Keanekaragaman Ikan di Perairan Sungai Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

(1)

Keterangan

Stasiun 1 : Daerah Kontrol

Stasiun 2 : Daerah penambangan batu Stasiun 3 : Daerah Pariwisata


(2)

Lampiran 2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO Sampel Air

1 ml MnSO4

1 ml KOHKI Dikocok Didiamkan Sampel Endapan

Puith/Cokelat

1 ml H2SO4

Dikocok Didiamkan Larutan Sampel

Berwarna Cokelat

Diambil 100 ml

Dititrasi Na2S2O3 0,00125 N

Sampel Berwarna Kuning Pucat

Ditambah 5 tetes Amilum Sampel

Berwarna Biru

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N

Sampel Bening

Dihitung volume Na2S2O3

yang terpakai Hasil


(3)

( Suin, 2002 ) Keterangan :

Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO

Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir dihitung nilai DO akhir

diinkubasi selama 5 hari pada

temperatur 20°C dihitung nilai DO awal

Sampel Air

Sampel Air Sampel Air


(4)

Lampiran 4. Tabel Kelarutan O2 (Oksigen)

T˚C 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 14,6 14,12 14,08 14,04 14,00 13,97 13,93 13,89 13,85 13,81 1 13,77 13,74 13,70 13,66 13,63 13,59 13,55 13,51 13,48 13,44 2 13,40 13,37 13,33 13,30 13,26 13,22 13,19 13,15 13,12 13,08 3 13,05 13,01 12,98 12,94 12,91 12,87 12,84 12,81 12,77 12,74 4 12,70 12,67 12,64 12,60 12,57 12,54 12,51 12,47 12,44 12,41 5 12,37 12,34 12,31 12,28 12,25 12,22 12,18 12,15 12,12 12,09 6 12,06 12,03 12,00 11,97 11,94 11,91 11,88 11,85 11,82 11,79 7 11,76 11,73 11,70 11,67 11,64 11,61 11,58 11,55 11,52 11,50 8 11,47 11,44 11,41 11,38 11,36 11,33 11,30 11,27 11,25 11,22 9 11,19 11,16 11,14 11,11 11,08 11,06 11,03 11,00 10,98 10,95 10 10,92 10,90 10,87 10,85 10,82 10,80 10,77 10,75 10,72 10,70 11 10,67 10,65 10,62 10,60 10,57 10,55 10,53 10,50 10,48 10,45 12 10,43 10,40 10,38 10,36 10,34 10,31 10,29 10,27 10,24 10,22 13 10,20 10,17 10,15 10,13 10,11 10,09 10,06 10,04 10,02 10,00 14 9,98 9,95 9,93 9,91 9,89 9,87 9,85 9,83 9,81 9,78 15 9,76 9,74 9,72 9,70 9,68 9,66 9,64 9,62 9,60 9,58 16 9,56 9,54 9,52 9,50 9,48 9,46 9,45 9,43 9,41 9,39 17 9,37 9,35 9,33 9,31 9,30 9,28 9,26 9,24 9,22 9,20 18 9,18 9,18 9,15 9,13 9,12 9,10 9,08 9,06 9,04 9,03 19 9,01 8,99 8,98 8,96 8,94 8,93 8,91 8,89 8,88 8,86 20 8,84 8,83 8,81 8,79 8,78 8,76 8,75 58,73 8,71 8,70 21 8,68 8,67 8,65 8,64 8,62 8,61 8,59 8,58 8,56 8,55 22 8,53 8,52 8,50 8,49 8,47 8,46 8,44 8,43 8,41 8,40 23 8,38 8,37 8,36 8,34 8,33 8,32 8,30 8,29 8,27 8,26 24 8,25 8,23 8,22 8,21 8,19 8,18 8,17 8,15 8,14 8,13 25 8,11 8,10 8,09 8,07 8,06 8,05 8,04 8,02 8,01 8,00 26 7,99 7,97 7,96 7,95 7,94 7,92 7,91 7,90 7,89 7,88 27 7,86 7,85 7,84 7,83 7,82 7,81 7,79 7,78 7,77 7,76 28 7,75 7,74 7,72 7,71 7,70 7,69 7,68 7,67 7,66 7,65 29 7,64 7,62 7,61 7,60 7,59 7,58 7,57 7,56 7,55 7,54 30 7,53 7,52 7,51 7,50 7,48 7,47 7,46 7,45 7,44 7,43


(5)

5 ml Sampel Air

1 ml NaCl (pipet volum) 5 ml H2SO4

4 tetes Brucine Sulfat Sulfanic Acid

Larutan

Dipanaskan selama 25 menit

Larutan

Didinginkan Diukur dengan

Spektrofotometer pada λ = 410 nm

Hasil


(6)

Lampiran 6. Bagan Kerja Pengukuran Posfat (PO43-) 5 ml Sampel Air

1 ml Amstrong Reagent 1 ml Ascorbic Acid

Larutan

Dibiarkan selama 20 menit Diukur dengan

Spektrofotometer pada λ = 880 nm

Hasil


(7)

Kepadatan (K) ikan Mystacoleucus marginatus KP =

jala Luas ulangan spesies suatu individu Jumlah /

=

=

0,016 ind/m2 KR =

K total spesies setiap dalam K jumlah

x 100 % = x100%

=

33,33%

FK

=

x100%

plot total Jumlah jenis suatu ditempati yang plot Jumlah

=

x 100% =

16,67%

Indeks Diversitas Shannon-Wiener (Indeks Keanekaragaman) stasiun 2

H’ = pi ln pi

H’ = -

∑ (

+ +

H’ = - ∑ (- 0,367)+(- 0,361)+(- 0,333)

H’ = 1,06

Indeks Keseragaman E = max ' H H

E = 3 ln 06 , 1 = 0,97 Indeks Similaritas

IS = 2 x100% b

a c

IS = 100%

3 4 ) 2 ( 2 x = 57%


(8)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G., dan Santika, S.S. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. Indonesia.

Arie, U. 1998. Pembenihan dan Pembesaran Nila Giff. Jakarta: Penebar Swadaya. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:

UGM Press.

Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia. Jakarta.

Barus, T.A.1991. Metodologi Ekologi untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik. Program Studi Biologi. Fakultas MIPA USU. Medan.

Barus, T.A. 2001. pengantar Limnologi, Studi tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Jurusan Biologi. Fakultas MIPA USU. Medan.

Barus, T.A.2004. Pengantar Limnologi. Medan: USU Press.

Boyd, C.E. 1990. Water Quality In Pond For Aquaculture. Binningham Publishing Co.

Brotowidjoyo, M.D. 1993. Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Defira, C. N & Muchlisin Z.A. 2004. Populasi Ikan di Sungai Alas Stasiun Penelitian Soraya Kawasan Ekosistem Leuser Simpang Kiri Kabupaten Aceh Singkil. Jurnal Ilmiah. Jurnal Ilmiah MIPA. Vol. VII(1)

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.

Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Hariyanto, S., Irawan, B. & Soedarti, T. 2008.Teori dan Praktik Ekologi. Jakarta:

UI Press.

Haryono. 2007. Fauna Ikan di Perairan Sekitar Bukit Lawang Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. (6):2

Hasmardi, D. 2003. Analisa Makanan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Beloso (Glossogobius giuris) yang Berada di Luar Tancap di Situ Malangnengah Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Skripsi. IPB Press: Bogor.


(9)

Cilacap Sebagai Lahan Budidaya Kerang Totok Ditinjau dari aspek Produktivitas Primer Menggunakan Penginderaan Jauh. Tesis. Universitas Diponegoro: Semarang.

Irianto, A. 2005.Patologi Ikan Teleostei.Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Jukri, M. 2013. Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Lamunde Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal mina laut. Vol. 01.

Komarudin, U, A, K. 2000. Betutu. Jakarta: Mutiara Sumber Widya

Kordi, K. M. Ghufran. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Cetakan Per ama. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Singapore: Periplus.

Krebs. C. J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance.Hal 462.Harper & Row Publishers New York.

Mujiman, A. 1998. Makanan ikan. Jakarta: Seri Perikanan.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Nugroho, A. 2006. Bioindikator Kualitas Air. Universitas Trisakti: Jakarta

Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Rifai, S.A., Nurdawati & Nasution. 1983. Biologi Perikanan. Edisi Pertama. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rina,W. 2004. Tingkat Penggunaan Gulma Air Azolla Pinata dalam Ramsum terhadap Pertumbuhan dan Konversi Pakan Ikan Bawal Air Tawar. Universitas Padjajaran: Bandung.

Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.

Septiano, E. 2006. Keanekaragaman dan Pola Adaptasi Ikan di Daerah Hulu Sungai Ciliwung. Jawa Barat. Skripsi. IPB Press. Bogor.

Setiawan, D. 2009. Studi Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Hilir Sungai Lematang Sekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat.Jurnal. Penelitian Sains. Edisi Khusus Desember 2009 (D)09:12-14.


(10)

Suin, N. M. 2002.Metoda Ekologi. Padang: Universitas Andalas.

Suriadarma, A. 2011. Dampak Beberapa Parameter Faktor Fisik Kimia Terhadap Kualitas Lingkungan Perairan Pesisir Karawang, Jawa Barat. Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 21 No. 1 (2011),

Suriawiria, U. 2005. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Edisi I. Bandung: Alumni Press.

Susilawati, N. 2001. Komposisi Jenis-Jenis Ikan serta Aspek Biologi Reproduksi dan Kebiasaan Makanan Ikan Genggebek (Mystacoleucus marginatus) di Sungai Cimanuk Segmen Sumedang. Skripsi. IPB Press: Bogor

Suwondo, Elya Febrita, Dessy dan Mahmud Alpusari. 2004. Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago, dan Sail di Kota Pekanbaru Berdasarkan Biodindikator Plankton dan Bentos. Jurnal Biogenesis. Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau.Vol.1(1):15-20.

Taqwa, R,S. 2010. Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisika Kimia Air dan Aspek Fisiologis Ikan yang Ditemukan pada Aliran Buangan Pabrik Karet di Sungai Arau. Artikel. Universitas Andalas: Padang

Wardana,W.A.1995.Dampak pencemaran lingkungan. Yogyakarta. Andi offset Wibisono, T. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta PT. Grasindo.


(11)

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April – Juni 2015. Pengambilan sampel ikan dilaksanakan di sungai biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang serta identifikasi dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah jala, tanggok, cool box, tool box, camera digital, pH meter, termometer, lux meter, keping secchi, bola ping pong, pipet tetes, erlemeyer 150 ml, spit 5 ml, spit 3 ml, ember 5 liter dan botol alkohol serta buku indentifikasi (kottelat et al,1993). Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, kertas grafik, aluminium foil, plastik 10 kg, MnSO4,

KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, dan amilum.

3.3. Deskripsi Area 3.3.1 Stasiun 1

Stasiun ini meruapakan daerah alami atau daerah bebas aktifitas, yang secara geografis terletak pada 03o21’21,4”LU dan 09o839’17,6”. Substrat dasar pada lokasi ini adalah batu-batu besar.


(12)

Gambar 3.1. Stasiun 1 Daerah Bebas Aktifitas Masyarakat 3.3.2 Stasiun 2

Stasiun ini merupakan daerah pengerukan pasir dan penambangan batu yang secara geografis terletak pada 03o21’50,4”LU dan 098o40’56,4”BT. Substrat dasar pada lokasi ini adalah batu-batu besar dan pasir.


(13)

Stasiun ini merupakan daerah pariwisata dan pemukiman penduduk, yang secara geografis terletak pada 03o21’47,5”LU dan 098o40’04,8”BT. Substrat dasar pada lokasi ini adalah batu-batu besar dan kecil.

Gambar 3.3 Stasiun 3 Daerah Pariwisata dan Pemukiman

3.3.4 Stasiun 4

Stasiun ini merupakan daerah pertambakan dan pertanian, yang secara geografis terletak pada 03o22’1,4”LU dan 098o40’20,9”BT. Substrat dasar pada

lokasi ini adalah lumpur dan pasir


(14)

3.4. Pengambilan Sampel Ikan

Pengambilan sampel ikan dilakukan bersamaan dengan pengukuran faktor-fisik kimia perairan. Sampel ikan yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik berukuran 5 kg dan diawetkan dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi dengan menggunakan buku identifikasi (kottelat

et al,1993). Cara pengambilan ikan dilakukan dengan menebar jala sebanyak 30 ulangan pada masing-masing stasiun. Penebaran jala dilakukan secara acak (purposive random sampling) di setiap lokasi pengambilan sampel.

3.5. Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan 3.5.1. Suhu (oC)

Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan alat termometer dengan skala 0-100°C. Pengukuran dilakukan dengan memasukkan termometer ke badan perairan, biarkan beberapa saat lalu dibaca skala dari termometer tersebut dan dicatat hasil yang tertera pada skala termometer.

3.5.2. pH air

Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelumnya pH meter dikalibrasi dengan pH 7. Pengukuran pH dilakukan dengan memasukkan pH meter ke dalam badan perairan, lalu dibaca nilainya dan dicatat hasil yang tetera pada skala pH meter.

3.5.3. Penetrasi Cahaya (m)

Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan dengan menggunakan keping secchi. Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan dengan memasukkan keping secchi ke dalam badan perairan sampai keping Secchi tersebut tidak kelihatan, kemudian diukur panjang talinya.

3.5.4. Intensitas Cahaya

Lux meter diletakkan pada lokasi penelitian setelah terlebih dahulu dinyalakan dan diatur Lux meter pada perbesaran 200.000, kemudian dicatat nilai yang tertera pada layar.


(15)

3.5.5. Oksigen Terlarut (DO) (mg/L)

Pengukuran oksigen terlarut (DO) dilakukan dengan menggunakan metode Winkler (Lampiran A).

3.5.6. Biochemical Oxygen Demand (mg/L)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan metode Winkler. Sampel air yang

diambil dari dalam perairan diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 oC. Diukur nilainya dengan menggunakan metode Winkler dimana nilai BOD5 didapat dari

pengurangan DO awal – DO akhir (Lampiran B).

3.5.7. Kandungan Nitrat dan Posfat

Pengukuran kandungan nitrat dan posfat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometer di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Medan.

3.5.8. Kecepatan Arus (m/s)

Pengukuran kecepatan arus sungai diukur sepanjang 10 meter. Bola ping pong dimasukkan ke badan sungai bersamaan dengan menghidupkan stopwatch, hingga mencapai jarak 10 m.

3.6. Analisis Data 3.6.1. Ikan

Data ikan yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Weinner, dan indeks equitabilitas (keseragaman) dan Indeks Similaritas dengan persamaan Michael (1994) dan Krebs (1985) sebagai berikut:

a. Kepadatan populasi (K) K =

Luas Jala

gan jenis/ulan suatu

individu Jumlah


(16)

b. Kepadatan Relatif (KR) KR = K total spesies setiap dalam K jumlah

x 100 %

(Michael, 1994)

c. Frekuensi Kehadiran (FK)

FR =

dimana nilai FK : 0 – 25% = sangat jarang 25 – 50% = jarang

50 – 75% = sering

> 75% = sangat sering

(Michael, 1994) d. Indeks Diversitas Shannon –Wiener (H’)

H’ = pi ln pi dimana :

H’ = indeks diversitas Shannon – Wiener Pi = proporsi spesies ke –i

ln = logaritma Nature

pi = ni /N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengankeseluruhan jenis)

0 < H´ < 2,302 = keanekaragaman tinggi 2,302 < H´ < 6,907 = keanekaragaman sedang H´ > 6,907 = keanekaragaman rendah

(Krebs, 1985) % 100 x jenis seluruh Frekuensi jenis suatu Frekuensi


(17)

e. Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E)

E =

max ' H

H

dimana :

H’ = indeks diversitas Shannon – Wienner H max = keanekaragaman spesies maximum

= ln S (dimana S banyaknya genus)

(Krebs, 1985)

f. Indeks Similaritas (IS)

IS = X100%

b a

2c dimana:

IS = Indeks Similaritas

A = Jumlah spesies pada lokasi a B = Jumlah spesies pada lokasi b

C = Jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b

(Michael, 1994)

g. Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi terhadap nilai keanekaragaman ikan. Analisis korelasi dihitung mnggunakan Analisis Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver. 19.00.

Keterangan:

0,00 – 0,199 : Sangat rendah 0,20 – 0,399 : Rendah 0,40 – 0, 599 : Sedang 0,60 – 0,799 : Kuat 0,80 – 1,00 : Sangat kuat


(18)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-Jenis Ikan yang Diperoleh Tiap Stasiun

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan Sibiru-biru Kecamatan Sibiru-biru kabupaten Deli serdang Sumatera Utara didapatkan jenis ikan yangtermasuk kedalam dua ordo, empat famili, enam genusdan tujuh spesies. Seperti terlihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Jenis – Jenis Ikan yang Diperoleh pada Setiap Stasiun

No Ordo Family Genus Species

1. Perciformes 1. Cichlidae 1. Oreochromis 1. Oreochromis niloticus

2. Channidae 2. Channa 2. Channa gachua

3. Eleotrididae 3. Oxyeleotris 3. Oxyeleotris marmorata

2. Cypriniformes 4. Cyprinidae 4. Hampala 4. Hampala macrolepidota

5. Mystacoleucus 5. Mystacoleucus marginatus

6. Tor 6. Tor soro

7. Tor tambroides

Karakteristik morfologi dari masing-masing ikan yang diperoleh di empat stasiun penelitian :

1. Oreochromis niloticus(nila)

Morfologi: panjang total: 5cm-13,7cm; panjang standar: 3,1cm-10,4cm; panjang kepala: 1,1cm-1,8cm; tinggi badan: 1,8cm-3,9cm; panjang ekor: 2,1cm-4,5cm; lebar bukaan mulut: 1,5cm-2,5cm; bentuk tubuh pipih, memanjang ke samping,pada sirip punggung terdapat garis –garis miring, tubuh ditutupi oleh sisik, tipe sisik sikloid pipih memanjang. sirip punggung tajam dan memanjang


(19)

Oreochromis niloticus(nila)

2. Oxyeleotris marmorata (begu)

Morfologi: panjang total: 15,7cm-19,5cm; panjang standar: 12,1cm-16,4cm; panjang kepala: 3,3cm-5,3cm; tinggi badan: 2,6cm-3,2cm; panjang ekor: 2,5cm-3,7cm; lebar bukaan mulut: 1,5cm-2,5cm; bentuk tubuh hampir bulat,tidak ada bercak pada batang ekor. Mata besar menonjol ke luar dan dapat digerak-gerakan,bentuk mukanya cekung dengan ujung kepalapipih., mulut lebar, tebal dengan gigi-gigi kecil tetapi tajam.

Oxyeleotris marmorata (begu) 3. Channa striata (gabus lumpur)

Morfologi: panjang total: 16,3cm-21,4cm; panjang standar: 14,1cm-17,6cm; panjang kepala: 4,5cm-6,2cm; tinggi badan: 2,3cm-3,5cm; panjang ekor: 2,6cm-3,5cm; lebar bukaan mulut: 1,7cm-2,8cm; bentuk tubuh hampir bulat di bagian depan panjang, pipih tegak ke arah belakang, kepala lebar dan bersisik besar, mulut lebar bersudut tajam dan perut berwarna putih.

@HOTMAN


(20)

Channa striata (gabus lumpur) 4. Hampala macrolepidota (hampala)

Morfologi: panjang total: 17,2cm-20,27cm; panjang standar: 13,5cm-15,8cm; panjang kepala: 1,2cm-1,6cm; tinggi badan: 1,2cm-2,3cm; panjang ekor: 1,2cm-2,3cm; lebar bukaan mulut: 1,5cm-2,3cm; bentuk tubuh pipih, tipe mulut terminal, tipe ekor homocercal, tipe sisik sikloid. Ikan ini memiliki tubuh berwarna kuning perak, pada bagian ekor berwana merah dan pada bagian pinggiran berwarna hitam, memiliki mulut yang besar.

Hampala macrolepidota (hampala) 5. Mystacoleucus marginatus (cencen)

Morfologi: panjang total: 12,5cm-17,7cm; panjang standar: 10,6cm-15,3cm; panjang kepala: 2,1cm-3,1cm; tinggi badan: 3,1cm-4,6cm; panjang ekor: 1,9cm-2,8cm; lebar bukaan mulut: 1,3cm-2,5cm; tipe ekor homocercal; tipe sisik sikloid; bentuk tubuh pipih; bibir bagian atasnya terpisah dari moncongnya oleh suatu lekukan yang jelas, pangkal bibir tertutup oleh lipatan kulit moncong, memiliki empat sungut..

@HOTMAN


(21)

Mystacoleucus marginatus (cencen) 6. Tor soro (jurung)

Morfologi: panjang total:15cm-26,7cm; panjang standar: 13,5cm- 19,8cm; panjang kepala: 2,1cm-3,2cm; tinggi badan: 4,2cm-7,5cm; panjang ekor: 3,3cm-4,8cm; lebar bukaan mulut: 1,7cm-2,8cm; tipe ekor homocercal, tipe sisik sikloid; tipe mulut inferior Bentuk tubuh pipih memanjang, dengan warna tubuh keperakan pada ikan muda dan berangsur-angsur berubah menjadi kuning kehijauan pada ikan dewasa.

Tor soro (jurung) 7.Tor tambroides(jurung)

Morfologi: panjang total:9,1cm-14cm; panjang standar: 7cm- 11,8cm; panjang kepala: 1,5cm-2,2cm; tinggi badan: 2cm-3,5cm; panjang ekor: 1,6cm-2,5cm; lebar bukaan mulut: 1,8cm-2,6cm; tipe ekor homocercal, tipe sisik sikloid; bentuk tubuh pipih; tipe mulut inferior. Bagian atas bewarna kuning keperakan dan bagian bawah garis lurus berwarna putihyang memungkinkannya hidup di perairan sungai berbatu dan berarus deras.

@HOTMAN


(22)

Tor tambroides (jurung)

4.1.1Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR, dan Frekuensi Kehadiran Ikan (FK)

Nilai kepadatan, kepadatan relatif, dan frekuensi kehadiran ikan yang diperoleh di setiap stasiun penelitian di Sungai Sibiru-biru dapat dilihat pada Tabel 2

Ikan Tor soro ditemukan disetiap stasiun dan memiliki nilai K, KR, dan FK tertinggi pada stasiun 1 masing masing sebesar 0,021 ind/m2, 44,44%, 23,33%, dan terendah pada stasiun 4 masing masing sebesar 0,011ind/m2, 14.74%, 10%, hal ini disebabkanoleh kondisi lingkungan atau faktor fisik, kimia dan biologis yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis ini. Menurut Haryono (2007) Ikan Tor sorotipikal ikan yang menyukai ekologi air yang ditandai oleh arus air yang deras, berair jernih, dasar perairan berbatu, suhu air relatif rendah, kandungan oksigen tinggi, dan lingkungan sekitar berupa hutan. Ikan kecil sampai remaja menyukai bagian sungai yang berarus dan berbatuan, ikan dewasa menempati lubuk-lubuk sungai yang dalam. Ikan Tor tambroides hanya terdapat pada stasiun 1 dengan nilai K, KR, dan FK yaitu masing-masing 0.021ind/m2, 44.44%, dan 23.33%,hal ini disebabkanikan Tor tambroides hidup diperairan berarus deras sesuai pada stasiun 1yang memiliki kecepatan arussebesar 1,9 m/detik dan substrat batuan yang lebih banyak. Menurut Haryono (2007) Ikan Tor tambroidesmemiliki ciri morfologi diantaranya mempunyai kepala dan mulut yang besar, kepala agak memanjang yang diduga untuk menyesuaikan dengan habitat yang berarus agar mudah dalam berenang.

Ikan Oxyeleotris marmorata hanya ditemukan pada stasiun 4 dengan nilai K, KR, dan FK yaitu masing-masing 0.013ind/m2, 18.43%, dan 13.33%yang tidak


(23)

marmoratahidup diperairan berarus tenang menurut Komaruddin (2000), Oxyeleotris marmoratahidup baik pada perairan air tawar, biasanya pada tempat yang berarus tenang dan berlumpur. Ikan ini hidup di dasar perairan, hanya sekali-sekali saja menyembul kepermukaan. Tempat agak gelap, terlindung dibalik batu-batuan atau tumbuhan air yang disukainya sebagai tempat mengintip mangsa.


(24)

Tabel 2. Data Kepadatan (ind/m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) Ikan pada Setiap Stasiun Pengamatan di Sungai Sibiru-biru

No Species Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

K KR FK K KR FK K KR FK K KR FK

1 Oreochromis

niloticus

- - - 0.013 20.73 10 0.024 47.77 13.33 0.021 29.49 16.66

2 channa gachua - - - 0.013 20.73 16.66 - - - 0.008 11.06 10

3 oxyeleotris

marmorata

- - - 0.013 18.43 13.33

4 Hampala

macrolepidota

- - - 0.016 31.85 16.66 0.019 25.80 16.66

5 Mystacoleucus

marginatus

0.016 33.33 16.66 0.021 33.17 20 - - - -

6 Tor

Soro

0.021 44.44 23.33 0.016 24.88 13.33 0.011 21.23 13.33 0.011 14.74 10

7 Tor tambroides 0.011 22.22 13.33 - - - -

Total 0.048 100 - 0.063 100 - 0.051 100 - 0.072 100 -

Keterangan :

Stasiun 1 :Daerah bebas aktifitas


(25)

(26)

Ikan Hampala macrolepidota memiliki nilai K, KR, dan FK 0,16ind/m2, 31,85%, 16,66% dan 0,19ind/m2, 25,80% ,16,66% yang ditemukan pada stasiun tiga dan empat.Hal ini disebabkan karena ikan Hampala macrolepidota memiliki sifat yang hidupnya lebih banyak di perairan yang memiliki kecepatan arus yang tenang Menurut Asmawi (1986) Hampala paling menyukai lokasi di lubuk sungai yang beraliran tenang dan dalam. Biasanya lokasi demikian banyak dihuni oleh ikan-ikan kecil sehingga memudahkan Hampala mencari makan. ikan ini lebih memilih dekat di daerah yang berpasir, bebatuan sebagai bendungan dan kerikil hal ini berkaitan juga karakter ikan dalam mencari makan. Berhubungan dengan stasiun empat yang memiliki kecepatan arus 0,9 m/detik, perairan yang dalam dan berpasir

Pada Stasiun dua nilai K, KR, dan FK tertinggi didapatkan pada jenisMystacoleucus marginatusmasing masing sebesar 0,021ind/m2, 33,17%, 20% dan tidak terdapat pada stasiun tiga dan empat.Tingginya nilai K, KR, dan FK dari Mystacoleucus marginatus disebabkan oleh Ikan Mystacoleucus marginatus merupakan ikan yang memiliki sifat hidup di perairan yang memiliki arus deras dan berbatu. Menurut Susilawati (2001), Mystacoleucus marginatus merupakan ikan yang menyukai habitat perairan berarus dan berbatu.

Pada stasiun 4 nilai K, KR, dan FK tertinggi didapatkan pada jenis oreochromis niloticus masing masing sebesar 0,021ind/m2, 29,49%, 16,66% . tingginyaK, KR, dan FK pada stasiun 4 disebabkan ada nya budidaya ikan oreocrhomis niloticus . Menurut Susanto (2002) dalam Hasmardi (2003), ikan nila ( Oreochromis niloticus) merupakan ikan sungai atau danau yang cocok dipelihara di perairan tenang

Frekuensi kehadiran spesies ikan yang diperoleh pada semua stasiun memiliki nilai 10% sampai dengan 23,33%, hasil ini tergolong frekuensi kehadiran sangat jarang. Menurut Michael (1994), frekuensi kehadiran suatu jenis 0 sampai dengan 25% tergolong sangat jarang, 25 sampai dengan 50% artinya jarang, dan 50 sampai dengan 75% artinya sering. Frekuensi kehadiran ikan di lokasi penelitian ini secara umum termasuk dalam kategori sangat jarang.


(27)

Nilai indeks keanekaragaman (H’) dan indeks keseragaman (E) ikan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Data Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

H’ 1,06 1,36 1,04 1,55

E 0,97 0,98 0,95 0,97

Pada Tabel 3 dapat dilihat nilai keanekaragaman di keempat stasiun berkisar antara 1,04 sampai dengan 1,55. Tergolong dalam nilai keanekaragaman rendah. Menurut Krebs (1985), nilai indeks keanekaragaman (H’) berkisar antara 0 sampai dengan 2,302 menandakan keanekaragamannya rendah. Rendahnya nilai keanekaragaman di lokasi penelitian lebih disebabkan faktor jumlah individu dan jumlah spesies yang sedikit sedangkan penyebaran spesies relatif merata. Menurut Odum (1994) keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dalam setiap jenisnya karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebarannya tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) adalah suatu indeks keanekaragaman biota pada suatu daerah, bila nilainya semakin tinggi, maka semakin tinggi tingkat keanekaragamannya dan demikian juga sebaliknya.

Indeks Keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada stasiun empat yaitu sebesar 1,55 sedangkan yang terendah pada stasiun tiga yaitu sebesar 1,04. Hal ini dapat disebabkan adanya budidaya ikan pada stasiun empatyang menyebabkan banyak nya nutrisi yang didapat dari pakan yang diberikan manusia. Nilai keanekaragaman di setiap stasiun dipengaruhi oleh jumlah individu, jumlah spesies dan penyebaran individu dari masing-masing spesies. Menurut Defirda & Muchlisin (2004) keanekaragaman dan keseragaman jenis ikan di suatu perairan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan interaksi antara yang hidup di setiap perairan.

Keanekaragaman jenis juga dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dalam setiap jenisnya karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebarannya tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’) adalah suatu indeks


(28)

keanekaragaman biota pada suatu daerah, bila nilainya semakin tinggi, maka

semakin tinggi tingkat keanekaragamannya dan demikian juga sebaliknya. ( Odum, 1994. )

Nilai Indeks Keseragaman (E) pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada Tabel 3 berkisar antara 0,923 sampai dengan 0,977. Nilai ini menunjukan kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama. Indeks keseragaman (E) digunakan untuk mengetahui kemerataan proporsi masing-masing jenis ikan di suatu ekosistem.Menurut Jukri et al. (2013) nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1. Kriteria nilai indeks keseragamannya yaitu jika E mendekati 0 maka kemerataan antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda dan jika E mendekati 1 maka kemerataan antara spesies relatif merata atau jumlah individu masing-masing spesies relatif sama.

4.1.3 Indeks Similaritas Ikan (IS)

Nilai indeks similaritas ikan (IS) pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 4. Data Indeks Similaritas (IS) di setiap stasiun

IS (%) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Stasiun 1 - 57% 33% 33%

Stasiun 2 - - 57% 66%

Stasiun 3 - - - 75%

Stasiun 4 - - - -

Tabel 4 menunjukkan nilai indeks similaritas antar stasiun. Indeks similaritas tertinggi terdapat pada stasiun 3 dan stasiun 4 yaitu sebesar 75% yang artinya kedua stasiun memiliki kesamaan spesies yang sangat mirip. Sedangkan indeks similaritas terendah terdapat stasiun 1 dan stasiun 3 dan juga pada stasiun 1 dan stasiun 4 yaitu sebesar 33% yang artinya kedua stasiun tidak mirip. Ketidakmiripan antara kedua habitat dapat disebabkan kondisi lingkungan perairan di kedua habitat berbeda sedangkan kemiripan kedua habitat juga disebabkan kondisi lingkungan yang sama. Menurut Odum (1994) nilai IS


(29)

sebaliknya jika nilai IS mendekati 1 maka tingkat kesamaan tinggi.

4.2 Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai Sibiru-biru

Pengukuran faktor fisik kimia di Sungai Sibiru-biru selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Data pengukuran faktor fisik-kimia perairan Sungai Sibiru-biru pada setiap stasiun

No Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

A Parameter Fisika

1 Suhu oC 22 23 24 24

2 Kecepatan Arus m/detik 1,9 1,3 1,5 0.9

3 Intensitas Cahaya Cd 212 263 260 283

4 Penetrasi Cahaya m 1,3 1 0,6 0,8

B Parameter Kimia

5 Oksigen Terlarut

(DO)

mg/l 8 6,3 7,3 7,3

6 Derajat Keasaman

(pH)

- 8 7,8 7,2 8,3

7 BOD mg/l 0,2 0,9 0,5 0,4

8 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,5 0,5 0,5 0,5

9 Pospat (PO4) mg/l 0,08 0,08 0,18 0,05

4.2.1 Parameter Fisika

Tabel 5menunjukan Faktor Fisika yang diukur pada perairan Sibiru-biru ada empat parameter yang terdiri atas Suhu air, Kecepatan arus, Intensitas cahaya dan Penetrasi cahaya. Suhu berkisar antara 22-24 oC dan merupakan suhu perairan yang baik bagi ikan. Suhu terendah terdapat pada stasiun satu yaitu sebesar 22 oC dan suhu tertinggi terdapat pada stasiun tiga dan empat yaitu 24 oC. Tingginya suhu pada stasiun tiga dan empat disebabkan oleh adanya aktivitas masyarakat dan tidak adanya naungan vegetasi (kanopi) disekitar daerah aliran sungai yang menyebabkan badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Pada stasiun satu temperatur rendah karena aktivitas sedikit dan banyaknya vegetasi yang


(30)

terdapat disekitar daerah aliran sungai. Menurut Odum (1994), temperatur ekosistem akuatik selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis juga oleh faktor kanopi (penutupan vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi. Selanjutnya Dirjddosoemarto (1986) dalam Rina (2004) menyatakan cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan. Perubahan suhu juga dipengaruhi oleh jumlah energi matahari yang sampai ke bumi yang ditentukan oleh intensitas cahaya. Keadaaan suhu memengaruhi ikan untuk metabolismenya.

Parameter fisika yang lain adalah kecepatan arus yang diukur berada pada kisaran 0,9-1,9 m/detik terendah pada stasiun empat dan tertinggi pada stasiun satu. Perbedaan ini dapat disebabkan kondisi fisik sungai yang berbeda. Stasiun satu dan stasiun tiga lebih banyak batuan besar yang memengaruhi gerak cepat lambatnya air sedangkan di stasiun dua dan empat memiliki lebar sungai dan kedalaman yang lebih tinggi dibandingkan stasiun satu dan tiga sehingga memperlambat arus sungai. Menurut Barus (2004) arus berfungsi dalam pengangkutan energi panas dan substansi yang terdapat di dalam air. Perairan lotik arus mempunyai peranan yang sangat penting. Umumnya kecepatan arus di perairan ini relatif tinggi, bahkan bisa mencapai 3-6 m/s. Kecepatan arus ini memengaruhi pertukaran oksigen untuk hidup ikan.

Intensitas cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang juga memengaruhi penyebaran ikan. Intensitas cahaya yang diukur berada pada kisaran 212-283x 200.000 candela. Intensitas cahaya tertinggi ditempati stasiun 4dan terendah ditempati stasiun 1.Hal ini disebabkan adanya perbedaan kanopi dan naungan di setiap stasiun. Intensitas cahaya memengaruhi fitoplankton dan perifiton dalam suatu perairan. Besarnya intensitas cahaya berpengaruh besar dalam proses fotosintesis. Menurut Nugroho (2006) sebagian besar perifiton berperan sebagai produsen yang dapat melakukan aktivitas fotosintesis. Fotosintesis dapat berlangsung dengan baik jika intensitas cahaya yang diterima perifiton cukup banyak. Oleh karena itu cahaya merupakan faktor lingkungan


(31)

sebagian adalah makanan alami ikan.

Penetrasi cahaya memiliki peranan yang penting juga bagi ikan. Penetrasi cahaya yang diukur di setiap stasiun berada pada kisaran 0,6-1,3 m. nilai tertinggi pada stasiun 1 sedangkan yang terendah pada stasiun 3. Menurut Odum (1994), kecerahan suatu perairan berkaitan dengan padatan tersuspensi, warna air dan penetrasi cahaya yang datang, sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organisme perairan.

Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang mengendap, seringkali penting sebagai faktor pembatas. Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh dan paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Nilai kecerahan yang baik kurang dari 45 cm batas pandang ikan akan berkurang (Kordi, 2004).

4.2.2 Parameter Kimia

Tabel 5 menunjukkan Faktor Kimia yang diukur pada perairan sibiru-biru ada lima parameter yang terdiri atas Oksigen Terlarut (DO), Derajat keasaman (PH), BOD, Nitrat, Posfat. Nilai oksigen terlarut (DO) di setiap stasiun berada pada kisaran 6,3-8 mg/L. Nilai oksigen terlarut yang diperoleh disetiap stasiun dianggap masih ideal untuk pertumbuhan ikan. Menurut Boyd (1990) dalam Septiano (2006) nilai DO yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah diatas 5 mg/L. Menurut Taqwa (2010), oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi


(32)

oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut.

Derajat keasaman (pH) di setiap stasiun berkisar antara 7,2-8,3. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun 4 dan yang terendah di stasiun 3. Menurut Barus (2004), air yang mempunyai pH antara 6,7-8,6 mendukung populasi ikan. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi berbagai jenis organisme.Nilai pH juga memengaruhi kelarutan nutrisi untuk ikan dalam suatu perairan.

Nilai BOD merupakan salah satu indikator pencemaran perairan. Nilai BOD pada setiap stasiun berada pada kisaran 0,2-0,9 mg/L.nilai tertinggi pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 1. Adanya perbedaan nilai BOD disetiap stasiun penelitian disebabkan oleh perbedaan jumlah bahan organik yang berbeda-beda pada masing-masing stasiun tersebut yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut dipakai oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik. Tingginya nilai BOD pada stasiun 2 diakibatkan oleh banyaknya pencemaran organik pada lokasi tersebut sedangkan pada stasiun I yang merupakan lokasi bebas aktivitas nilai BOD lebih rendah yaitu sebesar 0,2 mg/l. Hal ini karena pada lokasi tersebut tidak ada pencemaran organik sehingga kondisi perairan di stasiun ini masih dapat ditolerir oleh Mikroorganisme. Menurut Barus (2004) faktor-faktor yang memengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut

Nitrat juga memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan ikan. Nitrat yang di ukur di setiap stasiun sama yaitu 0,5. Nilai nitrat ini masih kurang untuk pertumbuhan suatu organisme tetapi untuk pertumbuhan fitoplankton sudah cukup. Dimana fitoplankton adalah salah satu penyusun rantai makanan dalam suatu perairan.Menurut Chu (1983) dalam Herawati (2008) menyatakan alga


(33)

0,009-3,5 mg/L. pada konsentrasi di bawah 0,01 mg/L atau diatas 4,5 mg/L nitrat dapat merupakan faktor pembatas.

Fosfat yang diukur di setiap stasiun berada pada kisaran 0,05-0,18 Fosfat tertinggi ditemukan pada stasiun 3 (pariwisata). Menurut Alaerts et al., (1987) terjadinya penambahan konsentrasi fosfat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk, pertanian, dan aktifitas masyarakat lainnya. Fosfor terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi kedalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka (badan perairan). Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam sistem perairan (Barus, 2001).

4.3 Nilai Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi Pearson diperoleh dengan menganalisi hubungan keanekaragaman dan faktor fisik-kimia perairan Sungai Sibiru-biru dengan menggunakan metode pearson. Nilai indeks korelasi (r) dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 6. Nilai korelasi Pearson antara keanekaragaman ikan dengan sifat fisik-kimia perairan Sungai Sibiru-biru.

No Parameter Nilai Korelasi A Parameter Fisika

1 Suhu 0,608

2 Kecepatan Arus -0,900

3 Intensitas Cahaya 0,956

4 Penetrasi Cahaya 0,854

B Parameter Kimia

5 Oksigen Terlarut (DO) 0,532

6 Derajat Keasaman (pH) 0,692

7 BOD 0,674

8 Nitrat (NO3-N) --

9 Fosfat (PO4) -0,719

Tabel 6 menunjukkan hasil uji analisis korelasi antara parameter fisik-kimia perairan dengan keanekaragaman ikan di Sungai Sibiru-biru berbeda tingkat korelasi dan signifikansinya. Nilai kecepatan arus, penetrasi cahaya dan intensitas cahaya berpengaruh sangat kuat terhadap keanekaragaman ikan yaitu berkisar antara 0,854-0,956 dan nilai fosfat berpengaruh kuat terhadap keanekaragaman ikan yaitu 0,719. Sedangkan nilai suhu, oksigen terlarut, pH,dan BOD kurang


(34)

memengaruhi keanekaragaman ikan di Sungai Sibiru-biru yaitu berkisar antara 0,532-0,692. Sedangkan nitrat tidak berpengaruh terhadap keanekaragaman ikan dikarenakan hasil nitrat yang diperoleh disetiap stasiun sama yaitu 0,5 .

Nilai kecepatan arus, penetrasi cahaya, oksigen terlarut (DO) dan kejenuhan oksigen berpengaruh kuat terhadap keanekaragaman ikan karena: 1. Kecepatan arus akan bepengaruhterhadap distribusi ikan. Ikan adalah hewan

yang aktif bergerak untuk mencari makan. Arussebagai faktor pembatas mempunyai peranan sangat penting dalam perairan, baik pada ekosistemlotic (mengalir) maupun ekosistem lentic (menggenang) karena arus berpengaruh terhadapdistribusi organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air.

2. Penetrasi cahaya juga berperan dalam menentukan keberadaan ikan. Apabila penetrasi cahaya cukup tinggi hingga mencapai dasar perairan maka ketersediaan oksigen hingga dasar perairan cukup baik. Sehingga ikan dapat berada pada bagian permukaan maupun dasar perairan dan menyebabkan berbagai jenis ikan dapat hidup di setiap bagian perairan.

3. Intensitas cahaya juga berperan dalam menentukan keberadaan ikan. Intensitas cahaya memberi pengaruh besar dalam proses fotosintesis dan prosukstivitas perairaan. Apabila intensitas cahaya tinggi akan mendukung untuk hasil maksimal dari proses fotosintesis. Proses fotosintesis dilakukan oleh fitoplankton yang merupadakan produsen tingkat I dalam perairan. Selain sebagai makanan (pakan) untuk ikan, fitoplankton juga berpengaruh besar untuk menghasilkan oksigen sebagai kebutuhan dasar ikan.

4. Posfat juga berperan dalam menentukan keberadaan ikan. Posfat menentukan kesuburan perairan karena posfat dapat digunakan oleh tumbuhan air termasuk alga dan fitoplankton sebagai bahan dasar fotosintesis dan untuk pertumbuhannya dalam perairan. Tumbuhan air termasuk sebagian makanan alami untuk serangga dan ikan.


(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

a. Keanekaragaman Ikan yang diperairan Sungai biru Kecamatan Sibiru-biru Kabupaten Deli serdang diklasifikasikan sebanyak dua ordo, empat famili dan tujuh spesies. Spesies-spesies yang diperoleh adalah Oreochromis niloticus, Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, Tor soro, Tor tambroides,Channa striata, Oxyeleotris marmorata.

b. Nilai total kelimpahan Ikan tertinggi terdapat pada stasiun empat yaitu sebesar 0,072 ind/m2dan yang terendah pada stasiun satu yaitu sebesar 0,048 ind/m2

c. Indeks keanekaragaman ikan tergolong rendah yaitu berkisar antara 1,04 sampai dengan 1,55, sedangkan indeks keseragaman yaitu sebesar 0,95 sampai dengan 0,98 yang menunjukan keseragaman ikan yang merata.

d. Kecepatan arus memiliki nilai korelasi negatif sangat kuat terhadap keanekaragaman ikan, sedangkan penetrasi cahaya dan intensitas cahaya memiliki nilai korelasi positif sangat kuat terhadap keanekaragaman ikan di Sungai Sibiru-biru.

5.2 Saran

Saran untuk penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bioreproduksi dan kebiasaan makan ikan di Sungai Sibiru-biru tersebut.


(36)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Sungai

Ekosistem sungai pada umumnya terbentuk oleh beberapa anak sungai yang menyatu dan membentuk suatu aliran sungai yang besar. Ciri khas sebuah sungai di mulai daerah bagian hulu yang biasanya berawal dari dataran tinggi yang hanya berupa parit kecil, aliran deras, air dingin, dan pergerakaan air secara turbulen, mempunyai hidrograf aliran dengan puncak-puncak yang tajam sewaktu mendaki (rising stage) dan menurun (fallen stage), gradien hulu sungai cukup curam dan sangat aktif mengikis air secara turbulen, dasar sungai terdiri batuan. Semakin jauh ke hilir, sungai tersebut akan menyatu dengan anak-anak sungai (Setiawan, 2009).

Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai dapat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan sekitarnya. Sungai juga mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling memengaruhi (Suwondo et al, 2004).

Menurut Setiawan (2009), sungai merupakan salah satu tipe ekosistem perairan umun yang berperan bagi kehidupan biota dan juga kebutuhan hidup manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti perikanan, pertanian, keperluan rumah tangga, industri, pertambangan dan transportasi. Kondisi perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran organisme di dalamnya, akan tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik lingkungannya.

2.2 Pengertian Ikan

Ikan merupakan biota akuatik yang bersifat mobil atau nekton yang hidup di perairan baik sungai, danau, ataupun lautan. Hewan ini sudah lama menjadi salah


(37)

nilai ekonomis yang besar. Sifatnya yang mobil, dalam batas tertentu ikan dapat memilih bagian perairan yang layak bagi kehidupannya. Ikan-ikan tertentu akan menghindarkan diri dari kondisi perairan yang mengalami perubahan lingkungan yang mengganggu kehidupannya, misalnya terjadi pencemaran asam atau sulfida, tetapi tidak menghindar pada perairan yang mengandung amonia atau tembaga. Akan tetapi, ikan mempunyai kemampuan terbatas untuk memilih daerah yang aman bagi kehidupannya, karena hal tersebut tergantung dari sifat dan kadar pencemar atau ketoksikan suatu perairan (Fachrul, 2007).

Ikan itu vertebrata akuatik dan bernapas dengan insang (beberapa jenis ikan bernapas melalui alat tambahan berupa modifikasi gelembung renang/ gelembung udara). Mempunyai otak yang terbagi menjadi regio-regio. Otak itu dibungkus dalam kranium (tulang kepala) yang berupa kartilago (tulang rawan) atau tulang-menulang. Ada sepasang mata. Kecuali ikan siklostomata, mulut ikan itu disokong oleh rahang (agnatha = ikan tak berahang). Telinga hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluran-saluran semisirkular, sebagai organ keseimbangan (equillibrium). Jantung berkembang baik. Sirkulasi menyangkut aliran seluruh darah dari jantung melalui insang lalu ke seluruh bagian tubuh lain. Tipe ginjal adalah pronefros dan mesonefros (Brotowidjoyo, 1993).

Bentuk dasar tubuh eksternal ikan sangat bervariasi: bentuk fusiform, membulat, panjang, pipih dorso-ventral atau latero-lateral dan dilengkapi dengan beberapa sirip. Bentuk eksternal ikan merupakan bentuk adaptasi dengan faktor lingkungan tempat hidupnya. Bagian eksternal tersebut juga merupakan tempat hidup bagi beragam organisma baik yang bersifat komensal, oportunis maupun obligat parasit atau patogen. Pada keadaan yang tidak menguntungkan, organisma oportunis dan parasit atau patogen dapat merugikan karena menyebabkan timbulnya wabah penyakit atau mungkin pula menginduksi abnormalitas lapisan eksternal tubuh ikan

Ikan memiliki variasi warna menurut spesies, jenis kelamin, perkembangan masa birahi, atau sebagai bentuk penyamaran. Warna tersebut dapat berubah manakala terjadi gangguan kesehatan contoh, perubahan sisik. Sisik-sisik tersebut merupakan salah satu bentuk proteksi eksterna. Pada setiap


(38)

spesies-spesies ikan, sisik tubuh memiliki variasi bentuk dan ukuran. Sisik juga dapat menjadi petunjuk usia ikan. (Irianto, 2005).

Menurut Mujiman (1998) pembagian ikan didasarkan pada jenis makanan dan cara makan, yaitu:

a. Ikan Herbivora, yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) seperti: ikan tawes (Punctius javanicus), ikan nilem (Ostheochillus hasseltii), ikan sepat (Trichogaster pectoralis).

b. Ikan Karnivora, yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama terdiri dari bahan asal hewan (hewani). Contohnya ikan gabus (Ophiocephalus striatus), ikan kakap (Lates calcarifer), ikan lele (Clarias batracus).

c. Ikan Omnivora, yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari tumbuhan maupun hewan. Seperti ikan mas (Cyprinus carpio), ikan mujahir (Tillaphia mossambica) dan ikan gurami (Osphronemus goramy).

d. Ikan Pemakan Plankton, yaitu ikan yang sepanjang hidupnya makanan pokoknya terdiri dari plankton baik fitoplankton maupun zooplankton. Ikan pemakan plankton hanya menyukai bahan-bahan yang halus dan berbutir, sehingga tulang tapis insangnya mengalami modifikasi wujud alat penyaring gas berupa lembaran-lembaran halus yang panjang seperti ikan terbang (Cysilurus sp.), ikan lemuru (Clupea iciogaster).

e. Ikan Pemakan Detritus, yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari hancuran sisa-sisa bahan organik yang sudah membusuk dalam air yang berasal dari hewan atau tumbuhan misalnya ganggang, bakteri dan protozoa. Seperti ikan belanak (Mugil sp.).

2.3 Ekologi Ikan

Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Sebagai hewan yang hidup di air, baik itu di perairan tawar maupun diperairan laut menyebabkan ikan harus dapat mengetahui kekuatan maupun arah arus, karenanya ikan dilengkapi dengan organ yang dikenal sebagai linea lateralis. Organ ini tidak ditemukan pada hewan darat. Perbedaan konsentrasi antara medium tempat hidup dan konsentrasi antara


(39)

osmoregulasi untuk mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya akibat difusi dan osmosis. Bila hal itu tidak dilakukan maka ikan laut dapat menjadi ikan kerin yang asin, sedangkan ikan air tawar dapat mengalami kematian akibat kelebihan air (Fujaya, 2002).

Menurut Mujiman (1998), dalam ekosistem alami perairan, hampir dapat dipastikan bahwa kematian sejenis ikan tidak selalu karena sebab faktor tunggal tetapi karena beberapa faktor.Faktor-faktor yang dimaksud adalah :

1. Fenomena sinergis, yaitu kombinasi dari dua zat atau lebih yang bersifat memperkuat daya racun.

2. Fenomena antagonis, yaitu kombinasi antara dua zat atau lebih yang saling menetralisir, sehingga zat-zat yang tadinya beracun berhasil dikurangi atau dinetralisir daya racunnya sehingga tidak membahayakan

3. Jenis ikan dan sifat polutan, yang tertarik dengan daya tahan ikan serta adaptasinya terhadap lingkungan, serta sifat polutan itu sendiri.

2.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan 2.4.1 Suhu

Suhu merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan, termasuk dari jenis ikan (Michael, 1994). Selanjutnya Rifai et al. (1983) dan Asdak (1995) menjelaskan bahwa secara umum kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktifitas fisiologis organisma ikan. Disamping itu perubahan suhu perairan sekitarnya merupakan faktor pemberi tanda secara alamiahyang menentukan mulainya proses pemijahan, ruaya dan pertumbuhan bibit ikan.

Menurut Van hoffs, kenaikan temperatur sekitar 100C akan meningkatkan aktifitas fisiologis organisme sebesar 2–3 kali lipat. Meningkatnya laju respirasi akan mengakibatkan konsentrasi oksigen meningkat, serta menaiknya temperatur akan mengakibatkan kelarutan oksigen berkurang (Barus, 2004). Organisme aquatik seringkali mempunyai toleransi yang sempit terhadap perubahan temperatur (Odum, 1994). Kenaikan suhu yang relatif tinggi ditandai dengan munculnya ikan-ikan dan hewan lainnya kepermukaan untuk mencari oksigen (Fardiaz, 1992).


(40)

2.4.2 pH air

Derajat keasaman merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam atau basah perairan. Air dikatakan basah apabila pH > 7 dan dikatakan asam apabil pH < 7. Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam (Arie, 1998).

Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa pH air turut memengaruhi kehidupan dari ikan, pH air yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,5 – 7,5. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. pH air kurang dari 6 atau lebih dari 8,5 perlu diwaspadai karena mungkin ada pencemaran, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ikan.

2.4.3 Penetrasi Cahaya

Cahaya merupakan unsur penting dalam kehidupan ikan. Cahaya dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator, membantu dalam penglihatan, proses metabolisme dan pematangan gonad. Secara tidak langsung peranan matahari dalam kehidupan ikan adalah melalui rantai makanan Rifai et al(1983).

Zat terlarut dalam air sering memengaruhi penetrasi cahaya matahari, yang berakibat penetrasi terbatas akan membatasi organisme air untuk berfotosintesis. Dengan terbatasnya fotosintesis akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut rendah. Tetapi jika kekeruhan disebabkan oleh organisme hidup (plankton atau jenis alga tertentu) dapat dipakai sebagai indikasi produktivitas perairan tersebut cukup tinggi (Hariyanto et al, 2008).

2.4.4 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya bagi organisme akuatik berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung organisme tersebut dalam habitatnya. Apabila intensitas cahaya berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air semakin berkurang, oksigen dibutukan organisme untuk metabolismenya (Barus, 1996). Jika intensitas cahaya matahari menurun maka akan memengaruhi proses


(41)

penurunan sehingga mengakibatkan keterbatasan tersedianya nutrisi bagi ikan.Cahaya merupakan unsur yang paling penting dalam kehidupan ikan. Cahaya dibutuhkan untuk mengejar mangsa, menghindari diri dari predator membantu dalam penglihatan, proses metabolisme dan secara tidak langsung peranan cahaya matahari bagi kehidupan ikan adalah melalui rantai makanan (Rifai et al., 1983).

2.4.5. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen merupakan salah satu faktor penting dalam setiap perairan. Oksigen diperlukan organisme untuk melakukan respirasi aerob. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam (Michael,1994).

Barus (2004), menyatakan bahwa kelarutan maksimum oksigen pada perairan tercapai pada temperatur OoC yaitu sebesar 14,16 mg/l oksigen konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya temperatur air.

2.4.6. Biological Oxygen Demand (BOD)

Biochemical Oxygen Demand atau kebutuhan oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut. Pembuangan bahan organik melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup (Wardhana, 1995). Faktor-faktor yang memengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang akan diuraikan, tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (Barus,2004).


(42)

2.4.7. Kandungan Nitrat dan Fospat

Menurut Suriadarma (2011) bahwa unsur fosfat merupakan salah satu unsur penting dalam metabolisme sel organisme. Keberadaan phospor dalam perairan terdapat dalam bentuk senyawa anorganik (ortho-phosphate, meta phosphate, polyphosphate) dan senyawa organik diserap oleh bakteri, fitoplankton dan makrofita.

Fospat merupakan unsur penting dalam air. Fospat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004).

Komponen nitrit (NO2) jarang ditemukan pada badan air permukaan

karena langsung dioksidasi menjadi nitrat (NO3). Di wilayah perairan neritik yang

relatif dekat dengan buangan industri umumnya nitrit bisa dijumpai, mengingat nitrit sering digunakan sebagai inhibitor terhadap korosi pada air proses dan pada sistem pendingin mesin. Bila kadar nitrit dan fospat terlalu tinggi bisa menyebabkan perairan bersangkutan mengalami keadaan eutrof sehingga terjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin. Kondisi seperti itu bisa merugikan hasil kegiatan perikanan pada daerah perairan tersebut (Wibisono, 2005).

2.4.8. Kecepatan Arus

Arus air adalah faktor yang memiliki peranan penting baik pada perairan lotik maupun perairan lenthik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisma, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut (Barus, 2004).


(43)

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sungai merupakan suatu aliran air yang melintasi permukaan bumi dan membentuk alur aliran atau morfologi aliran air. Morfologi sungai menggambarkan keterpaduan antara karakteristik abiotik (fisik, hidrologi, sedimen) dan karakteristik biotik (biologi atau ekologi flora dan fauna) daerah yang dilaluinya. Faktor yang berpengaruh pada morfologi sungai tidak hanya faktor biotik dan abiotik saja, namun juga campur tangan manusia. Pengaruh campur tangan manusia ini dapat mengakibatkan perubahan morfologi sungai yang lebih cepat dari sebelumnya (Asdak, 1995).

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan populasi dan peradaban manusia, banyak daerah sekitar sungai digunakan untuk pemukiman, lahan pertanian,bahkan tambang pasir. Adanya dinamika tersebut akan mengakibatkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Pada batas-batas kisaran tertentu pengaruh bahan asing ini masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan (Barus, 2004).

Sungai Sibiru-biru berada di Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang jaraknya 45 km dari Kota Lubuk Pakam dan 25 km dari pusat Kota Medan.Sungai ini mengalir deras dengan adanya berbagai aktivitas masyarakat disekitarnya seperti pariwisata,persawahan dan pengerukan pasir. Dengan adanya berbagai aktivitas tersebut, maka akan berpengaruh terhadap kehidupan biotik dan abiotik, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan memengaruhi kehidupan biota air yang ada di sungai tersebut. Daerah Sungai Sibiru-biru pada saat ini merupakan daerah yang mengalami penurunan keseimbangan ekosistem, yang ditandai terjadinya penurunan tangkapan ikan bagi masyarakat di daerah ini. Menurut Suriawiria (2005) hal ini disebabkan karena kawasan ini telah mengalami perkembangan pemanfaatannya oleh berbagai aktifitas manusia, seperti areal pemukiman, tambang pasir, dan juga digunakan sebagai pariwisata.


(44)

Pemanfaatan sungai tersebut dapat menyebabkan perubahan faktor lingkungan sehingga akan berakibat buruk bagi kehidupan organisme air.

Bila pada suatu daerah misalnya, kepadatan suatu organisme berlimpah, dan karena suatu sebab faktor lingkunganya berubah maka dapat terjadi penurunan kepadatan populasi secara drastis, umpamanya karena adanya pengaruh pencemaran yang berupa racun. Sebaliknya, bila pada suatu daerah kepadatan suatu jenis organisme rendah, karena adanya pencemaran dapat pula terjadi peningkatan kepadatan populasi yang tinggi, umpamanya pencemaran zat organik dapat menyebabkan kepadatan populasi bakteri pembusuk meningkat. Jelas ada suatu hubungan yang erat antara organism dengan lingkungannya (Suin, 2002).

Ikan merupakan salah satu organisme aquatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan, terutama yang diakibatkan pembuangan limbah cair atau padat kebadan air sebagai hasil aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Limbah-limbah hasil buangan yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia tersebut memengaruhi kualitas perairan, baik fisik, kimia, maupun biologi. Karena ini memengaruhi kehidupan penyebaran ikan dalam suatu perairan (Rifai et al., 1983).

Ikan-ikan tertentu akan menghindarkan diri dari kondisi perairan yang mengalami perubahan lingkungan yang mengganggu kehidupannya, misalnya terjadinya pencemaran asam atau sulfida, tetapi tidak menghindar pada perairan yang mengandung ammonia atau tembaga. Ikan mempunyai batas kemampuan untuk memilih daerah yang aman bagi kehidupannya, karena hal tersebut tergantung dari sifat dan kadar pencemar atau kadar racun suatu perairan (Fachrul, 2007). Berbagai aktivitas yang terdapat di sekitar daerah aliran sungai dapat menurunkan kualitas lingkungan perairan yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan ikan yang berperan sebagai bioindikator perairan tercemar, sehingga

perlu dilakukan penelitian mengenai “Keanekaragaman Ikan di Sungai Sibiru -biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara”.


(45)

Sungai Sibiru-biru merupakan sungai yang banyak digunakan oleh masyarakat sekitarnya dalam berbagai keperluan. Banyak aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Sungai Sibiru-biru seperti, kegiatan pertanian, kegiatan pariwisata, kegiatan budidaya ikan, dan kegiatan penambangan pasir. Kegiatan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kualitas air sungai yang memengaruhi kehidupan ikan di sungai tersebut, sehingga perlu dilaksanakannya penelitian mengenai keanekaragaman ikan di Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

1.3.Tujuan Penelitian

a. Menganalisis keanekaragaman ikan yang terdapat di Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

b. Menganalisis hubungan antara faktor fisik-kimia perairan dengan keanekaragaman ikan di Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai keanekaragaman ikan yang terdapat di Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara bagi pihak terkait yang membutuhkan dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai ikan di sungai tersebut.


(46)

KEANEKARAGAMAN IKAN DI PERAIRAN SUNGAI SIBIRU-BIRU, KECAMATAN SIBIRU-BIRU KABUPATEN DELI SERDANG

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul Keanekaragaman Ikan di Perairan Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan metode Purposive Sampling yaitu empat stasiun penelitian yang berbeda berdasarkan aktivitas masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 30 kali pengulangan pada masing-masing stasiun penelitian. Hasil penelitian menunjukkan Keanekaragaman Ikan di Sungai Sibiru-biru terdiri dari dua ordo, empat famili, enam genus dan tujuh species. Total kelimpahan ikan tertinggi terdapat pada stasiun empat yaitu 0,072 ind/m2 dan terendah terdapat pada stasiun satu yaitu 0,048 ind/m2. Keanekaragaman ikan tertinggi terdapat pada stasiun empat dengan nilai 1,36 dan terendah pada stasiun tiga yaitu 1,04. Jenis ikan yang ditemukan pada semua stasiun penelitian adalah Oreochromis niloticus, Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, Tor soro, Tor tambroides,Channa striata, Oxyeleotris marmorata . Kecepatan arus, penetrasi cahaya dan intensitas cahaya berkorelasi signifikan terhadap keanekaragaman ikan.


(47)

REGENCY DELI SERDANG SUMATERA UTARA

ABSTRACT

Nowadays the ecosystem of Sibiru-biru river area was decreased, was shown from decreasing fish found in that area. A study of fish diversity of Sibiru-biru river has been done through sampling. Sampling design was based on Purpossive Random Sampling, with four disticnt stations in terms of community activities and coastal areas. Sampling was done in thirty repetitions for each stations. The results showed that there were two orders of fish, four families, six genera and seven species. The highest density of fish was from station 4 with density of 0.072 ind/m2 while being the lowest from station 1 with density of 0.048 ind/m2. The highest diversity index was from station 4 with value of 1.36 while being the lowest from station 3 with value of 1.04. Species found in this research were Oreochromis niloticus, Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, Tor soro, Tor tambroides, Channa striata, and Oxyeleotris marmorata. Velocity, light penetration and light intensity was strongly correlated with the diversity of fishes.


(48)

KEANEKARAGAMAN IKAN DI PERAIRAN SUNGAI

SIBIRU-BIRU, KECAMATAN SIBIRU, KABUPATEN DELI

SERDANG, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

HOTMAN RUMAPEA

090805032

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUNATERA UTARA

MEDAN 2016


(49)

Judul : Keanekaragaman Ikan Di Perairan Sungai Sibiru-biru Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Kategori : Skripsi

Nama : Hotman Rumapea

Nomor Induk Mahasiswa : 090805032

Program Studi : Sarjana (S-1) Biologi Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Februari 2016

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr, Ing. Ternala A. Barus M.Sc Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si NIP:19581016 1987 03 1003 NIP: 19691018 1994 12 2002

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP: 19630123 199003 2 001


(50)

PERNYATAAN

KEANEKARAGAMAN IKAN DI PERAIRAN SUNGAI SIBIRU-BIRU, KECAMATAN SIBIRU-BIRU KABUPATEN DELI SERDANG

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Februari 2016

Hotman rumapea 090805032


(51)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Keanekaragaman Ikan di Perairan Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara”.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si, selaku Dosen Pembimbing 1, dan Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, selaku Dosen Pembimbing 2, yang telah meluangkan waktunya selama penyusunan skripsi ini dalam memberikan bimbingan dan arahan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada , Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si, selaku Dosen Penguji 1, dan kepada Bapak Riyanto sinaga S.Si, M.Si, selaku Dosen Penguji 2, atas segala saran dan masukan yang berguna untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik atas segala bimbingan dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku Wakil Dekan I, Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku Wakil Dekan II, Bapak Drs. Kerista Sebayang, M.Si selaku Wakil Dekan III, Bapak dan Ibu Dosen Biologi, Bang Ewin, Kak Ros, Ibu Ipit dan Kak Siti selaku Laboran Biologi serta seluruh staf pegawai FMIPA USU.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada orangtua saya, Bapak J. Rumapea dan Ibu R. Siburian, abang-abang saya, segala motivasi, doa, dan dukungan yang penulis rasakan selama masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada tim lapangan, Raymon, Luhut, dan Gagah, yang telah membantu dalam pengambilan sampel. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan pada rekan seperjuangan stambuk 2009 (09topus), Sahat, Hotman, Raymon, Boy, Uba, Anderson, Aan, Imam, Bobi, Laura, Veny, Elisabeth, Frisshy, Julie, Siska, Ichip, Sukma, Agustina, Bertua, dan kawan-kawan yang lainnya. Sukses untuk kita semua! Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan pada adik-adik stambuk 2010 (Trisi, Pato, Edu, Richard, Samuel, Norton, Tonis, Herclus), adik-adik stambuk 2011 (Jawak, Jordani, Nasir, Taufik, Mujek, Big Luhut), adik stambuk 2012, 2013, 2014, dan 2015, serta keluarga besar PKBKB atas bantuan dan semangat selama masa perkuliahan.


(52)

KEANEKARAGAMAN IKAN DI PERAIRAN SUNGAI SIBIRU-BIRU, KECAMATAN SIBIRU-BIRU KABUPATEN DELI SERDANG

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul Keanekaragaman Ikan di Perairan Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dengan metode Purposive Sampling yaitu empat stasiun penelitian yang berbeda berdasarkan aktivitas masyarakat. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 30 kali pengulangan pada masing-masing stasiun penelitian. Hasil penelitian menunjukkan Keanekaragaman Ikan di Sungai Sibiru-biru terdiri dari dua ordo, empat famili, enam genus dan tujuh species. Total kelimpahan ikan tertinggi terdapat pada stasiun empat yaitu 0,072 ind/m2 dan terendah terdapat pada stasiun satu yaitu 0,048 ind/m2. Keanekaragaman ikan tertinggi terdapat pada stasiun empat dengan nilai 1,36 dan terendah pada stasiun tiga yaitu 1,04. Jenis ikan yang ditemukan pada semua stasiun penelitian adalah Oreochromis niloticus, Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, Tor soro, Tor tambroides,Channa striata, Oxyeleotris marmorata . Kecepatan arus, penetrasi cahaya dan intensitas cahaya berkorelasi signifikan terhadap keanekaragaman ikan.


(53)

REGENCY DELI SERDANG SUMATERA UTARA

ABSTRACT

Nowadays the ecosystem of Sibiru-biru river area was decreased, was shown from decreasing fish found in that area. A study of fish diversity of Sibiru-biru river has been done through sampling. Sampling design was based on Purpossive Random Sampling, with four disticnt stations in terms of community activities and coastal areas. Sampling was done in thirty repetitions for each stations. The results showed that there were two orders of fish, four families, six genera and seven species. The highest density of fish was from station 4 with density of 0.072 ind/m2 while being the lowest from station 1 with density of 0.048 ind/m2. The highest diversity index was from station 4 with value of 1.36 while being the lowest from station 3 with value of 1.04. Species found in this research were Oreochromis niloticus, Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, Tor soro, Tor tambroides, Channa striata, and Oxyeleotris marmorata. Velocity, light penetration and light intensity was strongly correlated with the diversity of fishes.


(54)

DAFTAR ISI Halaman Lembar Persetujuan Lembar Pernyataan i ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai 4

2.2 Pengertian Ikan 4

2.3 Ekologi Ikan 6

2.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan 7

2.4.1 Suhu 7

2.4.2 pH Air 8

2.4.3 Penetrasi Cahaya 8

2.4.4 Intensitas Cahaya 8

2.4.5 Oksigen Terlarut (DO) 9

2.4.6 Biological Oxygen Demand (BOD) 9

2.4.7 Kandungan Nitrat dan Fospat 10

2.4.8 Kecepatan Arus 10

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat 11

3.2 Alat dan Bahan 11

3.3 Deskripsi Area 11

3.3.1 Stasiun 1 11

3.3.2 Stasiun 2 12

3.3.3 Stasiun 3 13


(55)

3.5 Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan 14

3.5.1 Suhu 14

3.5.2 pH Air 14

3.5.3 Penetrasi Cahaya 14

3.5.4 Intensitas Cahaya 14

3.5.5 Oksigen Terlarut (DO) 15

3.5.6 Biochemical Oxygen Demand (BOD) 15

3.5.7 Kandungan Nitrat dan Posfat 15

3.5.8 Kecepatan Arus 15

3.6 Analisis Data 15

3.6.1 Ikan 15

BAB 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Jenis-jenis Ikan yang diperoleh tiap stasiun 18 4.1.1 Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi

Kehadiran

22 4.1.2 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wienner) dan

Indeks Keseragaman

25

4.1.3 Indeks Similaritas Ikan (IS) 26

4.2 Faktor Abiotik Lingkungan 27

4.2.1 Parameter Fisika 27

4.2.2 Parameter Kimia 29

4.3 Nilai Analisis Korelasi Pearson 31

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 33


(56)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Jenis-Jenis Ikan yang Diperoleh Tiap Stasiun 18 2 Data Kepadatan (ind/m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi

Kehadiran (%) Ikan pada Setiap Stasiun

23

3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) 25

4 Data Indeks Similaritas (IS) di Setiap Stasiun 26 5 Data Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai

Sibiru-biru pada Setiap Stasiun

27 6 Nilai Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman Ikan Dengan

Sifat Fisik-Kimia Perairan Sungai Sibiru-biru


(57)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Stasiun 1 Daerah Bebas Aktifitas 12

2 Stasiun 2 Daerah Pariwisata dan Pemukiman 12 3 Stasiun 3 Daerah Pertambakan dan Pertanian 13 4 Stasiun 4 Daerah Pengerukan Pasir dan Penambangan

Batu

13

5 Oreochromis niloticus 18

6 Oxyeleotris marmorata 19

7 Channa striata 19

8 Hampala macrolepidota 20

9 Mystacoleucus marginatus 20

10 Tor soro 21


(58)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Peta Lokasi 46

2 Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur DO 47 3 Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur BOD5 48

4 Tabel Kelarutan O2 (Oksigen) 49

5 Bagan Kerja Pengukuran Nitrat (NO3) 50

6 Bagan Kerja Pengukuran Posfat (PO43-) 51

7 Contoh Perhitungan 55


(1)

DIVERSITY OF FISH IN SIBIRU-BIRU RIVER DISTRICT SIBIRU-BIRU REGENCY DELI SERDANG

SUMATERA UTARA ABSTRACT

Nowadays the ecosystem of Sibiru-biru river area was decreased, was shown from decreasing fish found in that area. A study of fish diversity of Sibiru-biru river has been done through sampling. Sampling design was based on Purpossive Random Sampling, with four disticnt stations in terms of community activities and coastal areas. Sampling was done in thirty repetitions for each stations. The results showed that there were two orders of fish, four families, six genera and seven species. The highest density of fish was from station 4 with density of 0.072 ind/m2 while being the lowest from station 1 with density of 0.048 ind/m2. The highest diversity index was from station 4 with value of 1.36 while being the lowest from station 3 with value of 1.04. Species found in this research were Oreochromis niloticus, Hampala macrolepidota, Mystacoleucus marginatus, Tor soro, Tor tambroides, Channa striata, and Oxyeleotris marmorata. Velocity, light penetration and light intensity was strongly correlated with the diversity of fishes.


(2)

vi DAFTAR ISI Halaman Lembar Persetujuan Lembar Pernyataan i ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai 4

2.2 Pengertian Ikan 4

2.3 Ekologi Ikan 6

2.4 Faktor Fisik-Kimia Perairan 7

2.4.1 Suhu 7

2.4.2 pH Air 8

2.4.3 Penetrasi Cahaya 8

2.4.4 Intensitas Cahaya 8

2.4.5 Oksigen Terlarut (DO) 9

2.4.6 Biological Oxygen Demand (BOD) 9

2.4.7 Kandungan Nitrat dan Fospat 10

2.4.8 Kecepatan Arus 10

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat 11

3.2 Alat dan Bahan 11


(3)

3.4 Pengambilan Sampel IKan 14 3.5 Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan 14

3.5.1 Suhu 14

3.5.2 pH Air 14

3.5.3 Penetrasi Cahaya 14

3.5.4 Intensitas Cahaya 14

3.5.5 Oksigen Terlarut (DO) 15

3.5.6 Biochemical Oxygen Demand (BOD) 15

3.5.7 Kandungan Nitrat dan Posfat 15

3.5.8 Kecepatan Arus 15

3.6 Analisis Data 15

3.6.1 Ikan 15

BAB 4. Hasil dan Pembahasan

4.1 Jenis-jenis Ikan yang diperoleh tiap stasiun 18 4.1.1 Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi

Kehadiran

22 4.1.2 Indeks Keanekaragaman (Shannon-Wienner) dan

Indeks Keseragaman

25

4.1.3 Indeks Similaritas Ikan (IS) 26

4.2 Faktor Abiotik Lingkungan 27

4.2.1 Parameter Fisika 27

4.2.2 Parameter Kimia 29

4.3 Nilai Analisis Korelasi Pearson 31

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 33


(4)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Jenis-Jenis Ikan yang Diperoleh Tiap Stasiun 18 2 Data Kepadatan (ind/m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi

Kehadiran (%) Ikan pada Setiap Stasiun

23

3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) 25

4 Data Indeks Similaritas (IS) di Setiap Stasiun 26 5 Data Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai

Sibiru-biru pada Setiap Stasiun

27

6 Nilai Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman Ikan Dengan Sifat Fisik-Kimia Perairan Sungai Sibiru-biru


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 Stasiun 1 Daerah Bebas Aktifitas 12

2 Stasiun 2 Daerah Pariwisata dan Pemukiman 12 3 Stasiun 3 Daerah Pertambakan dan Pertanian 13 4 Stasiun 4 Daerah Pengerukan Pasir dan Penambangan

Batu

13

5 Oreochromis niloticus 18

6 Oxyeleotris marmorata 19

7 Channa striata 19

8 Hampala macrolepidota 20

9 Mystacoleucus marginatus 20

10 Tor soro 21


(6)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Peta Lokasi 46

2 Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur DO 47 3 Bagan Kerja Metode Winkler untuk mengukur BOD5 48

4 Tabel Kelarutan O2 (Oksigen) 49

5 Bagan Kerja Pengukuran Nitrat (NO3) 50 6 Bagan Kerja Pengukuran Posfat (PO43-) 51

7 Contoh Perhitungan 55