Analisis Yuridis Prinsip Keterbukaan dalam Forced Delisting ditinjau dari UndangUndang No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bermain saham ibarat bermain dadu.Para investor selalu tergoda untuk lebih
mengandalkan naluri, firasat, dan sentiment.Mereka merasa kurang menantang kalau
hanya mendasarkan keputusan investasinya pada observasi, analisis, dan perhitungan
yang rasional.Memang dalam kenyataan, tak jarang faktor sentiment amat dominan
sehingga yang telaten memerhatikannya menang besar dalam pertaruhan harga. 1
Sejalan dengan itu kegiatan delisting atau penghapusan merupakan resiko yang
harus diterima oleh investor yang menanamkan investasi di pasar modal dan adanya
peristiwa delisting tersebut hampir sama dengan proses relisting maka hal ini juga
membawa akibat hukum bagi para pelaku di dalam pasar modal.
Dalam pencatatan yang dilakukan dalam bursa efek dapat dilihat bahwa kecilnya
angka perusahaan yang mencatatakan dirinya di BEI sebagian juga disebabkan
tingginya angka perusahaan yang mengalami delisting dimana 17 perusahaan
melakukan go private secara sukarela. Namun dapat disimpulkan bahwa dalam periode
tahun 2002-2006, perusahaan-perusahaan mengalami delisting secara paksa (forced
delisting) oleh BEI lebih dominan dibandingkan dengan perusahaan yang delisting
secara sukarela (voluntarily delisting). 2


1

Budi Purnomo &Maxi A.Perajaka, Awas ! Jangan Sampai Modar di Pasar
Modal,(Jakarta:Transmedia,2008), hal 1.
2
Indra Safitri,Tranparansi, Independensi, Pengawasan Kejahatan Pasar Modal, (Jakarta:Global
Book & Publication Book Division,1998), hal 6.

Banyak perusahaan publik yang kemudian memilih untuk melakukan penghapusan
pencatatan secara sukarela atau voluntary delisting menjadi perusahaan private(go
private).Go private merupakan masalah yang sering terjadi di pasar modal seluruh
dunia. Perdebatan tentang go publicdan go private menjadi topic yang cukup hangat
diperbincangkan di kalangan ekonomi maupun ahli financial dunia. Sebagian
berpendapat go private adalah suatu langkah yang lebih baik, namun ada yang juga
yang berpendapat go public adalah langkah yang lebih baik bagi suatu perusahaan.
Terdapat dua hal yang menyebabkan penghapusan pencatatan, yaitu karena secara
sukarela dan yang kedua karena terpaksa. Pengaturan mengenai delisting saham di
Indonesia diatur dalam Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep308/BEJ/07-2004 yaitu
1.


Untuk melindungi kepentingan publik dalam rangka penyelenggaraan perdagangan
efek yang teratur, wajar dan efisien, bursa berwenang untuk
a. Menghapus pencatatan efek tertentu di bursa;
b. Menyetujui atau menolak permohonan pencatatan kembali termasuk
penempatannya pada papan pencatatan dengan mempertimbangkan faktorfaktor yang menjadi penyebab delisting.
2. Dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan delistingdan relisting bursa
meminta Komite Pencatatan untuk memberikan pendapat.
3. Apabila saham perusahaan tercatat dilakukan delisting, maka semua jenis efek
perusahaan tercatat tersebut juga dihapuskan dari daftar efek yang tercatas di bursa.
4. Dalam rangka pengambilan keputusan atas penghapusan efek, persetujuan atau
penolakan atas pencatatan kembali efek serta penempatannya pada papan utama
atau papan pengembangan sebagai mana yang dimaksud dalam peraturan ini, bursa
melakukan penelahaan atas keterangan-keterangan
dan dokumen yang
disampaikan perusahaan tercatat atau calon perusahaan atau informasi lain yang
diperoleh bursa dengan tidak hanya mempertimbangkan substansinya persyaratan
pendapat dari Komite Pencatat Efek. 3
Menurut Pusat data BEI pada tahun 2013 terdapat lima perusahaan yang di delisiting
dari bursa saham yaitu:


3

Ketentuan Umum II.1 Peraturan Nomor I-1 Tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan
Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa.

1.

PT Indo Setu Bara Resources Tbk yang listing pada 18 Juni 1990 dan di delisting
tanggal 12 September 2013;

2.

PT Indosiar Karya Media Tbk yang listing pada 04 Oktober dan di delisting tanggal
01 Mei 2013;

3.

PT Amstelco Indonesia Tbk yang listing 27 Juli 1990 dan di delisting tanggal 19
Februari 2013;


4.

PT Panasia Filamen Inti Tbk yang listing 1 Januari 2000 dan di delistingtanggal 14
Maret 2013;

5.

PT Panca Wirasakti Tbk yang listing 10 Maret 1994 dan di delisting tanggal 17 Mei
2013. 4

Menciptakan pasar modal yang kompetitif Bursa Efek Indonesia juga dapat melakukan
delisting yang dalam hal ini apabila sekurang-kurangnya mengalami salah satu kondisi
seperti : 5
1. Mengalami kondisi, atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif
terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara financial atau secara
hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan
Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan
memadai;
2.


Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai,
hanya diperdagangkan di Pasar Negoisasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua
puluh empat) bulan terakhir. Sejalan dengan adanya permasalahan yang dialami
perusahaan baik secara finansial maupun hukum sehingga sangat diperlukannya
4

Dikutip dari http://pdb-azam.blogspot.com/2013/11/perusahaan-delisting-html,”perusahaan
delisiting”.(Diakses terakhir tanggal 15 Juli 2014).
5
Ketentuan III.3 Peraturan No III.1 Tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) Saham.

prinsip keterbukaan didalam pasar modal sebagai bentuk pelaksanaan prinsip Good
Corporate Governance. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan pelaksananya memberikan
perlindungan kepada pemegang saham publik secara lebih besar dan hal ini
dimuatkan pada prinsip transparansi atau keterbukaan, wajar, dan efisien. 6
Keterbukaan wajib terus berlangsung selama perusahaan go public. Prinsip
keterbukaan itu dilaksanakan melalui penyampaian laporan keuangan secara berkala,
laporan mengenai fakta materiel yang baru, larangan insider trading, dan larangan
manipulasi pasar. 7

Majalah the economist 3 Maret 2001, berdasarkan data yang disusun oleh
Pricewaterhouse Cooper; telah mengeluarkan “Opacity Index” (indeks keburaman).
Opacity index tersebut mengukur pengaruh ketidakjelasan sistem hukum dan
pengaturan, kebijakan korupsi di pasar modal tiga puluh lima negara. Cina dan Rusia
merupakan negara yang paling buram.Sedangkan Singapura dan Amerika Serikat
merupakan Negara paling transparan.Tingkat keburaman itu memposisikan investor
asing menjauh dari Negara tersebut. 8
Opacity index yang disusun Pricewaterhouse Cooper yang menggambarkan
Indonesia berada pada urutan ketiga dari tiga puluh lima Negara yang paling buram
tersebut dapat dikaitkan dengan pelaksanaan prinsip keterbukaan di Pasar Modal di
Indonesia yang belum berjalan secara memadai. 9

6

Adrian Sutedi, Good Corporate Governance,(Jakarta:Sinar Grafika,2011),hal 102.
Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta:Fakultas Hukum Universitas
Indonesia,2001), hal173.
8
Ibid hal 103.
9

Ibid. hal 103.
7

Penyebab tidak memadainya pelaksanaan prinsip keterbukaan tersebut antara lain
berkaitan dengan belum terperincinya peraturan prinsip keterbukaan yang sekarang
berlaku menyebabkan timbulnya masalah-masalah dalam penerapannya. Di samping itu,
pelanggaran-pelanggaran prinsip keterbukaan masih terus terjadi.Hal itu dapat dicermati
dari pernyataan Bapepam, bahwa dalam tahun 2000 Bapepam telah mengenakan sanksi
kepada 230 pihak.Pelanggaran tersebut meliputi kasus yang berkaitan dengan
keterbukaan informasi, insider trading, dan manipulasi pasar. 10
Keberpihakan hukum atas kepentingan investor di pasar modal, pelaku usaha pasar
seperti halnya emiten, perusahaan efek, dan pelaku pasar yang lain wajib menjalankan
prinsip-prinsip keterbukaan informasi dalam segala aspek ekonomis yang berlangsung
di pasar. Dalam industri pasar modal, kepastian hukum merupakan oksigen kehidupan
bagi pelaku pasar untuk merefleksikan dirinya sebagai fasilitator.11
Pelaksanaan

prinsip

keterbukaan


dalam

pasar

modal

harus

diberikan

pertanggungjawaban hukum sehingga memberikan kepastian hukum dalam kegiatan
pasar modal. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menetapkan
sanksi hukum terhadap pelanggaran peraturan prinsip keterbukaan, berupa sanksi
administratif, pidana dan perdata. Pasal 102 menentukan kewenangan Bapepam untuk
memberikan sanksi administratif atas pelanggaran Undang-undang Pasar Modal
tersebut.12
Pada umumnya sanksi hukum yang diterapkan pada pelanggaran prinsip
keterbukaan di pasar modal Indonesia adalah sanksi administratif.Sebagai contoh apat


10

Ibid. hal 103.
Safitri, Op.Cit., 16.
12
Bismar Nasution, Op.Cit., 196.

11

dilihat sanksi administratif berupa denda yang ditetatapkan Bapepam kepada pelaku
insider trading dalam kasus Bank Mashil Utama. 13

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah
yaitu ;
1.

Bagaimana pengaturan penghapusan paksa (forced delisting) dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal di Indonesia?


2.

Bagaimana pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam hal terjadi penghapusan
paksa(forced delisting)?

3.

Bagaimana perlindungan hukum terhadap investor ketika terjadinya penghapusan
paksa(forced delisting)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam
mendapatkan gelar sarjana hukum dan disamping itu penulisan skripsi ini memilki
tujuan
1.

Untuk mengetahui proses forced delisting dalam pasar modal dan peraturanperaturan pasar modal di Indonesia.

2.


Untuk mengetahui prinsip keterbukaan dalam proses forced delisting yang terjadi di
pasar modal.

13

Ibid. hal 197.

3.

Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada investor sebelum
dan setelah terjadinya forced delisting dalam kegiatan pasar modal di Indonesia.

Manfaat Penulisan Sripsi ini secara umum memilki dua manfaat penulisan yaitu
1.

Manfaat teoritis
Secara umum penulisan skripsi ini memberikan manfaat bagi kalangan akademisi

sebagai bahan rujukan dan menjadi data dan bahan informasi untuk mengetahui
dinamika hukum pasar modal yang berkembang dalam masyarakat khususnya
masyarakat yang bergerak di kegiatan investasi yang berada dalam lingkungan pasar
modal.
2.

Manfaat praktis
Dalam praktiknya diharapkan penulisan skripsi ini dapat menjadi masukan bagi

para aparat penegak hukum (polisi, jaksa,advokat) dalam menganalisis permasalahan
yang menyangkut terhadap kegiatan yang terjadi di pasar modal begitu juga dengan
konsultan hukum para pemangku kebijakan di pasar modal dan rujukan bagi para calon
investor serta mahasiswa dalam upaya yang ingin mengetahui lebih mendalam penting
nya pasar modal dalam upaya pembangunan ekonomi Indonesia.

D. Keaslian Penulisan
“Analisis Yuridis Prinsip Keterbukaan dalam Forced Delisting ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal” yang diangkat menjadi
judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti secara administratif dan judul tersebut belum
pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan

hasil karya sendiri dari penulis dan ditulis sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur,
rasional, objektif dan terbuka.Skripsi ini juga didasarkan pada referensi dari buku-buku
dan informasi dari media elektronik seperti dari internet. Semua ini merupakan
implikasi ciri dan proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga pengangkatan judul di
atas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Beberapa skripsi yang mengangkat judul tentang prinsip keterbukaan dan pasar
modal antara lain “Keterbukaan emiten dalam melakukan delisting di pasar modal”,
yang ditulis oleh Williana Halim Nim 050200281 kemudian “Analisis yuridis perseroan
terbatas terbuka dan kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal”, yang ditulis oleh Susi Dewi Nim 920200224.
Perbedaan kedua skripsi tersebut diatas dengan skripsi ini adalah pembahasan
secara khusus terhadap pengahapusan paksa atau forced delisting yang dilakukan oleh
otoritas Bursa. Sehingga penulisan skripsi ini dapat dilanjutkan penulisan skripsi ini
dapat dipertanggungjawabkan dan penulis bersedia diminta pertanggungjawabannya
baik secara keilmuan dan hukum apabila terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan
yang berlaku.

E. Tinjauan Pustaka
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya,
serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. 14 Dalam perkembangannya pasar
modal merupakan instrument investasi yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan

14

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

ekonomi untuk dapat meningkatkan nilai perusahaan sekaligus upaya menghimpun dana
dari para pemilik modal untuk melakukan diversifikasi usaha dan ekspansi usaha.
Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun1995 tentang Pasar Modal,
pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah
peningkatan kesajahtraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pasar modal
mempunyai tujuan strategis sebagai salah satu sumber pembiyaan bagi dunia usaha,
termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi
lain pasar modal juga merupakan wahana investasi bagi masyrakat, termasuk pemodal
kecil dan menengah. 15
Pasar modal pada prinsip nya memberikan alternatif investasi lainnya selain
menabung

di

bank,

membeli

emas,

asuransi,

tanah

sebagainya.Sehingga dalam perkembangannya pasar

dan

bangunan

dan

modal bertindak sebagai

penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah
melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham, dan
lainnya. 16
Sejalan dengan hal tersebut pasar modal juga dipandang sebagai sarana efektif
untuk mempercepat pembangunan suatu negara. Hal ini dimungkinkan karena pasar
modal merupakan wahana yang menggalang pengarahan dana jangka panjang dari
masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Apabila pengerahan dana
masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan maupun pasar modal sudah berjalan

15

Penjelasan Umum, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Republik Indonesia, Bapepam, Buku Panduan, Investasi di Pasar
Indonesia,(Jakarta,Bapepam Press,2006), hal 1.
16

Modal

dengan baik, maka dana pembangunan yang bersumber dari luar negeri makin lama
makin dikurangi. 17
Pasar modal di Indonesia sendiri telah memiliki sejarah panjang di Indonesia. Pasar
modal dulunya ada dua yaitu Bursa Efek Jakarta dan Bursa efek Surabaya dan pada
tahun 2007 terjadi penggabungan menjadi Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock
Exchange) dan telah banyak memperjualbelikan saham yang telah go public.
Kegiatan di pasar modal yang dilakukan oleh bursa efek secara umum berada di
bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(BAPEPAM-LK)

dan hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal yang kemudian di ambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan yang pada prinsipnya merupakan penyatuan sistem keuangan yang pada
awalnya menerapkan sistem pengawasan terhadap sektor jasa keuangan yang dilakukan
oleh beberapa institusi, berubah menjadi sistem pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. 18
Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan
publik dan pihak lain yang tunduk pada Undang-Undang ini untuk menginformasikan
kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi fakta materiel mengenai

17

Pandji Anaroga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta:Rineka Cipta,2006), hal 1.
Bismar Nasution, “Sosialisasi Peralihan Fungsi Pengawasan Industri Jasa Keuangan kepada
Otoritas Jasa Keuangan” yang dilaksanakan OJK bekerja sama dengan Lembaga Pembinaan Hukum
Indonesia (Binahukum) di Balai Citra Convention Hall Hotel Tiara, 29 November 2013.
18

usaha dan efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek
dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.19
Secara umum prinsip keterbukaan dalam pasar modal selalu berhubungan dengan
informasi fakta meteriel yang sangat diperlukan dalam upaya menjaga kepercayaan
investor. Informasi fakta materiel adalah informasi atau fakta penting dan relevan
mengenai peristiwa dan kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada
bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal dan atau pihak lain yang
berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.20
Kegiatan di dalam pasar modal prinsip keterbukaan merupakan menjadi persoalan
inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri.Keterbukaan
tentang fakta materiel sebagai jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip
keterbukaan yang memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor,
sehingga investor secara rasional dapat mengambil keputususan untuk melakukan
pembelian atau penjualan saham. 21Karena prinsip keterbukaan adalah jiwa pasar modal
itu sendiri maka perlu dilakukan pengkajian mendalam tentang bagaimana
sesungguhnya pelaksanaan prinsip keterbukaan dan penentuan fakta materiel di
Indonesia. 22
Delisting adalah penghapusan pencatatan efek dari daftar efek yang tercatat di
bursa efek sehingga efek tersebut tidak dapat diperdagangkan di bursa. 23 Forced
delisting (penghapusan paksa) adalah ketika bursa mengahapus pencatatan saham

19

Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
21
Bismar Nasution, Op.Cit., hal 1.
22
Ibid.
23
Ketentuan I.14 Peraturan No 1-1 Tentang Pengahapusan Pencatatan (delisting) dan pencatatan
kembali (relisting) saham di bursa.
20

perusahaan tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan yang tidak dipenuhi oleh
perusahaan yang ditetapkan oleh bursa efek. 24
Secara umum banyak hal yang dimuatkan dalam peraturan tentang penghapusan
pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham di bursa dan
dikemukakan beberapa hal yang menjadi alasan terjadinya forced delisting yaitu emiten
mengalami kondisi yang berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, kemudian
saham emiten bersangkutan disuspen di pasar regular dan pasar tunai. 25

F. Metode Penulisan
1.

Jenis penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini secara umum disesuakan

dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis didalamnya.Dengan demikian,
penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif, berdasarkan
permasalahan yang diteliti oleh penulis juga melakukan penilitian hukum normatif.
Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah
metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka yang ada.
Penelitian hukum normatif ini juga dipadukan dengan penelitian yang bersifat
deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memberikan data yang seteliti mungkin
tentang manusia yaitu tentang prinsip keterbukaan di dalam kegiatan pasar modal

24

Ibid.
Dikutip
dari
Anna
Suci
Perwistari
,http://www.investasi.kontan.co.id
/news/bei/mungkin/akan/forced/delisting/,”BEI mungkin akan forced delisting 8 emiten di pasar modal”
diakses terakhir tanggal 11 Juli 2014.
25

khususnya ketika adanya forced delisting sehingga memberikan informasi yang
dibutuhkan dalam pasar modal yang merupakan pasar yang menjual kepercayaan. 26
Sehingga dalam penelitian hukum normatif ini mencakup terhadap beberpa hal
yaitu; 27
a. Penelitian terhadap azas –azas hukum;
b. Penelitian terhadap sistematika hukum;
c. Penelitian terhadap taraf singkronisasi hukum;
d. Penelitian sejarah hukum;
e. Penelitian perbandingan hukum.
Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk
mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian
terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian
yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).
2.

Sumber data
Dalam penyusunan skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder atau data

kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum
primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan Perundang-undangan di bidang
hukum yang mengikat, antara lain Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
dan keseluruhan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penulisan
skripsi ini.

26

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta:Universitas Indonesia (UI Press),
1986), hal 10.
27
Ibid hal 51.

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap
bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapatpendapat para sarjana yang dimuatkan dalam artikel maupun blog yang berhubungan
dengan skripsi ini.
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang, yaitu bahan hukum yang
memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau
hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain.
3.

Teknik pengumpulan data
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan

digunakan

metode

penelitian

hukum

normatif.Dengan

pengumpulan data secara studi pustaka (Library Reseach).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan
(Library Reseach). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian
kepustakaan atau disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal
dengan nama bahan acuan dalam bidang hukum atau rujukan bidang hukum.
Metode library research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan
tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan
beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan
hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.
4.

Analisis data
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian

hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk

melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di bahas. Analisis data dilakukan
dengan:
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang di
teliti.
b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian.
c. Mensistematiskan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin.
d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin
yang ada.
e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan dedukatif.

G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan, maka diperlukan adanya
sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang saling
berangkaian satu dengan lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I

PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat
latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjuan kepustakaan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.

BAB II

PENGHAPUSAN

PAKSA

(FORCED

DELISTING)

DALAM

PERATURAN-PERATURAN PASAR MODAL DI INDONESIA.Bab
ini berisikan mengenai pengertian dan dasar hukum penghapusan paksa
(forced delisting),sejarah penghapusan paksa (forced delisting), alasan-

alasan terjadinya penghapusan paksa (forced delisting) dan proses
terjadinya penghapusan paksa (forced delisting).

BAB III

PRINSIP KETERBUKAAN DALAM FORCED DELISTING
Bab ini berisikan tentang pengertian dan konsep keterbukaan dalam pasar
modal di Indonesia, tujuan prinsip keterbukaan dalam pasar modal,
keterbukaan informasi fakta material dan keterbukaan dalam hal
terjadinya penghapusan paksa (forced delisting).

BAB IV

PERLINDUNGAN

INVESTOR

DALAM

HAL

TERJADINYA

FORCED DELISTING DI PASAR MODAL
Bab ini berisikan tentang tanggung jawab emiten terhadap investor dalam
hal terjadinya forced delisting dan perlindungan hukum bagi investor
dalam hal terjadinya forced delisting dikaitkan dengan prinsip
keterbukaan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna untuk Otoritas Jasa
Keuangan dalam melakukan dan bagi investor maupun calon investor
dan emiten yang melakukan kegiatan lalu lintas ekonomi di pasar modal
serta bagi orang orang yang membacanya dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap
lembaga pasar modal.