Program Integer Untuk Persoalan Perencanaan Terintegrasi Produksi Dan Distribusi Produk Ikan Dari Beberapa Plant

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam perencanaan suatu rantai pasokan diperlukan koordinasi yang sinergis antara sebuah jaringan yang terdiri atas sumber daya pasokan, produksi dan distribusi. Perencanaan rantai pasokan merupakan interaksi antara pembeli dengan
penjual yang melibatkan berbagai tahap yang dimulai dengan pasokan sampai dengan penjualan, Diantara pasokan dan penjualan terdapat perencanaan produksi
dan distribusi produk.
Sebelum terdapat mata rantai pasokan, peneliti melakukan penelitian secara
terpisah antara perencanaan produksi dan distribusi. Perencanaan produksi dapat
dilihat sebagai perencanaan untuk memperoleh sumber daya dan bahan baku yang
mengolah bahan baku menjadi produk dan pendistribusian hasil produksi. Perlu
perhitungan yang komprehensif dan manajemen yang profesional dalam distribusi
hasil produksi. Perencanaan rantai pasokan sangat bermanfaat untuk manejeral
dalam menentukan aliran material bahan baku, pemasok, pusat distribusi, dan
berakhir di pelanggan.
Tujuan perencanaan untuk distribusi produk yang tepat ketempat yang
sesuai dan pada waktu yang tepat untuk harga yang tepat (Xu et al., 2009 dan Yu
et al., 2015). Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan perencanaan
produksi dan pendistribusian, khususnya multi produk utuk beberapa periode.
1


Universitas Sumatera Utara

2
Dalam suatu proses industri, industri ikan merupakan operasi produksi dan
distribusi telah digunakan sebagai alat untuk mendefinisikan sistem manajemen
rantai pasokan. Salah satu tujuan utama dari manajemen operasi adalah untuk
optimalisasi total biaya dari konversi ikan mentah menjadi barang jadi makanan
laut dan kemudian mengirimkannya ke pusat distribusi (Bilgen dan Ozkarahan,
2004 dan Shahparvari et al., 2013). Cohen dan Lee (1988) menjelaskan model
sistem rantai pasokan terpadu yang terdiri dari vendor bahan baku, plant yang
terdiri dari persediaan bahan baku dan produk akhir, pusat distribusi, gudang
dan pelanggan. Sedangkan Cohen dan Moon (1991) menggunakan optimasi rantai
pasokan untuk analisis dampak dari skala, kompleksitas.
Biaya operasi merupakan fungsi dari tingkat pemanfaatan dan jumlah produk yang diproses pada setiap fasilitas dan bobot masing-masing faktor biaya,
misalnya produksi, transportasi dan biaya alokasi pada desain dan pemanfaatan
optimal pada pola sistem rantai pasokan.
Berbagai penelitian yang berkaitan dengan perencanaan produksi dan distribusi hasil produksi telah banyak dilakukan. Timpe dan Kalirat (2000) menggunakan model MILP (Mixed Integer Linear Programming) yang mengintegrasikan
produksi, distribusi dan pemasaran yang melibatkan material dan hasil penjualan.
Penelitian mereka bertujuan untuk melihat relevansi antara manajemen rantai pasokan dengan jaringan produksi multi-site.
Armtzen (1995) mengembangkan MILP untuk membuat model rantai pasokan global untuk menentukan jumlah produk pada plant, pelanggan (pusat dis-


Universitas Sumatera Utara

3
tribusi), dan jumlah lokasi dari pusat distribusi. Jolayemi dan Olorumniwo (2004)
merumuskan model rantai pasokan dua tahap yang menentukan jumlah produk
yang optimal untuk diproduksi pada setiap plant, kemudian diangkut dari setiap
plant ke setiap pusat distribusi. Terdapat kendala yang besar dan variabel biner akan mengakibatkan peningkatan yang cepat pada jumlah produk, plant, dan
pusat distribusi.
Pendekatan Taguchi-Immune hybrid yang diterapkan oleh Tiwari et al.,
(2010) untuk mengoptimalkan dan mengintegrasikan masalah desain rantai pasokan dengan beberapa pilihan pengiriman, distribusi permintaan pelanggan, dan
lead time tetap.

You dan Grossman (2009) menggunakan model MILP dan

strategi komputasi untuk masalah rantai pasokan multi-eselon dengan ketidakpastian persediaan. Gajpal dan Nourelfath (2015) mempertimbangkan sistem
produksi multi-periode yang mengintegrasikan distribusi produk dan produksi
perencanaan. Para peneliti tersebut menggunakan pendekatan heuristik tiga fase
dan Tabu Search untuk menyelesaikan model terintegrasi. Kajian secara detail
sistem produksi-distribusi yang terintegrasi telah disampaikan oleh Riemann et

al., (2014), Chen (2010) dan Fahimnia et al., (2013).
Penelitian ini difokuskan pada perencanaan produksi multi-produk dari beberapa plant dan pendistribusian yang timbul dalam industri perikanan di Indonesia. Lokasi penelitian terletak di daerah pesisir Timur Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia. Sektor perikanan merupakan salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia. Industri tersebut

Universitas Sumatera Utara

4
dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang bertempat tinggal
didaerah pesisir, dan dapat meningkatkan meningkatkan pendapatan pemerintah
daerah.
Sektor industri perikanan diklasifikasikan menjadi tiga sektor yang berbeda, yaitu perikanan laut lepas, budidaya ikan dan ikan olahan. Penelitian ini
terfokus pada sektor yang terakhir yaitu sektor ikan olahan. Umumnya industri ikan olahan di Indonesia dapat ditemukan di daerah pesisir. Berbagai jenis
ikan olahan dapat diproduksi seperti ikan asap, ikan asin, ikan kaleng, terasi dan
lain-lain. Pengelolaan industri olahan ikan masih didominasi oleh usaha tradisional skala kecil dengan menggunakan strategi manajemen konvensional. Akibatnya para nelayan tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup
dalam pengelolaan sistem rantai pasokan, sehingga terjadi ketidak seimbangan
antara permintaan dengan pasokan produk perikanan. Ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi dan belum optimalnya pengelolaan dan
pemasaran ke konsumen.
Produk perikanan memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan
produk lain seperti beras, pupuk atau pakaian. Produk ikan memiliki sifat umur
penggunaan yang pendek serta tingkat kerentaan yang tinggi terhadap cuaca, sehingga diperlukan penanganan khusus dalam proses produksi dan distribusinya

guna mempertahankan kualitas produk tersebut. Proses produksi dan pendistribusian perikanan berkaitan erat dengan manajemen rantai pasokan (supply
chain management).

Universitas Sumatera Utara

5
Produk yang mudah rusak, seperti ikan olahan, merupakan kesulitan tambahan bagi pengaturan rantai pasokan karena keterbatasan produk shelf-life yang
didefinisikan sebagai panjang waktu maksimum produk yang dapat disimpan dalam kondisi tertentu dan masih bisa digunakan. Kesulitan-kesulitan ini termasuk
batas waktu penyimpan produk karena adanya tanggal kadaluarsa. Oleh karena
itu, jumlah yang dikirim ke pusat distribusi dibatasi oleh barang yang shelf-life.
Seyed Hosseini dan Ghoreyshi (2014) mempertimbangkan model perencanaan
terintegrasi produksi-distribusi untuk produk yang tidak tahan lama. Jaringan
rantai pasokan dianggap terdiri dari fasilitas produksi dan beberapa pusat distribusi. Chen dan Varaktarakis (2005) membahas integrasi perencanaan produksidistribusi dengan penjadwalan untuk industri jasa makanan katering. Penelitian
mereka adalah untuk menentukan penjadwalan perencanaan produksi-distribusi
sedemikian rupa sehingga tingkat layanan kepuasan pelanggan tercapai dan biaya
total yang minimal. Hasil produksi shelf life merupakan salah satu tantangan
dan kendala terbesar pada dunia industri makanan segar. Karena sifat produk yang mudah rusak, maka tingkat persediaan pada rantai pasokan makanan
segar harus sangat rendah untuk menghindari pemborosan karena kadaluwarsa
dan pembusukan produk, seperti yang disampaikan oleh Soman et al., (2004b).
Liu dan Tu (2008) menganalisis tentang lot sizing dan pengaruhnya pada

tingkat persediaan dan penjualan yang hilang. Diperoleh bahwa mempertahankan
persediaan yang ada untuk memenuhi sebagian dari permintaan bukanlah merupakan solusi optimal. Hal ini sangat penting dalam industri produk yang tidak

Universitas Sumatera Utara

6
tahan lama di mana shelf life membatasi waktu penyimpanan produk tersebut.
Banyak peneliti yang telah menyelidiki masalah produk yang mudah rusak menyarankan solusi optimal untuk mengelola produk rantai pasokan yang mudah
rusak. Jiang dan Chen (2007) mengembangkan penggabungan antara manufaktur,
integrasi perencanaan produksi dan penjadwalan optimal. Penelitian ini menghasilkan jadwal produksi berdasarkan informasi yang pasti dari sumber daya dan
kapasitas seluruh rantai pasokan yang tersedia.
Soman et al., (2004a) juga meneliti proses perencanaan produksi dan penjadwalan di industri manufaktur dengan produk yang mudah rusak. Yang bersangkutan menyarankan bahwa produsen makanan harus berusaha untuk mengirim
produk yang segar kepada pelanggan dengan cara mengurangi waktu penyimpanan produk dan menghindari pengiriman produk dengan tanggal kadaluwarsa.
Penelitian ini memberikan dampak pada lebih seringnya manufaktur beroperasi
yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya setup mesin, dan juga dapat mempengaruhi kualitas produk (Soman et al., 2004b).
Goyal dan Vishwanathan (2002) dan Chowdhury dan Sarker (2001) menyatakan bahwa optimasi penjadwalan produksi dapat dicapai baik melalui penyesuaian waktu siklus atau tingkat produksi, atau keduanya secara bersamaan.
Penurunan ukuran frekwensi produksi produk dapat mengakibatkan penurunan
produksi lead-time dimana tingkat persediaan yang disimpan lebih rendah sehingga akan menghasilkan produk yang segar dan biaya produksi yang rendah.
Karakteristik produk yang mudah rusak dapat tercermin dalam bentuk aspek-


Universitas Sumatera Utara

7
aspek yang lain bahkan di luar kondisi fisik produk (misalnya kerusakan atau
penipisan). Xu dan Sarker (2003) mempertimbangkan produktifitas dari produk
yang mudah rusak dipasar kompetitif. Penelitian ini menggunakan konsep shelflife (periode waktu di mana produk dapat disimpan tanpa kehilangan fungsi dan
kegunaannya).
Untuk menyajikan kontribusi terbaru dan relevan pada model perencanaan
produksi perlu diperhitungkan fitur yang mudah rusak atau shelf-life (Kallrath,
2002). Dimana penelitian tersebut menggambarkan beberapa masalah perencanaan dan penjadwalan produksi yang dihadapi pada industri kimia.
Penelitian tersebut memperhitungkan dan membedakan tiga kelas dari sistem produksi, yaitu produksi kontinu, produksi batch dan produksi semi-batch.
Di antara beberapa aspek yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut, Kallrath mengacu pada kemungkinan pembatasan waktu dari produk shelflife.
Newmann et al., (2002) memperkenalkan model Pemrograman Mixed Integer Nonlinear pada Sistem Perencanaan Lanjutan dalam masalah produksi batch
untuk proses industri. Model yang di gunakan direduksi menjadi Mixed Binary Linear programming ukuran sedang, dan pada kendalanya terdapat produk
yang mudah rusak. Pada penelitian ini, semua produk harus dikonsumsi setiap
saat sehingga tidak ada produk yang mudah rusak disimpan sebagai cadangan.
Akibatnya jumlah yang diproduksi oleh batch harus sama dengan jumlah yang
dikonsumsi tanpa penundaan. Model yang diusulkan tersebut diterapkan untuk

Universitas Sumatera Utara


8
perencanaan produksi untuk pabrik industri kimia dan diselesaikan dengan menggunakan algoritma branch-and-bound.
Entrup et al., (2005) mengembangkan model Mixed Integer Linear Programming (MILP) yang menggabungkan batas dari shelf-life untuk produk akhir dalam perencanaan dan penjadwalan dalam studi kasus pada industri produksi yoghurt. Model yang digunakan difokuskan pada tahap rasa dan kemasan dari proses
produksi yoghurt. Dengan mempertimbangkan bahwa shelf-life tergantung pada
komponen harga, dimana dimasukan aspek shelf-life ke dalam fungsi tujuan yang
bertujuan untuk memaksimalkan kontribusi marginal. Kajian numerik dilakukan
untuk menilai kesesuaian model untuk masalah perencanaan tertentu. Orun, et
al., (2001) mengembangkan model perencanaan dan penjadwalan produksi dengan
menggunakan model MILP.
Terlepas dari teknik formulasi, model perencanaan produksi diterapkan pada
beberapa pabrik. Karena perumusan model perencanaan produksi sangat fleksibel, variabel dan kendala disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahannya.
Secara khusus, seperti industry makanan dan bahan kimia memiliki sistem manufaktur yang melibatkan kriteria produk dan bahan baku yang tidak tahan lama.
Model dalam penelitian ini menggunakan model perencanaan terintegrasi
produksi dan distribusi pada produk seafood. Model tersebut terdiri dari beberapa plant yang memproduksi produk ikan, dimana persediaan produk ikan dapat
disimpan pada setiap plant dengan kapasitas terbatas dan waktu penyimpanan

Universitas Sumatera Utara

9

yang terbatas. Barang jadi ikan akan dikirim ke setiap pusat distribusi yang
memiliki keterbatasan ruang penyimpanan yang dingin.

1.2 Perumusan Masalah
Dari kajian literatur tersebut diatas terlihat bahwa ada banyak permasalahan dalam perencanaan produksi dan distribusi hasil produk terutama terhadap produksi
dan distribusi untuk produk yang memiliki shelf-life. Pada penelitian-penelitian
tersebut, shelf-life didefinisikan sebagai lama waktu maksimum bahan baku dapat
disimpan dengan kondisi tertentu dan tetap dapat diproses.
Pada penelitian ini shelf-life didefinisikan sebagai peristiwa antara manufaktur dan pusat distribusi ikan olahan, dalam hal ini ikan olahan berada dalam
kualitas terkonsumsi dan kondisi terjual.
Penelitian ini berkaitan dengan model perencanaan terintegrasi produksi dan
distribusi terhadap produk yang memiliki shelf-life, yaitu produk yang memiliki
batas waktu maksimum dapat disimpan dengan kondisi tertentu dan tetap dapat
diproses di beberapa plant.
Proses akhir produk ikan akan dikirim ke setiap pusat distribusi yang memiliki keterbatasan ruang penyimpanan yang dingin. Hal lain yang dapat menimbulkan kesulitan yaitu, dalam model yang juga ditentukan jumlah pekerja dalam
proses pengolahan. Sehingga model yang akan dihasilkan adalah model perencanaan terintegrasi produksi dan distribusi dengan memperhatikan produk yang
shelf-life, serta dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja untuk produksi produk akhir olahan ikan.
Universitas Sumatera Utara

10

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun model program integer untuk
perencanaan yang terintegrasi antara produksi dan distribusi ikan olahan pada
multi-plant, multi-item, multi-period untuk mencapai biaya minimum dengan memperhatikan produk yang memiliki shelf-life, dan tenaga kerja.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil kajian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi pengambil keputusan dalam mengembangkan ikan olahan yang mudah rusak. Pengkajian perencanaan secara terintegrasi produksi dan distribusi produk yang mudah rusak dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi pemerintah dalam rangka menentukan kebijakan pemberdayaan usaha kecil di daerah pesisir.

Universitas Sumatera Utara