Layanan Bimbingan dan Konseling yang Mem

Layanan Bimbingan dan Konseling yang
Memandirikan Orang Difabel
Zaen Musyirifin

Latar Belakang Masalah

S

etiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidupnya.
Tidak semua orang mampu mengatasi masalahnya
sendiri. Manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki
makna bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain, baik orang yang normal maupun yang
berkebutuhan khusus atau difabel. Oleh karena itu, setiap
orang pada dasarnya membutuhkan layanan bimbingan
dan konseling. Dalam etika profesi bimbingan dan konseling disebutkan bahwa setiap orang memiliki hak untuk
mendapatkan layanan bimbingan dan konseling tanpa
memandang suku, agama, dan budaya.1 Dengan demikian,
setiap orang (baik normal maupun berkebutuhan khusus,
apa pun suku, agama, dan budayanya) memiliki hak mendapatkan layanan bimbingan dan konseling. Syamsu
Yusuf2 menjelaskan, bimbingan dan konseling adalah proses pemberian bantuan konselor kepada individu secara

berkesinambungan agar mampu memahami potensi diri
1

Etika Profesi Bimbingan dan Konseling

2

Syamsu Yusuf, Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Bandung:
Rizqi Press. 2009), hlm. 38–39.
BaB IV : KEBERPIHaKaN DaN KEPEDULIaN ...
Zaen - Layanan Bimbingan ...

| 161

dan lingkungannya, menerima diri, mengembangkan dirinya
secara optimal, dan menyesuaikan diri secara positif dan
konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan
budaya). Proses pemberian bantuan oleh konselor kepada
konseli bertujuan agar konseli mampu menyelesaikan
masalah yang dihadapinya dan mengembangkan potensi

yang dimilikinya seoptimal mungkin secara mandiri. Di
sini bantuan tidak hanya diberikan kepada anak yang normal, anak berkebutuhan khusus atau difabel juga perlu
mendapatkannya.
Tulisan ini merupakan integrasi antara refleksi terhadap isu difabel dengan refleksi kunjungan Sekolah Lintas
Iman (SLI). Berdasarkan hasil observasi dan refleksi selama
kunjungan SLI ke berbagai lembaga difabel, diketahui
bahwa ada sebagian orang yang menjadi difabel sejak
lahir dan ada juga yang disebabkan suatu peristiwa dalam
hidupnya. Masalah lain yang muncul adalah sebagian besar
masyarakat masih ada yang menganggap kecacatan atau
kelainan yang disandang oleh anak berkebutuhan khusus sebagai kutukan, penyakit menular, gila, dan lain-lain.
Akibatnya orang-orang difabel dan keluarganya ada yang
dikucilkan oleh masyarakat. Ada di antara orang-orang
difabel yang menarik diri tidak mau berbaur dengan masyarakat karena merasa cemas dan terancam.
Kondisi tersebut tentunya membawa dampak langsung
maupun tidak langsung terhadap tumbuh kembang orangorang difabel, bahkan terhadap keluarganya (orang tuanya). Thompson dkk. (2004) menyatakan bahwa pandang162 |

KEPEDULIaN DaN KEBERPIHaKaN LINTaS IMaN
UNTUK KaUM DIFaBEL


an atau penilaian negatif dari lingkungan terhadap ABK
dan keluarganya merupakan tantangan terbesar selain kecacatan yang disandang oleh ABK itu sendiri dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh yang bersangkutan
beserta keluarganya. Dampak yang jelas sering ditemui
adalah terhadap konsep diri, prestasi belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang. Pandangan negatif dari
masyarakat terhadap kecacatan menyebabkan citra diri
orang-orang difabel menjadi negatif.
Untuk mencegah munculnya dampak negatif yang
berkepanjangan di masyarakat dan memfasilitasi orangorang difabel untuk mengembangkan diri, maka dibangun
lembaga-lembaga yang peduli terhadap orang-orang difabel. Lembaga-lembaga tersebut dibangun dengan tujuan
untuk memandirikan orang-orang difabel. Namun, layanan
bimbingan dan konseling belum sepenuhnya diterapkan di
lembaga-lembaga tersebut, padahal orang-orang difabel
juga membutuhkan layanan yang mendukung berkembangnya potensi diri untuk mencapai perkembangan
yang optimal. Layanan bimbingan dan konseling perlu
dilaksanakan sebagai program pengembangan diri karena
layanan ini tidak hanya diterapkan di dunia pendidikan,
tetapi juga di lembaga-lembaga nonpendidikan. Dari latar
belakang masalah tersebut dapat dirumuskan masalahnya,
yaitu: Bagaimana layanan bimbingan dan konseling yang
memandirikan orang-orang difabel?


BaB IV : KEBERPIHaKaN DaN KEPEDULIaN ...
Zaen - Layanan Bimbingan ...

| 163

Telaah Pustaka

Untuk menemukan letak perbedaan topik tulisan refleksi di antara penelitian-penelitian yang sudah ada, penulis juga menelaah beberapa penelitian yang sudah ada yang
berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling untuk difabel. Di antaranya, penelitian yang dilakukan oleh
Maryam B. Gainau,3 yang menjelaskan pada dasarnya anak
berkebutuhan khusus (ABK) memiliki permasalahan yang
relatif sama dengan anak pada umumnya. Oleh karena
itu, diperlukan seorang konselor untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi anak, baik akademik maupun
non-akademik, dengan memberikan layanan agar anak
berkebutuhan khusus dapat mengembangkan potensi, meningkatkan prestasi belajar, dan dapat bersosialisasi dengan anak-anak normal lainnya dan dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
Rizki Setiyaningtiyas4 menyimpulkan bahwa siswa penyandang cacat fisik yang memiliki kepercayaan diri rendah
dapat ditingkatkan dengan layanan konseling realita. Hal ini
dibuktikan dengan adanya perubahan dan perkembangan

pada setiap klien setelah diberi konseling. Berkaitan
3

4

Maryam Gainau, Pemberdayaan Anak Berkebutuhan Khusus Melalui
Bimbingan dan Konseling, Jurnal Pendidikan Luar Biasa Universitas
Negeri Surabaya, Vol . 9: 1 (April, 2013).

Rizki Setiyaningtiyas, Peningkatan Kepercayaan Diri Penyandang Cacat
Fisik dengan Pendekatan Konseling Realita di Sekolah Luar Biasa Bagian
Cacat Fisik YPAC (Yayasan Pembinaan Anak Cacat) Semarang Tahun
2009/2010 (Studi Kasus pada 3 Siswa Kelas XI SMALB.D1 YPAC Semarang
Tahun 2009/2010), Skripsi tidak diterbitkan, (Semarang: Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES 2010).

164 |

KEPEDULIaN DaN KEBERPIHaKaN LINTaS IMaN
UNTUK KaUM DIFaBEL


dengan strategi layanan BK bagi orang-orang difabel juga
sudah dikaji oleh Umi Aisyah,5 yang dalam penelitiannya
ini menemukan empat komponen layanan dengan masingmasing strategi yang di dalamnya terdapat strategi bimbingan teman sebaya. Namun, strategi bimbingan teman
sebaya tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan di MTs
Yaketunis.
Dari telaah pustaka beberapa penelitian di atas dan dari
refleksi SLI selama kunjungan ke beberapa lembaga, penulis
mencoba mengklasifikasikan layanan bimbingan dan konseling yang dapat dilaksanakan untuk memandirikan
orang-orang difabel sebagai salah satu tujuannya.
Pembahasan

Bimbingan dan konseling dalam pendidikan formal
maupun nonformal dilaksanakan sebagai sarana untuk
pengembangan diri seseorang. Syamsu Yusuf6 menjelaskan
tujuan pemberian layanan bimbingan di antaranya adalah
agar seseorang dapat mengembangkan seluruh potensi
atau kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin. Selain
itu juga agar dapat menyesuaikan diri dan mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam keadaan yang
lebih luas.


5

Umi Aisyah, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Siswa Tuna­
netra MTs Yaketunis Yogyakarta, Tesis tidak diterbitkan, (Yogyakarta:
Prodi Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2014).

6

Syamsu Yusuf, Program Bimbingan dan Konseling, hlm. 49.
BaB IV : KEBERPIHaKaN DaN KEPEDULIaN ...
Zaen - Layanan Bimbingan ...

| 165

Dari penjelasan tentang tujuan layanan bimbingan dan
konseling dengan dikaitkan kode etik profesi bimbingan
dan konseling yang sudah dijelaskan dalam latar belakang
di atas, dapat dipahami bahwa semua orang (normal maupun difabel) berhak mendapatkan layanan bimbingan dan

konseling yang bertujuan untuk memandirikan seseorang
atau sekelompok orang (klien). Dalam hal ini, Robert L.
Gibson dan Marianne H. Mitchell7 menjelaskan bahwa harus
dicatat meskipun isu-isu pengembangan karier individu penyandang cacat akan menjadi mirip dengan yang dialami
semua populasi lain yang tidak cacat, penanganan terhadap
kelompok khusus ini memang memerlukan strategi perencanaan lebih matang dan luas, termasuk memberikan pendidikan tambahan dan keterampilan spesifik.
Berkaitan dengan pemberian keterampilan spesifik
kepada orang-orang difabel, semua lembaga pemerhati
difabel yang sudah dikunjungi oleh SLI ke-6 sudah memberikan bekal keterampilan khusus yang dapat diaplikasikan dalam karier komunitas difabel tersebut. Namun,
kiranya hal tersebut masih perlu ditambah dengan layanan
bimbingan dan konseling, seperti konseling kelompok
dan bimbingan sebaya (peer guidance). Oleh karena itu,
calon sarjana atau sarjana bimbingan dan konseling
perlu ditempatkan di lembaga-lembaga pemerhati difabel
terutama lembaga-lembaga non-formal. Pelaksanaan bimbingan sebaya dilakukan dengan dipimpin oleh seorang

7

Robert L. Gibson dan Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, alih
bahasa oleh Yudi Santoso, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011), hlm. 266.


166 |

KEPEDULIaN DaN KEBERPIHaKaN LINTaS IMaN
UNTUK KaUM DIFaBEL

difabel yang sudah mandiri dan dapat membimbing temantemannya dalam komunitas difabel tersebut. Orang-orang
difabel harus tetap mengembangkan potensi yang dimiliki,
walaupun tidak mendapat dukungan dari lingkungan sekitar karena Allah SWT telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baiknya bentuk, seperti yang disampaikan dalam
Alquran surat At-Tiin ayat 4,8 sebagai berikut.

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik­baiknya.”

Ayat tersebut dapat diintegrasikan dengan pendapat
George dan Cristiani9 yang menjelaskan bahwa terapi Gestalt
yang dikembangkan Frederick Perls adalah pendekatan
terapeutik yang di dalamnya terapis membantu klien menuju pengintegrasian diri dan pembelajaran dengan menggunakan energinya secara tepat bagi pertumbuhan, pengembangan, dan aktualisasi pribadi. Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa Allah telah menciptakan manusia

dalam sebaik-baiknya bentuk. Walaupun secara fisik ada
yang normal dan ada yang berkebutuhan khusus (difabel),
Allah sudah memberikan potensi yang harus dikembangkan
dalam pengaktualisasian diri.

8

Depag RI, Al Qur’an dan Terjemah, (Semarang: Karya Toha Putra Semarang.
1996), hlm. 478.

9

Robert L. Gibson dan Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011), hlm. 226.
BaB IV : KEBERPIHaKaN DaN KEPEDULIaN ...
Zaen - Layanan Bimbingan ...

| 167

Kesimpulan dan Refleksi


Dari hasil refleksi tiap pertemuan selama mengikuti
pendidikan di Sekolah Lintas Iman ke-6 ini dapat diambil
kesimpulan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT
dalam bentuk yang sebaik-baiknya, walaupun potensi yang
dimiliki seseorang tidak sama. Namun, tujuannya sama,
yaitu harus dikembangkan semaksimal mungkin dalam
menjalani hidup di dunia ini. Bimbingan dan konseling
sebagai suatu bentuk layanan yang dapat dilaksanakan
dalam pendidikan formal maupun non-formal bertujuan
untuk memandirikan individu maupun kelompok. Layanan
ini juga untuk mengaktualisasikan potensi diri secara
mandiri dan bertanggung jawab, walaupun lingkungan
masyarakat tidak selalu mendukungnya. ***

168 |

KEPEDULIaN DaN KEBERPIHaKaN LINTaS IMaN
UNTUK KaUM DIFaBEL