Keanekaragaman Plankton di Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai
Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi
dibandingkan dengan habitat laut, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih
berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air
tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan
domestik maupun industri. 2) ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan
yang memadai dan paling murah (Odum, 1994).
Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum di bagi
atas dua yaitu perairan lentik (perairan tenang atau diam, misalnya: danau, waduk,
kolam, rawa dan telaga) dan perairan lotik (perairan berarus deras, misalnya: parit,
kanal, dan sungai). Perbedaan utama antara perairan lotik dengan perairan lentik
adalah kecepatan arus. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta
terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik
umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air
yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).
Sungai sebagai salah satu contoh dari perairan mengalir (lotik). Kondisi

sungai digambarkan sebagai badan air yang umumnya dangkal, arus biasanya searah,
dasar sungai berupa batu kerikil dan berpasir, ada endapan atau erosi, temperatur air
berfluktuasi, atas bawah hampir uniform. Habitat sungai dan kolam dibedakan dalam
hal ada tidaknya arus air, jenis endapan, volume air, kekeruhan, dan tipe makanan
yang tersedia sehingga kedua organisme memiliki komunitas yang sangat berbeda.
Perbedaan organisme itu dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti faktor
fisik, kimia dan biologi. Sebuah sistem perairan faktor fisik, kimia maupun faktor
biologinya akan selalu mengalami perubahan dimana perubahan ini dapat
mempengaruhi hidrobiota yang hidup didalamnya. Ada tidaknya hidrobiota ini dapat
dijadikan sebagai penujuk kualitas air yang bersangkutan. Sungai

juga ditandai

Universitas Sumatera Utara

5

dengan adanya anak sungai yang menampung dan menyimpan serta mengalirkan air
hujan ke laut melalui sungai utama (Naughton& Larry, 1990).
Ekosistem sungai terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling

berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur dan tidak ada satu komponen yang
dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai keterikatan dengan komponen lain
langsung atau tidak langsung, besar atau kecil. Aktivitas suatu komponen selalu
memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain (Asdak, 1995).

2.2 Defenisi dan Pembagian Plankton
Defenisi umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan plankton adalah suatu
golongan jasad hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau
tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau
mengikuti arus, dibedakan menjadi dua golongan yakni tumbuhan atau fitoplankton
(plankton nabati) yang umumnya mempunyai klorofil dan golongan hewan atau
zooplankton (plankton hewani) (Wibisono, 2005). Fitoplankton dapat memproduksi
bahan organik melalui proses fotosintesis, kehidupan di perairan dimulai dan terus
berlanjut ke tingkat kehidupan yang lebih tinggi dari tingkatan zooplankton sampai
ikan-ikan besar dan tingkatan terakhir sampailah pada manusia yang memanfaatkan
ikan sebagai makanannya (Wiadyana, 2006).
Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dikenal sebagai holoplankton
yaitu plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton
yaitu plankton yang hanya sebagian siklus hidupnya bersifat planktonik. Sebenarnya
plankton mempunyai alat gerak (misalnya Flagelata dan Ciliata ) sehingga secara

terbatas plankton akan melakukan gerakan-gerakan, tetapi gerakan tersebut tidak
cukup untuk mengimbangi gerakan air di sekelilingnya (Barus, 2004).
Menurut Nybakken (1992), plankton dapat digolongkan berdasarkan ukuran,
penggolongan ini tidak membedakan antara fitoplankton dan zooplankton. Golongan
plankton ini terdiri atas:
a. Megaplankton yaitu plankton yang berukuran 2,0 mm.
b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran 0,2-2,0 mm.

Universitas Sumatera Utara

6

c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran 20 µm-0,2 m.m
d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran 2 µm-20 µm.
e. Ultraplankton yaitu plankton yang berukuran kurang dari 2 µm
Menurut Basmi (1995), bahwa plankton dapat dikelompokkan berdasarkan
beberapa hal, yakni:
1.

Nutrient pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:

a. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang
mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrienanorganik menjadi zat
organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar
surya.
b. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak
mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa
organisme lain yang telah mati.
c. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya
tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup maupun
partikel-partikel sisa organisme, seperti detritus dan debris. Di samping itu
plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton.

2.

Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:
a. Limnoplankton, yakni plankton yang hidupnya di air tawar.
b. Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut.
c. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidup di air payau.
d. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam.


3.

Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas:
a. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik.
b. Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eurofik.
c. Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya di dekat dasar perairan yang
juga umumnya tanpa sinar. Baik hipoplankton maupun bathiplankton terdiri
dari zooplankton seperti Mysid dari jenis Crustacea dan hewan-hewan
planktonis yang tidak membutuhkan sinar.

Universitas Sumatera Utara

7

4.

Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan
berkembang dari perairan itu sendiri da nada yang berasal dari luar, terdiri atas:
a. Autogenik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri.
b. Allogenik plankton, yakni plankton yang dating dari perairan lain.


2.3 Ekologi Plankton
Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya
sebagai produsen primer atau karena kemampuannya untuk mensintesa senyawa
organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati,1996).
Dalam ekosistem air, hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama
dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton
terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan
untuk melakukan aktivitas proses fotosintesis (Barus, 2004).
Peran utama fitoplankton dalam ekosistem air tawar adalah sebagai produsen
primer.Sebagai produsen, fitoplankton merupakan makanan bagi komponen
ekosistem lainnya khususnya ikan.Posisinya di piramida makan mempertahankan
kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap fitoplankton, maka seketika
komunitas lain akan terpengaruh. Komposisi fitoplankton bergantung pada kualitas
air, karena itu jenis alga tertentu dapat digunakan sebagai indikator eutrifikasi air.
Keasaman air juga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton (Monk et al, 2000).
Fitoplankton

adalah


organisme

mikroskopik

yang

hidup

melayang,

mengapung dalam air serta memiliki kemampuan gerak yang terbatas.Fitoplankton
berperan sebagai salah satu bioindikator yang mampu menggambarkan kondisi suatu
perairan,kosmopolit dan perkembangannya bersifat dinamis karena dominasi satu
spesies dapat diganti dengan lainnya dalam interval waktu tertentu dan dengan
kualitas perairan yang tertentu juga. Perubahan kondisi lingkungan perairan akan
menyebabkan perubahan pula pada struktur komunitas komponen biologi
(Prabandani et al, 2007). Menurut Raymont (1981), hubungan antara komunitas
fitoplankton dengan produktivitas perairan adalah positif. Bila kelimpahan

Universitas Sumatera Utara


8

fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat juga diduga perairan tersebut
memiliki produktivitas tinggi.
Distribusi zooplankton menggambarkan penyebaran zooplankton di dalam
suatu perairan, baik sifat (pola) penyebaran maupun jumlah individu yang ada di
perairan tersebut.Pola distribusi zooplankton dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan
kaulitas lingkungan. Makanan zooplankton yang utama adalah fitoplankton namun
pada kondisi tertentu zooplankton dapat pula memanfaatkan bakteri dan detritus
(Pennak, 1978).
Zooplankton yang merupakan plankton yang bersifat hewani sangat beraneka
ragam dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Namun dari
sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting yaitu subkelas
Kopepoda. Kopepoda ialah Crustacea holoplanktonik berukuran kecil yang
mendominasi zooplankton, merupakan herbivora primer (Nybakken, 1992).
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton. Harvey et
al (1932) dalam Basmi (1988) mengemukakan teori grazing¸ yang menyatakan jika di

suatu perairan terdapat populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton

akan menurun karena dimangsa oleh zooplankton. Basmi (2000) mengemukakan
pertumbuhan fitoplankton akan mengikuti laju pertumbuhan differensial, zooplankton
mempunyai siklus reproduksi lebih lambat, maka untuk mencapai populasi
maksimum akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton.

2.4 Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keanekaragaman Plankton
Menurut Nybakken (1992), sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi.
Oleh karena itu, selain melakukan pengamatan terhadap faktor abiotik, perlu juga
dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisik-kimia) perairan, karena antara
faktor abiotik dengan biotik saling berinteraksi.
Faktor abiotik (fisik kimia perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton
antara lain:

Universitas Sumatera Utara

9

2.4.1 Temperatur
Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan
karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologisfisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut

hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur 10oC (hanya pada kisaran temperatur yang
masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari
organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari., pertukaran panas antara air dan
udara di sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi dari pepohonan yang tumbuh di
tepi perairan (Barus, 2004).
Menurut Kinne (1960) dalam Supriharyono (2000), menyatakan bahwa
kenaikan temperatur di atas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju
metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi, dan aktivitas organisme. Kenaikan
laju metabolisme dan aktivitas ini berbeda untuk setiap spesies, proses, dan level atau
kisaran temperatur. Temperatur juga salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan
hewan plankton. Batas toleransi hewan plankton terhadap temperatur tergantung dari
spesiesnya.Umumnya temperatur di atas 30°C dapat menekan pertumbuhan populasi
hewan plankton yang terdapat pada perairan (James & Evison, 1979).

2.4.2 Kecepatan Arus
Arus mempunyai peranan yang sangat penting terutama pada perairan mengalir
(lotik). Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme air, gas-gas terlarut dan
mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air yang mengalir akan
bervariasi secara vertikal. Arus air akan semakin lambat bila semakin dekat ke bagian

dasar sungai (Barus, 2004).

2.4.3 Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)
Oksigen adalah gas tak berbau, tak berasa dan hanya sedikit larut alam air.Untuk
mempertahankan hidupnya, mahluk yang tinggal dalam air, baik tumbuhan maupun
hewan, bergantung kepada oksigen yang terlarut ini. Kadar oksigen terlarut dapat

Universitas Sumatera Utara

10

dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas air. Kehidupan di air dapat bertahan jika
terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 mg/L. Selanjutnya bergantung kepada
ketahanan organisme, derajat keaktifannya, kehadiran bahan pencemar, dan suhu air.
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan atmosfir yang
masuk ke dalam air dengan kecepatan tertentu (Kristanto, 2002).
DO (Disolved Oxygen) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan.oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosisstem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian
besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh
faktor suhu, dimana kelarutan maksimum terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar
14,16mg/L O2. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen
akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan
konsentrasi oksigen terlarut. Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari
adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis.
Air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui
aktivitas respirasi dari organisme akuatik. Kisaran tolernsi plankton terhadap oksigen
terlarut berbeda-beda (Barus, 2004).

2.4.4 BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD (Biochemical Oxygen Demand ) menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut
yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahanbahan buangan (limbah) di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan
dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti kandungan
bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi (Kristanto, 2002).
Konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu perairan yang masih tergolong
baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar 5 mg/L O2 maka
perairan tersebut tergolong baik, apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/L O2
menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air
limbah BOD umumnya lebih dari 100 mg/L (Brower et al, 1990).

Universitas Sumatera Utara

11

2.4.5 Intensitas Cahaya
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis
dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan
dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan terbentuknya kedalaman lapisan air,
intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat
mengalami pembiasaan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat
bewarna biru pada permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi
hijau kekuningan karena intensitas dari warna ini paling baik ditarnsmisi dalam air
sampai ke lapisan dasar (Barus, 2004).
Menurut Romimohtarto & Juwana (2001), banyaknya cahaya yang menembus
permukaan perairan dan menerangi lapisan perairan setiap hari dan perubahan
intensitas memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton.
Cahaya mempunyai pengaruh yang sangat besar yaitu sebagai sumber energi untuk
membantu proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanannya.

2.4.6 Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.Setiap
spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH.pH yang ideal bagi
kehidupan organisme akuatik termasuk plankton pada umumnya berkisar antara 7
sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyababkan terjadinya
gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah akan
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin
tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik.
Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan
amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH akan meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme tersebut (Barus,
2004).

Universitas Sumatera Utara

12

Perairan dengan pH antara 6-9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dan
tergolong produktif karena meiliki kisaran pH yang dapat mendorong proses
pembongkaran bahan organik yang ada di dalam perairan menjadi mineral-mineral
yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton (Odum, 1994).

2.4.7 Penetrasi Cahaya
Kemampuan daya tembus sinar matahri ke dalam perairan sangat ditentukan oleh
warna perairan, kandungan bahan-bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi
dalam perairan dan kepadatan plankton (Sumich, 1992).Wardoyo (1981) menyatakan
bahwa kecerahan dan kekeruhan pada perairan merupakan salah satu faktor penting
yang mengendalikan produktivitas perairan. Kekeruhan yang tinggi akan menurunkan
kecerahan perairan serta mengurangi pentrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam
air, sehingga akan membatasi proses fotosintesis dan proses produktivitas perairan.

2.4.8 Nitrat dan Phosfat
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
tumbuhan akuatik. Sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen
di perairan dan keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif sedikit dengan
konsentrasi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen. Sumber
antropogenik fosfor di peraian adalah limbah industri dan domestik, yaitu fosfor yan
berasal dari detergen. Limpahan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi, 2003).
Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen di perairan alami yng merupakan
nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat juga merupakan zat hara
penting bagi organisme autotrof (Wijaya, 2009)

Universitas Sumatera Utara