BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Chapter II (494.6Kb)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kanker serviks adalah kanker primer dari serviks (kanalis servikalis

  atau porsio). Perjalanan penyakit karsinoma sel kuamosa serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan dimulai dari proses karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga tumbuh menjadi kanker invasif. Lebih dari 20 tahun penelitian proses karsinogenesis karsinoma sel skuamosa serviks diteliti dan diamati, sehingga diketemukan proses yang terjadi akibat pengaruh faktor karsinogen dan faktor serviks sendiri. Virus human papilloma virus (HPV) menjadi perhatian yang risiko masuknya karsinogen E6 dan E7, kedua protein tersebut merupakan

  15 karsinogen kanker serviks uterus.

2.1. Etiologi

  Dalam beberapa tahun terakhir, biologi molekular memberikan keterangan hubungan antara infeksi persisten dengan genotip HPV risiko tinggi dan kanker serviks.Infeksi HPV terdeteksi pada 99,7% kanker serviks, sehingga infeksi HPV merupakan infeksi yang sangat penting pada perjalanan penyakit kanker serviks uterus. Pada penelitian kasus-kontrol, prevalensi infeksi HPV pada kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa dijumpai sejumlah 78,4-98,1% (metaanalisis 12 negara). Prevalensi infeksi HPV pada kanker serviks jenis adenokarsinoma dijumpai sejumlah 85,7- 100% (metaanalisis 9 negara). Pada penelitian kasus-kontrol juga dijumpai adanya infeksi HPV pada lesi prakanker dan kanker invasif. Kejadian infeksi HPV risiko tinggi dijumpai sejumlah 80% pada NIS II, 90% pada NIS III dan

  15,20,21 sejumlah 98% pada karsinoma serviks invasif.

  Hubungan sebab akibat ini menjanjikan pencegahan kanker serviks global dengan menggunakan baik pencegahan primer melalui vaksinasi HPV pada wanita muda maupun pencegahan sekunder dengan menskrining langsung HPV karsinogenik pada wanita yang lebih tua. Dua vaksin HPV yang telah disetujui oleh FDA adalah Gardasil (quadrivalent) dan Cervarix

  20 (bivalent).

  terjadinya kanker serviks antara lain multiparitas, merokok, kontrasepsi hormonal, penyakit hubungan seksual, dan faktor nutrisi. Pada berbagai penelitian disebutkan bahwa, menikah pada usia kurang dari 16 tahun, memiliki pasangan seksual lebih dari satu, keputihan kronis, hygiene genital yang buruk dan status sosio-ekonomi yang rendah juga menunjukkan risiko yang lebih besar untuk terjadinya kanker serviks daripada wanita yang tidak memiliki faktor-faktor risiko tersebut. Sehingga faktor-faktor risiko tersebut dapat dikaitkan dengan progresifitas penyakit, stadium penyakit, luaran dan

  13-15 respon terapi.

  Selama ini telah dikenal lebih dari 200 tipe HPV, diantaranya ada yang berisiko rendah seperti tipe 6 dan 11 yang berkaitan dengan kondiloma dan displasia ringan. Sedangkan tipe risiko tinggi seperti tipe 16, 18, 31, 33, dan 35 dihubungkan dengan displasia ringan dan karsinoma insitu. Tipe HPV yang benar-benar karsinogenik untuk manusia dan berkaitan erat dengan

  15 timbulnya kanker serviks adalah tipe 16 dan 18.

  Hasil pemeriksaan sitologi eksploratif dari ekto dan endo-serviks yang positif tidak boleh dianggap diagnosis pasti. Diagnosis harus dapat dipastikan dengan pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diperoleh dengan

  13,15 melakukan biopsi.

2.2. Lesi Prakanker Serviks

  Istilah lesi prakanker leher rahim (displasia serviks) telah dikenal luas

  

(cervical intraepithelial neoplasia).Keadaan ini merupakan awal dari

  perubahan menuju karsinoma leher rahim.Infeksi Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang menjadi neoplasia intraepitel serviks (NIS).

  Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV resiko-tinggi dan 80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS dan

  13 HPV akan hilang dalam waktu 6-8 bulan.

  Dalam hal ini respons antibody terhadap HPV risiko-tinggi yang berperan.Dua puluh persen sisanya berkembang menjadi NIS dan sebagian besar yaitu 80% virus menghilang kemudian lesi juga menghilang.Maka, yang berperan adalah cytotoxic T-cell.Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi menjadi kanker invasif. HPV risiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3

  13 atau kanker invasif, tetapi bisa menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2.

  Terdapat hubungan yang kuat antara derajat NIS dengan infeksi HPV.Pada NIS I atau LSIL infeksi yang dijumpai umumnya infeksi HPV tipe 6 atau 11.Kedua HPV ini tidak menyebabkan progresifitas ke derajat yang lebih tinggi.Pada HSIL terdapat hubungan yang kuat dengan infeksi HPV 16 dan 18, kedua tipe ini merupakan tipe yang mempunyai onkoprotein. Infeksi ini menyebabkan perubahan lesi pada NIS II tanpa melalui NIS I. Dengan

  15 demikian terdapat dua alur perjalanan penyakit pada lesi prakanker.

  Sejak diperkenalkannya tes Papanicolaou (Pap) pada tahun 1950, insidensi dan mortalitas kanker serviks skuamosa invasif (Saslow, 2002).Setiap tahun, sekitar 7% wanita di Amerika Serikat yang menajlani skrining ini memiliki hasil sitologi abnormal yang memerlukan respon klinik (Jones, 2000). Dengan demikian, bagian ginekologi sering melibatkan

  22 diagnosa dan penatalaksanaan penyakit preinvasif lower genital tract (LGT).

  2.3. Gambaran Klinis

  Adapun stadium kanker serviks berdasarkan FIGO tahun 2008 sebagaiberikut:

  Stadium 0

  Kanker noninvasive, kanker dini ini kecil dan hanya terbatas pada permukaan serviks.

  Stadium I

  Kanker hanya terbatas pada serviks Ia : Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara mikroskopik kedalamannya 3 – 5 mm dari epitel basah dan memanjang tidak lebih dari 7 mm.

  Ia1 : kedalaman lesi ≤3 mm, luas ≤7 mm

  Ia2 : kedalaman lesi 3-5 mm, luas ≤7 mm

  Ib1 : dimensi terbesar lesi ≤4 cm

  Ib2 : dimensi terbesar lesi >4 cm

  Stadium II

  Kanker pada stadium ini termasuk serviks dan uterus, namun belum menyebar ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina.

  IIa : Penyebaran hanya ke 2/3 proksimal vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor

  IIa1 : dimensi terbesar lesi ≤4 cm

  IIa2 : dimensi terbesar lesi >4 cm

  IIb : Penyebaran hanya ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum sampai dinding panggul

  Stadium III

  Kanker pada stadium ini telah menyebar dari serviks dan uterus ke dinding pelvis atau bagian bawah vagina.

  IIIa : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul

  IIIb : Penyebaran sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal / hidronefrosis.

  Stadium IV

  kemih atau rectum, atau telah menyebar ke daerah lain di dalam tubuh, seperti paru-paru, hati atau tulang.

  IVa : Telah bermetastasis ke organ sekitar

  14,15 IVb : Telah bermetastasis jauh.

  Walaupun telah terjadi invasi tumor ke dalam stroma, kanker serviks masih mungkin tidak menimbulkan gejala.Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami sehabis senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma

  15,20 serviks (75-80%).

  Tanda yang lebih klasik adalah perdarahan bercak yang berulang, atau perdarahan bercak setelah bersetubuh atau membersihkan vagina. Dengan makin tumbuhnya penyakit, tanda menjadi semakin jelas. Perdarahan menjadi semakin banyak, lebih sering, dan berlangsung lebih lama. Namun, terkadang keadaan ini diartikan penderita sebagai perdarahan yang sering dan banyak. Juga dapat dijumpai sekret vagina yang berbau terutama dengan massa nekrosis lanjut. Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak diimbangi dengan pertumbuhan pembuluh darah ( angiogenesis) agar mendapat aliran darah yang cukup. Nekrosis ini

  15 Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga di luar sanggama (perdarahan spontan).

  Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual, atau janda yang sudah mati haid (menopause) bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta pertolongan. Perdarahan spontan saat berdefekasi terjadi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka

  15,22 datang ke dokter.

  Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi, perlu dicurigai adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat dari perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding sklerotik yang meradang. Gejala lain yang dapat timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh.

  Sebelum tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF= Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang

  15,22 menyebabkan obstruksi total.

  Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikansecara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh timyang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan.Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga

  2,3 cara yaitu: histerektomi, radiasi, dan kemoterapi.

2.4.1 Histerektomi

  Pembedahan adalah cara lama yang hingga saat ini masih digunakan dalam menangani penderita kanker. Namun demikian cara pembedahan tidak senantiasa memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan dalam arti penyembuhan misalnya pada penderita yang mengalami metastase, resiko operasi lebih besar daripada kankernya dan penderita yang cacat pasca bedah. Pada umumnya pembedahan dilakukan pada penderita-penderita dengan tumor primer yang masih dini atau pengobatan paliatif dekompresif.

  Akan tetapi diluar keganasan hematologi untuk semua penderita kanker seyogyanya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli bedah sebelum

  4,5 melakukan tindakan lebih lanjut.

  Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untukmengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

  Pada penatalaksanaan kanker serviks biasanya dilakukan histerektomi radikal

  2 pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

2.4.2. Radiasi

  Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks sertamematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang

  23 diberikan secara selektif pada stadium IV A.

  Radioterapi umumnya dilakukan apabila secara lokal-regional pembedahan tidak menjamin penyembuhan atau bilamana pembedahan radikal akan mengganggu struktur serta fungsi dari organ yang bersangkutan. Berhasil tidaknya radiasi yang akan diberikan tergantung dari banyak faktor antara lain sensitivitas tumor terhadap radiasi, efek samping yang timbul, pengalaman dari radioterapist serta penderita yang kooperatif. Seperti halnya pembedahan, radiasipun bisa bersifat kuratif ataupun paliatif misalnya pada penderita-penderita metastase tulang atau sindroma vena cava

  23 superior.

2.4.3. Kemoterapi

  Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler.Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan

  23 keuntungan yang memuaskan.

2.4.4. Adjuvan Kemoradiasi

  Terapi utama kanker serviks meliputi operasi dan radiasi karena kanker serviks merupakan kankerginekologik yang kurang sensitif terhadap kemoterapi. Pada kanker serviks stadium IIB-IVA, FIGO merekomendasikan terapi baku yaitu radiasi eksterna dan brachyterapy, konkomitan dengan kemoterapi yang dikenal dengan sebutan kemoradiasi.Interaksi antara berpengaruh terhadap populasi sel tumor yang berbeda-beda. Penurunan populasi sel tumor setelah radiasi disebabkan karena efek kemoterapi, kelompok sel tumor yang berpindah dari fase G pada siklus sel menuju fase yang respons terhadap terapi akan meningkat, oksigenasi tumor yang meningkat selama radiasi akan meningkatkan aktivitas sitostatika dan radiasi sendiri akan mengecilkan massa tumor. Kemoradiasi akan berefek langsung pada sitotok-sisitas sel tumor, sinkronisasi sel tumor, serta menghambat perbaikan sel tumor pada keadaan sublethal karena radiasi. Tujuan kemoterapi sesudah kemora-diasi adalah untuk mematikan mikrometastase

  20,23 sel tumor yang lolos dari radiasi. Secara teori mekanisme biologi dari kemoradiasi merupakan gabungan antara aktivitas sitostatika dan radiasi, yang bekerja pada fase siklus sel yang berbeda serta sub populasi sel tumor yang berbeda pula. Fraksinasi radiasi akan menurunkan repopu-lasi sel tumor, meningkatkan pengumpulan kembali sel tumor dari fase G0 ke fase siklus sel yang respons terhadap terapi, serta

  20 menghambat perbaikan sel yang sublethal karena kerusakan radiasi.

  Cisplatin bersama hydoxyurea dan fluorouracil merupakan kemoterapi yang bersifat meningkatkan radiosensitivitas. Pada beberapa penelitian dikatakan bahwa keadaan anemia akan memberikan respons terapi yang kurang optimal dan akan mengurangi survival pada wanita yang menjalani radioterapi atau kemoradiasi. Selain itu, perlu dipertimbangkan bahwa radiosensitisasi dengan menghambat perbaikan sel tumor yang subletal, kemampuan mematikan sel tumor yang rusak karena radiasi serta sensitisasi

  20 sel yang hipoksia.

  Setelah menjalani terapi primer kanker serviks baik operasi maupun radiasi ternyata 40% penderita masih memiliki residual tumor, metastasis jauh, dan atau relaps. Inilah salah satu hal yang mendorong para ahli untuk mencari modalitas terapi lain yaitu pemberian kemoterapi pada kanker serviks dan karena kanker serviks kurang sensitif terhadap kemoterapi maka mereka

  20 para ahli berusaha menemukan rejimen yang efektif.

2.5. Evaluasi Respon Terapi

  Response Evaluation Criteria in Solid Tumors (RECIST) digunakan untuk mengukur efek kemoterapi pada pasien dan sekarang digunakan pada seluruh uji klinis. Dokumentasi dasar dari lesi “target” dan “nontarget” sebelum penatalaksanaan pada uji klinis masih mendasar. Seluruh lesi yang terukur hingga maksimum 5 lesi per organ dan total 10 lesi, representasi seluruh organ yang terlibat, harus diidentifikasi sebagai lesi target dan dicatat dan diukur pada garis dasarnya. Lesi target harus dipilih berdasarkan ukurannya (lesi dengan diameter terpanjang) dan kesesuaiannya untuk pengukuran ulang yang akurat (baik secara klinis atau dengan teknik

  20 pencitraan).

  Tabel 2.1.Definisi Respon Terapi Kriteria RECIST Definisi Respon RECIST Complete Ketiadaan seluruh lesi target response (CR) Partial response

  Setidaknya pengurangan 30% jumlah diameter (PR) terpanjang lesi target (LD) terhadap pengukuran awal jumlah diameter terpanjang.

  Progressive Setidaknya peningkatan 20% jumlah diameter terpanjang

disease (PD) lesi target, dibandingkan jumlah terkecil diameter

terpanjang yang tercatat sejak terapi dimulai atau munculnya satu atau lebih lesi baru.

  Stable disease Tidak cukup pengurangan besar massa untuk dikualifikasikan pada PR ataupun peningkatan besar

  

(SD) massa untuk dikualifikasikan pada PD, dibandingkan

jumlah terkecil diameter terpanjang sejak terapi dimulai.

  Jumlah diameter terpanjang (longest diameter-LD) pada seluruh lesi target dihitung dan dilaporkan sebagai jumlah dasar LD. Jumlah dasar LD digunakan sebagai referensi untuk mengkarakteristikkan respon tumor objektif. Seluruh lesi lain (atau tempat penyakit) diidentifikasikan sebagai lesi non target. Dan juga dicatat sebagai garis dasar. Pengukuran lesi ini tidak diperlukan, tetapi keberadaan atau ketiadaan masing-masing harus dicatat

  20 selama tindak lanjut (follow-up).