BAB II PEMBAHASAN - Pengertian, Peranan dan Fungsi Kurikulum

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Peranan dan Fungsi Kurikulum
1.

Pengertian Kurikulum
Dari segi bahasa, kurikulum berasal dari bahasa Latin, curriculum yang semula
berarti a running course or race course, yaitu suatu jarak yang harus ditempuh oleh
pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal hingga akhir. Selain itu kata
kurikulum juga terdapat dalam bahasa Prancis, courier yang artinya to run yang
berarti berlari. Dari akar kata tersebut terlihat bahwa kurikulum adalah suatu istilah
yang berhubungan dengan kegiatan olahraga atau atletik, yaitu jarak yang harus
ditempuh dalam suatu perlombaan berlari.
Pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti
sejumlah mata pelajaran pada peguruan tinggi. Di dalam kamus tersebut (Webster),
kurikulum diartikan dalam dua macam, yaitu:
a. Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari murid di sekolah
atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
b. Sejumlah mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau
suatu departemen.
Menurut pandangan lama, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang

harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah.
Sedangkan menurut pandangan baru ialah kurikulum yaitu segala usaha dan
kegiatan sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, baik didalam kelas, halaman
sekolah maupun di luar sekolah.

2.

Peranan kurikulum
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan secara
sistematis mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan para siswa.
Ada tiga jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat penting, yaitu:
a. Peranan Konservatif
Peranan yang dimana salah satu tanggung jawab kurikulum adalah
mentranmisikan dan mentafsirkan warisan sosial kepada generasi muda. Dengan
demikian, sekolah sebagai suatu lembaga sosial yang dapat mempengaruhi dan

membina tingkah laku para peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
ada dalam masyarakat.
b.


Peranan Kritis dan Evaluatif
Kebudayaan senantiasa berubah dan bertambah, sekolah tidak hanya
mewariskan kebudayaan yang ada melainkan juga menilai, memilih unsur-unsur
kebudayaan yang akan diwariskan.
Dalam hal ini kurikulum berpartisipasi dalam kontrol sosial dan menekankan
pada unsur berfikir kritis.

c.

Peran Kreatif
Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti
mencipta dan menyusun yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan
masa mendatang dalam masyarakat.

3.

Fungsi Kurikulum
Disamping kurikulum memiliki peranan, juga kurikulum mengemban atau
memiliki atau mengemban berbagai fungsi. Berkaitan dengan fungsi kurikulum
sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum, yaitu :


a. Fungsi Penyesuaian (The adjustive of adaftive function)
Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu
mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan
bersifat dinamis. Oleh karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
b. Fungsi Pengintegrasian (The integrating function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya
merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa
harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi
dengan masyarakatnya.
c. Fungsi Difereansiasi (The differentiating function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu

siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang
harus dihargai dan dilayani dengan baik.

d. Fungsi Persiapan (The propaedeutic function)
Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang
pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan
siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak
dapat melanjutkan pendidikannya.
e. Fungsi Pemilihan (The selective function)
Fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih
program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi
pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena
pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun
secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
f.

Fungsi Diagnostik (The diagnostic function)
Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan

menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila siswa sudah
mampu memahami kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada
dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan
yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.

A.

Prinsip pengembangan kurikulum IPS
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan
kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai
suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsipprinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan
sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu
lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang
berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga
akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu
pengembangan kurikulum.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok :

A. Prinsip-prinsip umum :

1. Relevans
2.
Fleksibilitas
3.
Kontinuitas
2. Praktis
3. Efektivitas
B. Prinsip-prinsip khusus :
1. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
2. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan
3. Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar
4. Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran
5. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip
dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi, secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki
relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis),
tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan

kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang
dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan
kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar
bekang peserta didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara
vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang
disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam
tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan
jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum
dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara
optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan
kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas
maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta

didik dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

2. Beragam dan Terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta
didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan
agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender.
Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan
pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan
kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi

kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir,
keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional
merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian
keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum
mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan
informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah


Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C.

Pengembangan kurikulum IPS
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya
mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi.
Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja
kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan
perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik.
Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha
mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional.
Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk
menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian
program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri.
Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait

langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak
orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur
masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.
Kurikulum Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Dasar 2006 yang
ditetapkan berdasarkan berdasarkanKeputusan Menteri Pendidikan Nasional RI
Nomor 22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006, mempunyai karakteristik tersendiri
karena kurikulum IPS yang mulai berlaku tahun pelajaran 2006 itu tidak menganut
istilah pokok bahasan, namun cukup simpel, yakni Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar, hal ini jauh lebih sederhana dibandingkan dengan kurukulum
sebelumnya dan jam pelajaran relatif lebih sedikit per minggunya. Kesemuanya
inimemberikan peluang yang luas bagi gurusebagai pengembang kurikulum untuk
berkreasi dalam pengembangan kurikulum yang mengacu pada pembelajaran IPS
yang PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Ditangan
gurulah, kurikulum ini dapat hidup dan berkembang karena pengembangan materi
kurikulum akan baik apabila sesuai dengan tingkat perkembangan nalar siswa,
perbedaan perseorangan/individu dan kemampuan daya serap siswa, suasana
pembelajaran yang kondusif, serta sarana dan sumber belajar yang tersedia.
Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum Tahun 2006 lebih simpel
dan efektif, namun memiliki nuansa yang padat dan memiliki paradigma baru dalam
pembelajaran IPS. Hal ini diharapkan agar guru dapat mandiri, mau dan mampu
menentukan sendiri pendekatan, metode dan alat evaluasi yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi yang dihadapi. Dengan demikian, nyata sekali bahwa peran
guru sebagai perencana dan pelaksana kegiatan belajar mengajar sangat penting
dan keterlibatan dan keikutsertaan secara aktif kedua belah pihak, yaitu guru dan
siswa akan mewarnai kegiatan belajar mengajar yaang digaraapkan.
Selain hal tersebut, apabila kita simak uraian materi pada kurikulum
pendidikan IPS SD tahun 2006 bersifat hanya memberi rambu-rambu untuk

kedalaman dan ketulusan materi dalam mencapai kompetensi dasar yang
diharapkan, disini aspirasi setempat (muatan lokal) dapat dituangkan dalam proses
pembelajaran IPS Terpadu. Di dalam kompetensi dasar, terdapat kata kerja
operasional yang menunjukam cara pembelajaran yang disarankan.
Apabila ditelaah maka kata kerja operasional tersebut mengacu pada cara
belajar aktif, misalnya membuat, menunjukan, menceritakan, mencari,
menggunakan, mengamati, dan menggambar.
Materi pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Dasar terdiri dari
materi Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi. Materi IPS SD tidak tampak
secara nyata, namun tertata secara terpadu dalam standar kompetensi yang dimulai
sejak kelas satu sampai kelas enam. Pembelajaran IPS pada kelas 1 sampai kelas 3
dilaksanakan melalui pendekatan pelajaran.
Berbeda halnya dengan kurikulum IPS 1994 materi pelajaran ditata secara
lebih terpadu dan lebih sederhana dari pada materi kurikulum IPS 1986 dan
kurikulum IPS 1975 yang masih tampak berdiri sendiri-sendiri, namun dalam
kurikulum IPS Tahun 2006 tertata dalam standar kompetensi dari kelas 1 samapi
kelas 6. Materi kurikulum IPS 1994 merupakan korelasi antara berbagai ilmu atau
disiplin ilmu penunjangnya. Dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya, yakni
kurikulum IPS 1986, 1975, dan 1968, yang belum tampak korelasi adalah kurikulum
IPS 1968 dimana materi IPS masih berdiri sendiri-sendiri secara terpisah dan
merupakan broad-field antara ilmu Bumi, Sejarah dan Pengetahuan
Kewarganegaraan.
Dalam kurikulum 1975 unsur pendidikan kewarganearaan dalam IPS mulai
dipisahkan dan dijadikan bidang studi tersendiri dengan nama Pendidikan Moral
Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1994 antara IPS dan PMP tetap terpisah hanya
PMP mengalami perubahan nama menjadi pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKN). PPKN diajarkan sejak kelas 1, sedang IPS diajarkan
mulai kelas 3.
Ditinjau dari segi kurikuler, kurikulum1964 lebih menekankan un sur tujuan
pendidikan kewargaan negara/moral. Bahkan dalam kurikulum1968 lebih menonjol.
Unsur tersebut dalam kurikulum 1975, 1986, 1994 terwadahi dalam bidang studi
PMP/PPKN. Dari segi penyusunan tujuan kurikuler, kurikulum 1994 sama dengan
kurikulum 1986, yakni 4 tujuan kurikuler IPS, masing-masing 1 tiap kelas dan 3
tujuan kurikuler Sejarah Nasional masing-masing 1tiap 1 kelas.
Dari segi lingkup bahan pengajaran, Kurikulum 1994 tetap menggunakan
pendekatan spiral (yakni pengajaran yang dimulai darilingkungan terdekat dan
sederhana sampai kepada lingkungan yang makin luas dan kompleks) yang pada
dasarnya pendekatan ini diterapkan pada Kurikulum 1964, 1968, 1975 dan 1986.
Khusus untuk Sejarah Nasional, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
periodisasi yaitu penyampaian bahan pelajaran dimulai dari zaman kuno sampai
dengan sejarah kontemporer. Dalam kurikulum 1994 materi sejarah nasional
ditambah dengan Sejarah Lokal sedang dalam Kurikulum 1968, 1975 dan 1968
pendekatan periodisasi tetap digunakan, hanya pada Kurikulum 1986 materi Sejarah
Nasional terdapat pula bidang Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).

Dari segi materi Kurikulum, secara umum dapat dikatakan bahwa sejak
Kurikulum 1964 dengan Kurikulum 1986 memperlihatkan perkembangan materi
yang semakin padat dan serat, namun dalam Kurikulum 1994 materi mulai
disederhanakan dan diserahkan kepada guru selaku pengembang kurikulum untuk
memperluas dan memperdalam materi. Hal ini terlihat hanya terdapat 29 pokok
bahasan, sedangkan dalam kurikulum 1968 terdapat 39 pokok bahasan. Sebagai
perbandingan jumlah pokok bahasan pada Kurikulum 1964 sebanyak 18,
Kurikulum1968 sebanyak 19dan Kurikulum 1975 sebanyak 29 pokok bahasan.
Dari segi alokasi waktu yang disediakan, pada dasarnya antara
kurikulum1986 dengan Kurikulum 1994 jumlah waktu yang disediakan tidak
mengalami perbedaan yang berarti, namun dalam kurikulum IPS 2006 alokasi waktu
relatif lebih sedikit yakni 3 jam dalam 1 minggu ( 3 x 35 menit ). Perbedaan yang
esensi terletak pada jumlah pokok bahasan karena Kurikulum 1986 padat dan serat
dengan materi sehingga kedalaman dan keluasaan materi cenderung dibatasi
sedangkan Kurikulum 1994 kedalaman dan keluasan materi diserahkan kepada guru
selaku pengembang kurikulum dan Kurikulum 2006 lebih simpel lagi.