Analisis Strategi Penanggulangan Kecelakaan Kerja Untuk Mencapai Tingkat Kecelakaan Kerja Nihil (Zerro Accideent) Pada Pt Tasik Raja

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1

Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Secara filosofi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan

upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah
tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat adil dan makmur (Depnaker RI, 1993).
Keselamatan dan kesehatan kerja ditinjau berdasarkan aspek secara yuridis adalah
upaya perlindungan bagi keselamatan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat
kerja dan melindungi keselamatan setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar
sumber produksi dapat dipergunakan secara aman dan efisien. Peninjauan dari aspek
teknis keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah ilmu pengetahuan dan penerapan
mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Penerapan K3 dijabarkan ke dalam
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang disebut SMK 3 (Soemaryanto,
2002).
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan
disebutkan bahwa Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas

kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan pencegahan penyakit akibat
kerja. Menurut Suma’nur (1987) kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang

12

berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat
berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting yaitu:
(1) Kecelakaan akibat langsung pekerjaan, (2) Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan
sedang dilakukan.
Ditinjau dari aspek yuridis K3 adalah upaya perlindungan bagi keselamatan
tenaga kerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerja dan melindungi keselamatan
setiap orang yang memasuki tempat kerja, serta agar sumber produksi dapat
dipergunakan secara aman dan efisien, jika ditinjau dari efek teknis K3 adalah ilmu
pengetahuan dan penerapan mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Penerapan K3 dijabarkan kedalam sistem manajemen yang disebut SMK3 (Somaryanto,
2002).
Tujuan dari upaya kesehatan kerja adalah untuk:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Memelihara dan mempergunakan sumber produksi secara aman dan efisien
(Suma’mur, 2009).

13

2.2

Kecelakaan Kerja

2.2.1

Definisi Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga yang tidak diharapkan. Tak

terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebihlebih dalam bentuk perencanaan. Maka dari itu, peristiwa sabotase atau tindakan kriminal
di ruang lingkup kecelakaan yang disertai kerugian material atau penderitaan dari yang
paling ringan sampai yang paling berat. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang
berkaitan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti
bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan

pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting yaitu : 1) Kecelakaan
adalah akibat langsung pekerjaan 2) Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang
dilakukan.
Kadang-kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya, sehingga
meliputi juga kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan ke
dan dari tempat kerja. Kecelakaan-kecelakaan dirumah atau pada waktu rekreasi adalah
diluar dari pada makna kecelakaan akibat kerja, sekalipun pencegahannya sering
dimasukkan program keselamatan kerja perusahaan. Kecelakaan-kecelakaan demikian
termasuk pada kecelakaan umum hanya saja menimpa tenaga kerja di luar pekerjaannya.
Sekalipun kecelakaan akibat kerja meliputi penyakit akibat kerja, yang disebut terakhir
ini tidak akan dibicarakan disini, melainkan pada ruang lingkup hygiene perusahaan dan
kesehatan kerja. Terdapat tiga kelompok kecelakaan:

14

1. Kecelakaan akibat kerja di perusahaan
2. Kecelakaan lalu lintas
3. Kecelakaan dirumah
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat
mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-faktor tersebut

belum mendatangkan kecelakaan. Jika kecelakaan telah terjadi, maka tersebut sebagai
bahaya nyata.
2.2.2

Penyebab Kecelakaan Kerja
Secara umum kecelakaan menurut Suma’mur (2009) disebabkan oleh:

1. Tindakan perbuatan manusia (unsafe human act).
Menurut penelitian 85% kecelakaan terjadi disebabkan faktor manusia yang
melakukan tindakan tidak aman. Tindakan tidak aman ini dapat disebabkan oleh :
a. Karena tidak tahu yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan
pekerjaan dengan aman dan tidak tahu bahaya – bahaya yang ada.
b. Karena tidak mampu / tidak bisa, yang bersangkutan telah mengetahui cara
kerja aman dan bahaya yang ada, tetapi karena belum mampu dan kurang
kurang terampil maka dia melakukan kesalahan.
c. Walaupun telah mengetahui cara kerja dan peraturan – peraturan serta yang
bersangkutan

dapat


melaksanakannya,

tetapi

karena

tidak

mau

melaksanakannya maka terjadi kecelakaan.

15

2. Keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition)
Kondisi tidak aman dapat dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pekerja
di lingkungan kerja seharusnya mematuhi aturan dari industrial hygiene, yang
mengatur agar kondisi tempat kerja aman dan sehat. Setiap keadaan / faktor
adalah penting artinya bagi terjadinya kecelakaan, tetapi serentetan peristiwa
keseluruhan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Apabila sebab satu bagian

dari rentetan peristiwa dihilangkan kecelakaan tidak akan terjadi. Kecelakaan
diselidiki untuk maksud:
a. Menentukan siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan.
b. Mencegah terjadinya peristiwa serupa.
Sedangkan menurut Benny dan Achmadi (1991) sebab kecelakaan kerja
mengelompokkannya sebagai berikut:
1. Faktor Lingkungan Kerja (Work Environment)
a. Faktor Kimia
Disebabkan oleh bahan baku produksi, proses produksi dan hasil produksi
suatu kegiatan usaha. Untuk golongan kimia dapat digolongkan kepada bendabenda mudah terbakar, mudah meledak dan lainnya.
b. Faktor Fisik
Misalnya penerangan yang cukup baik di luar ruangan maupun di dalam
ruangan, panas kebisingan dan lainnya.

16

c. Faktor Biologi
Dapat berupa bakteri, jamur, mikroorganisme lain yang dihasilkan dari bahan
baku proses produksi dan proses penyimpanan produksi, dapat juga berupa
binatang-binatang pengganggu lainnya pada saat berada di lapangan atau

kebun.
d. Faktor Ergonomi
Pemakaian atau penyediaan alat-alat kerja, apakah sudah sesuai dengan
keselamatan kerja sehingga pekerja dapat merasakan kenyamanan saat
bekerja. Ergonomi terutama dikhususkan sebagai perencanaan dari cara kerja
yang baik meliputi tata cara bekerja dan peralatan.
e. Faktor Psikologi
Perlunya dibina hubungan yang baik antara sesama pekerja dalam lingkungan
kerja, misalnya antara pimpinan dan bawahan.
2. Faktor Pekerjaan
a. Jam Kerja
Yang dimaksud jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat
dan lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat ini dapat
mengurangi kecelakaan kerja.
b. Pergeseran Waktu
Pergeseran waktu dari pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan kecelakaan akibat kerja.
3. Faktor Pekerja (human Factor)

17


a. Umur Pekerja
Penelitian dalam test refleks memberikan kesimpulan bahwa umur
mempunyai pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja.
Ternyata

golongan

umur

muda

mempunyai

kecenderungan

untuk

mendapatkan kecelakaan lebih rendah dibandingkan usia tua, karena
mempunyai kecepatan reaksi lebih tinggi. Akan tetapi untuk jenis pekerjaan

tertentu sering merupakan golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja
tinggi, mungkin hal ini disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian
mereka terhadap pekerjaan yang dihadapinya.
b. Pengalaman Bekerja
Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja.
Semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja.
Pengalaman

kerja

juga

mempengaruhi

terjadinya

kecelakaan

kerja.


Pengalaman kerja yang sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai
resiko tinggi terhadap terjadinya kecelakaan kerja akan mengakibatkan
besarnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
c. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi
pekerjaan, demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun
teori termasuk diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari
terjadinya kecelakaan kerja.

18

d. Lama Bekerja
Lama bekerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini
didasarkan pada lamanya seseorang bekerja akan mempengaruhi pengalaman
kerjanya.
e. Kelelahan
Faktor kelelahan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau turunnya
produktifitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun
psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan
perubahan fisiologis dalam tubuh. Kelelahan kan berakibat menurunnya

kemampuan kerja dan kemampuan tubuh para pekerja.
2.3

Kecelakaan Kerja di Perkebunan
Bentuk kecelakaan kerja di perkebunan, khususnya perkebunan sawit dan karet

adalah tertimpa pelepah dan buah, mata terkena kotoran dan tatal (getah) bagi buruh
bagian panen dan pembersihan lahan.Terkena tetesan gromoxone, roun-dup dan terhirup
racun pestisida, fungisida dan insektisida terutama pekerjaan yang berhubungan dengan
penyemprotan. Bentuk kecelakaan kerja tersebut berdampak pada resiko cacat anggota
tubuh seperti mata buta bagi pemanen buah sawit dan penderes karet, cacat kelahiran
terutama bagi wanita penyemprot, bahkan menemui ajal ketika tertimpa tandan buah
segar (TBS).
Umumnya penyebab kecelakaan kerja adalah tempat kerja yang tidak aman
seperti lokasi yang tidak rata menyulitkan memanen, lokasi kerja bersemak tempat

19

bersemainya binatang berbisa jalan licin dan berlobang terpeleset. Serta budaya kerja
kurang beradap seperti alat pelindung kerja tidak cukup atau tidak memenuhi standar
keselamatan kerja dan perilaku tidak mengindahkan kerja yang benar terutama akibat
minimnya sosialisasi dan pelatihan kerja bagi buruh perkebunan. Dengan demikian di
sektor perkebunan, potensi kecelakaan kerja cukup tinggi.
Sedangkan penyebab kecelakaan kerja di perkebunan umumnya disebabkan oleh :
1. Lingkungan kerja fisik oleh pemakaian alat/mesin (suara, panas, sinar, dan
lainnya)
2. Lingkungan kerja kimia oleh pemakaian bahan kimia (pupuk, pestisida, dan
lainnya)
3. Lingkungan kerja biologis oleh makhluk hidup (babi, tikus, landak, lalat
anclylostoma, dan lain-lain)
4. Lingkungan kerja ergonomi oleh pemakaian alat yang tidak sesuai dengan
keterbatasan kemampuan anatomi dan fisiologis tenaga kerja.
5. Lingkungan kerja umumnya disebabkan oleh suasana kerja, lokasi pemukiman
jauh dari kota.
6. Human Error (sikap kerja (Sumber daya manusia) yang salah).
Kecelakaan kerja yang mungkin terjadi pada sektor kerja perkebunan adalah
sebagai berikut:
1. Pembukaan Lahan

20

Luka akibat pemakaian alat pertanian untuk pembukaan lahan seperti parang,
babat, kampak, cidera akibat tertimpa pohon yang tumbang, serangan binatang
buas dapat juga menimbulkan cidera sedangkan digigit ular dapat menimbulkan
kondisi yang fatal akibat racun ular.
2. Pemeliharaan Tanaman
Pemakaian alat babat, cangkul, dodos, dan lain-lain dapat mengancam terjadinya
kecelakaan kerja bila tidak dilaksanakan dengan sikap kerja yang kurang hati-hati,
luka oleh duri sawit juga merupakan ancaman bagi pekerja pemeliharaan tanaman
sedangkan iritasi kulit dan keracunan bahan kimia dapat terjadi akibat pemakaian
pestisida dan pupuk, malahan terjadi nekrose (kematian sel dan kematian jaringan
pada tubuh yang hidup) jaringan tubuh akibat kena tetesan pestisida yang pekat.
3. Panen
Kecelakaan akibat menggunakan alat panen yang tidak ergonomis terutama untuk
lokasi yang dipanen cukup tinggi seperti penggunaan egrek dapat menyebabkan
pemanen kena timpa buah yang dipanen.
4. Pengolahan
Kecelakaan kerja dapat terjadi akibat pemakaian boiler, luka oleh cutting
machine, jari terpotong oleh proses machine dan ancaman kecelakaan kerja oleh
house keeping yang jelek seperti susunan barang hasil panen yang tidak teratur,
tangga yang curam, lantai yang licin yang dapat menimbulkan tertimpa barang,
terjatuh dari tangga dan terpeleset.

21

5. Gudang
Dapat juga terjadi kecelakaan kerja di gudang yang merupakan lokasi
penyimpanan pupuk, bahan kimia dan lain-lain akibat house keeping yang jelek.
Penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM) harus diawasi dengan ketat untuk
mencegah terjadinya kecelakaan untuk kebakaran.
6. Kabel Listrik
Kurang terpeliharanya kabel listrik (tegangan listrik) terutama dibangunan
perusahaan dapat mengundang terjadinya kebakaran.
2.4

Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja
Menurut Suma’mur (2009), kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah

dengan 12 (dua belas) hal berikut :
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai
kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan
pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugastugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan pemeriksaan
kesehatan.
2. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi atau tidak resmi
mengenai misalnya syarat-syarat keselamatan sesuai instruksi peralatan industri
dan alat pelindung diri (APD)
3. Pengawasan, agar ketentuan UU wajib dipatuhi

22

4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan-bahan yang berbahaya, pagar
pengaman, pengujian APD, pencegahan ledakan dan peralatan lainnya.
5. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan patalogis, Faktor Kerja dan
teknologi dan keadaan yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola-pola kewajiban yang
mengakibatkan kecelakaan.
7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi.
8. Pendidikan
9. Latihan-latihan (simulasi)
10. Penggairahan, pendekatan lain agar bersikap yang selamat
11. Asuransi, yaitu insentif financial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan
12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan
Somad, Ismet (2013) memperkenalkan konsep “2E+I” dalam pencegahan
kecelakaan kerja, yaitu: Engineering, Education and Implementation. Yang masuk dalam
lingkung engineering adalah: mencari substitusi material berbahaya, pengurangan
penyimpanan material berbahaya, memodifikasi proses, menggunakan sistem peringatan.
Lingkup education adalah: melatih pekerja terkait tentang prosedur dan praktik
kerja aman, mengajarkan cara pengerjaan suatu pekerjaan secara benar dan penggunaan
produk secara aman, serta aktivitas edukasi lainnya.
Dan lingkup implementation adalah upaya pencapaian pemenuhan peraturan dan
perundangan yang berlaku.

23

2.5

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dibutuhkan kebijakan dari

manajemen perusahaan, sehingga sekali kebijakan telah ditetapkan akan menjadi
pedoman pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja dalam lingkungan perusahaan
sampai diterbitkannya kebijakan lain yang menggantikan kebijakan terdahulu.
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan komponen dasar
kebijakan manajemen yang akan memberi arah bagi setiap pertimbangan yang
menyangkut aspek operasional dari kualitas, volume dan hubungan kerja.
Sistem Manajemen Kerja menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 1 menyatakan bahwa Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Ini adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
Struktur Organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung-jawab, pelaksanaan, prosedur,
proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka

24

pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Guna tercapainya tempat kerja
dan lingkungan kerja yang aman, efisien dan produktif (Santoso, 2004).
Peran manajemen dalam meminimalkan kecelakaan kerja sangat sentral. Frank E.
Bird Petersen menyatakan bahwa usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil
apabila dimulai dari memperbaiki manajemen tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
Kemudian, praktik dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu
kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama kesalahan manajemen.
I. Manajemen

Kurang Kontrol

II. Sumber

Penyebab Utama

III. Gejala

Penyebab langsung (praktek dibawah standar)

IV. Kontak

Peristiwa (kondisi di bawah standar)

V. Kerugian

Gangguan (tubuh maupun harta benda)

Gambar 2.1. Peran Manajemen dalam Meminimalkan Kecelakaan
Sumber: Santoso (2004)

2.6

Perilaku Selamat (Safety Behavior)
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh

organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun yang dapat diamati secara
tidak langsung. Lingkungan merupakan kondisi atau merupakan lahan untuk

25

perkembangan perilaku tersebut. Perilaku selamat merupakan segala yang dikerjakan
oleh manusia atau dalam hal ini adalah tenaga kerja dalam rangka menciptakan keadaan
selamat. Sistem manajemen K3 sebagai lingkungan mempengaruhi perkembangan
perilaku selamat tenaga kerja. Perilaku aman merupakan suatu tindakan ketaatan pekerja
dalam mengunakan alat pelindung diri sebagai pencegahan kecelakaan kerja. Dalam
konteks ini tentu perilaku manusia dianalisis menurut pembagian klasik yang diberikan
oleh Benjamin Bloom pada tahun 1908 yang mengembangkan perilaku ke dalam 3 (tiga)
domain, yaitu: pengetahuan (cognitive), sikap (affective) dan tindakan (psychomotor).
Terbentuknya suatu perilaku dimulai dengan pengetahuan, dalam arti subjek tahu
terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi sehingga menimbulkan
pengetahuan baru, selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap, akhirnya
akan menimbulkan respon yang lebih jauh lagi berupa tindakan.
Pengetahuan pekerja adalah segala sesuatu yang diketahui oleh pekerja mengenai
pekerjaannya, baik melalui buku pedoman kerja, pimpinan atau bahkan yang
diperolehnya sendiri melalui pengamatan atau media massa. Pengetahuan yang kurang
mengenai pekerjaannya akan berpengaruh pada tindakan mereka dalam bekerja seperti
tidak mematuhi prosedur kerja atau tidak memakai alat pelindung diri yang telah
disediakan.
Menurut Suma’mur ( 2009), perilaku selamat adalah tindakan mematuhi prosedur
kerja yang telah dibuat oleh perusahaan. Dalam hal ini maka kebijakan K3 perusahaan
bertujuan untuk merubah perilaku manusia agar mampu bertindak secara aman atau

26

selamat. Guna meningkatkan dan memperluas kebijakan K3 maka dibuatlah program K3
dengan konsep pencegahan kecelakaan kerja. Pengawas berperan penting dalam
mengembangkan perilaku selamat pada tenaga kerjanya melalui pelatihan dan praktek
langsung oleh pengawas bagaimana berperilaku yang aman dan selamat dalam bekerja.
2.7

Penelitian Terdahulu
Guna mengkaji lebih dalam mengenai dasar dalam penelitian ini, berikut disajikan

beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sistem manajemen
kecelakaan kerja.
Syahrial Angkat (2008), dalam Tesisnya yang berjudul “Analisis Upaya
Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bangunan Perusahaan X”. Beliau mengambil
penelitian dalam upaya menjawab permasalahan upaya-upaya apakah yang telah
dilakukan untuk mencegah kecelakaan kerja pada pekerja bangunan di Kota Medan,
bagaimana pengaruh pelatihan K3 terhadap kecelakaan kerja, bagaimana pengaruh
rekruitment terhadap kecelakaan kerja, bagaimana pengaruh status pekerja terhadap
kecelakaan kerja, bagaimana pengaruh penggunaan alat pelindung diri terhadap
kecelakaan kerja. Populasi penelitian adalah: pekerja bangunan yang bekerja di
perusahaan X sebanyak 100 orang. Penganalisaan permasalahan dianalisis dengan Chi
Kuadrat 2 x 2.
Hasil penelitian: Analisis Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pekerja
Bangunan Perusahaan X adalah telah banyak dilakukan oleh pengusaha, kontraktor, serta

27

pekerja,

seperti

dilakukannya

penyuluhan

keselamatan

dan

kesehatan

kerja,

dilengkapinya rambu-rambu kecelakaan kerja, perlengkapan pemadam kebakaran,
pemakaian alat pelindung diri, disediakannya peralatan pertolongan pertama pada
kecelakaan, serta ruangan istirahat pada pekerja yang mengalami kecekalaan dalam
bekerja. Pelatihan K3 yang dilaksanakan perusahaan berpengaruh terhadap kecilnya
angka kecelakaan kerja, status pekerja berpengaruh terhadap kecelakaan kerja,
rekruitmen pekerja berpengaruh terhadap kecelakaan kerja, penggunaan alat pelindung
diri berpengaruh terhadap kecelakaan kerja.
Zamaan Tarigan (2008), dalam Tesisnya yang berjudul “Analisis Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Tanjung
Medan PTPN V Provinsi Riau”. Penelitian ini mencoba memberikan jawaban tentang
program-program apakah dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
telah dilaksanakan penyelia pengelola pabrik kelapa sawit Tanjung Medan, berapakah
persentasi penggunaan alat pelindung diri yang dilaksanakan pekerja, dan lokasi kerja
manakah yang paling sering terjadi kecelakaan kerja. Populasi penelitian ini adalah
sebanyak 152 orang yaitu seluruh pekerja pada pabrik kelapa sawit Tanjung Medan
Provinsi Riau. Penganalisaan permasalahan dianalisis secara deskriptif, dilengkapi
dengan penyajian dalam bentuk tabel frekwensi tangensi.
Hasil penelitian: Program sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
telah diterapkan di pabrik kelapa sawit Tanjung Medan seperti rekruitmen, pendidikan
dan pelatihan, penyuluhan, penggunaan alat pelindung diri, papan peringatan/rambu-

28

rambu kecelakaan kerja, sanksi dan penghargaan, sehingga diharapkan kinerja,
keselamatan dan kesehatan kerja semakin meningkat. Namun segi pengontrolan masih
kurang sehingga masih ditemukan kecelakaan kecil yang tidak mengakibatkan hilangnya
hari kerja pekerja. Penggunaan alat pelindung diri seperti penggunaan helm sekitar
89,48%, sepatu boot dipakai 63,34% pekerja, sarung tangan dipakai 72,73% pekerja,
penutup telinga dipakai 88,24% pekerja, penahan radiasi komputer dipakai 62,50%
pekerja, penutup mulut dipakai 77,78% pekerja, pelindung dada dipakai 53,34% pekerja.

29