Pemetaan Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan dan Pohon Serbaguna (Multi purpose Trees Species) di Kecamatan Payung Kabupaten Karo

TINJAUAN PUSTAKA
Lahan
Lahan mempunyai pengertian yang berbeda dengan tanah (soil), dimana
lahan terdiri dari semua kondisi lingkungan fisik yang mempengaruhi potensi
penggunaannya, sedangkan tanah hanya merupakan satu aspek dari lahan. Konsep
lahan meliputi iklim, tanah, hidrologi, bentuk lahan, vegetasi dan fauna, termasuk
di dalamnya akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas manusia baik masa
lampau maupun masa sekarang (Dent dan Young, 1981).
Kualitas lahan merupakan sifat-sifat yang kompleks dari suatu lahan.
Masing- masing kualitas lahan mempunyai keragaan tertentu yang berpengaruh
terhadap kesesuaiannya untuk suatu penggunaan tertentu. Setiap kualitas lahan
dapat terdiri dari satu atau lebih karateristik lahan (FAO, 1976).
Karateristik lahan merupakan atribut dari lahan yang dapat diukur dan
diduga secara langsung yang berhubungan dengan penggunaan lahan tertentu,
misalnya kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif, curah hujan dan
sebagainya (FAO, 1976). Keberhasilan penanaman banyak ditentukan oleh
kesesuaian antara karateristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman
bersangkutan.
Karateristik lahan tidak dapat berperan secara sendiri-sendiri, akan tetapi
lebih sering merupakan gabungan antara karateristik secara berkaitan. Kombinasi
berbagai karateristik lahan menentukan atau mempengaruhi perilaku lahan

(kulaitas lahan), yakni bagaimana ketersediaan air, perkembangan akar, peredaran
udara, kepekaan terhadap erosi, ketersediaan hara dan sebagainya (Arsyad, 1989).

Universitas Sumatera Utara

Satuan Lahan
Satuan lahan homogen merupakan cara pendekatan dalam inventarisasi
sumberdaya alam (Wiradisastra, 1989). Pengembangan konsep ini biasanya
dikaitkan dengan dipakainya sarana seperti foto udara dan peta tematik untuk
pengumpulan data awal. Dengan menggunakan peta-peta yang tersedia, konsep
satuan lahan dapat didefinisikan dengan jelas dan dapat dideliniasi (dipisahpisahkan, kemudian ditarik batas-batasnya).
Satuan lahan dapat dibangun dengan menumpang tindihkan (overlay)
berbagai parameter lahan yang dapat dipetakan. Pada pendekatan sekarang, satuan
lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam berbagai parameter fisik lahan
(tanah, lereng, penggunaan lahan, derajat kerusakan erosi, dan lain-lain) yang
dapat diidentifikasikan langsung di lapang. Bila salah satu parameter berubah
maka satuan lahan akan berubah pula. Dalam proses evaluasi lahan, satuan lahan
homogen ini dianggap sebagai satuan peta (mapping unit) dengan ciri karateristik
atau kualitas lahan yang akan dipadankan (matching) dengan persyaratan tumbuh
tanaman.

Melihat proses pembentukan satuan lahan homogen dengan cara overlay
dari parameter penyusunnya diatas, maka pendekatannya dinamakan Pendekatan
Sistem Informasi Geografi atau GIS Approach (Wiradisastra, 1989). Sistem
informasi ini terdiri dari set data dan informasi yang telah disusun dalam bentuk
peta-peta sumberdaya alam. Untuk tujuan analisis dengan menggabungkan
berbagai parameter lahan pada suatu evaluasi lahan, maka dilakukan tumpang
tindih peta-peta tersebut yang akan menghasilkan unit area yang mempunyai

Universitas Sumatera Utara

kesamaan sifat yang secara spasial telah terdelini asi dan dianggap mempunyai
sifat sesuai dengan jumlah parameter yang ditumpang tindihkan.
Kualitas dan Karateristik Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang tidak dapat diukur langsung
karena merupakan interaksi dari beberapa karateristik lahan yang mempunyai
pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan-penggunaan
tertentu. Satu jenis kualitas lahan dapat disebabkan oleh beberapa karateristik
lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Karateristik lahan mencakup beberapa faktor yang dapat diukur atau
ditaksir besarnya, seperti lereng, curah hujan, dan tekstur tanah, dan sebagainya.

Sifat-sifat tersebut saling berinteraksi, karena itu apabila karateristik lahan
digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan maka akan menimbulkan
kesulitan. Untuk itulah diperlukan adanya perbandingan antara lahan dan
penggunaanya dalam pengertian kualitas lahan. Masing-masing kualitas lahan
mempunyai keragaman tertentu yang berpengaruh terhadap kesesuaian untuk
suatu penggunaan tertentu. Setiap kualitas lahan dapat terdiri dari satu atau lebih
karateristik lahan (FAO, 1976).
Sitorus (2004) mengemukakan bahwa pengaruh karateristik lahan pada
sistem penggunaan lahan jarang yang bersifat langsung. Sebagai contoh,
pertumbuhan tanaman tidak secara langsung dipengaruhi oleh curah hujan atau
tekstur tanah, tetapi dipengaruhi oleh ketersediaan air dan unsur hara serta aerasi
tanah.
Terdapat beberapa karateristik lahan yang merupakan faktor pembatas
tidak permanen sehingga memerlukan perbaikan dengan pengelolaan sedang,

Universitas Sumatera Utara

yaitu drainase dan pH tanah. Sedangkan yang perlu perbaikan dengan pengelolaan
berat adalah lereng, kedalaman sulfidik, alkalinitas, C-organik, KB dan KTK.
Faktor permanen yang sulit diperbaiki adalah curah hujan, kelembaban, suhu,

tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah (apabila tidak ada lapisan lunak
dibawahnya), genangan, batuan permukaan dan singkapan batuan (Arsyad, 1973).
Tabel 1. Kualitas lahan dan karateristik lahan yang digunakan dalam kriteria
evaluasi lahan
Simbol

Kualitas Lahan

Karateristik Lahan
Temperatur rata (oC) atau elevasi
(m)
1. Curah hujan
2. Lamanya masa kering (bulan)
3. Kelembaban udara (%)
Drainase

tc

Temperatur


wa

Ketersediaan Air

oa

Ketersediaan Oksigen

rc

Media Perakaran

1. Drainase
2. Tekstur
3. Bahan kasar (%)
4. Kedalaman tanah
5. Ketebalan gambut
6. Kematangan gambut

nr


Retensi Hara

1. KTK liat (cmol/100g)
2. Kejenuhan basa (%)
3. pH H2O
4. C-organik (%)

xc

Toksisitas

xn
xs
eh

Sodositas
Bahaya Sulfidik
Bahaya Erosi


fh
lp

Bahaya Banjir
Penyiapan Lahan

1. Alumanium
2. Salinitas/DHL (ds/m)
Alkalinitas (%)
Pirit (bahan sulfidik)
1. Lereng
2. Bahaya erosi
Genangan
1. Batuan di permukaan (%)
2. Singkapan batuan (%)

Sumber : Departemen Pertanian, 1997

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial
No Kualitas dan
karateristik lahan
1

Rejim radiasi

Tingkat
pengelolaan
Sedang Tinggi
-

2

Rejim suhu

-

-


-

3

Kelembaban udara

-

-

-

4

Ketersediaan air
- Bulan kering
- Curah hujan

+
+


++
++

Sistem irigasi/pengairan
Sistem irigasi/pengairan

Media perakaran
- Drainase
- Tekstur
- Kedalaman tanah

+
-

++
+

- Kematangan gambut
- Ketebalan gambut


-

-

Pembutan saluran draianse
Umumnya tidak dapat diperbaiki,
kecuali terdapat terdapat lapisan
padas lunak
-

Retensi hara
- KTK
- pH

+
+

++
++

Penambahan bahan organik
Pengapuran

Ketersediaan hara
- N total
- P tersedia
- K dapat dituakr

+
+
+

++
++
++

Pemupukan
Pemupukan
Pemupukan

Bahaya banjir
- Periode

+

++

- Frekuensi

+

++

Pembuatan tanggul penahan banjir
serta
Pembuatan saluran drainase

Kegaraman
- Salinitas

+

++

Reklamasi

+

++

Pengapuran

-

+

Pengaturan sistem tata air tanah

5

6

7

8

9
10

Toksisitas
- Kejenuhan
Alumanium
- Kedalaman pirit

Jenis perbaikan

-

11

Kemudahan
pengolahan

-

+

Pengatuaran kelembaban tanah utuk
pengelolaan

12

Potensi mekanisasi

-

-

-

13

Bahaya erosi

+

++

Pembuatan teras, penanaman
sejajar kontur, penanaman penutup
lahan

Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka ,2007

Universitas Sumatera Utara

Evaluasi Kesesuaian Lahan
Evaluasi kesesuaian lahan sering juga disebut evaluasi lahan. Evaluasi
lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaanpenggunaan tertentu yang hasilnya digambarkan dalam bentuk peta. Inti dari
evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe
penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat lahan yang dimiliki
oleh lahan yang akan digunakan. Hasil evaluasi lahan merupakan dasar untuk
perencanaan tataguna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara
optimal dan lestari (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).
Evaluasi

lahan

dibedakan

dalam

tiga

tingkat

kerincian,

yaitu:

reconnaissance (tinjau), semi-detil (setengah rinci), dan detil (rinci). Evaluasi
lahan dengan tingkat tinjau dilakukan dalam sekala nasional/provinsi dan
dilakukan secara kualitatif. Evaluasi lahan pada tingkat semi-detil dilakukan untuk
tujuan-tujuan yang lebih khusus dan dilakukan secara kuantitatif. Sedangkan pada
tingkat detil, evaluasi lahan dilakukan untuk perencanaan yang telah pasti dan
dilakukan setelah kepastian melaksanakan proyek diputuskan (Hardjowigeno dan
Widiatmaka, 2007).
Adapun kerangka dasar dari evaluasi sumber daya lahan adalah
membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan
tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut. Sebagai dasar
pemikiran utama dalam prosedur evaluasi adalah kenyataan bahwa berbagai
penggunaan lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Oleh karena itu
dibutuhkan keterangan-keterangan tentang lahan tersebut yang menyangkut
berbagai aspek sesuai dengan rencana peruntukan yang sedang dipertimbangkan

Universitas Sumatera Utara

(Sitorus, 1985). Proses evaluasi lahan mencakup interpretasi hasil survei melalui
penelaahan terhadap: bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim, dan aspek-aspek lahan
lainya (Beek, 1978)
Ada dua cara dalam mengevaluasi lahan yaitu : (1) secara langsung, dan
(2) secara tidak langsung. Pada evaluasi lahan secara langsung, lahan dievaluasi
langsung melalui percobaan-percobaan, misalnya dengan menanam tanaman
untuk melihat pertumbuhan, produktivitas dan kelangsungan tumbuh tanaman
yang akan terjadi. Evaluasi lahan secara langsung mempunyai penggunaan yang
sangat terbatas jika tidak disertai dengan pengumpulan data yang cukup banyak.
Oleh karena itu sebagian besar pengevaluasian lahan dilakukan secara tidak
langsung. Dalam evaluasi secara tidak langsung diasumsikan bahwa tanah tertentu
dan sifat-sifat lain yang terdapat pada suatu lokasi (site) akan mempengaruhi
keberhasilan suatu jenis penggunaan lahan tertentu (Sitorus, 1985).
Informasi tentang sumber daya lahan merupakan data dasar untuk evaluasi
lahan secara tidak langsung. Informasi ini sering merupakan ciri lahan yang dapat
langsung diamati atau dinilai. Pengevaluasian secara tindak langsung biasanya
menggunakan kombinasi antara ciri dan kualitas lahan (Sitorus, 1985).
Menurut FAO (1976), kegiatan yang perlu dilakukan dalam evaluasi lahan
adalah sebagai berikut :
1. Konsultasi pendahuluan, meliputi pekerjaan-pekerjaan persiapan, antara
lain: penetapan tujuan evaluasi, jenis data yang akan digunakan, asumsi
yang akan digunakan dalam evaluasi, kondisi daerah penelitian, intensitas
pengamatan dan tingkat survey.

Universitas Sumatera Utara

2. Penelaahan

terhadap

jenis

penggunaan

lahan

yang

sedang

dipertimbangkan dan syarat-syarat yang diperlukan. Penelaahan terhadap
suatu peta lahan dan kualitas lahan didasarkan pada pengetahuan tentang
syarat-syarat yang diperlukan untuk penggunaan lahan tertentu.
3. Membandingkan penggunaan lahan dengan tipe-tipe sekarang. Ini
merupakan proses penting dalam evaluasi lahan, dimana data lahan,
penggunaan lahan serta informasi ekonomi dan sosial digabungkan dan
dianalisis secara bersama.
4. Klasifikasi kesesuaian lahan
5. Penyajian hasil.
Kesesuaian lahan dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah
diadakan perbaikan (improvement). Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut
ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah,
topografi, hidrologi dan/atau drainase sesuai untuk suatu usaha tani atau
komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al., 2003).
Kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelas
kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial. Kelas kesesuaian
lahan aktual atau kelas kesesuaian lahan pada saat ini adalah kelas kesesuaian
lahan yang dihasilkan berdasarkan data yang ada pada saat ini. Sedangkan kelas
kesesuaian lahan potensial adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan
berdasarkan keadaan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usah perbaikan
sehingga harkat kesesuaian lahanya meningkat (Hardjowigeno, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Soepraptoharjo dan Robinson (1975) mengemukakan bahwa penentuan
kelas kesesuaian lahan didasarkan pada sifat-sifat lahan dan hubungannya dengan
pertumbuhan tanaman tertentu. Menurut FAO (1976), kerangka sistem klasifikasi
kesesuaian lahan terdapat 4 kategori, yaitu:
1. Ordo kesesuaian lahan : menunjukkan jenis atau macam kesesuaian atau
keadaan kesesuaian secara umum.
2. Kelas kesesuaian lahan : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
3. Sub kelas kesesuaian lahan : menunjukkan jenis pembatas atau macam
perbaikan yang diperlukan di dalam kelas.
4. Satuan kesesuain lahan : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang
diperlukan dalam pengelolaan di dalam sub kelas.
Kesesuaian lahan pada tingkat ordo menunjukkan apakah lahan sesuai atau
tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Ordo S : Sesuai (Suitable), lahan yang termasuk ordo ini adalah yang
dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari atau
dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahan.
2. Ordo N : Tidak Sesuai ( Not Suitable), lahan yang mempunyai pembatas
sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan secara lestari.
Kesesuaian lahan pada tingkat kelas adalah pembagian lebih lanjut dari
ordo dan menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari ordo. Penentuan jumlah
kelas didasarkan pada keperluan minimum untuk mencapai tujuan interpretasi dan
umumnya terdiri dari lima kelas yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Kelas S1 (sesuai) yaitu : lahan tidak mempunyai pembatas yang berat
untuk suatu penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas
yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap
produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa
diberikan.
2. Kelas S2 (cukup sesuai) yaitu : lahan yang mempunyai pembataspembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan
mengurangi produktivitas dan keuntungan serta meningkatkan masukan
yang diperlukan.
3. Kelas S3 (sesuai marjinal) yaitu : lahan yang mempunyai pembataspembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari.
Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu
menaikkan masukan yang diperlukan.
4. Kelas N1 (tidak sesuai aktual) yaitu : lahan yang mempunyai pembatas
yang sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak
dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya
rasional.
5. Kelas N2 (tidak sesuai permanen) yaitu : lahan yang mempunyai pembatas
yang sangat berat sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu
penggunaan yang lestari.
Kesesuaian lahan pada tingkat sub kelas mencerminkan jenis-jenis
pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam satu kelas. Setiap kelas
kecuali S1, dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub kelas tergantung jenis
pembatasnya. Jenis pembatas ditunjukkan dengan huruf kecil setelah simbol

Universitas Sumatera Utara

kelas, sedangkan kesesuaian lahan pada tingkat satuan merupakan pembagian
lebih lanjut dari sub kelas.
Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Kesesuaian Lahan
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem yang
berorientasi

operasi

berkaitan

dengan

pengumpulan,

penyimpanan,

dan

manipulasi data yang bereferensi geografis secara konvensional. Operasi ini
melibatkan perangkat komputer

(perangkat keras dan perangkat lunak) yang

mampu menangani data mencakup (input), (b) manajemen data (penyimpanan dan
pemanggilan data) dan (c) manipulasi dan analisis, dan (d) pengembangan produk
dan pencetakan (Aronoff, 1989).
Dalam pemanfaatan SIG, diperlukan tiga tahapan (Borham dan Carter,
1994) yaitu:
1. Mengubah seluruh data yang berhubungan dengan obyek ke dalam
database Sistem Informasi Geografis.
2. Memanipulasi data dan mendapatkan pola spasial yang relevaan dengan
tujuan analisis.
3. Mengkombinasikan keterangan yang didapat untuk menduga keadaan
lapangan.
Pemetaan dapat didefenisikan sebagai suatu teknik dan cara pembuatan
peta sesuai dengan syarat-syarat kartografi, tujuan pemetaan dan kepentingan
pemakai peta (Lawrence, 1971).
Kegunaan pemetaan pada dasarnya meliputi dua aspek, yaitu aspek
pemisahan (delimitasi) dan aspek penarikan batas (deliniasi). Aspek pemisahan
dapat digunakan melalui sistem klasifikasi tanah, sedangkan aspek penarikan

Universitas Sumatera Utara

batas dilakukan melalui pemboran tanah di lapangan. Fungsi peta antara lain
untuk menunjukkan distribusi keruangan dari fenomena-fenomena geografis
termasuk sifat dan karateristik yang posisinya sesuai dengan yang ada di
permukaan bumi. Peta dapat membantu memperluas batas pandang mata manusia
untuk melihat karateristik keruangan lingkungan (Sukoco, 1991).
Penggunaan aplikasi GIS telah banyak digunakan dalam penentuan
kesesuaian lahan. Rahmawaty et.al. (2011) menggunakan aplikasi GIS dalam
menentukan kelas kesesuaian lahan di DAS Besitang untuk beberapa komoditi
pertanian dan perkebunan. Selain menentukan kelas kesesuaian lahan juga
menentukan kelas kemampuan lahan pada lokasi yang sama.
Sastrohartono (2011) juga menggunakan aplikasi GIS dalam penentuan
kesesuaian lahan untuk perkebunan dengan bantuan extensi artifical neural
network (ANN.avx). Dengan bantuan extensi tersebut selain untuk menentukan
kesesuaian lahan juga dapat memperediksi besarnya produksi yang dihasilkan.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Payung terletak pada Provinsi Sumatera Utara yang berada
pada 2o 55” LU dan 97o 55” BT. Tinggi dari permukaan laut berkisar antara 850
s/d 1200 mdpl dengan luas keseluruhan 47,24 km2.
Secara administrasi Kecamatan Payung berbatasan dengan Kecamatan
Tiganderket dan Naman Teran di sebelah Utara, Kecamatan Munte di sebelah
Selatan, Kecamatan Tiganderket di sebelah Barat dan Kecamatan Simpang Empat
di sebelah Timur. Jarak kantor camat ke ibukota Provinsi Sumatera Utara berkisar
93km (Kecamatan Payung dalam angka, 2011).

Universitas Sumatera Utara