pengertian dan aplikasi pengental dan pe
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan
merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental (menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996
tentang Pangan).
Umumnya penambahan bahan tambahan pada makanan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas bahan. Seperti contohnya pengental dan pemucat jika ditambahkan pada makanan
dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada
bahan pangan serta mempengaruhi warna dari bahan pangan.
Untuk mendapatkan produk pangan yang berkualitas hendaknya pengolah mengetahui
kegunaan dari bahan tambahan yang akan digunakan. Oleh karena itu perlu diketahui
tentang semua bahan tambahan yang ada. Kelebihan dan kekurangan bahan tambahan
tersebut, serta kadar yang diperbolehkan berdasarkan HACCP.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi pengental dan pemucat ?
2. Apakah fungsi pengental dan pemucat ?
3. Apa sajakah jenis-jenis pengental dan pemucat yang digunakan pada makanan ?
4. Bagaimana cara pembuatan pengental dan pemucat?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi pengental dan pemucat
2. Mengetahui fungsi pengental dan pemucat
3. Mengetahui jenis-jenis pengental dan pemucat yang digunakan pada makanan.
4. Mengetahui proses pembuatan dari pengental dan pemucat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pengental dan Pemucat
1. Definisi Pengental
Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau
mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga membentuk kekentalan
tertentu. Pengental makanan lebih dikenal dengan sebutan Emulsifier. Pengental makanan
juga termasuk salah satu dari berbagai macam zat aditif. Zat aditif adalah bahan yang
ditambahkan atau dicampurkan terhadap makanan untuk menciptakan citarasa atau mutu
yang lebih baik. Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang
mengandung air dan minyak. Pengentalan merupakan proses untuk menghilangkan
sebagian air pada produk pangan cair.
Pengental makanan juga merupakan bahan tambahan pangan yang aman menurut SK
Menkes no.722/Menkes/Per/IX/88. Untuk proses pengentalan bahan pangan cair dapat
digunakan hidrokoloid, gumi dan bahan polimer sintetis. Bahan Pengental ini seperti
karagenan, agar, pectin, gum arab, CMC.
2. Definisi Pemucat
Pemucat yaitu bahan tambahan makanan yang digunakan untuk memucatkan warna
suatu makanan. Zat pemucat secara umum digunakan dalam produk terigu. Cara kerja zat
pemucat adalah mengoksidasi pigmen pemberi warna pada bahan makanan, menghasilkan
senyawa yang tidak berwarna. Zat pemucat ini bersifat oksidator. Ikatan rangkap dalam
karotenoid, yaitu xantofil, akan dioksidasi. Degradasi pigmen karotenoid akan
menghasilkan senyawa yang tak berwarna.
Selain itu bahan pemucat ini mengoksidasi gugus sulfhidril dalam gluten menjadi
ikatan disulfida. Dengan adanya ikatan S-S ini terbentuk polimer protein yang panjang,
lurus, dan membentuk lapisan-lapisan tipis yang saling melekat. Lapisan-lapisan tersebut
dapat menahan gelembung udara, karena itulah roti akan mengembang.
3. Fungsi Pengental dan Pemucat
a. Fungsi Pengental
Fungsi pengentalan adalah mengurangi sejumlah air sehingga menurunkan volume
produk. Dengan turunnya volume produk pangan ini, maka akan memudahkan transportasi
dan penyimpanan. Pengentalan dilakukan dengan menaikkan suhu produk sampai titik
didihnya dengan lama tertentu. Untuk produk pangan yang sensitive terhadap panas, maka
pengentalan dapat dilakukan dengan tekanan vakum. Contohnya adalah polysorbat biasa
digunakan sebagai pengemulsi pada pembuatan es krim dan kue. Pektin biasa digunakan
sebagai pengental pada jamu, jeli, marmalad, minuman ringan dan es krim. Gelatin biasa
digunakan sebagai pemantap dan pengental keju. Karagenan dan agar biasa digunakan
sebagai pemantap dan pengental pada produk susu dan keju.
b. Fungsi Pemucat
Fungsi pemucat yaitu untuk memucatkan bahan pangan. Cara kerja zat pemucat adalah
mengoksidasi pigmen pemberi warna pada bahan makanan, menghasilkan senyawa yang
tidak berwarna. Disamping zat pemucat yang berfungsi sebagai pemucat saja (misalnya
benzoil peroksida (C6H5CO)2), ada juga yang berfungsi meningkatkan daya mengembang
terigu (KBrO3, Ca(IO3)2, dan CaO), dan ada yang berfungsi gabungan keduanya (gas Cl2,
ClO2, NOCl, dan gas nitrogen oksida yang segera aktif begitu berhubungan dengan
terigu).
Penggunaan bahan pemucat yang bersifat oksidator ini harus diperhatikan jumlahnya.
Pemakaian berlebihan akan menghasilkan adonan roti yang pecah-pecah dan butirannya
tidak merata, berwarna keabu-abuan, dan volumenya menyusut.
4. Jenis-Jenis Pengental dan Pemucat
a. Jenis-Jenis Pengental
1. Macam-macam Pengental Makanan Alami:
a. Telur
Telur mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal sebagai
misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang membuat Emulsifier
bekerja dengan baik.
b. Gelatin
Gelatin adalah salah satu pengental makanan yang merupakan jenis protein yang
di ekstraksi dari jaringan kolagen kulit, atau ligamen hewan. Nilai gizinya yang
tinggi yaitu terutama akan tingginya kadar protein khususnya asam amino dan
rendahnya kadar lemak. Gelatin kering mengandung kira-kira 84 – 86 % protein, 8 –
12 % air dan 2 – 4 % mineral. Dari 10 asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh,
gelatin mengandung 9 asam amino essensial, satu asam amino essensial yang hampir
tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptofan.
Penggunaan gelatin sangatlah luas dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu
bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap,
pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang
elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya
yaitu daya cernanya yang tinggi.
c. Kuning dan Putih Telur
Gelatin dan albumin pada putih telur adalah protein yang bersifat sebagai
emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang
paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi yang
menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam bentuk kompleks
sebagai lesitin protein.
d. Lesitin (Fosfatidil Kolina)
Lesitin adalah suatu fospolipid yang menjadi komponen utama fraksi fospatida
pada ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang diisolasi secara mekanik,
maupun kimiawi dengan menggunakan heksana. Lesitin merupakan bahan penyusun
alami pada hewan maupun tanaman. Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai.
e. Tepung Kanji
Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang diperoleh
dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier yang
bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama
dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Emulsifier
tepung kanji dapat menghasilkan tekstur yang lunak pada zat terdispersi. Selain itu
juga menghasilkan butiran-butiran yang halus, serta dapat menyatu dengan zat
terdispersi. Tepung kanji adalah salah satu tepung yang tidak membentuk gel. Gel
yang terbentuk akan membuat bahan makanan tidak dapat teraduk rata serta
berviskositas tinggi. Tepung ini sering digunakan untuk membuat makanan dan
untuk bahan perekat.
f. Kedelai
Kedelai sebagai bahan makanan memunyai nilai gizi cukup tinggi. Di antara jenis
kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan
serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak yang cukup tinggi, di
samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang disebut lecithin. Bahan
inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi bahan pengemulsi yang bisa
digunakan dalam produk-produk olahan.
g. Susu Bubuk
Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk
mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu disimpan
di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk selain sebagai
pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam proses emulsi suatu
bahan pangan yang sangat bagus.
Bahan pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan susu sebagai emulsifier
akan menghasilkan tekstur, aroma, dan rasa yang lebih bagus dibandingkan dengan
bahan pangan yang sama yang tidak ditambahkan emulsifier susu. Emulsifier susu
bubuk dapat membuat tekstur zat terdispersi menjadi lunak, butiran zat terdispersi
menjadi halus, dan meningkatkan kemantapan emulsi.
b. Macam-macam Pengental Makanan Buatan:
a. Xantha gum
Berfungsi sebagai bahan pengental dan mencegah pemisahan emulsi.
b. Carboxy methyl cellulose (CMC)
Berfungsi sebagai bahan pengental, pengikat pada formula tablet, meningkatkan
viskositas, memperbaiki tekstur. Larut dalam air, stabil terhadap panas adalah salah
satu keunggulan CMC. Cukup dengan konsentrasi kecil, larutan akan menjadi lebih
viscous dibandingkan dengan produk lainnya.
c. Karagenan
Merupakan polisakarida yang didapat dari hasil ekstraksi red seaweeds. Zat ini
digunakan pada makanan dan industri lain sebagai pengental, lubricants, suspending
agent dan stabilizing agent.
d. Konjac gum
Memiliki keistimewaan tanpa pemanis, perasa, pewarna, dan pengawet makanan
serta stabil terhadap pemanasan dan pendinginan. Zat ini sering digunakan untuk
pengental dan memperbaiki tekstur.
e. Kitosan
Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-DGlukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa
kuat. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya
di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi,
kesehatan, dan lingkungan. (Balley, et al, 1977).
f. Pektin
Pada industri pangan, pektin merupakan bahan yang banyak sekali manfaatnya terutama
digunakan sebagai bahan pembentuk gel (gelling agent), pengental, dan stabilizer pada
berbagai produk seperti selai, jeli, produk-produk susu, permen dan lain-lain. Di samping
untuk memperbaiki tekstur makanan olahan, pektin juga mempunyai peranan penting dalam
menurunkan kadar kolesterol total dan LDL darah (Astuti, 2005). Sampai sejauh ini untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri, pektin masih diimpor (Anonim, 2009).
5. Proses pembuatan bahan pengental
a. Gelatin
Cara pembuatan gelatin secara umum adalah : kulit atau tulang hewan yang kaya
akan kolagen direndam dalam asam atau basa, kemudian diekstrasi dengan panas
secara bertingkat, yaitu dilakukan pada evaporator atau tangki biasa pada suhu
60,70, 80, 90, dan 100 derajat Celcius untuk menghasilkan mutu gelatin yang
berbeda-beda.
Hasil ekstrak yang mengandung gelatin dibersihkan dari kotoran halus dan mineral
dengan cara penyaringan, sentrifugasi, demineralisasi dengan ion echanger. Filtrat
disterilisasi UHT, dikeringkan, digiling dan terakhir dikemas dan siap dipasarkan.
Proses lain yaitu filtrat hidrolisa lebih lanjut dengan enzim protease, sehingga
dihasilkan peptida atau sampai ke tingkat asam amino yang disebut gelita sol.
Adapun tahap-tahap pengolahannya adalah sebagai berikut (Suparno,
Rikastuti, Indratiningsih, dan Triatmojo, 2001) :
1. Pengecilan Ukuran.
Tulang terlebih dahulu dikeringkan, setelah kering lalu dihancurkan dengan
cara dipukul-pukul dengan benda keras, atau dengan mesin pemukul (hammer)
sampai menjadi ukuran yang kecil-kecil (± 2-4 cm). Kadang-kadang setelah
tulang dihancurkan, dimasak selama ± 3 jam pada suhu 154 0C untuk
menghilangkan sisa-sisa lemak.
2. Perendaman.
Tulang yang telah hancur kemudian direndam dalam llarutan 4-7% asam
khlorida seama 10-14 hari. Maksud perendaman ini agar mineral-mineral
berbentuk garam fosfat dan garam-garam lainnya dapat hiang. Tulang yang
telah direndam dalam larutan asam ini disebut ”ossein” dan dipisahkan
dengan cara penyaringan.
Selanjutnya kalau ossein akan disimpan harus dikeringkan terlebih dahulu
sampai benar-benar kering. Apabila ossein akan diolah menjadi gelatin, maka
sekali lagi harus direndam menggunakan larutan 5-15% Ca(OH)2. tujuan
perendaman ini agar ossein akan menjadi lunak, lalu disaring untuk membuang
larutan perendamannya.
3. Pencucian.
Ossein lunak lalu dicuci dengan air dingin. Kemudian diulang dicuci dengan
asam khlorida dan yang terakhir dicuci dengan air dingin lagi, sehingga ossein
menjadi bersih.
4. Pemanasan.
Selanjutnya ossein ditambahkan larutan 35% asam khlorida sampai pH ossein
mencapai 4,7. kemudian dipanaskan pada suhu 60-65 0C selama 4-9 jam. Pada
pemanasan ini akan terbentuk larutan gelatin dan sisa ossein. Keduanya
dipisahkan dengan penyaringan. Sisa ossein dipanaskan lagi pada suhu 65-75
0
C selama 4-8 jam, sehingga terbentuk larutan gelatin dan sisa ossein.
Keduanya dipisahkan lagi dengan penyaringan, sisa ossein dipanaskan lagi
pada suhu 75-80 0C selama 4-6 jam, dan akan diperoleh lagi larutan gelatin dan
sedikit sisa gelatin. Larutan gelatin yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu,
kemudian sekali lagi dilakukan penyaringan dengan menggunakan tekanan,
pressure filter, maka akan diperoleh larutan gelatin yang benar benar bersih.
5. Pemekatan.
Larutan gelatin yang diperoleh masih dalam keadaan yang encer. Larutan
gelatin ini harus dipekatkan. Pemekatan dikerjakan dengan evaporator, sampai
kepekatannya menjadi 25-30%, suhu pemekatan adalah 80 0C, sedangkan
waktu yang diperlukan ± 5 jam.
6. Pendinginan.
Apabila larutan gelatin telah pekat lalu dicetak dengan bentuk dan ukuran
sesuai dengan selera. Umumnya dibuat lembaran-lembaran tipis. Oleh karena
itu pencetakannya dilakuakan dengan plat-plat aluminium atau baja anti karat
(stainless stell). Setelah larutan gelatin diletakkan dalam plat-plat tersebut, lalu
didinginkan dalam ruang yang dingin. Pada pendinginan ini larutan gelatin
akan menjadi padat.
7. Pengeringan.
Tahap terakhir adalah pengeringan gelatin pekat yang telah padat. Dapat
dikerjakan pada sinar matahari langsung atau dengan menggunakan mesin
pengering yang bersuhu 32-60 0C. Pengeringan selesai apabila kadar air gelatin
sekitar 9-12%. Setalah kering gelatin disimpan pada suhu kamar.
b. Pektin
Proses pembuatan pektin banyak menggunakan bahan baku kulit jeruk. Adapun
proses yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Pemerasan: Kulit jeruk dicuci sampai bersih, kemudian ditiriskan. Setelah itu
kulit jeruk diperas dengan alat pres sehingga sebagian keluar.
b. Pengeringan: Kulit jeruk yang telah dipres selanjutnya dikeringkan dengan
alat pengering sampai kadar airnya. Jika tidak tersedia alat pengering, kulit jeruk
dapat dijemur dengan matahari selama 3-4 hari sampai kulit jeruk menjadi
kering.
c. Penggilingan: Kulit jeruk yang telah kering selanjutnya digiling sehalus
dengan hammer mill. Hasil penggilingan disebut kulit. Jika tidak tersedia
hammer mill, penghalusan ukuran kulit jeruk dilakukan dengan blender atau
ditumbuk dengan lesung.
2. Ekstraksi Pektin
a. Pembuburan: Tepung kulit jeruk ditambah dengan air sebanyak kali berat
tepung, kemudian campur digiling atau diblender sampai menjadi bubur kulit
jeruk.
b. Ekstraksi: Bubur kulit jeruk ditambah dengan air sebanyak 10-20 kali tepung
kulit jeruk. Campuran diaduk sehingga menjadi encer. Bubur encer ditambah
dengan larutan HCL 1 % sehingga pH-nya menjadi 1,5. Hasilnya disebut bubur
asam. Bubur asam dipanaskan sampai suhu 70-80 0C sambil diaduk selama 6090 menit. Bubur asam yang telah dipanaskan, disaring dengan kain saring rapat,
atau kain saring rangkap delapan sambil diperas untuk memisahkan filtratnya.
Filtrat ini disebut dengan filtrat pektin.
c. Pengentalan
Filtrat pektin dipanaskan suhu 95-97 sambil diaduk secara intensif sampai
volumenya menjadi setengah volume semula. Hasil yang diperoleh disebut
dengan filtrat pekat/ Filtrat pekat ini didinginkan.
3. Pengendapan Pektin
a. Penyiapan larutan pengendap: Larutan etanol 95 % diasamkan dengan
menambahkan 2 ml HCL pekat. Larutan ini disebut alkohol asam.
b. Pengendapan : Filtrat pekat ditambah dengan alkohol asam dan diaduk
sampai rata . Setiap 1 liter filtratpekat ditambah dengan 1,5 liter alkohol asam.
Setelah itu, filtrat didiamkan selama 10-14 jam (semalam). Endapan pektin
dipisahkan dari filtrat dengan kain saring rapat (rangkap empat). Hasil yang
diperoleh disebut dengan pektin masam.
4. Pencucian Pektin Masam
Pektin masam ditambah dengan alkohol 95 % kemudian diaduk-aduk. Setiap 1
liter pektim masam ditambah dengan 1,5 alkohol 95 %. Setelah itu dilakukan
penyaringan dengan kain saring rangkap empat. Hal ini dilakukan beberapa kali
sampai pektin tidak bereaksi asam lagi. Hasil yang diperoleh disebut pektin
basah.
Pektin yang tidak bereaksi asam ialah pektin yang tidak berwarna merah bila
ditambah dengan indikator pH fenol ptalein.
5. Pengeringan
Pektin basah dijemur sampai kering. Atau dikeringkan dengan alat pengering
pada suhu 40-60 0C selama 6-10 jam sampai kadar air dibawah. Hasil yang
diperoleh disebut dengan pektin kering.
6. Penggilingan Pektin Kering
Pektin kering digiling sampai halus (60 mesh) dengan mesin penggiling
(hammer mill) atau dengan blender. Hasil yang diperoleh disebut dengan tepung
pektin.
c. Pati singkong
Tepung tapioka berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi
singkong. Skema proses pembuatan tepung tapioka adalah sebagai berikut:
1. Pengupasan dan pencucian
Singkong terlebih dahulu dikupas kulitnya. Setelah singkong dikupas
kemudian dicuci untuk menghilangkan lendir di bawah kulit. Pencucian
dilakukan dalam bak permanen dan pencucian yang baik adalah air selalu
2.
mengalir terus menerus, dengan demikian air selalu diganti.
Pemarutan
Selesai pencucian, singkong dimasukkan dalam mesin pemarut untuk diparut
menjadi bubur. Mesin parut terus menerus dicuci dengan air. Air ini
mengalirkan bubur ke dalam satu bak dan disinilah bubur dikocok. Dari bak
bubur singkong dimasukkan ke alat yang terbuat dari anyaman kawat halus.
3. Pemerasan dan penyaringan
Pemerasan dan penyaringan dilakukan dengan mesin (saringan getar). Alat
penyaring ini terbuat dari anyaman kawat halus atau selapis tembaga tipis yang
berlubang kecil-kecil. Bubur dimasukkan dalam alat dan pengairan terus
berlangsung. Air dari penyaringan ditapis dengan kain tipis yang dibawahnya
disediakan wadah untuk menampung aliran air tersebut. Di atas saringan ampas
tertahan, sementara air yang mengandung pati ditampung dalam wadah
pengendapan.
4. Pengendapan
Pengendapan dimaksudkan untuk memisahkan pati murni dari bagian lain
seperti ampas dan unsur-unsur lainnya. Pada pengendapan ini akan terdapat
butiran pati termasuk protein, lemak, dan komponen lain yang stabil dan
kompleks. Jadi akan sulit memisahkan butiran pati dengan komponen lainnya.
Bahkan ini terdapat berbagai senyawa sehingga dapat menimbulkan bau yang
khas. Senyawa alkohol dan asam organik merupakan komponen yang
mempunyai bau khas. Butiran pati yang akandiperoleh berukuran sekitar 4-24
mikron (1 mikron sama dengan 0,001 mm). Sifat kekentalan (viskositas) cairan
tapioka tidak jauh berbeda dengan air biasa. Butiran pati yang berbentuk bulat
dan mempunyai berat jenis 1,5 dan butiran ini harus cepat diendapkan.
Kecepatan endapan sangat ditentukan oleh besarnya butiran pati, keasaman air
rendaman, kandungan protein yang ikut, ditambah zat koloidal lainnya.
Pengendapan butiran (granula) umumnya berlangsung selama 24 jam dan akan
menghasilkan tebal endapan sekitar 30 cm.
5. Pengeringan
Pengeringan disini dimaksudkan untuk menguapkan kandungan air sehingga
diperoleh tepung tapioka yang kering. Untuk itu endapan pati harus segera
dikeringkan. Pengeringan bisa menggunakan sinar matahari, atau pengeringan
buatan. Pengeringan buatan yang sering digunakan adalah batch drier, oven
drier, cabinet drier, dan drum drier. Endapan pati yang terbentuk semi cair ini
mempunyai kandungan air sekitar 40 % dan dengan pengeringan langsung akan
bisa turun sampai 17%. Dalam pengeringan harus diperhatikan faktor suhu
terutama yang menggunakan panas buatan. Suhu jangan melebihi 70 - 80 0C.
Gumpalan-gumpalan pati setelah keluar dari pengeringan langsung
dihancurkan guna mendapatkan tepung yang diinginkan. Penghancuran dapat
melalui rol atau disingrator. Hasil dari penghancuran ini masih berupa tepung
kasar. Untuk memperoleh tepung yang halus maka perlu disaring atau diayak.
d. Agar-agar
Pembuatan Serbuk Rumput Laut (menggunakan prinsip kristalisasi) dengan
tahapan:
1. Pencucian dan penghalusan.
Rumput laut bersih kemudian direndam hingga mengembang. Setelah
mengembang rumput laut tadi dihaluskan dengan menggunakan blender hingga
menjadi bubur;
2. Pemasakan/kristalisasi.
Pemasakan merupakan proses terakhir dari pembuatan serbuk instan rumput
laut. Pemasakan atau kristalisasi disini merupakan proses pemberian panas
pada bahan (sari rumput laut dan sari penambah rasa) sampai terbentuk kristal.
Api yang digunakan adalah api kecil (suhu dibawah 100 0C) dan dengan
pengadukan terus-menerus. Pengadukan ini dimaksudkan agar rumput laut
bercampur merata dengan essens dan untuk menghindari terjadinya
karamelisasi. Pemakaian panas yang tinggi akan berpengaruh pada kualitas
produk, menyebabkan karamelisasi dan hilangnya beberapa kandungan zat
dalam rumput laut. Bentuk kristal yang telah didapat kemudian dihancurkan
untuk kemudian disaring, sehingga mendapatkan serbuk instant rumput laut
yang halus dan seragam.
3. Pengeringan dan Pengayaan.
Serbuk yang telah dihancurkan, kemudian dikeringkan dan diayak hingga
diperoleh rumput laut instan yang benar-benar lembut. Untuk serbuk yang
belum lolos ayakan, dapat dihancurkan lagi.
e. Kitosan
Pembuatan kitosan didahului dengan pembuatan kitin dan kemudian di diasetilasi
menjadi kitosan. Untuk prosesnya adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan kitin
Deproteinasi
Proses ini dilakukan pada suhu 60-70°C dengan menggunakan larutan NaOH 1
M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 1:10 (gr serbuk/ml
NaOH) sambil diaduk selama 60 menit. Kemudian campuran dipisahkan
dengan disaring untuk diambil endapannya.
Pencucian dan pengeringan
Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai pH netral.
Selanjutnya disaring untuk diambil endapannya dan dikeringkan.
Demineralisasi
Penghilangan mineral dilakukan pada suhu 25-30°C dengan menggunakan
larutan HCl 1 M dengan perbandingan sampel dengan larutan HCl = 1:10 (gr
serbuk/ml HCl) sambil diaduk selama 120 menit. Kemudian disaring untuk
diambil endapannya.
Penghilangan warna
Endapan hasil demineralisasi diekstrak dengan aseton dan dibleaching dengan
0,315% NaOCl (w/v) selama 5 menit pada suhu kamar. Perbandingan solid
dan solven 1:10 (w/v)
Pencucian dan pengeringan
Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai pH netral.
Kemudian disaring, dan endapan dikeringkan.
2. Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan
Kitin yang telah dihasilkan pada proses diatas dimasukkan dalam larutan
NaOH dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50 dan 60% (berat) pada suhu 90-100°C
sambil diaduk kecepatan konstan selama 60 menit. Hasilnya berupa slurry
disaring, endapan dicuci dengan aquadest lalu ditambah larutan HCl encer agar
pH netral kemudian dikeringkan. Maka terbentuklah kitosan.
Jenis-Jenis Bahan Pemucat
Beberapa zat pemucat yang digunakan adalah:
a. Benzoil peroksida
Benzoil peroksida adalah senyawa organik yang dikenal karena memiliki sifat
bleaching (pemutih)
b. Kalium bromat
c. Kalsium iodat
d. Nitrosil klorida
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan
merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental (menurut Undang-undang RI nomor 7 tahun 1996
tentang Pangan).
Umumnya penambahan bahan tambahan pada makanan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas bahan. Seperti contohnya pengental dan pemucat jika ditambahkan pada makanan
dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada
bahan pangan serta mempengaruhi warna dari bahan pangan.
Untuk mendapatkan produk pangan yang berkualitas hendaknya pengolah mengetahui
kegunaan dari bahan tambahan yang akan digunakan. Oleh karena itu perlu diketahui
tentang semua bahan tambahan yang ada. Kelebihan dan kekurangan bahan tambahan
tersebut, serta kadar yang diperbolehkan berdasarkan HACCP.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi pengental dan pemucat ?
2. Apakah fungsi pengental dan pemucat ?
3. Apa sajakah jenis-jenis pengental dan pemucat yang digunakan pada makanan ?
4. Bagaimana cara pembuatan pengental dan pemucat?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi pengental dan pemucat
2. Mengetahui fungsi pengental dan pemucat
3. Mengetahui jenis-jenis pengental dan pemucat yang digunakan pada makanan.
4. Mengetahui proses pembuatan dari pengental dan pemucat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pengental dan Pemucat
1. Definisi Pengental
Pengental yaitu bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau
mengentalkan makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga membentuk kekentalan
tertentu. Pengental makanan lebih dikenal dengan sebutan Emulsifier. Pengental makanan
juga termasuk salah satu dari berbagai macam zat aditif. Zat aditif adalah bahan yang
ditambahkan atau dicampurkan terhadap makanan untuk menciptakan citarasa atau mutu
yang lebih baik. Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan yang
mengandung air dan minyak. Pengentalan merupakan proses untuk menghilangkan
sebagian air pada produk pangan cair.
Pengental makanan juga merupakan bahan tambahan pangan yang aman menurut SK
Menkes no.722/Menkes/Per/IX/88. Untuk proses pengentalan bahan pangan cair dapat
digunakan hidrokoloid, gumi dan bahan polimer sintetis. Bahan Pengental ini seperti
karagenan, agar, pectin, gum arab, CMC.
2. Definisi Pemucat
Pemucat yaitu bahan tambahan makanan yang digunakan untuk memucatkan warna
suatu makanan. Zat pemucat secara umum digunakan dalam produk terigu. Cara kerja zat
pemucat adalah mengoksidasi pigmen pemberi warna pada bahan makanan, menghasilkan
senyawa yang tidak berwarna. Zat pemucat ini bersifat oksidator. Ikatan rangkap dalam
karotenoid, yaitu xantofil, akan dioksidasi. Degradasi pigmen karotenoid akan
menghasilkan senyawa yang tak berwarna.
Selain itu bahan pemucat ini mengoksidasi gugus sulfhidril dalam gluten menjadi
ikatan disulfida. Dengan adanya ikatan S-S ini terbentuk polimer protein yang panjang,
lurus, dan membentuk lapisan-lapisan tipis yang saling melekat. Lapisan-lapisan tersebut
dapat menahan gelembung udara, karena itulah roti akan mengembang.
3. Fungsi Pengental dan Pemucat
a. Fungsi Pengental
Fungsi pengentalan adalah mengurangi sejumlah air sehingga menurunkan volume
produk. Dengan turunnya volume produk pangan ini, maka akan memudahkan transportasi
dan penyimpanan. Pengentalan dilakukan dengan menaikkan suhu produk sampai titik
didihnya dengan lama tertentu. Untuk produk pangan yang sensitive terhadap panas, maka
pengentalan dapat dilakukan dengan tekanan vakum. Contohnya adalah polysorbat biasa
digunakan sebagai pengemulsi pada pembuatan es krim dan kue. Pektin biasa digunakan
sebagai pengental pada jamu, jeli, marmalad, minuman ringan dan es krim. Gelatin biasa
digunakan sebagai pemantap dan pengental keju. Karagenan dan agar biasa digunakan
sebagai pemantap dan pengental pada produk susu dan keju.
b. Fungsi Pemucat
Fungsi pemucat yaitu untuk memucatkan bahan pangan. Cara kerja zat pemucat adalah
mengoksidasi pigmen pemberi warna pada bahan makanan, menghasilkan senyawa yang
tidak berwarna. Disamping zat pemucat yang berfungsi sebagai pemucat saja (misalnya
benzoil peroksida (C6H5CO)2), ada juga yang berfungsi meningkatkan daya mengembang
terigu (KBrO3, Ca(IO3)2, dan CaO), dan ada yang berfungsi gabungan keduanya (gas Cl2,
ClO2, NOCl, dan gas nitrogen oksida yang segera aktif begitu berhubungan dengan
terigu).
Penggunaan bahan pemucat yang bersifat oksidator ini harus diperhatikan jumlahnya.
Pemakaian berlebihan akan menghasilkan adonan roti yang pecah-pecah dan butirannya
tidak merata, berwarna keabu-abuan, dan volumenya menyusut.
4. Jenis-Jenis Pengental dan Pemucat
a. Jenis-Jenis Pengental
1. Macam-macam Pengental Makanan Alami:
a. Telur
Telur mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal sebagai
misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang membuat Emulsifier
bekerja dengan baik.
b. Gelatin
Gelatin adalah salah satu pengental makanan yang merupakan jenis protein yang
di ekstraksi dari jaringan kolagen kulit, atau ligamen hewan. Nilai gizinya yang
tinggi yaitu terutama akan tingginya kadar protein khususnya asam amino dan
rendahnya kadar lemak. Gelatin kering mengandung kira-kira 84 – 86 % protein, 8 –
12 % air dan 2 – 4 % mineral. Dari 10 asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh,
gelatin mengandung 9 asam amino essensial, satu asam amino essensial yang hampir
tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptofan.
Penggunaan gelatin sangatlah luas dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu
bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap,
pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang
elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya
yaitu daya cernanya yang tinggi.
c. Kuning dan Putih Telur
Gelatin dan albumin pada putih telur adalah protein yang bersifat sebagai
emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang
paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi yang
menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam bentuk kompleks
sebagai lesitin protein.
d. Lesitin (Fosfatidil Kolina)
Lesitin adalah suatu fospolipid yang menjadi komponen utama fraksi fospatida
pada ekstrak kuning telur atau kacang kedelai yang diisolasi secara mekanik,
maupun kimiawi dengan menggunakan heksana. Lesitin merupakan bahan penyusun
alami pada hewan maupun tanaman. Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai.
e. Tepung Kanji
Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang diperoleh
dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier yang
bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama
dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat dipertukarkan. Emulsifier
tepung kanji dapat menghasilkan tekstur yang lunak pada zat terdispersi. Selain itu
juga menghasilkan butiran-butiran yang halus, serta dapat menyatu dengan zat
terdispersi. Tepung kanji adalah salah satu tepung yang tidak membentuk gel. Gel
yang terbentuk akan membuat bahan makanan tidak dapat teraduk rata serta
berviskositas tinggi. Tepung ini sering digunakan untuk membuat makanan dan
untuk bahan perekat.
f. Kedelai
Kedelai sebagai bahan makanan memunyai nilai gizi cukup tinggi. Di antara jenis
kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan
serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak yang cukup tinggi, di
samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang disebut lecithin. Bahan
inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi bahan pengemulsi yang bisa
digunakan dalam produk-produk olahan.
g. Susu Bubuk
Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu bubuk
mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu disimpan
di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk selain sebagai
pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam proses emulsi suatu
bahan pangan yang sangat bagus.
Bahan pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan susu sebagai emulsifier
akan menghasilkan tekstur, aroma, dan rasa yang lebih bagus dibandingkan dengan
bahan pangan yang sama yang tidak ditambahkan emulsifier susu. Emulsifier susu
bubuk dapat membuat tekstur zat terdispersi menjadi lunak, butiran zat terdispersi
menjadi halus, dan meningkatkan kemantapan emulsi.
b. Macam-macam Pengental Makanan Buatan:
a. Xantha gum
Berfungsi sebagai bahan pengental dan mencegah pemisahan emulsi.
b. Carboxy methyl cellulose (CMC)
Berfungsi sebagai bahan pengental, pengikat pada formula tablet, meningkatkan
viskositas, memperbaiki tekstur. Larut dalam air, stabil terhadap panas adalah salah
satu keunggulan CMC. Cukup dengan konsentrasi kecil, larutan akan menjadi lebih
viscous dibandingkan dengan produk lainnya.
c. Karagenan
Merupakan polisakarida yang didapat dari hasil ekstraksi red seaweeds. Zat ini
digunakan pada makanan dan industri lain sebagai pengental, lubricants, suspending
agent dan stabilizing agent.
d. Konjac gum
Memiliki keistimewaan tanpa pemanis, perasa, pewarna, dan pengawet makanan
serta stabil terhadap pemanasan dan pendinginan. Zat ini sering digunakan untuk
pengental dan memperbaiki tekstur.
e. Kitosan
Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-DGlukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa
kuat. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya
di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi,
kesehatan, dan lingkungan. (Balley, et al, 1977).
f. Pektin
Pada industri pangan, pektin merupakan bahan yang banyak sekali manfaatnya terutama
digunakan sebagai bahan pembentuk gel (gelling agent), pengental, dan stabilizer pada
berbagai produk seperti selai, jeli, produk-produk susu, permen dan lain-lain. Di samping
untuk memperbaiki tekstur makanan olahan, pektin juga mempunyai peranan penting dalam
menurunkan kadar kolesterol total dan LDL darah (Astuti, 2005). Sampai sejauh ini untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri, pektin masih diimpor (Anonim, 2009).
5. Proses pembuatan bahan pengental
a. Gelatin
Cara pembuatan gelatin secara umum adalah : kulit atau tulang hewan yang kaya
akan kolagen direndam dalam asam atau basa, kemudian diekstrasi dengan panas
secara bertingkat, yaitu dilakukan pada evaporator atau tangki biasa pada suhu
60,70, 80, 90, dan 100 derajat Celcius untuk menghasilkan mutu gelatin yang
berbeda-beda.
Hasil ekstrak yang mengandung gelatin dibersihkan dari kotoran halus dan mineral
dengan cara penyaringan, sentrifugasi, demineralisasi dengan ion echanger. Filtrat
disterilisasi UHT, dikeringkan, digiling dan terakhir dikemas dan siap dipasarkan.
Proses lain yaitu filtrat hidrolisa lebih lanjut dengan enzim protease, sehingga
dihasilkan peptida atau sampai ke tingkat asam amino yang disebut gelita sol.
Adapun tahap-tahap pengolahannya adalah sebagai berikut (Suparno,
Rikastuti, Indratiningsih, dan Triatmojo, 2001) :
1. Pengecilan Ukuran.
Tulang terlebih dahulu dikeringkan, setelah kering lalu dihancurkan dengan
cara dipukul-pukul dengan benda keras, atau dengan mesin pemukul (hammer)
sampai menjadi ukuran yang kecil-kecil (± 2-4 cm). Kadang-kadang setelah
tulang dihancurkan, dimasak selama ± 3 jam pada suhu 154 0C untuk
menghilangkan sisa-sisa lemak.
2. Perendaman.
Tulang yang telah hancur kemudian direndam dalam llarutan 4-7% asam
khlorida seama 10-14 hari. Maksud perendaman ini agar mineral-mineral
berbentuk garam fosfat dan garam-garam lainnya dapat hiang. Tulang yang
telah direndam dalam larutan asam ini disebut ”ossein” dan dipisahkan
dengan cara penyaringan.
Selanjutnya kalau ossein akan disimpan harus dikeringkan terlebih dahulu
sampai benar-benar kering. Apabila ossein akan diolah menjadi gelatin, maka
sekali lagi harus direndam menggunakan larutan 5-15% Ca(OH)2. tujuan
perendaman ini agar ossein akan menjadi lunak, lalu disaring untuk membuang
larutan perendamannya.
3. Pencucian.
Ossein lunak lalu dicuci dengan air dingin. Kemudian diulang dicuci dengan
asam khlorida dan yang terakhir dicuci dengan air dingin lagi, sehingga ossein
menjadi bersih.
4. Pemanasan.
Selanjutnya ossein ditambahkan larutan 35% asam khlorida sampai pH ossein
mencapai 4,7. kemudian dipanaskan pada suhu 60-65 0C selama 4-9 jam. Pada
pemanasan ini akan terbentuk larutan gelatin dan sisa ossein. Keduanya
dipisahkan dengan penyaringan. Sisa ossein dipanaskan lagi pada suhu 65-75
0
C selama 4-8 jam, sehingga terbentuk larutan gelatin dan sisa ossein.
Keduanya dipisahkan lagi dengan penyaringan, sisa ossein dipanaskan lagi
pada suhu 75-80 0C selama 4-6 jam, dan akan diperoleh lagi larutan gelatin dan
sedikit sisa gelatin. Larutan gelatin yang diperoleh dikumpulkan menjadi satu,
kemudian sekali lagi dilakukan penyaringan dengan menggunakan tekanan,
pressure filter, maka akan diperoleh larutan gelatin yang benar benar bersih.
5. Pemekatan.
Larutan gelatin yang diperoleh masih dalam keadaan yang encer. Larutan
gelatin ini harus dipekatkan. Pemekatan dikerjakan dengan evaporator, sampai
kepekatannya menjadi 25-30%, suhu pemekatan adalah 80 0C, sedangkan
waktu yang diperlukan ± 5 jam.
6. Pendinginan.
Apabila larutan gelatin telah pekat lalu dicetak dengan bentuk dan ukuran
sesuai dengan selera. Umumnya dibuat lembaran-lembaran tipis. Oleh karena
itu pencetakannya dilakuakan dengan plat-plat aluminium atau baja anti karat
(stainless stell). Setelah larutan gelatin diletakkan dalam plat-plat tersebut, lalu
didinginkan dalam ruang yang dingin. Pada pendinginan ini larutan gelatin
akan menjadi padat.
7. Pengeringan.
Tahap terakhir adalah pengeringan gelatin pekat yang telah padat. Dapat
dikerjakan pada sinar matahari langsung atau dengan menggunakan mesin
pengering yang bersuhu 32-60 0C. Pengeringan selesai apabila kadar air gelatin
sekitar 9-12%. Setalah kering gelatin disimpan pada suhu kamar.
b. Pektin
Proses pembuatan pektin banyak menggunakan bahan baku kulit jeruk. Adapun
proses yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Pemerasan: Kulit jeruk dicuci sampai bersih, kemudian ditiriskan. Setelah itu
kulit jeruk diperas dengan alat pres sehingga sebagian keluar.
b. Pengeringan: Kulit jeruk yang telah dipres selanjutnya dikeringkan dengan
alat pengering sampai kadar airnya. Jika tidak tersedia alat pengering, kulit jeruk
dapat dijemur dengan matahari selama 3-4 hari sampai kulit jeruk menjadi
kering.
c. Penggilingan: Kulit jeruk yang telah kering selanjutnya digiling sehalus
dengan hammer mill. Hasil penggilingan disebut kulit. Jika tidak tersedia
hammer mill, penghalusan ukuran kulit jeruk dilakukan dengan blender atau
ditumbuk dengan lesung.
2. Ekstraksi Pektin
a. Pembuburan: Tepung kulit jeruk ditambah dengan air sebanyak kali berat
tepung, kemudian campur digiling atau diblender sampai menjadi bubur kulit
jeruk.
b. Ekstraksi: Bubur kulit jeruk ditambah dengan air sebanyak 10-20 kali tepung
kulit jeruk. Campuran diaduk sehingga menjadi encer. Bubur encer ditambah
dengan larutan HCL 1 % sehingga pH-nya menjadi 1,5. Hasilnya disebut bubur
asam. Bubur asam dipanaskan sampai suhu 70-80 0C sambil diaduk selama 6090 menit. Bubur asam yang telah dipanaskan, disaring dengan kain saring rapat,
atau kain saring rangkap delapan sambil diperas untuk memisahkan filtratnya.
Filtrat ini disebut dengan filtrat pektin.
c. Pengentalan
Filtrat pektin dipanaskan suhu 95-97 sambil diaduk secara intensif sampai
volumenya menjadi setengah volume semula. Hasil yang diperoleh disebut
dengan filtrat pekat/ Filtrat pekat ini didinginkan.
3. Pengendapan Pektin
a. Penyiapan larutan pengendap: Larutan etanol 95 % diasamkan dengan
menambahkan 2 ml HCL pekat. Larutan ini disebut alkohol asam.
b. Pengendapan : Filtrat pekat ditambah dengan alkohol asam dan diaduk
sampai rata . Setiap 1 liter filtratpekat ditambah dengan 1,5 liter alkohol asam.
Setelah itu, filtrat didiamkan selama 10-14 jam (semalam). Endapan pektin
dipisahkan dari filtrat dengan kain saring rapat (rangkap empat). Hasil yang
diperoleh disebut dengan pektin masam.
4. Pencucian Pektin Masam
Pektin masam ditambah dengan alkohol 95 % kemudian diaduk-aduk. Setiap 1
liter pektim masam ditambah dengan 1,5 alkohol 95 %. Setelah itu dilakukan
penyaringan dengan kain saring rangkap empat. Hal ini dilakukan beberapa kali
sampai pektin tidak bereaksi asam lagi. Hasil yang diperoleh disebut pektin
basah.
Pektin yang tidak bereaksi asam ialah pektin yang tidak berwarna merah bila
ditambah dengan indikator pH fenol ptalein.
5. Pengeringan
Pektin basah dijemur sampai kering. Atau dikeringkan dengan alat pengering
pada suhu 40-60 0C selama 6-10 jam sampai kadar air dibawah. Hasil yang
diperoleh disebut dengan pektin kering.
6. Penggilingan Pektin Kering
Pektin kering digiling sampai halus (60 mesh) dengan mesin penggiling
(hammer mill) atau dengan blender. Hasil yang diperoleh disebut dengan tepung
pektin.
c. Pati singkong
Tepung tapioka berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi
singkong. Skema proses pembuatan tepung tapioka adalah sebagai berikut:
1. Pengupasan dan pencucian
Singkong terlebih dahulu dikupas kulitnya. Setelah singkong dikupas
kemudian dicuci untuk menghilangkan lendir di bawah kulit. Pencucian
dilakukan dalam bak permanen dan pencucian yang baik adalah air selalu
2.
mengalir terus menerus, dengan demikian air selalu diganti.
Pemarutan
Selesai pencucian, singkong dimasukkan dalam mesin pemarut untuk diparut
menjadi bubur. Mesin parut terus menerus dicuci dengan air. Air ini
mengalirkan bubur ke dalam satu bak dan disinilah bubur dikocok. Dari bak
bubur singkong dimasukkan ke alat yang terbuat dari anyaman kawat halus.
3. Pemerasan dan penyaringan
Pemerasan dan penyaringan dilakukan dengan mesin (saringan getar). Alat
penyaring ini terbuat dari anyaman kawat halus atau selapis tembaga tipis yang
berlubang kecil-kecil. Bubur dimasukkan dalam alat dan pengairan terus
berlangsung. Air dari penyaringan ditapis dengan kain tipis yang dibawahnya
disediakan wadah untuk menampung aliran air tersebut. Di atas saringan ampas
tertahan, sementara air yang mengandung pati ditampung dalam wadah
pengendapan.
4. Pengendapan
Pengendapan dimaksudkan untuk memisahkan pati murni dari bagian lain
seperti ampas dan unsur-unsur lainnya. Pada pengendapan ini akan terdapat
butiran pati termasuk protein, lemak, dan komponen lain yang stabil dan
kompleks. Jadi akan sulit memisahkan butiran pati dengan komponen lainnya.
Bahkan ini terdapat berbagai senyawa sehingga dapat menimbulkan bau yang
khas. Senyawa alkohol dan asam organik merupakan komponen yang
mempunyai bau khas. Butiran pati yang akandiperoleh berukuran sekitar 4-24
mikron (1 mikron sama dengan 0,001 mm). Sifat kekentalan (viskositas) cairan
tapioka tidak jauh berbeda dengan air biasa. Butiran pati yang berbentuk bulat
dan mempunyai berat jenis 1,5 dan butiran ini harus cepat diendapkan.
Kecepatan endapan sangat ditentukan oleh besarnya butiran pati, keasaman air
rendaman, kandungan protein yang ikut, ditambah zat koloidal lainnya.
Pengendapan butiran (granula) umumnya berlangsung selama 24 jam dan akan
menghasilkan tebal endapan sekitar 30 cm.
5. Pengeringan
Pengeringan disini dimaksudkan untuk menguapkan kandungan air sehingga
diperoleh tepung tapioka yang kering. Untuk itu endapan pati harus segera
dikeringkan. Pengeringan bisa menggunakan sinar matahari, atau pengeringan
buatan. Pengeringan buatan yang sering digunakan adalah batch drier, oven
drier, cabinet drier, dan drum drier. Endapan pati yang terbentuk semi cair ini
mempunyai kandungan air sekitar 40 % dan dengan pengeringan langsung akan
bisa turun sampai 17%. Dalam pengeringan harus diperhatikan faktor suhu
terutama yang menggunakan panas buatan. Suhu jangan melebihi 70 - 80 0C.
Gumpalan-gumpalan pati setelah keluar dari pengeringan langsung
dihancurkan guna mendapatkan tepung yang diinginkan. Penghancuran dapat
melalui rol atau disingrator. Hasil dari penghancuran ini masih berupa tepung
kasar. Untuk memperoleh tepung yang halus maka perlu disaring atau diayak.
d. Agar-agar
Pembuatan Serbuk Rumput Laut (menggunakan prinsip kristalisasi) dengan
tahapan:
1. Pencucian dan penghalusan.
Rumput laut bersih kemudian direndam hingga mengembang. Setelah
mengembang rumput laut tadi dihaluskan dengan menggunakan blender hingga
menjadi bubur;
2. Pemasakan/kristalisasi.
Pemasakan merupakan proses terakhir dari pembuatan serbuk instan rumput
laut. Pemasakan atau kristalisasi disini merupakan proses pemberian panas
pada bahan (sari rumput laut dan sari penambah rasa) sampai terbentuk kristal.
Api yang digunakan adalah api kecil (suhu dibawah 100 0C) dan dengan
pengadukan terus-menerus. Pengadukan ini dimaksudkan agar rumput laut
bercampur merata dengan essens dan untuk menghindari terjadinya
karamelisasi. Pemakaian panas yang tinggi akan berpengaruh pada kualitas
produk, menyebabkan karamelisasi dan hilangnya beberapa kandungan zat
dalam rumput laut. Bentuk kristal yang telah didapat kemudian dihancurkan
untuk kemudian disaring, sehingga mendapatkan serbuk instant rumput laut
yang halus dan seragam.
3. Pengeringan dan Pengayaan.
Serbuk yang telah dihancurkan, kemudian dikeringkan dan diayak hingga
diperoleh rumput laut instan yang benar-benar lembut. Untuk serbuk yang
belum lolos ayakan, dapat dihancurkan lagi.
e. Kitosan
Pembuatan kitosan didahului dengan pembuatan kitin dan kemudian di diasetilasi
menjadi kitosan. Untuk prosesnya adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan kitin
Deproteinasi
Proses ini dilakukan pada suhu 60-70°C dengan menggunakan larutan NaOH 1
M dengan perbandingan serbuk udang dengan NaOH = 1:10 (gr serbuk/ml
NaOH) sambil diaduk selama 60 menit. Kemudian campuran dipisahkan
dengan disaring untuk diambil endapannya.
Pencucian dan pengeringan
Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai pH netral.
Selanjutnya disaring untuk diambil endapannya dan dikeringkan.
Demineralisasi
Penghilangan mineral dilakukan pada suhu 25-30°C dengan menggunakan
larutan HCl 1 M dengan perbandingan sampel dengan larutan HCl = 1:10 (gr
serbuk/ml HCl) sambil diaduk selama 120 menit. Kemudian disaring untuk
diambil endapannya.
Penghilangan warna
Endapan hasil demineralisasi diekstrak dengan aseton dan dibleaching dengan
0,315% NaOCl (w/v) selama 5 menit pada suhu kamar. Perbandingan solid
dan solven 1:10 (w/v)
Pencucian dan pengeringan
Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai pH netral.
Kemudian disaring, dan endapan dikeringkan.
2. Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan
Kitin yang telah dihasilkan pada proses diatas dimasukkan dalam larutan
NaOH dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50 dan 60% (berat) pada suhu 90-100°C
sambil diaduk kecepatan konstan selama 60 menit. Hasilnya berupa slurry
disaring, endapan dicuci dengan aquadest lalu ditambah larutan HCl encer agar
pH netral kemudian dikeringkan. Maka terbentuklah kitosan.
Jenis-Jenis Bahan Pemucat
Beberapa zat pemucat yang digunakan adalah:
a. Benzoil peroksida
Benzoil peroksida adalah senyawa organik yang dikenal karena memiliki sifat
bleaching (pemutih)
b. Kalium bromat
c. Kalsium iodat
d. Nitrosil klorida