Program Integer Untuk Persoalan Perencanaan Terintegrasi Produksi Dan Distribusi Produk Ikan Dari Beberapa Plant

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Produksi
Wolsey dan Pochet (2006) menyatakan bahwa perencanaan produksi dapat dilihat sebagai perencanaan sumber daya dan bahan baku (komponen), serta perencanaan kegiatan produksi yang diperlukan untuk mengubah bahan baku menjadi hasil produksi. Dalam penyusunan perencanaan produksi, hal yang perlu
dipertimbangkan adalah adanya optimasi produksi sehingga dapat tercapai biaya
minimal untuk pelaksanaan proses produksi tersebut.
Penyelesaian masalah perencanaan produksi membuat keputusan mengenai
ukuran banyak produksi atau tingkat produksi untuk setiap periode waktu dalam
horizon perencanaan. Selain itu, solusi masalah ini juga dapat mencakup keputusan tentang jumlah bahan baku (komponen) yang dibeli, jumlah pemesanan,
tingkat persediaan untuk produk jadi, urutan produksi, dan variabel lain yang
berkaitan dengan aspek-aspek tersebut.
Perencanaan produksi menganggap aliran material dan persediaan balance
dalam waktu yang diindeks menggunakan diskritisasi kasar relatif waktu, seperti
tahun, kuartal, bulan atau minggu (Kallrath, 2005). Model Linear Programming (LP), Model Mixed Integer Linear Programming (MILP), dan Model Mixed
Integer Non-Linear Programming (MINLP) sering tepat dan berhasil untuk menyelesaikan masalah perencanaan produksi dengan fungsi tujuan, seperti: laba
11

Universitas Sumatera Utara

12

bersih, kontribusi margi, biaya, jumlah penjualan, total produksi, dan lain-lain
(Kallrath, 2005).

2.1.1 Sejarah dan evolusi model perencanaan produksi
Harris dan Wilson EOQ Model
Pengembangan perencanaan produksi dan model penjadwalan produksi dimulai pada tahun 1913 dengan Model Economic Order Quantity (EOQ) oleh
FW Harris. Tujuan dari model EOQ adalah untuk menentukan kuantitas pesanan yang meminimalkan total biaya penyimpanan barang dan biaya pemesanan.
Memperluas kontribusi Harris, RH Wilson mengembangkan model titik re-order
statistik pada tahun 1934 dengan tujuan mencegah komponen dari kehabisan stok
dan memperkenalkan gagasan safety stok.
Pada tahun 1940, Wilson mengkombinasikan model yang telah diperolehnya
dengan model Harris EOQ dan model tersebut disebut dengan model Wilson
EOQ, atau Formula Wilson. Model ini menjadi teknik pengendalian persediaan
selama hampir 30 tahun (Adam dan Sammon, 2004).
Model Wagner and Whitin Dynamic Lot-Sizing and MRP
Lebih dari satu dekade kemudian, kontribusi penting lain dibuat oleh H.
Wagner dan T. whitin. Mereka memperkenalkan model Dinamis Lot-Sizing pada
tahun 1958 sebagai bentuk umum dari model EOQ, dimana permintaan sebagai
waktu yang bervariasi. Selanjutnya, pengenalan model Bahan Kebutuhan Perencanaan (MRP, Material Requirement Planning) pada 1970-an adalah langkah


Universitas Sumatera Utara

13
yang besar dalam standarisasi dan kontrol sistem perencanaan produksi (Wolsey
dan Pochet, 2006). Sementara MRP memfokuskan pada perencanaan dan penjadwalan bahan (material). Model selanjutnya disebut Manufacturing Resource
Planning (MRP II) yang mencakup semua aspek proses manufaktur, antara lain:
termasuk perencanaan kebutuhan, penjualan dan perencanaan operasi (S & OP,
Sale and Operations Planning), jadwal induk produksi (MPS, Master Production
Schedule), bill of material (BOM) dan inventory control.
Advanced Planning and Scheduling and Enterprise Resource Planning
Systems
Selama dekade tahun 1980 dan 1990-an, MRP dan MRP II diintegrasikan
dalam rantai pasokan (Supply Chain) dan fasilitas manufaktur yang sekarang
dikenal sebagai Advanced Perencanaan dan Penjadwalan (APS) dan Enterprise
Resource Planning (ERP). Dengan demikian, sistem APS menyediakan perencanaan rantai pasokan jangka panjang, menengah, dan pendek termasuk aspek
pengadaan, produksi, distribusi, dan penjualan (Newmann et al., 2002). Selain
itu, sistem ERP tidak hanya pada perencanaan dan penjadwalan pemasokan material (Chen, 2001). Sistem ERP juga mencakup aspek teknologi, seperti database
relasional, penggunaan bahasa generasi keempat, dan komputer yang dibantu alat
rekayasa perangkat lunak (Adam dan Sammon, 2004).
Menurut Wolsey dan Pochet (2006), MRP dan penerusnya tidak cukup untuk perencanaan pabrik atau perusahaan yang efisien. Banyak kritik ditujukan

pada ketidakmampuan sistem tersebut untuk menangani secara efektif terhadap

Universitas Sumatera Utara

14
waktu dan keterbatasan kapasitas. Bahkan di APS dan sistem ERP, modul perencanaan masih dilihat sebagai tidak dapat digunakan, atau tidak mampu menangani kompleksitas masalah perencanaan berkapasitas.

2.1.2 Mixed integer linear programming untuk perencanaan produksi
Penerapkan perencanaan produksi untuk sistem manufaktur yang sulit diselesaikan dengan menggunakan model Mixed Integer Linear Programming (MILP).
Hal ini disebabkan sifat dari variabel keputusan untuk beberapa fitur terlibat dalam masalah tersebut, misalnya, setup biaya dan waktu, start up biaya dan waktu,
keputusan penugasan mesin, biaya pemesanan (ordering cost), waktu, dan sebagainya. Biaya dan waktu adalah tetap per batch dan tidak sebanding dengan
ukuran batch. Oleh karena itu, variabel biner atau bilangan bulat diperlukan
untuk model tersebut (Wolsey dan Pocket, 2006)
Orçun et al., (2001) mengembangkan model waktu kontinu untuk perencanaan produksi dan penjadwalan untuk pengolaha pabrik. Mula-mula, model
yang digunakan adalah Mixed Integer Nonlinear Programming (MINLP), dan kemudian dirumuskan sebagai MILP dengan menggunakan teknik linearisasi. Model
ini bertujuan untuk memaksimalkan laba bersih yang diperoleh dari produksi,
waktu minimum untuk operasi dan setup peralatan, dan periode penjadwalan.
Pada penelitian ini diterapkan pada Pabrik pengolahan multi-produk cat untuk
menunjukkan efektivitas model.


Universitas Sumatera Utara

15
Timpe (2002) menyajikan gabungan model Mixed Integer Linear Programming/pemrogram berkendala (MILP/CP) untuk perencanaan produksi pada industri proses kimia dengan fungsi tujuan meminimalkan setup, stock holding dan
backlogging cost. Model MILP adalah bentuk standar dari masalah dynamic lotsizing dan melibatkan keseimbangan bahan, pembuatan (setup) produksi penggunaan mesin dan kendala batas persediaan . Model ini diselesaikan menggunakan
program C++ menggunakan fungsi perpustakaan XPRESS-MP Dash.
Floudas dan Lin (2005) membuat review kemajuan pendekatan MILP untuk sistem penjadwalan jangka pendek. Model yang disajikan diklasifikasikan
dalam betuk waktu diskrit dan kontinu, dan beberapa pendekatan untuk mempercepat proses solusi juga ditampilkan. Variabel keputusan yang digunakan pada
penelitian ini dalam bentuk biner. Sedangkan jumlah produk yang diproduksi, dikonsumsi dan tersedia (kontinu) dalam interval waktu tertentu. Dengan
demikian, persamaan persediaan adalah sama dengan menunjukkan bagaimana
menambahkan shelf-life di Kallrath (2005), disajikan untuk kedua model waktu
diskrit dan kontinu.
Chen dan Ji (2007) menerapkan masalah Perencanaan dan Penjadwalan
lanjut (APS) dalam model MILP. Model ini mempertimbangkan keterbatasan
kapasitas, urutan operasi, lead time, tanggal jatuh tempo dan multi-level struktur produk (Bill of Material). Chen dan Ji membahas masalah MILP untuk
mendapatkan jadwal pemesanan optimal dengan menyusun fungsi tujuan dalam
dua bagian utama: pertama, produksi waktu idle harus diminimalkan (setara de-

Universitas Sumatera Utara


16
ngan memaksimalkan pemanfaatan mesin), dan kedua, pesanan harus diselesaikan
sedekat mungkin dengan tanggal jatuh tempo (meminimalkan keterlambatan dan
denda). Model ini diilustrasikan oleh empat level produk dan diselesaikan dengan menggunakan CPLEX. Hasil optimal ditunjukan dalam bentuk numerik dan
grafik.
Moreno dan Montagna (2009) mengusulkan sebuah model MILP untuk mengoptimalkan perencanaan produksi dan keputusan desain yang diterapkan pada
multi-product tanaman dalam bentuk skenario multi-periode. Model ini melibatkan biaya musiman deterministik, harga, permintaan dan persediaan. Tujuan
dari model ini adalah untuk memaksimalkan keuntungan bersih (biaya penjualan,
investasi, persediaan, pembuangan limbah dan biaya sumber). Model menghitung struktur tanaman dan alokasi tangki penyimpanan, ukuran satuan, tingkat
persediaan baik produk maupun bahan baku dan pembelian produk. Penelitian
ini menyajikan dua contoh masalah untuk menggambarkan pendekatan formulasi
serta fleksibilitas dan kegunaan.
Seperti dapat dilihat, perencanaan produksi dengan menggunakan Mixed Integer Linear Programming harus diselesaikan secara ekstensif, mempertimbangkan
berbagai aspek, sistem, dan perspektif. Bagaimanapun masih diperlukan waktu
yang panjang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, tidak hanya dalam
perumusan masalah tetapi juga pada solusi yang efisien untuk model tersebut.

Universitas Sumatera Utara

17

2.2

Perencanaan Produksi untuk Produk yang Tidak Tahan Lama
(Parishable)

Model perencanaan produksi diterapkan pada beberapa jenis sistem manufaktur.
Karena fleksibilitas perumusan model ini, variabel dan kendala disesuaikan dengan
kebutuhan dan spesifikasi masing-masing masalah. Secara khusus, industri seperti
makanan dan bahan kimia memiliki sistem manufaktur yang melibatkan produk
dan bahan baku yang memiliki karakteristik yang tidak tahan lama. Berarti
setelah diproduksi dalam waktu tertentu, produk dan bahan baku tidak berguna
lagi atau memburuk dan harus dibuang untuk mengurangi nilai komersial.
Kallrath (2002) menyatakan bahwa masalah produksi perencanaan dan penjadwalan banyak dihadapi dalam industri proses kimia. Kallrath memperhitungkan dan membedakan tiga kelas sistem produksi, yaitu: produksi kontinu,
batch dan produksi semi-batch. Di antara beberapa aspek yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan masalah tersebut, Kallrath mengacu pada kemungkinan pembatasan waktu kehidupan (self-life) produk. Maka, ditetapkan bahwa waktu productaging harus ditelusuri dalam bentuk kendala, seperti: waktu maksimum shelf-life,
biaya pembuangan untuk produk yang sudah expired, dan penetapan harga jual
sebagai fungsi hidup produk.
Entrup et al., (2005) mengembangkan tiga Mixed Integer Linear Programming (MILP) model yang menggabungkan keterbatasan shelf-life untuk produk
akhir dalam perencanaan dan penjadwalan untuk kasus industri produksi yoghurt.
Model yang disajikan memfokus pada rasa dan kemasan dari proses produksi yoghurt.


Universitas Sumatera Utara

18
Corominas et al., (2007) mengusulkan dua model MILP untuk menyelesaikan
masalah produksi, jam kerja dan minggu-minggu libur untuk sumber daya manusia dalam proses multi-produk dengan produk yang mudah rusak. Kedua model
memiliki fungsi tujuan yang sama yaitu memaksimalkan keuntungan (biaya pendapatan dikurangi biaya produksi, penghapusan produk, kehilangan permintaan,
dan persediaan). Percobaan komputasi dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi
Model dan diselesaikan dengan menggunakan ILOG CPLEX 8.1.
Wang et al., (2009) menyajikan model binary integer programming untuk
perencanaan operasi yang melibatkan traceability produk, ukuran bets produksi,
tingkat persediaan, produk shelf-life, dan aspek lain dalam produksi pangan yang
mudah rusak. Mereka memodelkan dua skenario yang berbeda, yaitu: satu dengan tagihan bahan dua tingkat (bahan baku dan produk jadi), dan satu dengan
tagihan bahan tiga tingkat (menambahkan komponen). Shelf-life dianggap periode antara pembuatan dan pembelian produk yang berkualitas atau kondisi yang
memuaskan, dan itu dihitung dengan mengurangi waktu penyimpanan produk
yang tahan lama. Untuk memasukkan faktor self-life, diskon harga sementara
diterapkan dengan mengukur biaya kerusakan produk. Wang et al., menyatakan
bahwa model tersebut berlaku tidak hanya untuk makanan yang cepat rusak,
tetapi lebih luas lagi dari batch produksi dan pengolahan perakitan. Sebuah studi
kasus dengan simulasi numerik diimplementasikan menggunakan Microsoft Excel.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk menggambarkan pekerjaan yang diusulkan.
Meskipun penulis hanya menyajikan sebagian dari literatur yang tersedia,
penelitian ini terfokus pada model perencanaan produksi untuk shelf-life dari proUniversitas Sumatera Utara

19
duk. Namun, ketika mempelajari sistem seperti yang ada di industri manufaktur
bahan komposit, sangat umum untuk menemukan fitur dari kerusak dalam komponen (bahan baku), dan tidak begitu menonjol dalam produk akhir.

2.3 Teori Persediaan dan Model Produk yang Tidak Tahan Lama
Nahmias (1982) disajikan tinjauan literatur yang ada terkait dengan teori persediaan tidak tahan lama. Dalam hal ini, bahan tidak tahan lama dibagi menjadi
dua kelas, yaitu: fixed lifetime dan random lifetime. Yang pertama mengacu pada
kasus-kasus di mana shelf-life diketahui apriori dan tidak tergantung dari parameter lain dalam sistem. Kategori ini juga memisahkan pada kasus permintaan
deterministik dan stokastik. Sedangkan kelas kedua berkaitan dengan peluruhan
eksponensial dari self-life dan termasuk kasus di mana berperilaku secara random
dengan distribusi probabilitas tertentu.
Chang dan Chou (2008) mengusulkan model persediaan untuk produk tahan
lama dalam industri penerbangan. Para penulis mencatat bahwa dalam industri
ini, produk yang mudah rusak adalah bahan kimia baku yang digunakan di pesawat, atau bahan baku untuk pembuatan bahan senyawa. Asumsi dari studi ini
adalah bahwa usia tiba unit persediaan adalah nol, yaitu mereka tiba dalam kondisi segar dan self-life mulai mengurangi kondisi kesegaran tersebut. Selain itu,
sebagian besar yang berhubungan dengan pekerjaan, unit yang belum digunakan

sebelum tanggal kedaluwarsa dibuang dan diterapkan biaya outdate. Berdasarkan
hal tersebut di atas, Chang dan Chou mengusulkan sebuah model dengan empat
pilihan kebijakan yang berbeda: yang pertama mengabaikan kemungkinan negosiUniversitas Sumatera Utara

20
asi antara pemasok dan pelanggan; Model 2 termasuk pemasok dan menganggap
kebijakan kembali; yang ketiga bergabung pelanggan mempertimbangkan diskon;
dan yang terakhir melibatkan semua hal di atas. Sebuah perusahaan kedirgantaraan diambil sebagai contoh untuk memverifikasi keabsahan model.

Universitas Sumatera Utara