Jenis-jenis Hasil Hutan dan Nilai Ekonomi yang Berasal dari Praktek Agroforestri di Sekitar Taman Wisata Alam Sibolangit

5

TINJAUAN PUSTAKA

Agroforestri
Agroforestrimerupakan

komoditas

tanaman

yang

kompleks,

yang

didominasi oleh pepohonan dan menyediakan hampir semua hasil dan fasilitas
hutan alam.Agroforestridapat dilaksanakan dalam beberapa model, antara lain
tumpang sari(cara bercocok tanam antara tanaman pokok dengan tanaman
semusim), silvopasture (campuran kegiatan kehutanan, penanaman rumput dan

peternakan), silvofishery (campuran kegiatan pertanian dengan usaha perikanan di
daerah pantai), dan farmforestry (campuran kegiatan pertanian dengan kehutanan)
(Sitorus, 2008).
Agroforestri memiliki banyak manfaat untuk sumber pendapatan
masyarakat sekitar hutan, dengan tidak hanya memanfaatkan dari hutan berupa
hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu saja tetapi masyarakat dapat
memanfaatkan dari tanaman pertanian. Oleh karena itu, hal ini harus mendapat
perhatian yang besar dari berbagai pihak, baik dari masyarakat sendiri maupun
pemerintah pada khususnya (Barus, 2010).
Salah satu keuntungan/kebaikan yang diperoleh petani yang menerapkan
usaha taninya dengan sistem agroforestri adalah terjadinya peningkatan keluaran
hasil (output) yang lebih bervariasi yaitu berupa pangan, pakan, serat, kayu, bahan
bakar, dan pupuk kandang. Selain itu secara ekonomi

sistem agroforestri

memiliki keuntungan lainnya yaitu memperkecil resiko kegagalan panen dari
salah satu komponen, masih dapat ditutupi oleh adaya hasil (panen)dari komponen

Universitas Sumatera Utara


6

yang lain dan meningkatkan pendapatan petani, karena input yang diberikan akan
menghasilkan output yang bervariasi dan berkelanjutan (Rauf, 2011).
Jenis-jenis Hasil Hutan Agroforestri
Tanaman industri pengisi agroforestridi kawasan TNGL didominasi oleh
tanaman semusim (tanaman non-kayu) seperti jahe, kunyit, lada, serai, dan lainlain.Sementara tanaman buah-buahan seperti durian, nangka, manggis, dan
mangga. Tanaman pohon lain yang banyak terdapat di kawasan penyangga TNGL
adalah pohon sayuran yaitu petai dan jengkol serta pohon kemiri. Tanaman yang
sesuai digunakan untuk mengisi komponen agroforestri harus memiliki sifat
resisten (tahan) terhadap naungan. Beberapa tanaman pertanian semusim ada yang
tahan tumbuhdibawah kondisi ternaungi, meskipun lebih sesuai pada lahan
terbuka.Tanaman dari jenis tanaman obat seperti kunyit, kencur, dan temulawak
umumnya tahan tumbuh di bawah naungan pepohonan.Demikian halnya dengan
tanaman nenas, cabai rawit, terong dan lain-lain merupakan tanaman yang
dibudidayakan di bawah naungan tanaman pohon (Rauf, 2011).
Jenis yang sesuai dalam pola tanam agrofrestri tentunya berdasarkan
sejauh mana kedua tanaman penyusun tersebut saling berinteraksi positif.
Interaksi positif ditunjukkan oleh pertumbuhan/produksi tanaman penyusun lebih

baik atau tidak mengalami penurunan produksi. Hal ini tentunya dapat didekati
dengan mengkaji karakteristik tanaman penyusun tersebut dalam hal tingkat
toleransi terhadap naungan dan tipe perakaran. Tanaman kapulaga, jagung, kacang
tanah,ubi kayu, ubi jalar, iles-iles, talas, jahe dan lada merupakan jenis tanaman
bawah yang potensial hidup di bawah tegakan. Hal ini mendasari untuk

Universitas Sumatera Utara

7

melakukan pemilihan jenis tersebut dalam pola tanam agroforestri (Handayani dan
Aris, 2004).
Pemanfaatan lahan di kawasan hutan lindung sebagian besar digunakan
untuk berkebun dan berladang yang di dalamnya ditumbuhi coklat (Theobrama
cacao), mangga (Mangifera indica), ubi kayu (Manihot utilísima), pisang (Musa
sp), kelapa (Cocos nucifera), kemiri (Aleurites moluccana), jambu mete
(Anacardium occidentale), kopi (Coffeea sp), jambu biji (Psiduim guajava),
jambu air (Zyzigium aquatica), nangka (Arthocarpus heterophylla) dan sayuran
seperti lombok (Capsicum annum) sedangkan penutupan lahan di hutan alam
terdiri atas tumbuhan seperti jenis paku-pakuan (Pteridophyta), bambu (Bambusa

sp), bitti (Vitex cofassus), rotan (Calamus sp), aren (Arenga pinnata), beberapa
jenis anggrek (Orchidaceae) dan masih banyak lagi tanaman lainnya
(Asrianny dkk., 2012).
Lingkungan tumbuh tanaman jahe memperngaruhi produktivitas dan mutu
rimpang/umbi, karena pembentukan tanah dan intensitas cahaya. Tipe iklim
(curah hujan), tinggi tempat dan jenis tanah merupakan faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam memilih daerah/lahan yang cocok untuk menanam jahe.
Pembentukan rimpang jahe akan terhambat pada tanah dengan kadar air dan
drainase kurang baik, demikian juga pada intensitas cahaya rendah dan curah
hujan rendah (Muchlas dan Slameto, 2008).
Hasil hutan yang dipungut dari alam bebas atau dihasilkan dari hutan yang
ditanami, skema agroforestri, dan pohon – pohon yang berada di luar hutan.
Contoh HHBK berupa makanan atau bahan tambahan (additive) untuk makanan
(biji- bijian yang dapat dimakan, jamur, cendawan, buah- buahan, herba, bumbu

Universitas Sumatera Utara

8

dan rempah- rempah, tumbuhan aroma dan binatang buruan). HHBK serat (yang

digunakan untuk konstruksi, furniture, pakaian atau perlengkapan) termasuk pula
damar, karet, tumbuhan dan binatang yang digunakan untuk obatobatan,
kosmetika, hasil hutan bukan kayu yang digunakan untuk keperluan upacara adat
(religi dan kultur ) (Iskandar dkk., 2013).
Beberapa jenis HHBK yang potensial untuk dikembangkan di hutan desa
Labbo dan Pattaneteang adalah banga ponda, banga tambu, anggrek tanah, bunga
kembang doa, buah markisa, kopi, madu dan rotan. Selain tumbuhan terdapat pula
hewan langka yang dilindungi seperti anoa, namun belum tersedia data terkait
besaran populasi. Di Kelurahan Campaga Kabupaten Bantaeng memiliki HHBK
yang potensial untuk dikembangkan, yaitu daun pandan sebagai bahan pembuatan
tikar, buah pangi dan beberapa jenis fauna. (Nurhaedah dan Evita, 2014).
Manfaat Hasil Hutan
Pemanfaatan hutan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pertama manfaat
langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan/dinikmati
secara langsung oleh masyarakat, yaitu masyarakat dapat menggunakan dan
memanfaatkan hasil hutan, antara lain kayu yang merupakan hasil hutan, serta
berbabagai hasil hutan ikutan seperti rotan, getah, buah-buahan, madu, dan lainlain. Kedua manfaat tidak langsung, manfaat tidak langsung adalah manfaat yang
tidak langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah
keberadaaan hutan itu sendiri, seperti dapat mencegah terjadinya erosi, dapat
memberikan rasa keindahan, dapat mengatur tata air dan lain-lain (Salim, 1997).

Pemanfaatan buah-buahan hutan oleh masyarakat di sekitar Hutan Alam
Kantuk selain untuk dikonsumsi, ada sebagian kecil yang dijual seperti durian,

Universitas Sumatera Utara

9

cempedak dan rambutan. Pohon penghasil buah-buahan hutan sebagai bagian dari
plasma nutfah hayati, memiliki nilai penting sebagai sumber informasi dalam
menunjang kegiatan pendidikan seperti penelitian dan kehidupan bagi masyarakat
di sekitar hutan (Mariana dkk., 2013).
Adapun hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan dan memiliki potensi
untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, menurut Sudarmalik dkk, (2006), dapat
dibedakan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :
a. Getah-getahan

: Getah jelutung, getah merah, getah balam, getah
karet alam dll

b. Tanin


: Pinang, gambir, rhizophora, bruguiera, dll

c. Resin

: Gaharu, kemedangan, jernang, damar mata
kucing, damar batu, damar rasak, kemenyan dll.

d. Minyak atsiri

: Minyak gaharu, minyak kayu putih, minyak
keruing, minyak lawang, minyak kayu manis

e. Madu

: Apis dorsata, apis melliafera

f. Rotan dan Bambu

: Segala jenis rotan, bambu dan nibung


g. Penghasil Karbohidrat

: Sagu, aren, nipah, sukun dll

h. Hasil Hewan

: Sutra

yang
i. Tumbuhan Obat dan
Tanaman Hias

alam,

Lilin

lebah,

aneka


hewan

tidak dilindungi
: Aneka tumbuhan obat dari hutan, anggrek
hutan,palmae, pakis dll

Nilai Ekonomi Hasil Hutan
Nilai adalah merupakan persepsi manusia, tentang makna sesuatu objek
(sumberdaya hutan) tertentu, tempat dan waktu tertentu pula. Perseprsi ini sendiri

Universitas Sumatera Utara

10

merupakan ungkapan, pandangan, perspektif seseorang (individu) tentang atau
terhadap sesuatu benda, dengan proses pemahaman melalui panca indera yang
diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, dan disini berpadu dengan harapan
ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat
tersebut (Lidiawati, 2003).

Nilai sumberdaya hutan bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh
masyarakat.Oleh karena itu untuk mendapatkan keseluruhan manfaat yang ada
dilakukan identifikasi setiap jenis manfaat.Keberadaan setiap jenis manfaat ini
merupakan indikator nilai (indikator adanya nilai).Secara struktur sistem,
indikator nilai ini merupakan komponen sistem.Setiap indikator nilai/komponen
sistem inilah yang menjadi sasaran penilaian.Setiap indikator nilai ini dapat
berupa barang hasil hutan, jasa dari fungsi ekosistem hutan maupun atribut yang
melihat pada hutan tersebut dalam hubungannya dengan sosial budaya
masyarakat. Proses pembentukan nilai ditentukan oleh persepsi individu di
masyarakat terhadap setiap komponen (komoditi) dan besarnya nilai ditentukan
juga dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas komponen dari sumberdaya hutan
tersebut (Bahruni, 2004).
Dengan membandingkan pendapatan masyarakat dai luar agroforestry
dengan pendapatan masyarakat dari agroforestry maka kita dapat melihat bahwa
pendapatan yang terbesar diperoleh dari pendapatan dari agroforestri. Pendapatan
dari praktik agroforestri ini cukup besar dibandingkan dengan pendapatan di luar
agroforestry.Keseluruhan pendapatan masyarakat di desa ini berasal dari hutan
dan non hutan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan dari hutan dapat
berupa produk-produk agroforestry yang mereka tanam di lahan agroforestry


Universitas Sumatera Utara

11

mereka, sementara pendapatan dari luar hutan berupa kegiatan lain di luar
kawasan hutan seperti bersawah (Zega dkk, 2013).
Buah manggis memiliki nilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek
yang baik untuk dikembangkan sebagi komiditi ekspor dan tidak ada pesaingnya,
kecuali Malaysia dan Thailand dan negara Amerika Latin. Ekspor

manggis

menempati urutan pertama eksppor buah segar ke mancanegara kemudian di ikuti
oleh buah nenas, mangga, pisang dan pepaya. Buah manggis yang diperdagangkan
pada pasar luar negeri sebagian besar berasal dari kebun rakyat yang belum
terpelihara secara baik dan sisitem produksinya masih tergantung pada alam
(tradisional) (Qosim, 2013).
Tingginya pendapatan disebabkan oleh variasi jenis tanaman yang
dikembangkan merupakan komoditi andalan dan memiliki nilai jual (komersil)
yang tinggi dipasaran. Tanaman jati memberikan kontribusi pendapatan terbesar
kemudian jenis tanaman perkebunan dan tanaman musiman. Tanaman jati
memberikan kontribusi pendapatan yang paling banyak dibanding dengan jenis
tanaman kakao dan kopi, hal ini menunjukan bahwa tanaman jati masih menjadi
pilihan primadona dan merupakan komoditi untuk pasokan kebutuhan industri
(Setiawan, 2014).
Pola penjualannya melalui tengkulak berarti proses penebangan dan
pengangkutanmenjadi tanggunag jawab tengkulak dan secara otomatis retribusi
juga dibebankan ke tengkulak. Akan tetapi jika petani sendiri yang memanen dan
memasarkan kayunya, berarti retribusi tersebut menjadi tanggung jawab petani
(Afriantho, 2008).

Universitas Sumatera Utara

12

Alfian (2000) dalam Suhelmi (2003), salah satu metode perhitungan nilai
ekonomis dari manfaat ekologi adalah dengan teknik membangun variabel pasar
secara langsung bertanya pada individu masyarakat dengan menggunakan
kuesioner adalah konsep kesediaan untuk membayar terhadap barang dan jasa
lingkungan yang diperoleh, serta kesediaan menerima konpensasi (Willingness to
Accept), juga barang dan jasa lingkungan tidak lagi dapat mereka manfaatkan.
Sebagai salah satu sumberdaya alam yang dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, manfaat hutan dapat dubedakan menjadi dua, yaitu : manfaat
tangible (langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata).
Manfaat

tangibleatau manfaat langsung hutan antara lain: kayu, hasil hutan

ikutan, dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible atau manfaat tidak langsung
hutan antara lain: pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan
lingkungan, dan lain-lain. Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat
hutan juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : manfaat marketable dan manfaat
non-marketable. Manfaat hutan non-marketable adalah barang dan jasa hutan
yang belum dikenal nilainya atau belum ada pasarnya, seperti: beberapa jenis
kayu lokal, kayu energi, binatang, dan seluruh manfaat intangible hutan (Affandi
dan patana, 2002).

Universitas Sumatera Utara