamatan jumlah parasitoid yang terparasit Tetrastichus sp. dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa interaksi antara jumlah parasitoid yang diinokulasi dan jenis inang berpengaruh nyata terhadap parasitasi masing – masing pupa uji. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Beda uji rataan pengaruh interaksi antara jumlah parasitoid dan jenis inang terhadap jumlah parasitoid Tetrastichus sp. yang muncul pada pupa penggerek

Perlakuan Jumlah Parasitoid (ekor)

A0B1 0.00C

A1B1 67.50A

A2B1 93.00A

A3B1 53.00A

A4B1 110.00A

A5B1 97.50A

A6B1 165.00A

A7B1 171.50A

A0B2 0.00C

A1B2 33.00B

A2B2 33.00B

A3B2 38.00B

A4B2 29.00B

A5B2 59.50A

A6B2 63.50A

A7B2 68.50A

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 1%.


(36)

Dari Tabel 6 diketahui bahwa jumlah parasitoid,Tetrastichus sp. tertinggi terdapat pada perlakuan A7B1 (diinokulasikan 14 pasang Tetrastichus sp. pada

Ph. castaneae) sebanyak 171.50 ekor sedangkan yang terendah pada perlakuan A4B2 (diinokulasikan 8 pasang Tetrastichus sp. pada C. auricilius) sebanyak 29.00ekor.Ini dikarenakan perbedaan ukuran inang, pupa Ph. castaneae memiliki ukuran yang lebih besar daripada C. auricilius sehingga sumber makanan lebih banyak terdapat pupa Ph. castaneae. Ini sesuai literatur Purnomo (2006) dalam

Doult et al. (1976) yang menyatakan bahwa ukuran pupa mempengaruhi terhadap jumlah parasitoid yang akan dihasilkan. Parasitoid Tetrastichus sp. merupakan parasitoid gregarius artinya lebih dari satu individu dapat hidup bersama – sama dalam satu inang.

Sex Rasio

a. Pengaruh jumlah parasitoid terhadap sex ratio betina dan jantanTetrastichus sp. terhadap pupa penggerek

Data pengamatan sex rasio betina dan jantan parasitoid Tetrastichus sp. dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jumlah parasitoid yang diinokulasi berpengaruh nyata terhadap parasitasi masing – masing pupa uji. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 7.


(37)

Tabel 7.Beda uji rataan pengaruh jumlah parasitoid terhadap sex rasio betina dan jantan parasitoid Tetrastichus sp. pada pupa penggerek

Perlakuan

Jumlah Parasitoid (ekor)

Betina Jantan

A0

0.00E 0.00E

A1

50.25C 15.50C

A2

63.00C 22.75B

A3

45.50D 17.75B

A4

69.50B 12.50C

A5

78.50B 37.5A

A6

114.25A 35.75A

A7

120.00A 38.00A

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 1%.

Dari Tabel 7diketahui bahwa sex rasio parasitoid Tetrastichus sp. betina tertinggi terdapat pada perlakuan A7 (diinokulasikan 14 pasang Tetrastichus sp.) sebanyak 120 ekor sedangkan yang terendah pada perlakuan A3 (diinokulasikan 6 pasang Tetrastichus sp.) sebanyak 45.50 ekor. Ini dikarenakan banyaknya jumlah parasitoid yang diinokulasikan. Semakin banyak parasitoid (betina) yang diinokulasikan maka kemungkinan semakin banyak parasitoid (betina) yang akan muncul. Hasriyanty, dkk. (2007) yang menyatakan bahwa keberhasilan keturunan yang lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah parasitoid yang diinokulasikan..

b. Pengaruh jenis inang terhadap sex rasio betina dan jantan Tetrastichus sp. terhadap pupa penggerek

Data pengamatan sex rasio betina dan jantan parasitoid Tetrastichus sp. dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa jenis inang yang


(38)

diinokulasiberpengaruh nyata terhadap parasitasi masing – masing pupa uji. Untuk mengetahui perlakuan yang berbeda nyata dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Beda uji rataan pengaruh jenis inang terhadap sex rasio betina dan jantan

parasitoid Tetrastichus sp. pada pupa penggerek

Perlakuan

Jumlah (ekor)

Betina Jantan

B1 59.06A 29.38A

B2 25.00B 15.56B

Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 1%.

Dari Tabel 8diketahui bahwa sex rasio parasitoid Tetrastichus sp. tertinggi terdapat pada inang Ph. castaneae yaitu 59.06 ekor (betina) dan 29.38 ekor (jantan). Dan yang terendah terdapat pada inang C. auricilius yaitu 25.00 ekor (betina) dan 15.56 ekor (jantan).Hal ini juga dipengaruhi oleh perbedaan ukuran dari pupa inang tersebut. Semakin besar pupa inang maka semakin banyak parasitoid yang akan dihasilkan. Ini sesuai literatur Purnomo (2006) dalam Doult et al. (1976) yang menyatakan bahwa ukuran pupa mempengaruhi terhadap jumlah parasitoid yang akan dihasilkan. Parasitoid Tetrastichus sp. merupakan parasitoid gregarius artinya lebih dari satu individu dapat hidup bersama – sama dalam satu inang.


(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase parasitasi pupa tertinggi pada pengamatan pengaruh jumlah parasitoid terdapat pada perlakuan A6 dan A7 (diinokulasikan 12 dan 14 pasang Tetrastichus sp.) yaitu sebesar 50% dan persentase parasitasi yang terendah terdapat pada perlakuan A1 (diinokulasikan 2 pasang Tetrastichus

sp.) yaitu sebesar 20%.

2. Persentase parasitasi pupa pada pengamatan pengaruh jenis inang tertinggi dapat dilihat pada perlakuan B1 (Ph. castaneae) yaitu sebesar 28.75% dan persentase yang terendah terdapat perlakuan B2 (C. auricilius) yaitu sebesar 27.50%.

3. Periode inkubasi tercepat pada pengamatan pengaruh jumlah parasitoid setelah inokulasi terdapat pada perlakuan A6 dan A7 (diinokulasikan 12 dan 14 pasang Tetrastichus sp.) yaitu selama empat hari dan yang terlama terdapat pada perlakuan A1 (diinokulasikan 2 pasang Tetrastichus sp.) yaitu selama enam hari.

4. Jumlah parasitoid Tetrastichus sp. tertinggipada pengamatan pengaruh jumlah parasitoid yang diinokulasi terdapat pada perlakuan A7 (diinokulasikan 14 pasang Tetrastichus sp.) sebanyak 120 ekor sedangkan yang terendah pada perlakuan A3 (diinokulasikan 6 pasang Tetrastichus sp.) sebanyak 45.50 ekor.


(40)

5. Jumlah parasitoid yang muncul pada pengamatan pengaruh jenis inang yang tertinggi terdapat pada jenis inang Ph. castaneae yaitu sebesar 94.69 ekor dan yang terendah terdapat jenis inang C. auricilius yaitu sebesar 40.56 ekor. 6. Parasitoid Tetrastichus sp. mampu memarasit penggerek batang raksasa dan

penggerek batang berkilat.

Saran

Jumlah parasitoid Tetrastichus sp. 10 pasang dengan inang Ph. castaneae


(41)

DAFTAR PUSTAKA

BPTTD. 1979. Hama dan Penyakit Tanaman Tebu. Balai Penelitian Tanaman Tebu dan Tembakau Deli, Medan. Hlm. 15-16.

Boedijono, W.A. 1970. Hama Tebu. Diktat Kursus Tanaman Tebu. BP3G Pasuruan.

Chairunnisa, C. 2005. Pengelolaan Hama Tebu di Wilayah Kerja Pabrik Gula kebon Agung, Kabupaten Malang-Jawa Timur, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hal 3.

Coppel, H. C. andMertins, J. W. 1977. Biological Insect Pest Suppression. Springer – Verlag. New York.

Diyasti, F. 2010. Waspada Penggerek Batang Tebu Raksasa. (di unduh 29 November 2010)

Ganeshan, S. and A. Rajabalee. 1997. Parasitoid of The Sugarcane Spotted Borer, Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae), in Mauritius. Mauritius Sugar Industry Reasearch Institute, Riduit, Mauritius.

Hasriyanty, Buchori, D. dan Pudjianto. 2007. Efisiensi Pemarasitan Parasitoid

Trichogramma chiltraeae Nagaraja dan Nagakatti (Hymenoptera: Trichogrammatidae) Pada Berbagai Jumlah Inang Dan Kepadatan Parasitoid. J. Entomol. Indon. (Vol 4) No. 2: 61 – 66 pp.

Indriyanti, D. R. 1987. Pengaruh Pelepasan Ngengat Mandul Chilo auricilius

Dudgeon (Lepidoptera: Pyralidae) Hasil Radiasi Sinar Gamma dengan Empat Variasi Dosis, Terhadap Penurunan Populasi Ngengat F-1. IPB, Bogor.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crop in Indonesia. Revised and Translated by PA. Vander Lean. PT. Ichtiar Baru-Van Hoove. Jakarta.

Metcalf, R. L. andWilliam, H. L. 1982. Introduction To Insect Pest Management. John Wiley and Sons, New York.

Pramono, D. 2007. Program Early Warning System (EWS) Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) Pada Penggerek Batang Raksasa di Kawasan PTPN II Persero, Sumatera Utara. Kelti Proteksi Tanaman. P3GI Pasuruan.


(42)

Pratama, Z., Iwan dan M., Miftahul, Z. 2010. Pengaruh Kombinasi Waktu Pelepasan Yang Berbeda Antara Diatraeophaga striatalis Tns. Dan

Trichogramma chilonis Terhadap Persentase Kerusakan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum Linn.) Yang Disebabkan Oleh Chilo auricilus

Dudgeon. Universitas Negeri Surabaya.

Purnomo, W. 2006. Parasitisasi Dan Kapasitas Reproduksi

Cotesia flavires Cameron (Hymenoptera: Braconidae) Pada Inang dan Instar Yang Berbeda Di Laboratorium. (di unduh 29 November 2010). Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). 1997. Konsep Peningkatan

Rendemen Untuk Mendukung Program Akselerasi Industri Gula Indonesia. (di unduh 29 N0vember 2010).

Rohmani, A. , Buchori, D., dan Sari, A. 2008. Pengaruh Ketiadaan Inang Terhadap Tanggap Reproduksi Trichogrammatoidae armigera Nagaraja dan Trichogramma japonicum Ashmed. (Hymenoptera: Trichogrammatoidae) dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Inang. J. Entomol. Indon. (Vol 5) No. 2: 71 – 80 pp.

Soma AG and S. Ganeshan. 1998. Status of The Sugar Cane Spotted Borer,

Chilo saccharifagus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae: Crambinae ), In Mauritius. Food and Agric. Research Council, Reduit.

Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu.UGM Press.Yogyakarta. William. 1980. Komponen Feromon Seks pada Penggerek Tebu.America Press.

American United.

Wirioatmodjo, B. 1977. Biologi Lalat Jatiroto, Diatraeophaga striatalis

Townsend, dan Penerapannya dalam Pengendalian Penggerek Berkilat,

Chilo auricilius Dudgeon. IPB. Bogor.


(43)

Persentase Parasitasi Ulangan

I II

A0B1 0,00 0,00 0,00 0,00

A1B1 20,00 20,00 40,00 20,00

A2B1 40,00 20,00 60,00 30,00

A3B1 20,00 20,00 40,00 20,00

A4B1 40,00 20,00 60,00 30,00

A5B1 20,00 40,00 60,00 30,00

A6B1 40,00 60,00 100,00 50,00

A7B1 40,00 60,00 100,00 50,00

A0B2 0,00 0,00 0,00 0,00

A1B2 20,00 20,00 40,00 20,00

A2B2 20,00 20,00 40,00 20,00

A3B2 20,00 20,00 40,00 20,00

A4B2 20,00 20,00 40,00 20,00

A5B2 40,00 40,00 80,00 40,00

A6B2 60,00 40,00 100,00 50,00

A7B2 60,00 40,00 100,00 50,00

Total 460,00 440,00 900,00

Rataan 28,75 27,50 28,13

Perlakuan Total Rataan

Transformasi Data

Ulangan

I II

A0B1 7,18 7,18 14,36 7,18

A1B1 26,57 26,57 53,13 26,57

A2B1 39,23 26,57 65,80 32,90

A3B1 26,57 26,57 53,13 26,57

A4B1 39,23 26,57 65,80 32,90

A5B1 26,57 39,23 65,80 32,90

A6B1 39,23 50,77 90,00 45,00

A7B1 39,23 50,77 90,00 45,00

A0B2 7,18 7,18 14,36 7,18

A1B2 26,57 26,57 53,13 26,57

A2B2 26,57 26,57 53,13 26,57

A3B2 26,57 26,57 53,13 26,57

A4B2 26,57 26,57 53,13 26,57

A5B2 39,23 39,23 78,46 39,23

A6B2 50,77 39,23 90,00 45,00

A7B2 50,77 39,23 90,00 45,00

Total 498,01 485,34 983,36

Rataan 31,13 30,33 30,73


(44)

Transformasi Tabel Dwikarsa Rataan

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 20,00 20,00 40,00 20,00

A2 30,00 20,00 50,00 25,00

A3 20,00 20,00 40,00 20,00

A4 30,00 20,00 50,00 25,00

A5 30,00 40,00 70,00 35,00

A6 50,00 50,00 100,00 50,00

A7 50,00 50,00 100,00 50,00

Total 230,00 220,00 450,00

Rataan 28,75 27,50 28,13

Tabel Dwikasta Total

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 14,36 14,36 28,72 14,36

A1 53,13 53,13 106,26 53,13

A2 65,80 53,13 118,93 59,46

A3 53,13 53,13 106,26 53,13

A4 65,80 53,13 118,93 59,46

A5 65,80 78,46 144,26 72,13

A6 90,00 90,00 180,00 90,00

A7 14,36 90,00 104,36 52,18

Total 422,37 485,34 907,72

Rataan 52,80 60,67 56,73

Tabel Dwikarsa Rataan

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 7,18 7,18 14,36 7,18

A1 26,57 26,57 53,13 26,57

A2 32,90 26,57 59,46 29,73

A3 26,57 26,57 53,13 26,57

A4 32,90 26,57 59,46 29,73

A5 32,90 39,23 72,13 36,06

A6 45,00 45,00 90,00 45,00

A7 45,00 45,00 90,00 45,00

Total 249,01 242,67 491,68


(45)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit 0,05 0,01

Perlakuan 15 26892,08 1792,81

A 7 21394,58 3056,37 90,45 ** 2,71 4,14

B 1 5381,60 5381,60 159,26 ** 4,54 8,68

A x B 7 115,90 16,56 0,49 tn 2,71 4,14

Galat 15 506,86 33,79

Total 31 27398,94

** sangat nyata

FK 7554,61 * nyata

KK 18,92 tn tidak nyata

Uji Jarak Duncan Faktor A

SY 0,51 -2,14 17,75 17,69 22,65 22,62 32,57 47,55 47,53

P 2 3 4 5 6 7 8 9

SSR 0,01 4,17 4,37 4,50 4,58 4,64 4,72 4,77 4,81

LSR 0,01 2,14 2,25 2,31 2,35 2,38 2,43 2,45 2,47

Perlakuan A0 A1 A3 A2 A4 A5 A6 A7

Rataan 0,00 20,00 20,00 25,00 25,00 35,00 50,00 50,00

A B.

C D

E.

Uji Jarak Duncan Faktor B

SY 0,26 26,43 27,63

P 2 3

SSR 0,01 4,17 4,37

LSR 0,01 1,07 1,12

Perlakuan B2 B1

Rataan 27,50 28,75

A. B.


(46)

Lampiran 4. Data Pengamatan Periode Inkubasi Pupa Terhadap Parasitoid Tetrastichus sp.

Periode Inkubasi

Ulangan

I II

A0B1 0,00 0,00 0,00 0,00

A1B1 6,00 6,00 12,00 6,00

A2B1 5,00 5,00 10,00 5,00

A3B1 5,00 5,00 10,00 5,00

A4B1 5,00 5,00 10,00 5,00

A5B1 4,00 5,00 9,00 4,50

A6B1 4,00 4,00 8,00 4,00

A7B1 4,00 4,00 8,00 4,00

A0B2 0,00 0,00 0,00 0,00

A1B2 6,00 6,00 12,00 6,00

A2B2 5,00 5,00 10,00 5,00

A3B2 5,00 5,00 10,00 5,00

A4B2 5,00 5,00 10,00 5,00

A5B2 4,00 5,00 9,00 4,50

A6B2 4,00 4,00 8,00 4,00

A7B2 4,00 4,00 8,00 4,00

Total 66,00 68,00 134,00

Rataan 4,13 4,25 4,19

Perlakuan Total Rataan

Transformasi Data

Ulangan

I II

A0B1 7,18 7,18 14,36 7,18

A1B1 14,18 14,18 28,36 14,18

A2B1 12,92 12,92 25,84 12,92

A3B1 12,92 12,92 25,84 12,92

A4B1 12,92 12,92 25,84 12,92

A5B1 11,54 12,92 24,46 12,23

A6B1 11,54 11,54 23,07 11,54

A7B1 11,54 11,54 23,07 11,54

A0B2 7,18 7,18 14,36 7,18

A1B2 14,18 14,18 28,36 14,18

A2B2 12,92 12,92 25,84 12,92

A3B2 12,92 12,92 25,84 12,92

A4B2 12,92 12,92 25,84 12,92

A5B2 11,54 12,92 24,46 12,23

A6B2 11,54 11,54 23,07 11,54

A7B2 11,54 11,54 23,07 11,54

Total 189,47 192,23 381,70

Rataan 11,84 12,01 11,93


(47)

Tabel Dwikarsa Rataan

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 6,00 6,00 12,00 6,00

A2 5,00 5,00 10,00 5,00

A3 5,00 5,00 10,00 5,00

A4 5,00 5,00 10,00 5,00

A5 4,50 4,50 9,00 4,50

A6 4,00 4,00 8,00 4,00

A7 4,00 4,00 8,00 4,00

Total 33,50 33,50 67,00

Rataan 4,19 4,19 4,19

Tabel Dwikasta Total

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 14,36 14,36 28,72 14,36

A1 28,36 28,36 56,72 28,36

A2 25,84 25,84 51,68 25,84

A3 25,84 25,84 51,68 25,84

A4 25,84 25,84 51,68 25,84

A5 24,46 24,46 48,92 24,46

A6 23,07 23,07 46,15 23,07

A7 14,36 23,07 37,44 18,72

Total 182,14 190,85 372,99

Rataan 22,77 23,86 23,31

Tabel Dwikarsa Rataan

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 7,18 7,18 14,36 7,18

A1 14,18 14,18 28,36 14,18

A2 12,92 12,92 25,84 12,92

A3 12,92 12,92 25,84 12,92

A4 12,92 12,92 25,84 12,92

A5 12,23 12,23 24,46 12,23

A6 11,54 11,54 23,07 11,54

A7 11,54 11,54 23,07 11,54

Total 95,43 95,43 190,85


(48)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit 0,05 0,01

Perlakuan 15 3538,58 235,91

A 7 3356,52 479,50 3754,97 ** 2,71 4,14

B 1 1036,70 1036,70 8118,34 ** 4,54 8,68

A x B 7 -854,65 -122,09 -956,10 tn 2,71 4,14

Galat 15 1,92 0,13

Total 31 3540,49

** sangat nyata

FK 1138,25 * nyata

KK 3,00 tn tidak nyata

Uji Jarak Duncan Faktor A

SY 0,03 -0,13 3,86 3,86 4,36 4,85 4,85 4,85 5,85

P 2 3 4 5 6 7 8 9

SSR 0,01 4,17 4,37 4,50 4,58 4,64 4,72 4,77 4,81

LSR 0,01 0,13 0,14 0,14 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15

Perlakuan A0 A6 A7 A5 A2 A3 A4 A1

Rataan 0,00 4,00 4,00 4,50 5,00 5,00 5,00 6,00

A. B. C.

D E.

Uji Jarak Duncan Faktor B

SY 0,02 4,12 4,12

P 2 3

SSR 0,01 4,17 4,37

LSR 0,01 0,07 0,07

Perlakuan B2 B1

Rataan 4,19 4,19


(1)

Persentase Parasitasi

Ulangan

I II

A0B1 0,00 0,00 0,00 0,00

A1B1 20,00 20,00 40,00 20,00

A2B1 40,00 20,00 60,00 30,00

A3B1 20,00 20,00 40,00 20,00

A4B1 40,00 20,00 60,00 30,00

A5B1 20,00 40,00 60,00 30,00

A6B1 40,00 60,00 100,00 50,00

A7B1 40,00 60,00 100,00 50,00

A0B2 0,00 0,00 0,00 0,00

A1B2 20,00 20,00 40,00 20,00

A2B2 20,00 20,00 40,00 20,00

A3B2 20,00 20,00 40,00 20,00

A4B2 20,00 20,00 40,00 20,00

A5B2 40,00 40,00 80,00 40,00

A6B2 60,00 40,00 100,00 50,00

A7B2 60,00 40,00 100,00 50,00

Total 460,00 440,00 900,00

Rataan 28,75 27,50 28,13

Perlakuan Total Rataan

Transformasi Data

Ulangan

I II

A0B1 7,18 7,18 14,36 7,18

A1B1 26,57 26,57 53,13 26,57

A2B1 39,23 26,57 65,80 32,90

A3B1 26,57 26,57 53,13 26,57

A4B1 39,23 26,57 65,80 32,90

A5B1 26,57 39,23 65,80 32,90

A6B1 39,23 50,77 90,00 45,00

A7B1 39,23 50,77 90,00 45,00

A0B2 7,18 7,18 14,36 7,18

A1B2 26,57 26,57 53,13 26,57

A2B2 26,57 26,57 53,13 26,57

A3B2 26,57 26,57 53,13 26,57

A4B2 26,57 26,57 53,13 26,57

A5B2 39,23 39,23 78,46 39,23

A6B2 50,77 39,23 90,00 45,00

A7B2 50,77 39,23 90,00 45,00

Total 498,01 485,34 983,36

Rataan 31,13 30,33 30,73


(2)

Transformasi Tabel Dwikarsa Rataan

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 20,00 20,00 40,00 20,00

A2 30,00 20,00 50,00 25,00

A3 20,00 20,00 40,00 20,00

A4 30,00 20,00 50,00 25,00

A5 30,00 40,00 70,00 35,00

A6 50,00 50,00 100,00 50,00

A7 50,00 50,00 100,00 50,00

Total 230,00 220,00 450,00

Rataan 28,75 27,50 28,13

Tabel Dwikasta Total

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 14,36 14,36 28,72 14,36

A1 53,13 53,13 106,26 53,13

A2 65,80 53,13 118,93 59,46

A3 53,13 53,13 106,26 53,13

A4 65,80 53,13 118,93 59,46

A5 65,80 78,46 144,26 72,13

A6 90,00 90,00 180,00 90,00

A7 14,36 90,00 104,36 52,18

Total 422,37 485,34 907,72

Rataan 52,80 60,67 56,73

Tabel Dwikarsa Rataan

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 7,18 7,18 14,36 7,18

A1 26,57 26,57 53,13 26,57

A2 32,90 26,57 59,46 29,73

A3 26,57 26,57 53,13 26,57

A4 32,90 26,57 59,46 29,73

A5 32,90 39,23 72,13 36,06

A6 45,00 45,00 90,00 45,00

A7 45,00 45,00 90,00 45,00

Total 249,01 242,67 491,68


(3)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit 0,05 0,01

Perlakuan 15 26892,08 1792,81

A 7 21394,58 3056,37 90,45 ** 2,71 4,14

B 1 5381,60 5381,60 159,26 ** 4,54 8,68

A x B 7 115,90 16,56 0,49 tn 2,71 4,14

Galat 15 506,86 33,79

Total 31 27398,94

** sangat nyata

FK 7554,61 * nyata

KK 18,92 tn tidak nyata

Uji Jarak Duncan Faktor A

SY 0,51 -2,14 17,75 17,69 22,65 22,62 32,57 47,55 47,53

P 2 3 4 5 6 7 8 9

SSR 0,01 4,17 4,37 4,50 4,58 4,64 4,72 4,77 4,81

LSR 0,01 2,14 2,25 2,31 2,35 2,38 2,43 2,45 2,47

Perlakuan A0 A1 A3 A2 A4 A5 A6 A7

Rataan 0,00 20,00 20,00 25,00 25,00 35,00 50,00 50,00

A B.

C D

E. Uji Jarak Duncan Faktor B

SY 0,26 26,43 27,63

P 2 3

SSR 0,01 4,17 4,37

LSR 0,01 1,07 1,12

Perlakuan B2 B1

Rataan 27,50 28,75

A. B.


(4)

Lampiran 4. Data Pengamatan Periode Inkubasi Pupa Terhadap Parasitoid

Tetrastichus

sp.

Periode Inkubasi

Ulangan

I II

A0B1 0,00 0,00 0,00 0,00

A1B1 6,00 6,00 12,00 6,00

A2B1 5,00 5,00 10,00 5,00

A3B1 5,00 5,00 10,00 5,00

A4B1 5,00 5,00 10,00 5,00

A5B1 4,00 5,00 9,00 4,50

A6B1 4,00 4,00 8,00 4,00

A7B1 4,00 4,00 8,00 4,00

A0B2 0,00 0,00 0,00 0,00

A1B2 6,00 6,00 12,00 6,00

A2B2 5,00 5,00 10,00 5,00

A3B2 5,00 5,00 10,00 5,00

A4B2 5,00 5,00 10,00 5,00

A5B2 4,00 5,00 9,00 4,50

A6B2 4,00 4,00 8,00 4,00

A7B2 4,00 4,00 8,00 4,00

Total 66,00 68,00 134,00

Rataan 4,13 4,25 4,19

Perlakuan Total Rataan

Transformasi Data

Ulangan

I II

A0B1 7,18 7,18 14,36 7,18

A1B1 14,18 14,18 28,36 14,18

A2B1 12,92 12,92 25,84 12,92

A3B1 12,92 12,92 25,84 12,92

A4B1 12,92 12,92 25,84 12,92

A5B1 11,54 12,92 24,46 12,23

A6B1 11,54 11,54 23,07 11,54

A7B1 11,54 11,54 23,07 11,54

A0B2 7,18 7,18 14,36 7,18

A1B2 14,18 14,18 28,36 14,18

A2B2 12,92 12,92 25,84 12,92

A3B2 12,92 12,92 25,84 12,92

A4B2 12,92 12,92 25,84 12,92

A5B2 11,54 12,92 24,46 12,23

A6B2 11,54 11,54 23,07 11,54

A7B2 11,54 11,54 23,07 11,54

Total 189,47 192,23 381,70


(5)

Tabel Dwikarsa Rataan

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 0,00 0,00 0,00 0,00

A1 6,00 6,00 12,00 6,00

A2 5,00 5,00 10,00 5,00

A3 5,00 5,00 10,00 5,00

A4 5,00 5,00 10,00 5,00

A5 4,50 4,50 9,00 4,50

A6 4,00 4,00 8,00 4,00

A7 4,00 4,00 8,00 4,00

Total 33,50 33,50 67,00

Rataan 4,19 4,19 4,19

Tabel Dwikasta Total

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 14,36 14,36 28,72 14,36

A1 28,36 28,36 56,72 28,36

A2 25,84 25,84 51,68 25,84

A3 25,84 25,84 51,68 25,84

A4 25,84 25,84 51,68 25,84

A5 24,46 24,46 48,92 24,46

A6 23,07 23,07 46,15 23,07

A7 14,36 23,07 37,44 18,72

Total 182,14 190,85 372,99

Rataan 22,77 23,86 23,31

Tabel Dwikarsa Rataan

A/B B1 B2 Total Rataan

A0 7,18 7,18 14,36 7,18

A1 14,18 14,18 28,36 14,18

A2 12,92 12,92 25,84 12,92

A3 12,92 12,92 25,84 12,92

A4 12,92 12,92 25,84 12,92

A5 12,23 12,23 24,46 12,23

A6 11,54 11,54 23,07 11,54

A7 11,54 11,54 23,07 11,54

Total 95,43 95,43 190,85


(6)

Daftar Sidik Ragam

SK db JK KT Fhit 0,05 0,01

Perlakuan 15 3538,58 235,91

A 7 3356,52 479,50 3754,97 ** 2,71 4,14

B 1 1036,70 1036,70 8118,34 ** 4,54 8,68

A x B 7 -854,65 -122,09 -956,10 tn 2,71 4,14

Galat 15 1,92 0,13

Total 31 3540,49

** sangat nyata

FK 1138,25 * nyata

KK 3,00 tn tidak nyata

Uji Jarak Duncan Faktor A

SY 0,03 -0,13 3,86 3,86 4,36 4,85 4,85 4,85 5,85

P 2 3 4 5 6 7 8 9

SSR 0,01 4,17 4,37 4,50 4,58 4,64 4,72 4,77 4,81

LSR 0,01 0,13 0,14 0,14 0,14 0,15 0,15 0,15 0,15

Perlakuan A0 A6 A7 A5 A2 A3 A4 A1

Rataan 0,00 4,00 4,00 4,50 5,00 5,00 5,00 6,00

A. B. C.

D E.

Uji Jarak Duncan Faktor B

SY 0,02 4,12 4,12

P 2 3

SSR 0,01 4,17 4,37

LSR 0,01 0,07 0,07

Perlakuan B2 B1

Rataan 4,19 4,19


Dokumen yang terkait

Pengaruh Beberapa Ukuran Pupa Penggerek Batang Tebu Terhadap Jumlah Populasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera : Eulophidae) di Laboratorium

3 64 63

Pengaruh Trichogramma spp. Hymenoptera: Trichogrammatidae Terhadap Telur Penggerek Batang Tebu (P. castaneae Hubr. Dan C. auricilius Dudgeon.)

5 71 58

Uji Daya Tumbuh Bibit Tebu yang Terserang Hama Penggerek Batang Bergaris (Chilo sacchariphagus Bojer.)

1 42 81

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae (Hymenoptera:Eulophidae) Terhadap Kumbang Janur Kelapa Brontispa longissima (Colleoptera:Chrysomelidae) Di Laboratorium

0 31 46

Daya Parasitasi Lalat (Sturmiopsis inferens Town) (Diptera:Tachinidae) Turunan Dari Beberapa Hasil Perkawinan Pada Ulat Penggerek Batang Tebu Raksasa (Phragmatoecia castaneae Hubner) (Lepidoptera:Cossidae) Di Laboratorium

3 49 36

Beberapa Aspek Biologi Tetrastichus schoenobii Ferr. (Hymenoptera : Eulophidae), Parasitoid Penggerek Batang Padi, Scirpophaga spp. (Lepidoptera : Pyralidae)

4 32 174

Beberapa Aspek Biologi Tetrastichus schoenobii Ferr(Hymenoptera Eulophidae), Parasitoid Penggerek Batang Padi, Scirpophaga spp (Lepidoptera Pyralidae)

0 18 82

Pengaruh Beberapa Ukuran Pupa Penggerek Batang Tebu Terhadap Jumlah Populasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera : Eulophidae) di Laboratorium

0 0 15

Pengaruh Beberapa Ukuran Pupa Penggerek Batang Tebu Terhadap Jumlah Populasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera : Eulophidae) di Laboratorium

0 0 12

Pengaruh Beberapa Ukuran Pupa Penggerek Batang Tebu Terhadap Jumlah Populasi Tetrastichus sp. (Hymenoptera : Eulophidae) di Laboratorium

0 0 15