22. Transparansi dan Akuntabilitas LSM Beberapa Sumbangan Pemikiran Dr Adhi Santika

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI LSM:
Beberapa Sumbangan Pemikiran
Oleh Adhi Santika
Sumber: BUKU KRITIK & OTOKRITIK LSM:
Membongkar Kejujuran dan Keterbukaan Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia (Hamid
Abidin & Mimin Rukmini)
Halaman: 104-110
Pembentukan suatu organisasi pada dasarnya merupakan. Suatu upaya sekelompok anggota
masyarakat untuk mencapai tujuan kelompok masyarakat tersebut dalam kurun waktu
tertentu. Dengan demikian organisasi sering diposisikan sebagai suatu alat untuk mencapai
tujuan dengan membekali diri berupa visi, misi, tujuan, sasaran dan strateginya. Upaya untuk
mewujudkan tujuannya hanya dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan (alignment)
peran-peran kekuasaan yang dimainkan oleh setiap unsur yang ada di dalam organisasi yang
bersangkutan.
Kinerja LSM banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini, terutama sejak timbulnya iklim
yang relatif lebih baik dalam kehidupan bernegara. Masyarakat mulai mempertanyakan akan
nilai yang mereka peroleh atas dampak yang dilakukan oleh LSM. Hal ini terjadi mengingat
ada persepsi dari masyarakat yang mengatakan, bahwa ada kecenderungan anggaran yang
diberikan oleh lembaga donor atau penyandang dana yang semakin bertambah. Nampaknya
masyarakat belum sepenuhnya puas atas kinerja yang dimiliki oleh LSM oleh satu hal atau
berbagai pertimbangan lainnya. Pandangan tersebut sangat mungkin timbul di lingkungan

masyarakat, mengingat selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari LSM
dalam menjalankan fungsinya tidak mudah untuk dilakukan secara objektif. Kesulitan ini
diduga disebabkan oleh belum disusunnya secara komprehensif suatu sistem pengukuran
kinerja yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan LSM.
Kesulitan lain adalah cara pengukuran tingkat kinerja LSM lebih ditekankan kepada
kemampuan LSM tersebut dalam menggunakan anggaran yang diterimanya. Dengan kata
lain, suatu LSM akan dinyatakan berhasil apabila dapat menyerap 100% anggaran, walaupun
hasil maupun dampak yang dicapai dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di
bawah standar. Oleh karena itu, sudah menjadi suatu keharusan untuk disusun suatu sistem
pengukuran kinerja yang dapat memberikan informasi atas efektivitas dan efisiensi
pencapaian kinerja suatu LSM. Sistem pengukuran kinerja pada gilirannya akan memberikan
pengaruh terhadap tingkat akuntabilitas yang dimiliki di samping transparansi yang
mengandung pengertian, bahwa setiap informasi harus diterima oleh mereka yang
membutuhkannya.

Akuntabilitas dan Parameternya
Pada kenyataannya akuntabilitas dapat dibedakan karena faktor lingkungan yang
mempengaruhi sikap dan watak kehidupan manusia, sehingga dalam hal ini akuntabilitas

dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu akuntabilitas internal dan akuntabilitas eksternal.

Adapun yang dimaksud dengan akuntabilitas internal adalah akuntabilitas yang
mencerminkan pertanggungjawaban seseorang terhadap Tuhannya. Sedangkan akuntabilitas
eksternal adalah pertanggungjawaban seseorang kepada lingkungannya, baik lingkungan
formal maupun lingkungan masyarakat. Dengan demikian keberadaan LSM sebagai satu
organisasi yang mempunyai unsur manusia sebagai pengelola dan masyarakat sebagai
penerima produk LSM, perlu memiliki kemampuan dalam mengukur akuntabilitas internal
maupun eksternal. Sehubungan dengan konsep akuntabilitas eksternal, maka terdapat empat
jenis akuntabilitas yang perlu dicermati dengan baik oleh LSM:







Regularity Accountability, atau disebut juga Compliance Accountability merupakan
akuntabilitas yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap peraturan-perundangan
yang berlaku, terutama peraturan keuangan dan peraturan pelaksanaan lainnya yang
bersifat administratif.
Managerial Accountability, merupakan akuntabilitas yang berhubungan dengan ruang

lingkup pertanggungjawaban pengelola sesuai dengan peran yang dilakukannya dalam
pemanfaatan semua sumber daya secara efektif dan efisien serta pelaksanaan proses
manajerial dalam suatu LSM.
Program Accountability, merupakan akuntabilitas yang berhubungan dengan
pertanggungjawaban dalam hal pencapaian akhir dalam suatu program kegiatan LSM.
Process Accountability, merupakan akuntabilitas yang menitikberatkan pada
pertanggungjawaban tingkat pencapaian kesejahteraan sosial atas pelaksanaan
kebijakan dan aktivitas-aktivitas organisasi.

Dalam kerangka ketatanegaraan, keberadaan LSM dapat dihubungkan dengan
akuntabilitas yang secara umum dapat dibedakan ke dalam tiga jenis akuntabilitas, yaitu:




Democratic
Accountability,
akuntabilitas
yang
berkaitan

dengan
pertanggungjawaban LSM terhadap seluruh lapisan masyarakat yang
kepentingannya difokuskan oleh LSM yang bersangkutan;
Professional Accountability, berkaitan dengan pertanggungjawaban para
professional dalam melaksanakan tugas profesinya di LSM yang dilandasi dengan
norma-norma dan etika profesi;
Legal Accountability, pertanggungjawaban atas ketaatan terhadap peraturan
perundangan yang berlaku dalam setiap proses pelaksanaan fungsi LSM dalam
mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat.

Secara umum keberadaan setiap organisasi cenderung untuk melakukan pengukuran kinerja
yang diharapkan untuk menjawab akuntabilitas organisasinya.
Pada kenyataannya paling tidak terdapat lima aspek yang sangat umum untuk mengetahui
kinerja dari suatu organisasi, yaitu:
a. Aspek Finansial
Dalam aspek finansial perlu ditelaah lebih mendalam mengenai alur masuk dan alur
keluar setiap anggaran yang diperoleh dari berbagai sumber dana. Sehubungan
dengan aspek finansial ini, kiranya dapat dianalogikan sebagai satu aliran darah dalam

tubuh manusia, sehingga aspek finansial merupakan aspek penting yang perlu

diperhatikan dalam pengukuran kinerja organisasi.
b. Operasi Kegiatan Internal
Informasi operasi kegiatan internal sangat diperlukan untuk memastikan bahwa
seluruh kegiatan LSM sudah in-concert (seirama) untuk mencapai tujuan dan sasaran
organisasi seperti yang tercantum dalam rencana strategis. Di samping itu, informasi
operasi kegiatan internal diperlukan untuk melakukan perbaikan terus-menerus atas
efisiensi dan efektivitas operasi organisasi.
a. Kepuasan Staf
Secara empiris dalam setiap organisasi, keberadaan staf merupakan aset yang harus
dikelola dengan baik. Apalagi dalam LSM yang banyak melakukan kegiatan yang
sangat signifikan seperti halnya dalam penanganan isu nasional, peran strategis staf
sungguh sangat penting. Apabila staf tidak diberdayakan dengan baik, maka
kegagalan misi dari LSM yang bersangkutan sangat mungkin dapat terjadi dengan
mudah.
b. Kepuasan Komunitas dan Shareholders/Stakeholders
LSM tidak beroperasi “in vacuum”, artinya seluruh kegiatan LSM selalu berinteraksi
dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan terhadap keberadaannya. Hal ini
mengandung pengertian, bahwa interaksi yang terjadi tidak terbatas kepada interaksi
dengan masyarakat, tetapi juga dengan sesama LSM maupun lembaga pemerintah.
Dengan demikian informasi dari pengukuran kinerja perlu didesain untuk dapat

dengan mudah mengakomodasi semua kepuasan dari shareholders/stakeholders.
e. Waktu
Dimensi waktu merupakan variable yang akan perlu diperhatikan dalam desain
pengukuran kinerja. Berdasarkan pengalaman berbagai organisasi pada kenyataannya
sangat membutuhkan informasi untuk pengambilan keputusan, namun informasi
tersebut sangat lambat diterima atau informasi yang ada sering sudah tidak relevan
dengan aspek yang ditangani.

Peningkatan Kinerja
Sebagai suatu organisasi non-pemerintah, LSM yang telah memiliki visi, misi,
tujuan dan sasaran, harus menjalankan strategi untuk mencapainya. Dalam hubungan
ini LSM sangat membutuhkan syarat pokok berupa kemampuan untuk membangun
identitas dan kredibilitas di lingkungannya, baik masyarakat maupun pemerintah.
Kedua, hal ini merupakan modal dasar setiap LSM yang akan berpengaruh terhadap
kinerja dan berbagai pemikiran yang dilontarkan ke lingkungannya. Dengan demikian
LSM perlu membenahi dirinya lebih terfokus, terjangkau dan terbuka dalam setiap
kegiatannya.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka secara sistematik LSM perlu
mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan kinerjanya sesuai dengan prinsip

akuntabilitas dan transparansi:






LSM perlu mengubah strategi dari kebiasaan hanya menyampaikan isu
menjadi LSM dengan pola kerja yang menekankan pada pemberian alternatif
pemecahan masalah, baik dalam bentuk formal maupun informal;
LSM perlu menetapkan beberapa isu penting yang akan dikerjakan secara
konsisten dengan mendasarkan kepada ketepatan konsep yang kontekstual;
LSM harus mampu membangun dan memperluas jaringan komunikasi
dengan berbagai pihak baik sesama LSM maupun lembaga pemerintah;
LSM dinilai perlu untuk mengembangkan berbagai upaya yang berakibat
keberadaannya dapat terjangkau oleh komunitas lokal dan akar rumput.
LSM perlu menegaskan identitasnya dengan memajukan prinsip-prinsip dasar
manajemen dan sekaligus menunjukkan pada masyarakat metode kerjanya.

Dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan nasional yang semakin banyak

dan cenderung sangat kompleks, maka keberadaan LSM harus dikaji ulang oleh dirinya dan
juga oleh masyarakat dengan menekankan kepada aspek kemampuan yang dimilikinya.
Dengan demikian perlu dilakukan perubahan yang sangat mendasar dengan cakupan
orientasi organisasi, peningkatan pengetahuan dan pengalaman, di samping upaya pembinaan
kemampuan untuk bekerja sama dengan institusi yang berbeda dan media massa. Dari
perubahan yang dilakukan tersebut diharapkan adanya kemampuan peningkatan akuntabilitas
LSM yang mencerminkan pertanggungjawaban kepada shareholders/stakeholders sebagai
upaya perwujudan budaya transparansi.