Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : PSK Perempuan Lokalisasi Losmen Bougenville Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap negara berlomba-lomba membangun peradaban yang lebih baik dari
tahun ke tahun. Pembangunan yang dilakukan umumnya bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat di negara tersebut. Disharmoni akan terjadi dalam
masyarakat jika banyak individu tidak mampu menyesuaikan diri. Hal ini
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam diri masyarakat seperti pola
perilaku masyarakat yang semakin konsumtif. Perilaku seperti ini memicu
timbulnya masalah baru dalam kehidupan masyarakat. Salah satu masalah baru,
namun juga dapat dikatakan sebagai masalah lama adalah munculnya prostitusi
yang sudah ada sejak berabad-abad lalu.
Prostitusi atau pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, serta
kehidupan manusia itu sendiri. Di Indonesia, prostitusi telah terjadi sejak zaman
Kerajaan Majapahit. Salah satu yang menunjukkan hal ini adalah kisah-kisah
perselingkuhan dalam kitab-kitab Mahabrata. Label daerah plesiran yang
disandangkan pada Wonogiri dan Wonosari dapat dijadikan sebagai bukti.
Pelacuran

di


Indonesia

semakin

berkembang

pada

masa

kolonial

(Koentjoro,2004:61-62).
Prostitusi biasanya dilakukan oleh seseorang atau sekelompok pria
ataupun wanita yang sudah berkomitmen menghalalkan cara apapun demi
mendapatkan upah atau bayaran. Pekerjaan ini juga bisa disebut dengan pekerjaan
instan, karena dengan era modern sekarang para pekerja hanya memberlakukan

Universitas Sumatera Utara


tarif short time yaitu berhubungan seksual dengan waktu yang hanya setengah
jam, bila lewat batas waktu tersebut klien akan dikenakan tarif baru.
Pekerja seks komersial merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan
memperjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang
untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran (Kartono,
2010:215). Definisi tersebut sejalan dengan Koentjoro (2004:6) yang menjelaskan
bahwa pekerja seks komersial merupakan bagian dari kegiatan seks di luar nikah
yang ditandai oleh kepuasan seks dari bermacam-macam orang yang melibatkan
beberapa pria, dilakukan demi uang dan dijadikan sebagai sumber pendapatan.
Dalam kehidupan sehari-hari, PSK selalu mendapat tekanan dari
masyarakat, bahkan menjadi bahan olokan dan ejekan. Tekanan dan perlakuan
negatif dari lingkungan ini biasanya muncul dari perilaku masyarakat yang selalu
menyudutkan mereka. Pandangan masyarakat ini hanya ditujukan kepada PSK
yang menjalani profesi ini murni karena akibat adanya tekanan ekonomi. Kesan
pertama yang dilihat dari PSK ini adalah para perempuan jalang yang amoral.
Tidak layak bagi para pekerja seks untuk dihargai. Kenapa demikian, karena sejak
kecil orang tua sudah menanamkan pekerja seks disebut sebagai pelacur yaitu
perempuan yang tidak benar kelakuannya.
Sebenarnya pelacuran dan prostitusi bukan merupakan jalan bagi

kebanyakan perempuan untuk bisa mendapatkan materi dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka. banyak perempuan beranggapan bahwa dengan
melakukan pekerjaan ini, mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lumayan
besar dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengar cara yang mudah. Bukan
hanya faktor ekonomi, banyak para perempuan rela menjadi PSK hanya untuk

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan apa yang ingin mereka miliki seperti barang-barang mewah atau
barang lain nya yang dia rasa ingin dimilikinya.
Prostitusi berkembang dan tumbuh dengan berbagai kedok dalam berbagai
rupa misalnya: salon kecantikan, panti pijat, warung remang-remang, ruko-ruko
fiktif serta tak luput juga dari pusat perbelanjaan atau mall dan tempat pendidikan
pun juga sudah menjadi tempat berkembangan prostitusi. Para pekerja seks
komersial atau pelacur merupakan wanita yang tertindas dengan keliaran nafsu
para laki-laki pemuja kenikmatan duniawi tak akan jera walaupun berulang kali
kena razia.
Pada saat ini, pekerja seks komersial bukan hanya dari kalangan
perempuan yang sudah dewasa saja, melainkan pekerja seks komersial sekarang
sudah rata-rata berasal dari kalangan remaja putri atau sering disebut Anak Baru

Gede (ABG) yang menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia prostitusi. Hal ini
disebabkan karena adanya faktor permintaan sebagai faktor yang menarik dan
faktor perantara sebagai faktor yang mendorong (Koentjoro, 2004:22). Banyaknya
permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan kegiatan seksual yang
dilakukan pada remaja putri sehingga semakin banyak pula tingkat penawaran
yang ditawarkan. Para perempuan biasanya lebih mudah menjadi pekerja seks
komersial karena adanya motif berkuasa, budaya atau kepercayaan seperti
hegomoni laki-laki diatas perempuan.
Kebanyakan remaja berada pada usia belasan atau dua puluh tahun.
Periode ini adalah masa-masa dimana seseorang remaja merasa tubuhnya kuat,
segar, tidak mempan atau tidak akan dikenai penyakit apapun. Padahal pada masa
inilah seorang remaja cenderung untuk menggumbar berbagai nafsu dan energi

Universitas Sumatera Utara

yang meluap-luap. Dorongan nafsu seks yang mudah terangsang, ajakan minum
alkohol atau merokok dan ketakutan yang ditolak oleh masyarakat

terutama


dikalangan sebaya, sangat mewarnai pertumbuhan karakter dan perubahan
perilaku remaja.
Pemahaman keliru mengenai kekebalan atau ketahanan remaja itu
ditambah dengan faktor-faktor lain yang pada akhirnya membuat para remaja
mudah terpapar atau nekat menempuh resiko-resiko. Perilaku seks bebas ditanah
air terus menunjukkan peningkatan. Perilaku seks bebas yang rawan menularkan
penyakit termasuk HIV. Tidak bisa dipungkiri banyak generasi muda mulai
terjerumus kedalam perilaku tersebut saat menganggur. Sekretaris eksekutif dari
komisi penanggulangan AIDS, Dr. Nafisah Mboi, MPH mengatakan sebagian
besar remaja memulai seks dengan kondisi tidak ada kegiatan. Dimulai dari rasa
ingin tahu yang tiba-tiba muncul, kemudian iseng mencobanya. “ menurut
penelitian, sebagian remaja memulai seks karena menganggur, kemudian iseng.”
(Hutapea, 2011:143-144).
Di Indonesia masih sering terjadi praktek pernikahan anak di bawah umur.
Undang-undang perkawinan dari tahun 1974 juga tidak tegas melarang praktek
itu. Menurut UU perkawinan, seorang anak perempuan baru boleh menikah di atas
usia 16 tahun, seorang anak laki-laki di atas usia 18 tahun, tapi ada juga
dispensasi. Jadi, kantor urusan agama (KUA) masih sering memberi dispensasi
untuk anak perempuan dibawah 16 tahun (http://www.dw.de/ kuatnya-tradidisalah-satu-penyebab-pernikahan-dini/ a-4897834, diakses 22 Agustus 2016 pada
pukul 09.00 WIB).


Universitas Sumatera Utara

Pernikahan dini masih banyak terdapat di Indonesia, meskipun menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan
menuliskan “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai 19
(sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas)
tahun.” Pasal 26 UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, orang
tua diwajibkan melindungi anak dari perkawinan dini, tetapi pasal ini,
sebagaimana UU Perkawinan, tanpa ketentuan sanksi pidana sehingga ketentuan
tersebut nyaris tak ada artinya dalam melindungi anak-anak dari ancaman
perkawinan dini. Praktek pernikahan dini banyak dipengaruhi oleh tradisi lokal,
sekalipun ada ketetapan undang-undang yang melarang pernikahan dini, ternyata
ada juga fasilitas dispensasi. Pengadilan agama dan kantor urusan agama sering
memberi dispensasi jika mempelai wanita ternyata masih dibawah umur
(http://www.dw.de/

kuatnya-tradidi-salah-satu-penyebab-pernikahan-dini/

a-


4897834, diakses 22 Agustus 2016 pada pukul 10.00 WIB).
Banyak kasus perceraian dialami oleh pasangan yang menikah pada usia
muda. Namun dalam alasan perceraian tentu saja bukan hanya karena alasan
menikah muda, melainkan juga karena alasan ekonomi, ketidak cocokan,
selingkuh dan lain sebagainnya. Tetapi masalah tersebut tentu saja salah satu
dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologi
(Chairoh, 2004:22). Banyak remaja kurang mempertimbangkan aspek-aspek yang
berpengaruh ketika menikah muda, terutama pada remaja putri. Hal tersebut
khususnya berkaitan dengan penyesuaian diri, baik yang berhubungan dengan
perubahan dirinya maupun dalam hubungan dengan lingkungan sekitarnya sesuai
dengan peran barunya dalam sebuah pernikahan (Naibaho, 2012:52).

Universitas Sumatera Utara

Kajian cepat yang baru dilakukan ILO-IPEC pada tahun 2007
memperkirakan jumlah pekerja seks komersial di bawah 18 tahun sekitar 1.244
anak di Jakarta, Bandung 2.511, Yogyakarta 520, Surabaya 4.990, dan Semarang
1.623. Namun jumlah ini dapat menjadi beberapa kali lipat lebih besar mengingat
banyaknya pekerja seks komersial bekerja di tempat-tempat tersembunyi, ilegal

dan tidak terdata. Lebih lanjut, data yang ada memperlihatkan daerah-daerah
pemasok anak-anak untuk kegiatan pelacuran meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Lampung, sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat,
Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara. Sementara daerah-daerah penerimanya
terutama Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Medan, Riau, Batam, Ambon,
Manado, Makasar, dan Jayapura. Beberapa diantaranya bahkan diperdagangkan di
luar

negeri

seperti

Singapura,

Malaysia,

Hongkong,

Taiwan,


dan

(http://www.tempo.co/read/news/2003/06/12/05619704/Jumlah-Anak-AnakYang-Dipasok- Jadi-Pelacur-Di-Indonesia-Tinggi diakses pada tanggal 15 Juli
2016 pada pukul 22:22 WIB).
Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) menunjukkan bahwa dari 100 remaja terdapat 51 remaja telah
melakukan hubungan seksual dilakukan di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi
(Jabotabek). Selain di Jabotabek, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain di
Indonesia seperti, di Surabaya remaja yang melakukan hubungan seks mencapai
54 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen (Kompas, 2010). Dari
hasil survey Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKN) tahun 2010
menunjukkan bahwa 52 persen remaja di Medan sudah tidak perawan. Itu artinya,
lebih separuh remaja di ibukota Propinsi Sumatera ini melakukan seks bebas

Universitas Sumatera Utara

sebelum
menikah(http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=
202263:rem aja-tidak-perawan-lagi&catid=15:sumut&Itemid=28 diakses pada 7
Juli 2016 pada pukul 22:22 WIB).

Sekitar 30 persen dari 40 ribu sampai 70 ribu PSK di Indonesia itu
melibatkan anak-anak dibawah umur (usia 18 tahun kebawah). Data ini
didapatkan dari CRC (LSM) yang bekerja sama dengan Menteri Pemberdayaan
Perempuan

dan

Perlindungan

Anak

pada

tahun

2008-2009

(http://m.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/1103/18/170628-astagasekitar-30-persen-psk-itu-anak-anak diakses pada tanggal 15 Juli 2016 pukul
22:22 WIB). Kondisi seperti ini menjadi masalah yang harus segera diselesaikan.
Anak yang dan berusia 18 tahun kebawah harusnya fokus pada pendidikan seperti

sekolah dan bermain. Anak-anak dinilai tidak pantas untuk melakukan pekerjaan
apalagi menjadi seorang PSK.
Aktivitas manusia pada diri dan lingkungan tidak terlepas dari aktivitas
beragama yang erat berkaitan dengan regiliusitas, bukan hanya terjadi ketika
seseorang melakuakan ritual (ibadah) saja, melainkan juga pada aktivitas atau
pekerjaan lain yang didorong oleh kekuatan batin. Segi kesadaran dalam
beragama remaja sekarang ini juga tidak memperdulikan pentingnya dosa dari apa
yang telah dia perbuat. Tidak ada nya rasa takut, dan cemas akan apa yang
diterima remaja ketika dia sudah mati, yang ada hanya berfikir bagaimana caranya
remaja dapat memenuhi kebutuhannya.
Perkembangan zaman yang terjadi saat ini menuntut setiap orang untuk
mampu beradaptasi agar tidak mengalami ketertinggalan. Namun demikian,

Universitas Sumatera Utara

kurangnya kesiapan seseorang dalam mengikuti perkembangan zaman akan
membuat seseorang melakukan berbagai cara untuk mengejar ketertinggalan. Hal
seperti ini bisa memicu munculnya pekerjaan instan demi memperoleh apa yang
diinginkannya, seperti munculnya PSK remaja dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya. Remaja dan kemunculan PSK biasanya terjadi dikotakota besar di Indonesia seperti Kota Medan. Perilaku PSK di Medan sendiri
berpatokan pada waktu yang singkat yaitu short time. Cara ini diambil
kebanyakan PSK guna memperoleh pendapatan yang banyak dalam satu malam.
Sementara dari segi pemesanan para PSK banyak melakukan variasi transaksi,
seperti berada dipinggir jalan atau juga menunggu di dalam hotel atau losmen.
Seperti salah satu losmen di Kota Medan yaitu Losmen Bougenville yang terletak
diaderah Kecamatan Medan Tuntungan.
Banyak hal yang melatarbelakangi seorang remaja putri menjadi pekerja
seks komersial. Peneliti tertarik meneliti apa faktor-faktor yang mempengaruhi
remaja menjadi PSK di

Losmen Bougenville Kelurahan Simpang Selayang

Kecamatan Medan Tuntungan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis pada latar
belakang, maka penulis merumuskan penilitian sebagai berikut “Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Kasus :
PSK
Perempuan Lokasi Losmen Bougenville Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan
Medan Tuntungan)”.

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor apa yang mempengaruhi remaja menjadi pekerja seks komersial
(Studi Kasus : PSK Perempuan Lokasi Losmen Bougenville Kelurahan Simpang
Selayang Kecamatan Medan Tuntungan).
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1.

Secara akademis, dapat memberikan kontribusi keilmuan dalam menambah
referensi dan kajian serta studi komparasi bagi peneliti atau mahasiswa yang
tertarik terhadap penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi seorang remaja perempuan menjadi PSK.

2.

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam
rangka program-program yang dibuat lembaga swadaya masyarakat guna
memberdayakan PSK agar berfungsi sosial kembali.

1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan dalam peneliti ini secara garis besar dikelompokkan
dalam tiga bab, dengan uraian sebagai berikut;
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan.

Universitas Sumatera Utara

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang teori, uraian dan konsep yang berkaitan
dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran serta
defenisi konsep.

BAB II

: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian,
informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisi
data.

BAB IV

: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana
penulis melakukan penelitian.

BAB V

: ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian dan analisisnya.

BAB VI

: PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang bermanfaat
sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : Psk Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan)

1 74 108

FAKTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PEREMPUAN MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI LOKALISASI KELOPOAN KECAMATAN SEMPU KABUPATEN BANYUWANGI

0 14 18

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : PSK Perempuan Lokalisasi Losmen Bougenville Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

0 0 10

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : PSK Perempuan Lokalisasi Losmen Bougenville Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

0 0 2

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : PSK Perempuan Lokalisasi Losmen Bougenville Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

0 1 42

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : PSK Perempuan Lokalisasi Losmen Bougenville Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan) Chapter III IV

0 0 48

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : PSK Perempuan Lokalisasi Losmen Bougenville Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan)

0 0 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Seks - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : Psk Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan)

0 0 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Remaja Menjadi Pekerja Seks Komersial (Studi Deskriptif : Psk Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan)

0 0 13

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI REMAJA MENJADI PEKERJA SEKS KOMERSIAL (Studi Deskriptif : PSK Dampingan Perempuan Peduli Pedila Medan Lokalisasi Losmen Cibulan) SKRIPSI

0 0 10