DIMENSI DIMENSI HAM MENGURAI HAK EKONOMI

DIMENSI-DIMENSI HAM MENGURAI HAK EKONOMI, SOSIAL,
DAN BUDAYA

Mohammad Arinal Huda
marinalhuda@students.unnes.ac.id
DATA BUKU
Judul Buku : Dimensi-dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya.
Pengarang : Majda El Muhtaj.
Penerbit : PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
Tahun Terbit : 2013.
Kota Terbit : Jakarta.
Bahasa Buku : Bahasa Indonesia.
Jumlah Halaman : 377.
ISBN Buku : 978-979-769-213-1.
Buku dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi, sosial, dan budaya ini
adalah karangan Majda El Muhtaj, mengalami tiga kali cetakan yakni cetakan
kedua pada tahun 2009 dan cetakan ketiga tahun 2013. Dengan adanya
cetakan tersebut berarti buku ini telah mengalami proses revisi dengan
mengurangi, menambah, ataupun merubah isi buku yang telah ada namun
tidak menghapuskan yang aslinya. Terdapat tiga BAB dengan jumlah halaman
tiga ratus tujuh puluh tujuh dengan pokok pembahasan mengenai Hak Asasi

Manusia dalam segi ekonomi, sosial, dan budaya. Buku ini mungkin sangat
populer di dunia akademis baik mahasiswa maupun dosen, bahkan dalam buku
ini terdapat dan memuat sambutan dari Rektor Universitar Negeri Medan yang
juga memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas kontribusi yang
diberikan oleh Majda El muhtaj. Majda El Muhtaj sendiri adalah staf pengajar
dan kepala pusat studi HAM (Pusham) Universitas Negeri Medan, beliau telah
menggeluti ilmu tentang Hak Asasi Manusia baik secara umum maupun Hak
Asasi Manusia yang berkedudukan disisi ekonomi, sosial, dan budaya. Buku ini
pun tidak hanya cocok dibaca oleh kalangan akademisi, praktisi, pemerhati
saja, namun sangat cocok dipelajari dan dipahami masyarakat luas sebagai
acuan atau dasar ketentuan HAM secara umum maupun ekonomi, soaial, dan
budaya. Selain sambutan dari rector Universitas Negeri Medan yang
memberikan sambutan atas terbitnya buku ini, buku ini juga memuat atau
memberikan pengantar dari Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia
(Prof.Dr.Satya Arinanto, SH.,M.H.), beliau memberikan pengantar mengenai
Istilah HAM secara universal yang dulu dikemukakan oleh para ahli Hak Asasi
Manusia. Dalam isi pengantar yang beliau utarakan, beliau juga menjelaskan
bagaimana proses Hak Asasi Manusia berkembang mulai dari natural law
hingga terbentuknya universal declaration of human responsibilities
(UDHResp.). Sebagai seorang Guru Besar Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, beliau juga turut bangga dan mengapresiasi serta menyambut
positif upaya saudara Majda El Muhtaj untuk menerbitkan buku yang berjudul
dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi, sosial, dan budaya ini. Beliau
juga menyebutkan bahwa buku ini adalah buku kedua yang terkait dengan
masalah HAM yang diterbitkan olehnya, buku mengenai HAM yang sebelumnya
juga diterbitkan oleh Majda EL Muhtaj adalah yang berjudul Hak Asasi Manusia

dalam konstitusi Indonesia : dari undang-undang dasar 1945 sampai dengan
amandemen Undang-Undang Dasar 1945 tahun 2002- yang diangkat dari Tesis
Program Magister hukum yang ditulisnya pada saat mengikuti program S2 di
sekolah pasca sarjana Universitas sumatera utara (USU) yang telah
diterbitakan pada tahun 2005. Dari penjelasan yang disampaikan oleh Guru
Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, juga menyinggung betapa
pentingnya pemahaman Hak Asasi Manusia yang harus dipelajari dan diajarkan
mulai dari tingkat sekolah dasar hingga lulus pendidikan dan terjun kedalam
masyarakat. Sedangkan pada pengantar penulis sendiri menyebut bahwa
dalam penyusunan buku dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi, sosial,
dan budaya ini adalah atas keprihatinan beliau terhadap pelanggaranpelanggaran Hak Asasi Manusia yang terus saja terjadi walaupun sudah
terbentuknya deklarasi universal Hak asasi manusia (DUHAM). Penulis juga
teringat ketika diskudi menyambut 57 tahun DUHAM di desa Kuala Namu,

kabupaten Deli serdang. Pada waktu itu ada seorang ibu mengatakan, kami
masih terus berada dalam ketakutan. Kami tidak tahu kapan semua ini
berakhir. Apakah kami melanggar HAM atau HAM yang melanggar kami? , dari
situlah sang penulis merasa tertegun dengan pelanggaran HAM yang terus saja
terjadi dan berkelanjutan. Atas terbitnya buku dimensi-dimesi HAM mengurai
hak ekonomi, sosial, dan budaya ini tak lupa sang penulis juga mengucapkan
dan memberikan penghormatan atas kerjasama yang telah dilakukan oleh
instansi-instansi terkait maupun kepada para rekan yang telah membantu
dalam penyusunan buku ini.
Dalam buku dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi, sosial, dan
budaya ini lebih sempurna karena ditambah dengan sebuah prolog yang
disampaikan oleh Ifdhal Kasim, S.H. yang menjabat sebagai ketua KomNas HAM
RI, beliau juga berkontribusi lebih terhapat terbitnya dan kemajuan
perkembangan buku ini, baginya Impunitas atas pelanggaran hak-hak ekonomi,
sosial, dan budaya lebih sulit dipecahkan daripada pelanggaran atas hak-hak
sipil sipil dan politik yang telah memiliki mekanisme yang memadai baik
ditingkat internasional maupun nasional, maka pelanggaran-pelanggaran
massif ditingkat ekonomi, sosial, dan budaya sangat jauh dari jamahan negara.
Dari situlah perlunya pemahaman dan tindakan yang lebih mendalam terhadap
Hak Asasi Manusia dalam ranah ekonomi, sosial dan budaya untuk menjaga

dan melindungi hak-hak setiap makhluk hidup dalam konteks tersebut. Buku
dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi, sosial, dan budaya ini dibuat
untuk dipelajari dan dipahami serta diamalkan kepada masyarakat tentang
pentingnya perlindungan Hak asasi manusia dalam berkehidupan
bermasyarakat hingga bernegara. Mempunyai tiga ratus tujuh puluh tujuh
membuat buku ini sangat menantang bagi para pembaca dan pemerhati Hak
asasi manusia untuk dipahami dan menggali lebih dalam tentang arti Hak asasi
manusia yang sesungguhnya baik secara umum maupun dalam segi ekonomi,
sosial, dan budaya. Perlu diketahui bahwa dalam penyusunan suatu buku yang
telah terbit dan beredar bukanlah suatu buku yang sempurna terlebih seiring
berjalan dan berkembangnya suatu zaman maka akan berubah pula suatu
struktur masyarakat maupun bentuk hukumnya. Banyak buku-buku yang telah
beredar mengalami revisi atau cetakan ulang dengan cara dikurangi, ditambah,
ataupun dirubah, bahkan ada pula buku yang ditarik edarannya karena sudah
terlalu lawas dan sudah terlalu tertinggal oleh perkembangan suatu hukum
saat ini, namun tetap dipergunakan sebagai bahan acuan perubanhan yang
sekarang. Begitu pula buku dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi,
sosial, dan budaya ini yang sudah mengalami tiga kali cetakan memungkinkan

karena ada perubahan pada isi buku ini, buku yang mempunyai tiga BAB ini

telah mengalami proses revisi isi buku karena kembali lagi pada penjelasan
diatas bahwa seiring berkembangnya zaman maka berubahlah suatu keadaan
atau system masyarakat dan juga system hukumnya. Oleh sebab itu untuk
mempertahankan reputasi dan eksistensi suatu buku maka buku tersebut
harus bisa bersifat fleksibel untuk mampu mengikuti alur perubahan zaman.
Kembali pada pokok pembahasan yang berarti disini saya akan mencoba untuk
mereview buku dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi, sosial, dan
budaya ini terlebih karena isi buku ini begitu menginspirasi bagi para pembaca
hingga saya tertarik untuk melakukan review terhadap buku ini. Dalam review
ini saya akan mulai melakukan review dari perBAB dan keseluruhan buku ini,
dalam proses review buku ini diharuskan memahami keseluruhan buku ini.
Dimulai dari BAB 1 yang membahas mengenai konseptualisasi dan rekontruksi
HAM dan dilanjutkan pada BAB 2 yang membahas tema-tema pokok HAM
ekonomi, sosial, dan budaya, serta dilanjutkan pada review BAB 3 yang
membahas kelompok-kelompok rentan pelanggaran HAM, untuk selanjutnya
mereview keseluruhan isi buku yang berhasil diterbitkan oleh Majda El Muhtaj
ini untuk mencari keunikan-keunikan dalams setiap tulisan dan kelebihan serta
kekurangan dalam setiap kata dan pembahasan isi buku Dimensi-dimensi HAM
mengurai hak ekonomi, sosial dan budaya ini.
Saya akan mulai dari BAB 1 (konseptualisasi dan rekontruksi HAM), dalam BAB

1 ini suatu pembukaan yang diawali oleh Universal declaration of Human Righs
yang menggunakan bahasa inggris (Recognition of the inherent dignity and of
the equal and inalienable rights of all members of the human family is the
foundation of freedom, justice and peace in the world), pembukaan atau awlan
yang menggunakan bahasa inggris bisa dianggap sebuah pembukaan yang
cukup bagus, namun bagi kebanyakan orang pembukaan yang diawali bahasa
inggris dan tidak ditambahkan translate atau terjemahan kedalam bahasa
Indonesia ini membuat pembaca harus ekstra dalam memahami arti dalam
bahasa inggris tersebut terlebih kepada pembaca yang tidak mahir dalam
bahasa inggris. Alangkah baiknya jika dalam penulisan bahasa inggris harus
disambung dengan penggunaan bahasa Indonesia untuk mempermudah para
pembaca yang terkhusus kurang mahir berbahasa inggris, memungkinkan
untuk pembaca yang kurang mahir berbahasa inggris untuk mengartikan satu
persatu arti kata yang berbahasa inggris tersebut, hal ini akan membuat waktu
bagi si pembaca akan lama dan pemahaman pun akan terganggu dengan
waktu untuk menerjemahkan bahasa inggris ke bahasa Indonesia. Salah satu
masukan dari saya untuk buku yang telah terbit pada tahun 2013 ini adalah
pada penggunaan istilah dan wacana dalam bentuk bahasa inggris yang terlalu
berlebihan, bahkan dalam BAB 1 saja saya mengira bahwa penggunaan bahasa
inggris hamper 40 persen. Dalam penggunaan bahasa inggris terlebih pada

pendapat para ahli dari luar negeri, alangkah baiknya apabila dilanjutkan
dengan terjemahan bahasa Indonesia. Sebagai contoh pendapat ahli luar
negeri yang terdapat dalam BAB 1 ini yang menegaskan the original words
read: “All men are created equal.” As it was finally worded it reads: “All human
beings are born free and equal in dignity and rights.” This is largely because on
committee there are a number of women who have risen to positions of
importance in their own countries but who realize that the majority of women
may not everywhere be on a basis of equality, and they wanted to achieve
equality for their sisters. They felt that if the declaration said “all men” or “a
man” that it might easily be said that this declaration did not apply to women,

and they wanted to make quite clear that this was a universal declaration.1 Itu
adalah contoh petikan kalimat yang berbahasa inggris, kalimat tersebut
panjang dan berbahas inggris dan tidak diakhiri atau diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia yang menjadikan para pembaca harus ekstra dlam
memahami setiap kata dalam bahasa inggris tersebut. Terlepas dari itu semua
adalah buku yang berjudul dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi,
sosial, dan budaya ini memiliki keunggulan tersendiri, buku ini lebih banyak
mengutip sumber buku lain yang berbahasa inggris dan para ahli-ahli hak asasi
manusia dari luar negeri. Disisi itulah yang menjadikan buku ini tampil begitu

apik dalam setiap kata-kata yang didapat dari sumber yang menurut saya
adalah sumber yang sangat terpopuler dan sumber yang tinggi. Bagi saya
mengenai penulis buku ini, beliau sangat luar biasa dalam proses pengerjaan
buku ini karena mampu memahami dengan betul dan menjadikannya suatu
buku yang mempunyai sumber yang baik. Dalam mendapatkan setiap sumber
terkhusus yang berbahasa inggris maka diperlukan relasi atau bahkan
perjuangan dalam mendapatkan sumber tersebut untuk selanjutnya dikutip
dalam setiap paduan kata. Dalam BAB 1 buku ini justru memuat lebih banyak
pendapat para ahli hak asasi manusia dari luar negeri ketimbang dari Indonesia
sendiri, hal tersebutlah yang menjadi factor begitu banyaknya kalimat-kalimat
asing dalam setiap tatanan dalam isi buku. Si penulis lebih memilih pendapat
para ahli Hak asasi manusia dari luar negeri dimungkinkan karena dalam
proses terbentuknya Deklarasi universal hak asasi manusia (DUHAM) ini
sumber terbanyak adalah para pemikir atau ahli dari luar negeri, karena proses
terbentuknya peraturan mengenai Hak asasi manusia sendiri dimulai dari luar
negeri yang disebut magna charta itu sendiri. Terlepas lagi dari masalah
pendapat para ahli, buku ini juga memiliki keunikan yang rata-rata tidak
dimiliki oleh buku lain atau hanya sedikit buku yang isinya sama dengan buku
yang berjudul dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi, sosial, dan budaya
ini, yaitu dalam buku ini dimulai dari BAB 1 dalam pembuatan footnote atau

catatan kaki begitu banyak atau bahkan mencapai setengah atau tiga
perempat dalam setiap halaman. Inilah keunikan tersendiri dari buku ini,
sebagai contoh adalah footnote sebagai berikut
Istilah negara juga disebut state (inggris), staat (belanda), ‘etat (italia), daulah
(arab). Kata staat berasal dari akar kata latin, status atau statum yang berarti
menaruh dalam keadaan berdiri, membuat berdiri, menempatkan berdiri.
Uraian lebih lanjut tentang fungsi negara, dapat dilihat F.Isjwara, pengantar
ilmu politik (Bandung: Dhiwantara, 1967), M. solly Lubis, ilmu negara
(Bandung: Mandar Maju, 1990), Sjahran Basah, ilmu negara, pengantar,
metode dan sejarah perkembangan (Bandung: Citra Aditya, 1992). Maclver
memberikan definisi negara sebagai “an association which, acting throught law
as promulgated by a government endowed to this end with coercive power,
maintains within a community territorially demarcated the universak external
conditions of social order.” Lihat lebih lanjut R.M. Maclver, the modern state
(new York: oxford university press, 1960), halaman 1-22.
Itulah salah satu contoh keunikan footnote yang terdapat dalam buku ini,
bayangkan bahwa itu adalah satu dari beberapa footnote dalam satu halaman,
jika ada tiga atau lebih footnote maka dalam satu halaman akan dipenuhi oleh
footnote saja. Salah satu keunikan tersebut juga merupan keunggulan atau
juga bisa dibilang kekurangan buku tersebut, kenapa demikian karena dalam

Eleanor Roosevelt, “Human Rights,” dalam the united nations, peace on earth
(new york: the united nations, 1949), halaman 67-68
1

penulisan footnote seperti itu yang bisa dibilang adalah penjelasan juga kenapa
harus dibuat footnote dan tidak dibuat saja tulisan seperti biasa, dalam bacaan
saya sendiri footnote sering kali diabaikan oleh pembaca karena pembaca lebih
focus kepada pembahasan buku tersebut. Pembaca biasanya meninggalkan
atau tidak membaca sama sekali footnote yang ada dibawah halaman buku,
pembaca lebih menganggap bahwa pembahasan lebih penting ketimbang
footnote. Dari sini saya berkesimpulan bahwa footnote juga penting akan tetapi
jika berlebihan bahkan memakan hingga separo halaman bukan berarti buku
tersebut kaya akan sumber namun bisa dibilang menghabiskan halaman dan
membuatnya berlebihan halaman serta penganggapan dari para pembaca
mengenai kurang pentingnya footnote untuk dibaca. Beralih ke keunggulan
buku ini, dalam BAB 1 sendiri buku ini memiliki keunggulan dengan adanya
penutup pada setiap bagian pembahasan, penutup tersebut bisa dibilang
adalah kesimpulan dari setiap pembahasan yang sebelumnya dibahas secara
rinci. Dalam setiap penutup memuat kesimpulan yang begitu tegas dan simple
untuk dipahami dengan mudah bagi para pembaca buku ini. Tidak Cuma

sampai disitu saja keunggulan dari buku yang terbit di tahun 2013 pada
cetakan ketiga ini, masih banyak keunggulan dari buku ini salah satunya pada
BAB 1 yang pada akhir BAB memuat lampiran tentang apa yang sudah dibahas
sebelumnya maupun lampiran pelengkap bagi buku ini, ada dua lampiran yang
cukup lengkap tentang sejarah Hak asasi manusia dari mulai magna charta
hingga sekarang ini. Di lampiran pertama memuat member states of the united
nations (and the dates on which they joined the organization, disini ada banyak
sekali negara yang tergabung dalam pembentukan dan peran dalam
perlindungan hak asasi manusia. Pada lampiran kedua memuat membership of
the human rights council by regional groups juga memuat kelompok-kelompok
negara yang berperan dalam penegakan hak asasi manusia yang terbagi
dalam lima kelompok yakni African states, latin American and carribean states,
Asian states, western Europe and other states, and eastern European states.
Dan masih banyak lagi yang dimuat dalam lampiran dua tersebut tentang
instansi-instansi terkait yang juga berperan dalam keberlanjutan hak asasi
manusia. Itulah keunikan, kelemahan, dan keunggulan yang terdapat dalam
BAB 1 buku dimensi-dimensi HAM mengurai hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Selanjutnya saya akan mencoba untuk mereview buku ini pada bagian BAB 2
yang membahas mengenai tema-tema pokok hak asasi manusia ekonomi,
sosial, dan budaya. Ada sebagian atau beberapa hal yang sama yang terdapat
dalam BAB 2 juga terdapat dalam BAB 1 yang itu artinya buku ini adalah buku
yang konsisten dalam setiap penyusunan kata-kata dalam isi buku tersebut.
Salah satu hal yang sama yang terdapat dalam BAB 2 yang juga terdapat
dalam buku 1 yakni adalah dalam pembukaan kalimat sendiri dalam BAB 2
juga diawali oleh penggunaan bahasa inggris yang diambil dari pasal 11
ICESCR tanpa dilanjutkan dengan terjemahan bahasa Indonesia bahkan tidak
diberi penjelasan mengenai apa itu ICESCR sendiri. Dalam BAB 2 ini penjelasan
begitu detail mengenai masalah hak ekonomi, sosial, dan budaya baik dimulai
dari hak kesehatan, jaminan konstitusi, paradigm sehat, pendidikan, ha katas
pekerjaan, ha katas lingkungan hidup dan masih banyak lagi hak yang
bersangkutan dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya yang terikat dalam
judul buku ini sendiri. Lebih sedikit penggunaan bahasa inggris ketimbang pada
BAB sebelumnya yang memuat banyak tatanan bahasa inggris, namun dalam
BAB 2 ini juga masih menerapkan bentuk footnote yang hampir sama seperti
penjelasan dan juga mirip pada bentuk footnote di BAB 1 sebelumnya. Banyak
juga para ahli dalam pembahasan di BAB 2 ini yang berasal dari luar negeri,

namun penggunaan tatanan bahasa inggris tidak sebanyak pada pembahasan
BAB 1, sebagai contoh yang dikemukakan oleh Asborjn Eide mengenai
pentingnya hukum dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya yang
berisi obligations undertaken by states, and consequently by the international
community, under international human rights instruments shall be
implemented in good faith.2 Salah satu pendapat ahli yang menggunakan
tatanan bahasa inggris dan merupakan suatu perbandingan salah satu
pendapat yang menggunakan banyak sedikitnya bahasa inggris yang tidak
diakhiri dengan terjemahan bahasa Indonesia. Dalam BAB 2 ini setiap
pembahasan juga diakhiri dengan penutup (kesimpulan dari pembahasan)
namun berbeda dengan BAB 1 yang diakhir pembahasan menggunakan
beberapa lampiran, di BAB 2 ini tidak ada lampiran yang tersedia. Mungkin itu
saja yang dapat saya review dari pokok pembahasan BAB 2, dan selanjutnya
saya juga kan mencoba mereview BAB terakhir dari buku ini yakni BAB 3
mengenai kelompok-kelompok yang rentan pelanggaran Hak asasi manusia.
Masih sama seperti pembahasan BAB-BAB sebelumnya yang pasti terkait pada
pembukaan yang menggunakan tatanan bahasa inggris, footnote yang terlalu
berlebihan dan penggunaan bahasa inggris yang terlalu banyak. Di BAB 3 ini
menjelaskan mengenai kelompok-kelompok renytan pelanggaran yang yang
dimaksut adalah anak-anak, perempuan, pengungsi dan banyak lainnya.
Pembahasan yang begitu komplit mengenai pelanggaran hak asasi manusia
dan upaya hukum dalam melindunginya. Dalam pembahasan BAB 3 ini juga
terdapat penutup dalam setiap pembahasan serta juga terdapat lampiran
mengenai bentuk hukum yang melindungi kelompok-kelompok yang rentan
pelanggaran HAM yakni Atimeline of key moments in the womens human rights
movement yaitu suatu momen atau sejarah tentang pembentukan hukum
perlindungan hak asasi manusoia terhadap suatu kelompok-kelompok yang
rentan pelanggaran hak asasi manusia.
Dari ketiga BAB tersebut dapat saya simpulkan atas review yang telah saya
coba mengenai buku ini. Buku yang berjudul dimensi-dimensi HAM mengurai
hak ekonomi, sosial, dan budaya ini memiliki keunggulan pada bagian sumber
proses terbentuknya buku ini, mempunyai keunikan pada bagian akhir
pembahasan yang dilengkapi suatu penutup dan juga lampiran sebagai
pelengkap pembahasan, dan sedikit kelemahan buku ini yaitu pada bagian
penggunaan tatanan bahasa inggris yang menurut saya terlalu berlebihan dan
membuat para pembaca harus ekstra dalam memahami setiap kata yang
berbahasa inggris serta pada penggunaan footnote yang teralu berlebihan
sehingga dapat memakan separo bahkan lebih dalam setiap halaman.

Asborjn Eide, “economic, social and cultural rights as human rights,” dalam
arborjn Eide, et.al. (ed.), economic,social and cultural rights; A Textbook
(Boston: Martinus Nijhoff Publishers, 1995), halaman 21.
2