Hubungan Keharmonisan Pernikahan dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun pada Karyawan BUMN

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Saat ini, generasi baby boomer yang lahir antara tahun 1946 sampai
1964 telah memasuki masa dewasa madya dan mewakili 30% populasi
manusia di dunia (US Census Bureau, dalam Papalia dkk, 2009). Masa dewasa
madya ditandai oleh tumbuhnya perbedaan di setiap individu dan
terbentuknya jalan hidup (Lachman, dalam Papalia dkk, 2009). Costa dan
McCrae menggambarkan masa dewasa madya sebagai masa yang stabil
(dalam Papalia dkk, 2009).
Menurut Papalia dkk (2009), masa dewasa madya dipenuhi dengan
tanggung jawab berat serta peran yang sulit; seperti menjalankan rumah
tangga, bisnis, memiliki anak yang sudah siap meninggalkan rumah, dan
merawat orang tua yang lanjut usia. Banyak orang pada masa dewasa madya
telah mencapai tujuannya dan membesarkan anak-anak mereka, mereka
memiliki perasaan bebas, serta mengalami perasaan berhasil dan memiliki
kendali dalam pekerjaan (Papalia dkk, 2009).
Seringnya usia madya merupakan masa menikmati keberhasilan,
keuangan, sosial, kekuasaan dan prastise (Hurlock, 1991). Banyak organsasi
dan perusahaan dipimpin oleh individu usia dewasa madya, hingga masa ini
dijuluki „generasi pemimpin‟. Masa dewasa madya merupakan masa karir

seseorang berada pada puncaknya (Hurlock, 1991).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Bekerja pada masa dewasa madya merupakan hal yang banyak
menyita perhatian dan mereka terbiasa mengonsentrasikan diri pada
pekerjaannya karena harapan orang banyak atas kualitas diri mereka (Papalia
dkk, 2009). Bekerja merupakan cara yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga, pertemanan, kesehatan, serta mempengaruhi
bagaimana mereka menghabiskan waktu, yang sudah dilakukan sejak masa
dewasa dini (Hurlock, 1991). Bekerja menumbuhkan rasa percaya diri, harga
diri, dan rasa puas (Suadirman, 2011).
Bekerja pada sektor informal bersifat berada diluar sistem perdagangan
dan ekonomi yang legal, usaha tidak perlu memiliki izin, menggunakan
teknologi yang masih sederhana, modal usaha kecil, dan tidak memerlukan
pendidikan formal, contoh: pedagang kaki lima, penjaja barang, pengemudi
becak, supir, dsb. Sebaliknya, perusahaan pada sektor formal bersifat

terorganisir, adanya peraturan perusahaan, terdaftar dan dilindungi hukum
(Digdoyo dan Priyono, 2011).
Perusahaan sektor formal yang saat ini banyak diminati para pekerja
adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN terdiri dari perusahaanperusahaan

yang memiliki

peranan penting dalam

penyelenggaraan

perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia
(Situs Adajob, 2015).Secara kapasitas SDM maupun performanya, banyak
BUMN yang tak kalah kemampuannya dengan perusahaan global yang telah
mapan (Bamboe Doea Team, 2013). Ada peraturan-peraturan terikat yang
berlaku jika seseorang bekerja pada sektor formal.

Universitas Sumatera Utara

3


Bekerja pada sektor formal akan dikenai pemberhentian pekerjaan
yang dikenal dengan istilah pensiun. Pensiun merupakan masa seseorang tidak
lagi bekerja secara formal pada suatu perusahaan atau badan komersial yang
terorganisasi atau dalam pemerintahan karena telah mencapai usia maksimum
sebagai pekerja (Kimmel, 1991).Kebijakan yang mengatur tentang usia
pensiun

adalah

Peraturan

Menteri

Tenaga

Kerja

RI


Nomor:

PER.02/MEN/1993 Tentang Usia Maksimum Bagi Peserta Peraturan Dana
Pensiun,yang dapat disimpulkan bahwa batas usia pensiun adalah 55 hingga
60 tahun. Namun berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 153, perusahaan diberikan kewenangan untuk
menentukan sendiri usia pensiun.
Pensiun bukanlah sebuah kejadian tunggal melainkan proses yang
terus berlangsung (Papalia dkk, 2009). Pensiun merupakan masa transisi ke
pola hidup yang baru sehingga berkaitan erat dengan perubahan (Schwartz
dalam Hurlock, 1991). Perubahan yang dihadapi pada masa pensiun yaitu:
hilangnya kesibukan kerja, hilangnya fasilitas yang dulu diterima selama
bekerja, berkurangnya kontak sosial dengan rekan kerja, munculnya banyak
waktu luang, dan berkurangnya pendapatan (Suadirman, 2011). Fase ini
memang bukanlah hal yang mudah, tapi bagi individu yang mampu
beradaptasi dengan perubahan-perubahan ini, akan membuatnya mengalami
successful aging, yang merupakan kesejahteraan yang dicapai individu

padamasa tua (Erickson, dalam Corey, 1997).


Universitas Sumatera Utara

4

Para calon pensiunan merasa lega karena akan terbebas dari pekerjaan
dan mampu menerima dengan lapang dada hadirnya masa pensiun
(Suadirman, 2011). Individu seharusnya merasakan kepuasan atas hidupnya,
lebih tenang, tetap sehat, serta menyadari bahwa untuk memasuki masa
pensiun tidak hanya menyiapkan keuangan dengan baik, tapi juga
memperhatikan lingkup kehidupan yang lain (Santrock, 2009). Pada masa ini,
para dewasa madya mengalami penurunan emosi negatif, seperti marah, takut,
dan gelisah (Papalia dkk, 2009). Mereka memiliki karakter optimis, menyukai
tantangan dan tetap melakukan aktivitas fisik selama masa transisi ini
(penelitian oleh Newman & Newman dalam Foster, 2008).
Sementara itu, individu yang tidak mampu menghadapi perubahan
pada masa pensiun menganggap masa pensiun akan membosankan, menarik
diri, dan muncul perasaan tidak berguna (Dewi, 2011). Hal ini dikarenakan
hadirnya perubahan akan mendatangkan stres dan kecemasan (Papalia dkk,
2009). Kecemasan merupakan pengalaman emosional subjekif yang tidak
menyenangkan karena adanya keadaan psikologis yang mengancam, bersifat

tidak jelas, sehingga individu merasa bingung dan takut terhadap masa yang
akan datang (Lazarus, 1991).
Hal yang menyebabkan munculnya kecemasan menghadapi masa
pensiun adalah adanya perubahan yang cukup signifikan pada keuangan
keluarga (Papalia dkk, 2009). Menurunnya pendapatan merupakan salah satu
faktor munculnya kecemasan menghadapi masa pensiun (Brill dan Hayer,
dalam Imama, 2011). Individu yang mendapatkan pemasukan rutin selama

Universitas Sumatera Utara

5

masa pensiun tidak mengalami kecemasan yang begitu besar dibanding
mereka yang tidak memiliki uang pensiun yang rutin (Almeida, 2008).
Sedangkan karyawan BUMN seringnya hanya memperoleh pesangon yang
diberikan satu kali,memungkinkan ia untuk mengalami kecemasan lebih besar
dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain yang masih mendatangkan
pemasukan setiap bulan (Frendsidy, 2015). Kecemasan perihal keuangan akan
lebih besar dialami oleh suami sebagai orang yang wajib melindungi
keluarganya dan memberikan segala keperluan ekonomi dan rumah tangga

sesuai dengan kemampuannya berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Hak dan Kewajiban suami-istri(KementrianAgama RI). Menurut pakar
perencanaan keuangan (financial planner), 9 dari 10 karyawan tenyata tidak
siap secara finansial untuk menghadapi masa pensiun (Kompas dalam Risbi,
2012).
Faktor lain penyebab munculnya kecemasan adalah calon pensiunan
akan kehilangan jabatannya dalam pekerjaan. Terlebih lagi jika jabatan
tersebut merupakan sumber utama dari identias pribadi yang bisa ia
banggakan, terlebih lagi jika ia bekerja di perusahaan yang memiliki nilai
prestise tinggi (Osborne, 2012), seperti perusahaan-perusahaan BUMN yang
mulai menjadi perusahaan kebanggan bangsa saat ini dan yang akan datang
(Bamboe Doea Team, 2014).
Calon pensiunan mengalami kecemasan lebih tinggi dari pada orangorang yang telah pensiun (penelitian oleh Skarbon dan Nicki, dalam Foster,
2008).Hal senada juga ditemukan oleh Pradono dan Purnamasari (2011) yang

Universitas Sumatera Utara

6

mendapati 64% sampel penelitiannya mengalami kecemasan saat memasuki

masa pensiun. Semakin dekat karyawan dengan waktu pensiun maka akan
semakin besar pula kecemasan yang dialami oleh karyawan tersebut (Skarbon
dan Nicki dalam Foster, 2008)
Berdasarkan penelitian oleh Holmes & Rahe (dalam Foster, 2008)
pensiun

menduduki

peringkat

ke-10

untuk

kejadian-kejadian

yang

menimbulkan kecemasan,dan berkontribusi pada menurunnya kesehatan fisik
dan mental (Suadirman, 2011). Diceritakan seorang laki-laki mengeluhkan

bahwa hampir satu tahun ia merasa terganggu oleh perasaan cemas dan takut
yang banyak menguras energinya. Seringkali peristiwa ini disertai jantung
berdebar keras, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, dan nafsu makan
berkurang. Kecemasan tersebut datang secara mendadak ketika ia akan
memasuki masa pensiun (Pradono dan Purnamasari, 2010). Subjek penelitian
juga melaporkan hal yang hampir sama dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Perasaan saya agak nggak enak belakangan ini saat memikirkan kalau
sebentar lagi akan pensiun. Apalagi memikirkan nanti setelah pensiun,
pendapatan nggak akan sebanyak sekarang, terus bakal nggak jumpa sama
kawan-kawan kerja lagi. Rasanya aneh karena bakal beda sama hari-hari
biasa.”
(Komunikasi Personal, 2015)
Munculnya stress dan kecemasan menjelang pensiun ternyata memberi
dampak negatif terhadap pernikahan (Cavanaugh dan Fields, 2006). Hal ini
dikarenakan kondisi mental akan mempengaruhi tingkat kepuasan pernikahan
(Papalia dkk, 2009). Papalia dkk (2009) menambahkan, keadaan seperti
kecemasan hingga depresi mampu mengurangi tingkat kepuasan pernikahan
secara signifikan. Padahal, hubungan yang baik dengan pasangan merupakan

Universitas Sumatera Utara


7

sumber dukungan yang sangat penting di masa sebelum pensiun untuk
terhindar dari perasaan kesepian setelah terlepas dari lingkungan pekerjaan
(Cavanaugh dan Fields, 2006; Osborne, 2012).
Tidak dapat dipungkiri, dukungan sosial dari pasangan adalah hal
penting bagi seseorang untuk menghadapi transisi dalam hidup (Hurlock,
1991). Dukungan sosial yang memadai dari pasangan dan keluarga merupakan
indikasi adanya pernikahan yang harmonis (Dehle, Larsen, Landers, 2001).
Pernikahan yang harmonis pada masa dewasa madya dapat meningkatkan
angka harapan hidup dan membuat seseorang mampu mempertahankan
kondisi kesehatan yang baik (Papalia dkk, 2009). Berdasarkan penelitian oleh
Orbruch (1996) yang dilakukan pada 8.929 responden laki-laki dan
perempuan usia madya, didapati pola kepuasan pernikahan pada masa ini
berbentuk U. Selama 20-24 tahun pertama pernikahan cenderung kurang
harmonis, kemudian meningkat kembali dan mencapai puncak pada usia
35-44 tahun pernikahan (dalam Papalia dkk, 2009).
Upaya untuk menciptakan pernikahan yang harmonis pada masa
dewasa madya adalah salah satu tugas perkembangan (Hurlock, 1991). Namun

hal ini cukup sulit, karena upaya membentuk pernikahan yang harmonis dapat
terhalangi dengan sikap suami dan istri yang tidak menyenangkan yang telah
bekembang selama bertahun-tahun, sehingga pada masa dewasa madya sikap
tersebut sudah berakar kuat dan sangat sulit untuk dihilangkan (Hurlock,
1991). Perilaku keluarga dan pasangan yang tidak menyenangkan bisa
mempersulit suami untuk menghadapi masa pensiun. Situasi ini sangat penting

Universitas Sumatera Utara

8

untuk diperhatikan namun justru sering diabaikan (Hurlock, 1991). Selain itu,
pensiun akan merusak keselarasan kehidupan suami istri sehari-hari (Foster,
2008), mengubah pola interaksi keluarga, membuat pasangan dan anggota
keluarga lain harus beradaptasi kembali terhadap keadaan pensiun, serta
banyak perubahan terjadi akan menimbulkan suasana stressful (Cavanaugh
dan Fields, 2006).
Penelitian berjudul The Cornell RetirementandWell Being Study
(dalam Foster, 2008), menemukan jika salah satu pasangan sudah pensiun
sedangkan pasangan yang lain masih bekerja, maka pasangan yang telah
pensiun cenderung memberikan laporan mengenai konflik pernikahan yang
lebih banyak. Untuk mendapatkan kondisi pernikahan yang harmonis setelah
pensiun, maka pasangan suami-istri harus mulai membangun pernikahan yang
memuaskan tersebut sejak sebelum masa pensiun (Cavanaugh, 2006).
Pernikahan yang harmonis merupakan pilar utama pembentuk moral
dan etika (Kustini, 2011). Kustini (2011) juga menambahkan bahwa keadaan
pernikahan yang harmonis mampu memberikan rasa aman, nyaman, tentram,
dan damai, mengurangi angka perceraian, menekan angka kenakalan remaja,
penggunaan narkoba, dan seks bebas akibat broken-home. Pernikahan yang
harmonis berpengaruh terhadap tingkat ketahanan ekonomi, keamanan dan
kesejahteraan psikologis suami dan istri (Kustini, 2011).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengasumsikan bahwa pernikahan
yang harmonis akan dibutuhkan untuk menghadapi transisi memasuki masa
pensiun agar ia mendapatkan kesejahteraan di masa tua. Untuk itu peneliti

Universitas Sumatera Utara

9

ingin mengetahui hubungan antara keharmonisan pernikahan dengan
kecemasan menghadapi masa pensiun pada karyawan BUMN.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan
keharmonisan pernikahan dengan kecemasan menghadapi masa pensiun pada
karyawan BUMN?”

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan

penelitian

ini

adalah

untuk

mengetahui

hubungan

keharmonisan pernikahan terhadap kecemasan menghadapi masa pensiun.

D. MANFAAT PENELITIAN
a.

Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dibidang
Psikologi

Perkembangan

khususnya

yang

berkaitan

dengan

keharmonisan pernikahan dan kecemasan menghadapi masa pensiun.
b. Manfaat Praktis
a) Penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan

gambaran

mengenenai kecemasan menghadapi masa pensiun dan kontribusi
pernikahan yang harmonis terhadap kecemasan menghadapi
masa pensiun.
b) Memberikan informasi pada orang di sekitar calon pensiunan
terutama pasangannya (istri).

Universitas Sumatera Utara

10

c) Memberi informasi pada pengamat psikologi perkembangan
mengenai peran keharmonisan pernikahan terhadap kecemasan
menghadapi masa pensiun.

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I

: Pendahuluan
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang
permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II

:Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan
sebagai landasan dalam penelitian, teori kepustakaan
yang dimaksud meliputi kecemasan, keharmonisan
pernikahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan
masa dewasa madya.

BAB III

: Metode Penelitian
Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian
yang

mencakup

identifikasi

variabel,

tentang
definisi

pendekatankuantitatif,
operasional

variabel

penelitian, populasi dan sampel, alat ukur, validitas dan
realibilitas alat ukur, dan metode pengolahan data.

Universitas Sumatera Utara

11

BAB IV

: Analisa Data dan Pembahasan
Bab

membahas

tentang

gambaran

umum

subjek

penelitian, uji asumsi, hasil utama penelitian, hasil
tambahan penelitian, serta pembahasan.
BAB V

: Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang didapatkan dari
penelitian serta saran metodologis dan saran praktis.

Universitas Sumatera Utara