Pengertian dan pengaturan alat bukti Per

PENGERTIAN ALAT BUKTI
Menurut M Yahya Harahap S.H menyebutkan alat bukti (bewijsmiddel) adalah suatu hal berupa
bentuk dan jenis yang dapat membantu dalam memberi keterangan dan penjelasan tentang
sebuah masalah perkara untuk membantu penilaian hakim di dalam pengadilan. Jadi para pihak
yang berperkara hanya dapat membuktikan kebenaran dalil gugat dan dalil bantahan maupun
fakta-fakta yang mereka kemukakan dengan jenis atau bentuk alat bukti tertentu.1
Alat bukti dala KUHPerdata diatur dalam pasal 1866 KUHPerdata. Dan diatur juga dalam pasal
164 HIR.
Jenis-jenis Alat bukti ada 4 macam, yaitu :
1. Alat Bukti Tulisan
Dalam acara perdata, bukti tertulis merupakan alat bukti Dalam acara perdata, bukti
tertulis merupakan alat bukti yang penting dan paling utama di banding yang lain.
Alat bukti tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang
dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang
yang ditujukan untuk dirinya dan atau pikiran seseorang yang ditujukan untuk dirinya dan orang
lain yang dapat digunakan untuk alat pembuktian.
Ada dua macam alat bukti tertulis atau surat, yaitu:
1. Surat yang bukan akta, dan
2. Surat yang berupa akta; yang dapat dibagi lagi atas:
a. Akta Otentik; dan
b. Akta dibawah tangan.

Add. 1. Surat Yang Bukan Akta

Surat di Bawah tangan yang bukan akta tercantum dalam Pasal 1874 KUHPerdata.

Beberapa jenis surat tertentu digolongkan ke dalam surat yang bukan akta, yaitu: buku
daftar (register), surat- surat rumah tangga, dan catatan- catatan yang dibubuhkan oleh kreditur
pada suatu alas hak yang selamanya dipegangnya (Ps. 1881, 1883 KUHPer,294, 297 RBg). 294,
297 RBg).

Kekuatan Pembuktian terhadap surat yang bukan akta diserahkan sepenuhnya kepada
pertimbangan hakim (Ps. 1881 ayat (2) KUHPer, Ps. 294 ayat (2) RBg).

Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar
suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak yang dibuat sejak awal untuk maksud pembuktian.
1M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata Indonesia. 2006. Hlm 134


Syarat formal sebuah akta adalah adanya tanda tangan pada akta tersebut (Ps. 1869
KUHPer). Hal ini bertujuan untuk membedakan kebenaran akta yang dibuat oleh orang yang satu
dengan orang yang lain. Jadi, fungsi tanda tangan pada akta adalah untuk yang lain.

memudahkan identifikasi dan mencirikan serta mengindividualisir suatu akta. Dengan demikian,
karcis kereta api, rekening listrik dan resi tidak termasuk dalam pengertian akta.
Add 2a. Akta Otentik
Mengenai Akta Otentik diatur dalam Pasal 165 HIR, 285 RBg dan 1868 KUHPerdata
akta Otentik adalah Akta yang dibuat oleh Pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh
pemerintah menurut peraturan perundang itu oleh pemerintah menurut peraturan perundangundangan yang berlaku, baik undangan yang berlaku, baik dengan maupun tanpa bantuan pihak
yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oelh yang
berkepentingan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang adalah Notaris,
Panitera,Jurusita, Pegawai Catatan Sipil, Hakim, dsb. Jurusita, Pegawai Catatan Sipil, Hakim,
dsb.
Akta Otentik merupakan alat bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya
atau orang warisnya atau orang- orang yang mendapatkan hak daripadanya. Dengan katalain, isi
akta otentik dianggap benar, selama ketidakbenaran lain,nya tidak dapat dibuktikan.
Akta Otentik mempunyai 3 macam kekuatan pembuktian, yaitu:
1.
Kekuatan pembuktian formil Membuktikan antara para pihak, bahwa mereka sudah
menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
2.
Kekuatan pembuktian materiil Membuktikan antara para pihak, bahwa benar- benar
peristiwa yang benar peristiwa yang tersebut dalam akta tersebut telah terjadi.

3.
Kekuatan mengikat Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada
tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan
menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka
akta otentik mempunyai kekuatan bukti keluar.
Add. 2b. Akta di Bawah Tangan
Akta di bawah tangan adalah suatu surat yang ditandatangani dan dibuat dengan maksud
untuk dijadikan bukti dari suatu perbuatan hukum.Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan
bukti yangsempurna seperti akta otentik, apabila isi dan tandatangan dari akta tersebut diakui
oleh orang yangbersangkutan.Dalam akta otentik tidak memerlukan pengakuan dari pihak yang
bersangkutan agar mempunyai kekuatan pihak yang bersangkutan agar mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna.Dalam Akta otentik, tanda tangan tidak merupakan persoalan, akan
tetapi dalam akta di bawah tanganpemeriksaan tentang benar tidaknya akta yangbersangkutan
telah ditandatangani oleh yang bersangkutan merupakan acara pertama.

2. Bukti Saksi
Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan
oleh undang-undang (Ps. 1895 KUHPerdata). Tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang
bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya. Pendapat maupun dugaan khusus, yang diperoleh
dengan memakai pikiran, bukanlah suatu kesaksian (Ps. 1907 KUHPer, Ps. 171 HIR). Dengan

kata lain, Saksi adalah seseorang yang melihat, mengalami atau mendengar sendiri kejadian (atau
peristiwa hukum) yang diperkarakan. Testimonium de auditu (kesaksian de auditu) adalah
keterangan yang saksi peroleh dari orang lain, ia tidak mendengarnya atau mengalaminya
sendiri, hanya ia dengar dari orang lain tentang kejadian itu. Pada prinsipnya, testimonium de
auditu tidak dapat diterima sebagai alat bukti.Keterangan seorang saksi saja tanpa alat bukti lain
tidak dapat dipercaya, disebut juga Unus testis nullus testis (Pasal 1905
KUHPer, Ps. 169 HIR).
Yang tidak dapat didengar sebagai saksi, yaitu (Ps. 145 HIR):
1.
Keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah atu pihak menurut garis lurus.

·

·
1.
2.
3.

2.


Suami atau isteri salah satu pihak, meskipun telahbercerai.

3.

Anak Anak- anak yang belum cukup berumur 15 tahun

4.

Orang gila, walaupun kadang- kadang ingatannya terang.

Mereka ini boleh didengar keterangannya, akan tetapi bukan sebagai saksi. Keterangan
yang mereka berikan hanya boleh dianggap sebagai penjelasan. Untuk memberikan keterangan
tersebut mereka tidak perlu disumpah (pasal 145 ayat 4 HIR).
Akan tetapi, dalam perkara tertentu keluarga sedarah atau keluarga semenda cakap menjadi
saksi (Ps. 145ayat 2 HIR). Misal: dalam perkara-perkara mengenai kedudukan perdata salah satu
pihak, perkara2 mengenai nafkah yang harus dibayar, perkarmengenai alasan yang dapat
menyebabkanpembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orangtua, perkara mengenai suatu
perjanjian kerja, dsb.
Yang boleh mengundurkan diri untuk memberikan kesaksian, yaitu (Ps. 146 ayat 1 HIR):
Saudara laki-laki dan saudara perempuan, ipar laki-laki dan ipar perempuan dari salah satu

pihak.
Keluarga sedarah menurut keturunan garis lurus,saudara laki2 dan saudara perempuan dari
laki-laki atau isteri salah satu pihak
Semua orang karena martabat, pekerjaan atau Semua orang karena martabat, pekerjaan
atau jabatan yang sah, diwajibkan menyimpan rahasia yang berhubungan dengan martabat,
pekerjaan atau jabatan itu.
3. Alat Bukti Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari
suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum (Ps.

1915 KUHPerdata, Ps. 173 HIR, Ps. 310 RBg). Persangkaan undang-undang atau persangkaan
hukum adalah persangkaan berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang berkenaan atau
berhubungan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu (Ps. 1916 KUHPer). Persangkaanpersangkaan semacam ini, antara lain:
1.
perbuatan yang oleh UU dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat dan wujudnya
dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan UU.
2.
Perbuatan yang oleh UU diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan utang
disimpulkan dari keadaan tertentu.
3.

Kekuatan yang oleh UU diberikan kepada suatu putusan hakim yg telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
4.

Kekuatan yang oleh UU diberikan kepada pengakuan atau sumpah salah satu pihak.

Persangkaan Hakim adalah persangkaan berdasarkan kenyataan atau fakta (fetelijke
vermoeden) atau presumptiones facti yang bersumber dari fakta yang terbukti dalam persidangan
sebagai titik tolak menyusun persangkaan (Ps. 1922 KUHPer, Ps. 173 HIR).
4. Alat Bukti Pengakuan (Ps. 1923 KUHPer, Ps. 174 HIR)
Pengakuan adalah pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada
pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu perkara.Pernyataan atau keterangan itu dilakukan di
muka hakim atau dalam sidang pengadilan. Keterangan itu merupakan pengakuan, bahwa apa
yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak lawan benar untuk keseluruhan atau sebagian.
5. Bukti Sumpah
Sumpah sebagai alat bukti adalah suatu keterangan atau pernyatan yang dikuatkan atas
nama Tuhan, dengan tujuan:

agar orang yang bersumpah dalam memberi keterangan atau pernyataan itu takut atas
murka Tuhan apabila dia berbohong;


takut kepada murka atau hukuman Tuhan, dianggap sebagai daya pendorong bagi yang
bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya.
Ada 2 macam sumpah, yaitu:
1. sumpah yang dibebankan oleh hakim
2. sumpah yang dimohonkan pihak lawan.
Apabila sumpah telah diucapkan, hakim tidak diperkenankan lagi untuk meminta bukti
tambahan dari orang yang disumpah itu, yaitu perihal dalil yang dikuatkan dengan sumpah
termaksud (Ps. 177 HIR).2
2http://po-box2000.blogspot.co.id/2010/12/pembuktian-dan-alat-alat-bukti.html

PENGATURAN ALAT BUKTI MENURUT HUKUM PIDANA
Didalam KUHAP telah diatur tentang alat-alat bukti yang sah yang dapat diajukan
didepan sidang peradilan. Pembuktian alat-alat bukti diluar KUHAP dianggap tidak mempunyai
nilai dan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat.
Adapun alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang telah diatur dalam Pasal 184
ayat (1) KUHAP adalah sebagai berikut:
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;

d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
Dalam hal beberapa peraturan alat bukti diatas yang merupakan isi dari pasal 184
KUHAP, terdapat peraturan-peraturan alat bukti yang baru sebagaimana mestinya yang telah
diatur dalam UU nomor 11 tahun 2008yaitu pengetahuan dan alat teknologi. Peraturan alat bukti
yang baru ini dibuat untuk mempermudah hakim dalam mencari pembuktian terhadap terdakwa.
Peraturan ITE tersebut diatur dalam Undang – Undang Nomor 11 tahun 2008. Selain itu,
peraturan baru lainnya seperti Undang – Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam rancangan KUHAP pun telah dibuat peraturan alat
bukti yang baru yaitu bukti elektronik dan lain-lain.

A. Alat bukti menurut KUHAP
Alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang telah diatur dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP adalah sebagai berikut:
a. Keterangan Saksi;
b. Keterangan ahli;

c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.

Keterangan saksi dalam pasal 1 angka 27 KUHAP adalah suatu alat bukti dalam perkara
pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya.
Menurut ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, memberi batasan pengertian keterangan saksi
dalam kapasitasnya sebagai alat bukti, adalah “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang
saksi nyatakan di sidang pengadilan.”
keterangan ahli ialah ilmu pengetahuan yang telah dipelajari (dimiliki) seorang.
Pengertian ilmu pengetahuan (wetenschap) diperluas pengertiannya oleh hogoo raad yang
meliputi kriminalistik. Ilmu tulisan, ilmu senjata, pengetahuan tentang sidik jari, termasuk dalam
kategori klasifikasiwetenschap. Oleh karena itu seorang ahli dapat didengar keterangannya
mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang itu
secara khusus.
Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c,
dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan
yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi

tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;

d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Menurut Pasal 188 KUHAP ayat (1), Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak
pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa
nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami
sendiri.

B. Alat bukti menurut di luar KUHAP
Ada 6 (enam) jenis alat bukti yang terdapat dalam UUPPLH. Pasal 96 menyebutkan
bahwa alat bukti tersebut adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan
terdakwa, dan/atau alat bukti lain termasuk yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dari kelima alat bukti sebagaimana dikenal dalam KUHAP, UUPPLH telah memperkenalkan
alat bukti lain sebagai perluasan alat bukti yang telah diatur dalam KUHAP, meliputi, informasi
yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik, magnetik, optik, dan/atau
yang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca,
dilihat, dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa bantuan suatu sarana, baik
yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas, atau yang terekam secara
elektronik, tidak terbatas pada tulisan, suara atau gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, simbol, atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapat dipahami atau
dibaca.
Dalam praktik, muncul berbagai jenis yang dapat dikategorikan sebagai alat bukti
elektronik seperti misalnya e-mail, pemeriksaan saksi menggunakan video conference
(teleconference), system layanan pesan singkat/SMS, hasil rekaman kamera tersembunyi (cctv),
informasi elektronik, tiket elektronik, data/dokumen elektronik, dan sarana elektronik lainnya
sebagai media penyimpanan data.

C. Alat Bukti menurut Rancangan Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana
(RKUHAP)
Alat bukti yang sah menurut pasal 175 ayat (1) mencakup:
a. barang bukti;
b. surat-surat;
c. bukti elektronik;
d. keterangan seorang ahli;
e. keterangan seorang saksi;
f. keterangan terdakwa; dan
g. pengamatan hakim.
Alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diperoleh secara tidak
melawan hukum, hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Sedangkan bukti elektronik merupakan seluruh bukti yang dipakai untuk
membuktikan suatu tindak pidana yang dilakukan dengan memakai sarana elektronik ( Pasal 176
KUHAP ).
Berdasarkan Pasal 182 ayat (1) dan ayat (2) mengatakan:
a. Pengamatan hakim selama sidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (1) huruf
g adalah didasarkan pada perbuatan, kejadian, keadaan, atau barang bukti yangkarena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu
sendiri yang menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
b. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu pengamatan hakim selama siding
dilakukan oleh hakim dengan arif dan bijaksana, setelah hakim mengadakan pemeriksaan
dengan cermat dan seksama berdasarkan hati nurani.3

3https://www.academia.edu/7228559/Analisa_Perluasan_Alat_Bukti_Dengan_Pengaturan_Huk
um_Acara_Di_luar_KUHAP

PERBEDAAN ALAT BUKTI MENURUT HUKUM PIDANA DAN PERDATA

HUKUM PERDATA
Ada 5 alat bukti : tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah

HUKUM PIDANA
Ada 4 alat bukti: tulisan, saksi, persangkaan dan pegakuan, sumpah tidak dijadikan
sebagai alat bukti.