Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh
negara dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional, sehingga
pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin. 1 Selain itu, Pasal 33 ayat (3)
UUD 1945 menyatakan bahwa: “Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.” 2
Bagi kehidupan manusia, minyak dan gas bumi memiliki peranan yang
cukup penting. Hal itu dikarenakan minyak dan gas bumi memilki banyak
manfaat yang dapat digunakan manusia dalam menjalani aktifitas sehari-hari.
Minyak dan gas bumi yang masih mentah atua belum diolah dapat digunakan
langsung oleh masyarakat. . Minyak dan gas bumi yang dapat digunakan untuk
kehidupan sehari-hari adalah yang telah diolah menjadi beberapa produk siap
pakai, seperti: bahan bakar, minyak tanah, pelumas, dan gas cair. Bahan bakar
juga terdiri dari beberapa jenis, antara lain: solar, bensin, dll.
Bensin adalah salah satu jenis bahan bakar yang paling banyak digunakan
oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pertumbuhan kendaraan bermotor dan mobil

1


Hal ini diatur secara eksplisit pada Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
2
Indonesia (UUD 1945), Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal
33 ayat (3).

1
Universitas Sumatera Utara

2

setiap tahunnya semakin meningkat. Kebutuhan masyarakat terhadap bensin
semakin jelas terlihat apabila harga dari bensin tersebut naik. Hal tersebut dapat
mempengaruhi beberapa kebutuhan pokok ikut naik.
Begitupun pentingnya bensin terhadap kehidupan masyarakat, Pertamina
sebagai perusahaan milik negara yang sudah lama

beroperasi dalam


mendistribusikan bensin kepada masyarakat di Indonesia belum mampu
menjangkau seluruh masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di perdesaan
ataupun di pelosok-pelosok daerah.
Kebanyakan SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) hanya
didirikan di daerah perkotaan saja. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat yang
tinggal di perdesaan harus menempuh jarak yang sangat jauh hanya untuk
mendapatkan bensin. Berangkat dari hal inilah, maka timbul pedagang-pedagang
bensin eceran, yang membuka usaha penjualan bensin eceran di desa mereka
dengan maksud agar mudah mendapatkan bensin sekaligus mencari keuntungan.
Sebagai upaya menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi guna
untuk mewujudkan peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, telah
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas
Bumi (selanjutnya disebut “UU MGB”). UU MGB tersebut memberikan landasan
hukum bagi pembaruan dan penataan kembali kegiatan usaha migas.

Universitas Sumatera Utara

3


Dalam Pasal 1 ayat (1) UU MGB dinyatakan bahwa:
“minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam
kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat,
termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh
dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan
hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang
tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.” 3
Pengaturan lebih lanjut terkait kegiatan usaha hilir diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas
Bumi (selanjutnya disebut “PP KUHMGB”). PP KUHMGB memberikan
pengaturan-pengaturan secara jelas mengenai kegiatan usaha hilir tentang hal-hal
yang dapat dilakukan dan batasan-batasan bagi pelaku usaha.
Sebagaimana diketahui bahwa banyak badan usaha yang telah besar dan
tersebar di Indonesia dalam melakukan kegiatan usaha niaga seperti: PT.
Pertamina (Persero), PT. Elnusa Petrofin, PT. Shell Indonesia, PT. Petronas Niaga
Indonesia, dan PT. AKR Corporindo Tbk. 4 Diperbolehkannya masyarakat untuk
berpartisipasi dalam kegiatan usaha niaga minyak dan gas bumi ini yang mana
dipandang dapat menghasilkan banyak keuntungan bagi si pelaku usaha
dikarenakan banyaknya permintaan di masyarakat yang senantiasa membutuhkan
bensin setiap harinya, menimbulkan minat yang tinggi pula bagi masyarakat untuk

melakukan kegiatan usaha niaga minyak dan gas bumi.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa daerah-daerah pelosok
tidak mudah dalam mendapatkan bensin sehingga melakukan penjualan bensin

3

Indonesia (MGB), Undang-Undang tentang Minyak Dan Gas Bumi, UU No. 22 Tahun
2001, LN Tahun 2001 Nomor 136, TLN Nomor 4150.
4
“Daftar
Perusahaan
yang
Telah
Mendapat
Izin”,
dalam
migas.esdm.go.id/public/images/.../daftar-bu-niaga-umum-mei-2015-050515,
(diakses
pada
tanggal 05 April 2017, pukul 02:10 WIB).


Universitas Sumatera Utara

4

eceran. Namun, ternyata hal tersebut diikuti pula oleh masyarakat perkotaan guna
meraup keuntungan. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya permintaan di
masyarakat terhadap minyak dan gas bumi. Pedagang bensin eceran ini banyak
ditemukan di masyarakat dan kegiatan perdagangan ini dilakukan dalam berbagai
bentuk, seperti secara botolan di pinggir jalan, di kios-kios, bahkan ada pula yang
melakukan penjualan dengan teknologi mesin pengisian bensin yang hampir
menyerupai mesin pengisian yang terdapat pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU).
Selain itu ada pula masyarakat yang melakukan perdagangan bensin
eceran dengan menggunakan lambang yang hampir menyerupai lambang suatu
badan usaha yang bergerak dalam kegiatan usaha niaga minyak dan gas bumi
yang sudah terkenal di Indonesia seperti Pertamina, bahkan tidak jarang pula di
temukan pedagang bensin eceran yang menamakan kegiatan usahanya sebagai
Pertamini.
Berkaitan dengan hal-hal yang telah dipaparkan diatas, secara yuridis,

kegiatan transaksi penjualan yang dilakukan oleh pedagang bensin eceran telah
terindikasi tindak pelanggaran yang melanggar peraturan perundang-undangan
tentang minyak dan gas bumi.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penulisan penulisan skripsi dengan judul “Kedudukan Pedagang Bensin Eceran
Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi”.

Universitas Sumatera Utara

5

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya maka
penulis merumuskan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah legalitas kegiatan usaha bensin eceran Pertamini dalam
perspektif hukum bisnis?
2. Bagaimanakah kedudukan pedagang bensin eceran Pertamini dalam
transaksi penjualan bensin ditinjau dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi?

3. Bagaimanakah praktik penjualan bensin eceran Pertamini?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana legalitas kegiatan usaha bensin eceran
Pertamini dalam perspektif hukum bisnis.
2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan pedagang bensin eceran
Pertamini dalam transaksi penjualan bensin ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi.
3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa konsumen terhadap
kegiatan curang yang dilakukan oleh pedagang bensin eceran Pertamini.
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan 5 sehingga

5

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010), hlm.3.

Universitas Sumatera Utara


6

penulis mengharapkan agar penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Skripsi ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat bagi
penulis dan pembaca, terkhususnya mengenai legalitas kegiatan usaha
bensin eceran Pertamini dalam perspektif hukum bisnis.
2. Secara Praktis
Skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tentang praktik penjualan
bensin eceran Pertamini yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi. Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian
sejenis pada tahap selanjutnya.

D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang
dilakukan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penulisan skripsi
yang berjudul “Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini dalam Transaksi

Penjualan Bensin Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak Dan Gas Bumi” belum pernah ditulis sebelumnya.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya
sendiri yang asli dan bukan merupakan hasil jiplakan dari skripsi orang lain.
Penulisan skripsi ini dilakukan berdasarkan pada hasil pemikiran sendiri,

Universitas Sumatera Utara

7

referensi, buku-buku, makalah-makalah, jurnal, dan media elektronik yang telah
disesuaikan dengan asas-asas keilmuan yang rasional, jujur, objektif, dan terbuka.
Penulisan skripsi ini juga bersumber dari beberapa karya tulis penulis lain
baik yang dipublikasikan maupun tidak, sehingga telah diberikan penghargaan
dengan mengutip nama penulis secara lengkap dan benar baik pada catatan kaki
maupun pada daftar pustaka. Dengan demikian, penulisan skripsi dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah oleh penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan
Sebelum skripsi ini diuraikan lebih lanjut, terlebih dahulu penulis akan

memberikan penjelasan atau memberikan batasan-batasan yang akan menjadi
fokus penelitian, yakni sebagai berikut:
1. Pedagang
Pedagang diambil dari kata dasar “dagang”. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), dagang adalah pekerjaan yang berhubungan dengan menjual
dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan, jual-beli, dan niaga. 6
Kemudian dalam KBBI juga memberikan definisi bahwa pedagang adalah orang
yang mencari nafkah dengan berdagang. 7
Pedagang adalah perantara yang kegiatannya membeli barang dan
menjualnya kembali tanpa merubah bentuk atas inisiatif dan tanggung jawab
sendiri dengan konsumen untuk membeli dan menjualnya dalam partai kecil atau

6

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, “Arti Kata Dagang”, dalam
http://kbbi.web.id/dagang, (diakses pada tanggal 18 Maret 2017, pukul 00:53 WIB).
7
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


8

per satuan. 8 Dalam hal ini pedagang dikategorikan oleh penulis sebagai pelaku
usaha.
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut “UU PK”) memberikan pengertian
mengenai pelaku usaha yang menyatakan:
“setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri, maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.” 9
2. Bensin Eceran
Pasal 1 ayat (5) UU MGB memberikan pengertian bahwa bahan bakar
minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi. 10
Bahan bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energi.
Biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan
dimanipulasi. 11

Dalam tulisan yang dipublikasikan oleh Society of Petroleum Engineers,
menyatakan bahwa:
“Petroleum is a naturally occurring mixture consisting predominantly of
hydrocarbons in the gaseous, liquid or solid phase.” 12
8

Ifan Wardani Hasan, “Studi Tentang Penertiban Pedagang Kaki Lima Oleh Dinas Pasar
di Pasar Segiri Kota Samarinda”. e-Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol.5 No.1 (2017), hlm.149.
9
Indonesia (Perlindungan Konsumen), Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen,
UU No. 8 Tahun 1999, LN Tahun 1999 Nomor 42, TLN Nomor 3821.
10
Indonesia (MGB), op.cit., Pasal 1 ayat (5).
11
“Pengertian Bahan Bakar”, dalam http://www.wikiwand.com/id/Bahan_bakar, (diakses
pada tanggal 20 Maret 2017, pukul 23:49 WIB).
12
Society of Petroleum Engineers, “Glossary of Terms Used in Petroleum Reserves /
Resources Definitions”, dalam http://www.spe.org/industry/docs/GlossaryPetroleumReservesResourcesDefinitions_2005.pdf, (diakses pada tanggal 18 Mei 2017, Pukul 22.15 WIB).

Universitas Sumatera Utara

9

(Minyak bumi adalah campuran alami yang sebagian besar terdiri dari
hidrokarbon dalam fase gas, cair atau padat).
Selain itu, American Association of Petroleum Geologists menyebutkan:
“Petroleum is a thick, flammable, yellow-to-black mixture of gaseous,
liquid, and solid hydrocarbons that occurs naturally beneath the earth's
surface, can be separated into fractions including natural gas, gasoline,
naphtha, kerosene, fuel and lubricating oils, paraffin wax, and asphalt and
is used as raw material for a wide variety of derivative products.” 13
(Petroleum adalah campuran hidrokarbon gas, cair, dan padat yang tebal,
mudah terbakar, kuning ke hitaman yang terjadi secara alami di bawah
permukaan bumi, dapat dipisahkan menjadi pecahan termasuk gas alam,
bensin, nafta, minyak tanah, bahan bakar dan minyak pelumas, lilin
parafin, aspal dan digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai macam
produk turunan senyawa).
Jenis-jenis bahan bakar berdasarkan bentuk dan wujudnya, yaitu: 14
a.

Bahan Bakar Padat
Bahan bakar padat merupakan bahan bakar berbentuk padat, dan
kebanyakan menjadi sumber energi panas. Misalnya kayu dan batu
bara.

b.

Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair adalah bahan bakar yang strukturnya tidak rapat,
jika dibandingkan dengan bahan bakar padat molekulnya dapat
bergerak bebas. Bensin/gasoline/premium, minyak solar, minyak
tanah adalah contoh bahan bakar cair.

13

American Association of Petroleum Geologists, “Definition of Petroleum, Petroleum
Through Time”, dalam http://www.aapg.org/about/petroleum-geology/petroleum-throughtime/what-is-petroleum#3428309-about, (diakses pada tanggal 18 Mei 2017, Pukul 22.32 WIB).
14
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

10

c.

Bahan Bakar Gas
Bahan bakar gas ada dua jenis, yakni Compressed Natural Gas
(CNG) dan Liquid Petroleum Gas (LPG). CNG pada dasarnya terdiri
dari metana sedangkan LPG adalah campuran dari propana, butana
dan bahan kimia lainnya.

Melalui penjelasan diatas, bensin termasuk dalam jenis bahan bakar cair. 15
Dalam hal ini penulis mengkategorikan bahan bakar cair sebagai bensin. Bensin
atau gasoline atau petrol adalah salah satu jenis bahan bakar minyak yang
dimaksudkan untuk kendaraan bermotor roda dua, tiga dan empat. Secara
sederhana, bensin tersusun dari hidrokarbon rantai lurus, mulai dari C7 (heptana)
sampai dengan C11 (undekana). Dengan kata lain, bensin terbuat dari molekul
yang hanya terdiri dari hidrogen dan karbon yang terikat antara satu dengan yang
lainnya sehingga membentuk rantai. 16
Eceran atau disebut pula ritel (bahasa Inggris: retail) adalah salah satu cara
pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang
secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan
bisnis. 17
Menurut Berman dan Evans, eceran atau disebut juga sebagai retailing
merupakan suatu usaha bisnis yang berusaha memasarkan barang dan jasa kepada

15

Ibid.
I Wayan Budi Aryawan, “Pengaruh Penggunaan Bahan Bakar Pertalite Terhadap Unjuk
Kerja Daya, Torsi, dan Konsumsi Bahan Bakar Pada Sepeda Motor Bertransmisi Otomatis”.
(Skripsi Program Sarjana Ilmu Hukum Universitas Udayana, Bali, 2016), hlm.5.
17
“Perbedaan
Grosir
dan
Eceran”,
dalam
https://jayatoserba.wordpress.com/2011/07/25/perbedaan-grosir-dan-eceran/, (diakses pada tanggal
21 Maret 2017, pukul 00:37 WIB).
16

Universitas Sumatera Utara

11

konsumen akhir yang menggunakannnya untuk keperluan pribadi dan rumah
tangga. 18
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa bensin eceran
merupakan bensin yang dijual oleh pedagang (retailer) secara langsung kepada
konsumen akhir untuk digunakan secara pribadi.
3. Transaksi Penjualan
Menurut KBBI, transaksi adalah persetujuan jual beli (dalam perdagangan)
antara dua pihak. 19 Pasal 1457 KUH Perdata menyatakan bahwa:
“Jual beli adalah suatu perjanjian yang mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.” 20
Sedangkan definisi penjualan menurut KBBI adalah proses, cara,
perbuatan menjual. 21

Beberapa pengertian penjualan menurut para ahli:
a. Philip Kotler
Penjualan ialah proses sosial manajerial dimana individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan, menciptakan, menawarkan
dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. 22

18

Berman dan Evans, Manajemen Ritel, (New Jersey: Prentice Hall, 2001), hlm.3.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, “Arti Kata Transaksi”,
http://kbbi.web.id/transaksi, (diakses pada tanggal 21 Maret 2017, pukul 01.35WIB).
20
Indonesia (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblad Tahun
1847 Nomor 23.
21
Ibid.
19

Universitas Sumatera Utara

12

b. Moekijat
Menyatakan bahwa “selling” melakukan penjualan ialah suatu kegiatan
yang ditujukan untuk mencari pembeli, mempengaruhi, dan memberikan petunjuk
agar pembeli dapat menyesuaikan kebutuhannnya dengan produk yang ditawarkan
serta mengadakan perjanjian mengenai harga yang menguntungkan bagi kedua
belah pihak. 23

F. Metode Penelitian
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Metodologi adalah ilmu-ilmu atau cara yang digunakan untuk memperoleh

kebenaran menggunakan penelusuran dengan tata cara tertentu dalam menemukan
kebenaran, tergantung dari realitas yang sedang dikaji. 24 Metodologi merupakan
logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. 25 Skripsi ini merupakan
penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif.
Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 26 Penelitian hukum normatif
terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum dalam pengertian ilmu hukum
sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah

22

Philip Kotler, Ronny A. Rusli dan Hendra, Manajemen Pemasaran Jilid 2 dalam Buku
Analisis, Perencanaan, dan Implementasi, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2000), hlm.8.
23
Moekijat, Kamus Istilah Ekonomi, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm.488.
24
Zulfikar dan I Nyoman Budiantara, Manajemen Riset dengan Pendekatan Komputasi
Statistika, (Jombang: Deepublish STMIK Jombang, 2015), hlm.44.
25
Soerjono Soekanto, op.cit., hlm.6.
26
Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet.
Ketujuh, Ed. Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.13-14.

Universitas Sumatera Utara

13

yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat. 27 Pada
penelitian tipe hukum normatif, seringnya hukum dikonsepsikan sebagai apa yang
tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan sebagai
kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap
pantas. 28
Penelitian deskriptif ialah penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk
mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau
daerah tertentu. 29 Penelitian ini disebut penelitian bersifat deskriptif. Maksud dari
penelitian bersifat deskriptif adalah untuk memperoleh gambaran secara lengkap
dan jelas tentang permasalahan yang ada di masyarakat, dan dikaitkan dengan
kaidah-kaidah atau pertaturan-peraturan hukum yang berlaku.
2. Data Penelitian
Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini,
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi
dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap
data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Menurut Soerjono
Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum,
yaitu: 30
a. Bahan Hukum Primer

27

Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai
Bahan Ajar, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm.54.
28
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), hlm.118.
29
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Cet. Kedua,
Edisi Pertama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.36.
30
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit., hlm.13.

Universitas Sumatera Utara

14

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat,
seperti undang-undang, peraturan pemerintah, dan berbagai peraturan
hukum nasional yang mengikat, antara lain:
1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi (“UU MGB”).
3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (“UU PK”).
5) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (“PP KUHMGB”).
6) Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor 6
Tahun 2015 tentang Penyalur Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu
dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan Pada Daerah Yang
Belum Terdapat Penyalur.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: literatur hukum,
rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, karya-karya tulis
ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini, dan juga
wawancara.
c. Bahan Hukum Tersier

Universitas Sumatera Utara

15

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, majalah, dan
sebagainya. Selain itu, bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan
primer, sekunder, dan tersier di luar bidang hukum yang berhubungan
dengan penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi.
Adapun penelitian ini juga akan didukung dengan wawancara terhadap
pihak terkait dalam hal ini pelaku pedagang bensin eceran Pertamini. Wawancara
bertujuan untuk mengkonfirmasi data-data sekunder yang diperoleh oleh peneliti
dari berbagai sumber.
3. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam suatu penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor
penting dalam keberhasilan suatu penelitian. Teknik pengumpulan data diperlukan
untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini
digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library
research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui
buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan,
dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam
skripsi ini dan juga mengumpulkan data dengan cara wawancara terhadap
pedagang bensin eceran Pertamini.
4. Analisis Data

Universitas Sumatera Utara

16

Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif.
Data yang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis normatif
kualitatif apabila: 31
a. Data yang terkumpul tidak berupa angka-angka yang dapat dilakukan
pengukuran.
b. Data tersebut sukar diukur dengan angka.
c. Hubungan antar variable tidak jelas.
d. Sampel lebih bersifat non probabilitas.
e. Pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara dan
pengamatan.
f. Penggunaan-penggunaan teori kurang diperlukan.
Kemudian penulis menghubungkan dengan pendapat-pendapat ahli, asasasas hukum, perbandingan hukum, dan sinkronisasi aturan hukum. Lalu penulis
mencoba merumuskan dalam bentuk uraian dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan
sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan.

G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi, diperlukan adanya sistematika penulisan yang
teratur dan terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu dengan lain.
Penulis dalam menulis skripsi ini membagi kedalam suatu susunan yang terdiri
atas 5 (lima) bab, selanjutnya tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub bab tersendiri
yang maksudnya adalah untuk mempermudah dalam menguraikan dan
mendeskripsikan setiap permasalahan yang dikaji yang saling berkaitan satu

31

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991),

hlm.77.

Universitas Sumatera Utara

17

dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan, yang dimana menjelaskan secara garis
besar dan disusun secara sistematis berkaitan dengan judul skripsi ini yang
meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
Bab II ini mengenai aspek hukum transaksi penjualan bensin di Indonesia,
yang membahas mengenai sejarah singkat perdagangan bensin, jual beli
berdasarkan hukum perdata, dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang
transaksi penjualan bensin di Indonesia.
Bab III mengenai kedudukan pedagang bensin eceran pertamini dalam
transaksi penjualan bensin ditinjau dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak Dan Gas Bumi, bab ini menguraikan tentang tinjauan umum
kegiatan usaha, tinjauan umum pelaku usaha, tinjauan umum konsumen, dan juga
akan membahas tentang kedudukan pedagang bensin eceran Pertamini dalam
transaksi penjualan bensin.
Bab IV mengenai praktik penjualan bensin eceran Pertamini, dan pada bab
ini juga akan membahas mengenai penyelesaian sengketa konsumen terhadap
kegiatan curang yang dilakukan oleh pedagang bensin eceran Pertamini baik
melalui proses non litigasi maupun melalui proses litigasi.
Bab V memuat intisari dari bab-bab sebelumnya dan jawaban atas pokokpokok permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, penulis juga mengemukakan

Universitas Sumatera Utara

18

saran-saran mengenai permasalahan-permasalahan yang telah dibahas dan
dipaparkan diatas agar dapat digunakan dan menjadi bahan pertimbangan bagi
orang-orang yang membahas tentang kedudukan pedagang bensin eceran
Pertamini dalam transaksi penjualan bensin.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Kedudukan Anak Dalam Perkawinan Campuran Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang...

0 20 5

Analisis undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi ditinjau dari konsep pegelolaan kepemilikan umum dalam Islam

0 7 86

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penjualan BBM yang Dilakukan Oleh Pengecer Dengan Menggunakan Merk Pertamini Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.

0 0 2

Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi

1 11 9

Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi

1 2 26

Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi

0 2 1

Kedudukan Pedagang Bensin Eceran Pertamini Dalam Transaksi Penjualan Bensin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas Bumi

0 4 9

UU NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

0 0 22

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENJUALAN GAS ELPIJI BERSUBSIDI DITINJAU DARI PASAL 53 Huruf d UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI (Studi Kasus Putusan Di Pengadilan Negeri Sungailiat) SKRIPSI

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Penegakan hukum terhadap tindak pidana penjualan gas elpiji bersubsidi ditinjau dari Pasal 53 Huruf d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Studi Kasus Putusan Di Pengadilan Negeri Sungailiat) - Repository Univ

1 3 19