Pengembangan Game Bergenre Tower Defense Dengan Mengimplementasikan Augmented Reality
Vol. 2, No. 2, Februari 2018, hlm. 749-758 http://j-ptiik.ub.ac.id
Pengembangan Game Bergenre Tower Defense Dengan
Mengimplementasikan Augmented Reality
1 23 Galih Muhammad , Wibisono Sukmo Wardhono , Issa Arwani
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: galih.leo10@gmail.com, wibiwardhono@ub.ac.id, issa.arwani@ub.ac.id
Abstrak
Pengembangan permainan dengan mengimplementasikan
Augmented Reality mempunyai efek yang
sangat besar terhadap aspek user experience pada gameplay permainan itu sendiri. Paper ini mendeskripsikan pengembangan dari permainan Omega Defender dengan tujuan utama sebagai penelitian dan pengembangan
game mobile yang mengimplementasikan Augmented Reality, dengan
gambar sebagai penanda. Tujuan dari permainan omega Defender adalah bertahan hidup sampai akhir
level permainan tanpa mati, menghancurkan semua musuh yang muncul pada layar dengan mendeteksi
penanda pada awal permainan.Augmented Reality akan meningkatkan user experience dengan
meningkatkan interaksi pengguna dengan dunia nyata. Perancangan dari game sendiri diawali dari pemilihan konsep kerangka kerja yang akan dipakai, dalam penelitian ini digunakan kerangka kerja
Mechanic Dynamic Aesthetic, sebagai konsep yang tepat guna mengembangkan permainan Omega
Defender. Paper prototyping dikerjakan sebagai langkah awal pengembangan, dilanjutkan dengan
digital prototyping dengan mengimplementasikan semua unsur yang ada dalam paper prototyping dan
memodifikasinya sehingga sesuai dengan permainan digital. Omega defender telah diuji coba dengan beberapa pengguna untuk mengevaluasi hasil pengembangan dari game itu sendiri. Pada proses Play
testing dihasilkan dua analisa berdasarkan feedback pengguna yaitu, 2 faktor fun dan 4 faktor not fun
dari permainan Omega Defender.
Kata kunci: Augmented Reality, Games, Android Games, Marker-Based, Game Development, User Experience
Abstract
Game development by implementing the Augmented Reality has a profound effect on the gameplay
aspects of the user experience on the game itself. This paper describes the development of the game
Omega Defender with the primary objective as the research and development of mobile games which
implement Augmented Reality, with an image as a marker. The goal of the game omega Defender is
survive to the end level of the game without dying, destroy all the enemies that appear on the screen by
detecting a marker at the start of the game. Augmented Reality will enhance the user experience by
improving the user interaction with the real world. The design of the game itself begins from the
selection of the conceptual framework will be used, in this study, MDA framework used as an
appropriate concept to develop the game Omega Defender. Paper prototyping is done as the first step
of development, followed by digital prototyping to implement all the elements that exist in paper
prototyping and modify it to fit the digital game. Omega defender has been tested with multiple users to
evaluate the results of the development of the game itself. In the process of Play testing obtained two
analyzes based on user feedback that is, 2 factors fun and 4 factors not fun from Omega Defender game.
Keywords: Augmented Reality, Games, Android Games, Marker-Based, Game Development, User Experience
musuh mencapai titik tertentu di peta dengan 1. membangun berbagai menara yang berbeda yang
PENDAHULUAN akan menembak musuh saat mereka lewat.
Tower Defense adalah subgenre dari video
Musuh dan menara biasanya memiliki
game Real-Time Strategy (Dugan, 2007),Game
kemampuan yang bervariasi, biaya dan harga ini berfokus pada alokasi
resource dan upgrade. Ketika musuh dikalahkan, pemain
penempatan unit ( Tower) (Avery, et al., 2011). mendapatkan uang atau poin, yang bisa
Dimana tujuannya adalah untuk menghentikan
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
749 jadi lebih bervariatif dan lebih menyenangkan dari waktu ke waktu, sehingga pengguna tidak akan pernah bosan memainkan game tersebut. Irshad dan Rohaya Bt Awang Rambli (2014), dalam penelitian mereka menjelaskan, User
game yang ada
karena dapat memberikan perasaan yang berbeda dan dapat mempersonalisasikan User
Experience juga diakui sebagai faktor kualitas
yang mempunyai suatu nilai signifikan dari produk dan jasa interaktif. Penerapan desain yang ada bertujuan memastikan secara umum
User Experience menyenangkan dan
memuaskan. Namun, pendekatan dan metode untuk merancang
experience tertentu masih
langka. Hasilnya pasar menjadi lebih jenuh,
User Experience menjadi faktor kualitas yang
kompetitif dominan untuk produk dan layanan interaktif.
AR dapat memainkan peran penting di sini,
Experience dari si pengguna (Kraut & Jeknic, 2015).
pemain yang hebat pula. Pengembangan game harus dilakukan untuk membuat
Game Tower Defense dipilih karena gameplaynya yang bisa diatur tingkat
kesulitannya dari mulai Tower defense dengan
gameplay yang simple (hanya memasang Tower)
hingga yang apling sulit (memasang dan memanajemen resource game). Framework yang digunakan dalam perancangan game disini adalah MDA framework, Mechanic, Dynamic
dan Aesthetic yang didesain dan diteliti oleh
Marc LeBlanc (Hunicke, et al., 2004) .MDA framework dinilai lebih efektif dalam penelitian ini dikarenakan dalam penelitian ini game yang dikembangkan lebih kearah Entertainment bukan ke arah Serious Game, yang mana dalam pengembangan
- – An Augmented RealityGame Based Based On Lemmings (Engelhardt, et al., 2009), MOW: Augmented Reality Game to Learn Words in Different Languages (Barreira, et al., 2012), Augmented Reality Game System Design for Stroke Rehabilitation Application (Lee & Tien,
serious Game sendiri cenderung
lebih efektif dengan penggunaan Design, Play dan Experience (DPE) framework (Winn, 2009).
2. PERANCANGAN
game yang berfokus pada pengalaman
digunakan untuk membeli atau meng
Game AR juga
upgrade
menara, upgrade jumlah uang atau poin yang diperoleh, atau bahkan meng- upgrade tingkat
upgradenya sendiri (Rutkoff, 2007).
Pengembangan game strategi sekarang ini juga sudah mulai mengarah ke penggunaan teknologi
Mixed Reality (Augmented Reality dan Virtual Reality). Khususnya untuk Augmented Reality, tidak hanya produsen dan studio besar
saja yang sudah melirik teknologi ini tapi juga beberapa developer game indie dan peneliti juga melakukan pengembangan terhadap teknologi ini. Contoh
game yang telah mengadopsi
teknologi AR adalah ARDefender besutan dari Bulkypix (France, 2011).
Beberapa penelitian tentang
sudah dilakukan bahkan tidak hanya untuk entertainment semata tapi juga dalam bidang yang lain seperti halnya kesehatan dan juga sosial. Berikut beberapa contoh dari penelitian tersebut, ARZombie: A Mobile Augmented
menjadi lebih menarik dari sebelumnya, bahkan menurut Lennart Nacke (2014), game yang hebat adalah
Reality Game with Multimodal Interaction oleh
(Cordeiro, Correia dan Jesus), "The Building
Speak About Our City": A Location Based Augmented Reality Game oleh (Koutromanos &
Styliaras, 2015), A RecycleNOID ArtGame (Mesarosova & Hernandez, 2014), MoleARlert
2012). Bahkan Game untuk edukasi sejarah dengan menggunakan Augmented Reality pun juga sudah dikembangkan, yaitu “Game
Augmented Reality Perjuangan Surabaya 10 November 1945
” (Adimanggala, 2016). Pada penelitian tersebut peneliti berhasil mengembangkan sebuah game edukasi sejarah yang dikembangkan pada platform android dengan game engine Unity.
Pengembangan game sejatinya adalah untuk membuat Experience baru bagi para pengguna, bagaimana membuat suatu
game
Dalam pengembangan dipakai metodologi desain Iterative with Rapid Prototyping atau bisa disebut juga iterative rapid prototyping. Gambar 1. Metodologi Desain Iterative Rapid
Proses ini adalah mengharuskan melakukan desain melalui paper prototyping terlebih dulu dan hanya akan melakukan implementasi jika sudah benar-benar yakin bahwa inti dari rule sudah menyenangkan. Inti dari metode ini adalah semakin banyak melakukan iterasi maka hasil dari game semakin baik (Schreiber, 2009).
Aesthetic, hasil experience yang didapatkan
Spawn Shooting Challenge
game yang dihasilkan bisa sesuai dengan yang diharapkan oleh si perancang dan pemain yang memainkannya nanti.
MDA sehingga
utama saja. Beberapa game umumnya mempunyai lebih dari satu poin
Gambar 3. Konsep MDA yang dikerjakan MDA diatas tidak terbatas pada satu poin
Aesthetic berupa tantangan (challenge) sehingga pemain merasa lebih tertantang saat bermain.
enemy yang datang mendekat ataupun melewatinya. Dari Dynamic tersebut dihasilkan
shooting) atau menghancurkan
keluarnya enemy dari suatu tempat dengan jumlah tertentu dan menuju ke suatu tujuan yang sudah ditentukan. Mechanic tersebut akan menghasilkan Dynamic berupa pemain bisa menembak (
Mechanic yang umum digunakan dalam game Tower Defense. Enemy spawn adalah proses
Simulasi dan analisis sederhana dari perancangan dengan framework diatas adalah sebagai berikut. Enemy spawn merupakan
pemain adalah challenge yang berbeda disetiap enemy spawn.
diatas bisa didapatkan Mechanic > Dynamic >
LeBlanc et al., mendefinisikan sebuah game dalam kondisi dari Mechanic, Dynamics, dan karakternya masing-masing. Pemain yang
spawn > shooting > Challenge. Dari kombinasi
akan dikembangkan. Contoh kombinasi yang akan digunakan dalam game ini adalah enemy
game yang
sebagai framework perancangan dari
Gambar 2. MDA Framework Mechanic, Dynamic dan Aethetic (MDA) Framework digunakan dalam penelitian ini
2.1 MDA FRAMEWORK
"mekanik" dan "dinamika" sudah umum digunakan dikalangan desainer. Istilah "estetika" dalam pengertian ini belum terlalu dikenal, namun telah memperoleh lebih banyak penggunaan dalam beberapa tahun terakhir (Scrhiber, 2009).
MDA ditulis, istilah
Sebelum Kerangka
3. Aesthetic (dalam arti MDA) tidak mengacu pada unsur-unsur visual dari permainan, melainkan pengalaman pemain dari game: efek bahwa Dynamic terhadap para pemain sendiri. Apakah permainan "menyenangkan"? Apakah bermain membuat frustasi, dan membosankan, atau menarik? Apakah bermain dengan ketertarikan emosional atau intelektual?
2. Dynamic menggambarkan bermain game ketika aturannya ditetapkan dalam gerakan. Strategi apa yang muncul dari rule? Bagaimana pemain berinteraksi satu sama lain?
1. Mechanic adalah sinonim untuk "rule" permainan. Ini adalah aturan di mana permainan berjalan. Bagaimana permainan diatur? Tindakan apa yang dapat pemain ambil, dan efek apa yang dilakukan tindakan-tindakan terhadap state permainan? Kapan akhir pertandingan, dan bagaimana resolusi ditentukan? Ini didefinisikan oleh mechanic.
Aestheticnya:
2.2 Paper Prototyping
bermain sebagai Tower hanya akan mendapat
Paper Prototyping merupakan proses
satu paku pin sedangkan yang bermain sebagai merancang sebuah game dengan menggunakan
enemy akan mendapat tiga paku pin.
media kertas. Dalam proses ini dirancang simulasi interaksi untuk mendapatkan visualisasi dari game itu sendiri. Paper Prototyping membutuhkan alat-alat penunjang guna memfasilitasi proses perancangan, beberapa alat yang digunakan dijelaskan pada gambar-gambar berikut:
Gambar 6. Dadu
Dadu digunakan untuk pergerakan dari musuh dan jarak menembak untuk Tower, contoh: jika pemain melempar dadu lalu menunjukan angka satu maka musuh boleh bergerak satu titik ke arah Tower atau ke mana pun dia mau, dan jika
Tower mendapatkan angka
satu maka jarak range dari tembakan dari Tower hanya satu titik dari Tower ke segala arah.
Gambar 4. Peta Permainan Map dari permainan ini diadaptasi dari
permainan lama halma, yang mana berbentuk seperti bintang dengan enam kaki. Dalam simulasi game ini terdapat dua karakter yaitu musuh dan Tower. Tower terletak di tengah map permainan sementara musuh boleh spawn di mana pun diluar batas yang ditentukan.
Gambar 7. Contoh pergerakan musuh Gambar 5. Karakter Permainan
Paku pin digunakan sebagai karakter permainan dalam paper prototyping ini. Perbedaan warna dari paku pin sendiri
Gambar 8. Contoh pergerakan Tower
digunakan sebagai pembeda antara pemain, dengan begitu pemain bisa membedakan
- Transform -
- PlayerHealth Script -
IMPLEMENTASI
Gambar 12. Mein Menu UI
Player melakukan pemilihan menu, lihat gambar Player melakukan tracking pada marker Melalui kamera, game engine akan memverifikasi jika marker yang dideteksi adalah target sebenarnya Objek akan digenerate di atas marker dan game akan dimulai
Ide dari game sendiri adalah mengkoneksikan antara orang dan dunia nyata melaui game dengan elemen virtual sehingga didapatkan experience baru nantinya. Interaksi dari game sendiri bisa dijelaskan sebagai berikut:
3.2 Gameplay dan User Interface
Unity nantinya.
sehingga didapatkan package berisi data marker dan app license key untuk digunakan di dalam
database project pada website developer Vuforia
mempersiapkan marker dengan membuat
Vuforia kedalam Unity kemudian mengatur prefab ARcamera pada scene Unity. Kedua
Implementasi teknologi Augmented Reality dapat dicapai dengan cara mengimport package
3.1 Implementasi Vuforia SDK
implementasi g ameplay dan user interface dari game Omega Defender pada Unity..
vuforia SDK,
Pada bagian ini dibahas mengenai pengimplementasian dari
Audio source
Capsule collider
- Animator 3.
Workspace dari unity sendiri dapat diatur sesuai dengan keinginan pengguna guna mempermudah penggunaan. Dalam gambar 9, dilakukan pembentukan game objek Tower yang akan digunakan sebagai salah satu karakter dalam game nantinya yang mana memiliki beberapa komponen dasar yg sebagian bisa dilihat pada Tab Inspector, yaitu:
Gambar 11. Workspace dalam Unity
vuforia sdk yang nantinya digunakan dalam permainan Omega Defender.
sendiri dilakukan pembuatan objek permainan, skenario gameplay, dan implementasi AR dengan
platform yang dikembangkan oleh Unity Technology (Takahashi, 2014). Di dalam Unity
digunakan untuk pengembangan game cross-
Gambar 10. Logo Unity Unity merupakan Game Engine yang biasa
Vuforia SDK, dan Monodevelop.
Pengembangan dari game menggunakan beberapa software yaitu, Unity Game Engine,
Gambar 9. Kartu Skill Permainan
giliran, jadi setelah bergerak maka pemain diperbolehkan mengambil kartu. Terdapat berbagai macam kartu yang bisa digunakan. Kartu ini bisa menguntungkan dan juga bisa merugikan bagi pemain sehingga permainan bisa seimbang.
draw setiap pemain melakukan
Kartu akan di
2.3 Digital Prototyping
dijadikan acuan dalam penilaian dari fun testing sehingga nantinya didapatkan hal-hal apa sajakah yang diinginkan oleh pengguna dalam pengembangan game tersebut. Penilaian dari form menggunakan skala Likert dengan lima nilai mulai dari “sangat tidak setuju” sampai dengan “sangat setuju”, opsi “tidak ditentukan” diberikan sebagai pembantu jika pengguna tidak dapat menentukan pilihannya. Sebelum memulai permainan, pengguna diberikan tutorial dan
Gambar 13. Difficulties Selection UI
arahan dari game sendiri oleh penulis. Pengguna didorong untuk memberikan umpan balik ketika
4. PENGUJIAN permainan sedang berlangsung.
Pada tahap ini diterangkan mengenai interaksi pengguna dan sistem melalui usability
Aspek Pembelajaran testing.
70% 80%
Tabel 1. Usability Testing Form 60%
Aspek Pembelajaran
1. Permainan mudah untuk dipelajari 40%
2. Mudah untuk beriteraksi dengan permainan 10% 10% 10%
20%
3. Mudah beradaptasi dengan permainan 0%
4. Aplikasi terstruktur dengan baik 0%
Aspek Pergerakan STS TS TD S SS
5. Pengguna bisa bergerak bebas dalam game (360 derajat dengan sumbu marker) Gambar 14. Grafik aspek pembelajaran
6. Interaksi didalam permainan terkesan alami Aspek Informasi
Pada aspek pembelajaran didapatkan nilai
7. Aspek visual melibatkan pengguna selama
70% pengguna setuju bahwa game mudah untuk
permainan berlangsung
dipelajari, mudah beradaptasi dengan game,
8. Pengguna sadar/mengetahui informasi yang tertera pada layar mudah untuk berinteraksi dan juga aplikasi
9. Pengguna paham/mengerti kegunaan informasi
terstruktur dengan baik. Sebagian besar
yang tertera pada layar
pengguna tidak merasa kesulitan pada awal
10. Komponen-komponen yang tertera pada layar
permainan. Pengguna yang merasa kesulitan
sangat mengganggu
akan secara langsung bertanya kepada
Aspek Deteksi
pengembang sehingga feedback yang
11. Marker mudah dideteksi
12. Musuh bisa dideteksi oleh sistem diharapkan juga tercapai.
Aspek Kontrol
13. Pengguna dapat menghancurkan musuh tanpa masalah Aspek Pergerakan
14 Pengguna mudah membidik sasaran 50%
40% 40%
Pelaksanaan usability testing dilakukan 40% dengan melakukan pemberian kuisioner kepada
30%
5 koresponden dengan rentang usia antara 20-30
20% 10% 10%
tahun. 5 koresponden dipilih berdasarkan paper
10% 0%
dari Jakob Nielsen (2003), bahwa dengan
0%
menggunakan 5 orang pada usability testing
STS TS TD S SS
sudah akan menghasilkan 80% penemuan permasalahan usabilitas. Dengan ini maka
Gambar 15. Grafik aspek pergerakan
pengembang tidak perlu terlalu banyak mencari Dari hasil analisis didapatkan bahwa rata- pengguna lain dan lebih fokus pada pembenahan rata setiap koresponden setuju bahwa saat dan evaluasi dari game sendiri. bermain game, mereka bisa bergerak dengan
Form dibuat menjadi dua bagian dengan bebas dan interaksi pada game terkesan alami bagian terakhir berisi kritik dan saran yang bisa sehingga nilai yang didapat adalah 40% orang diisi oleh pemain. Kritik dan saran akan setuju. 40% persen lainnya memilih “Tidak Ditentukan” karena pada awal permainan para pengguna terkesan kebingungan, saat mereka bergerak game tiba-tiba menghilang dikarenakan marker tidak terdeteksi oleh kamera. Pada awal permainan telah disampaikan bahwa game bersifat marker-based, sehingga marker harus selalu terdeteksi agar game dapat dimainkan namun beberapa pengguna mempunyai argument tersendiri tentang game yang dimainkan.
Gambar 16. Grafik aspek informasi
0% 30% 0% 70%
daripada menggunakan kerangka kerja DPE
(Design, Play and Experience) yang lebih
relevan untuk pengembangan serious game.
Implementasi teknologi Augmented Reality dapat dicapai dengan cara mengimport package
Vuforia kedalam Unity kemudian mengatur prefab ARcamera pada scene Unity. Kedua
mempersiapkan marker dengan membuat
0% 0% 20%
pengembangan
40% 60% 80% STS TS TD S SS
Aspek Informasi 0% 10% 10%
60% 20% 0% 20%
40% 60% 80% STS TS TD S SS
Aspek Deteksi 0% 30%
20% 50% 0%
0% 20% 40% 60%
game yang bersifat entertaint
Aesthetic) yang mana lebih cocok untuk segi
Pada aspek informasi didapatkan nilai 70% pengguna setuju bahwa game mempunyai aspek visual yang melibatkan pengguna selama permainan, pengguna mengetahui dan mengerti tentang informasi yang tertera pada layar. Pengguna juga tidak setuju elemen pada layar bersifat mengganggu. Sehingga elemen yang tertera pada layar sangat membantu para pengguna memahami situasi dari game yang berlangsung.
metodologi Rapid and Iterative Prototyping yang mana lebih efisien dan efektif karena mampu memberikan hasil evaluasi yang lebih bagus karena dilakukan beberapa kali iterasi yang melibatkan pembuatan Paper Prototyping dan Digital Prototyping. Dalam iterasi tersebut juga didapatkan hasil analisis dari pengujian
Gambar 17. Grafik aspek deteksi
Pada aspek deteksi didapatkan nilai 60%, pengguna setuju bahwa marker sangat mudah dideteksi dan musuh dapat dideteksi dengan baik oleh sistem. Ini berarti ketika pengguna melakukan tindakan seperti menembak musuh, musuh bisa dikenali oleh sistem dan dihancurkan. Hal lainnya adalah saat musuh menabrak Tower, sistem mengetahui bahwa yang menabrak adalah musuh sehingga
Health Point Tower berkurang.
Gambar 18. Grafik aspek kontrol
Pada aspek kontrol didapatkan nilai 50% setuju bahwa mudah membidik sasaran dan menghancurkannya tanpa ada masalah. 30% pengguna tidak setuju dikarenakan ketika pengguna diharapkan untuk aktif bergerak mengikuti permainan mereka bersifat sebaliknya. Sehingga disaat musuh muncul dibelakang ataupun disamping, mereka kesulitan untuk membidik sasaran.
5. KESIMPULAN Gameplay dirancang dengan menggunakan
Blackbox Testing, Combinatorial Testing. Juga
kerangka kerja MDA (Mechanic, Dynamic and
dilakukan Play Testing yang sesuai pada setiap
Prototypingnya sehingga didapatkan
perancangan yang diinginkan sesuai dengan tujuan perancangan.
Desainer
game harus mampu menentukan
konsep kerangka kerja yang sesuai untuk gameplay game yang akan dikembangkanyanya. Dalam pengembangan
game ini digunakan
STS TS TD S SS Aspek Kontrol database pada website
Vuforia
game dan perangkat lunak
Available at: http://insights.dice.com/2013/06/03/how- unity3d-become-a-game-development- beast [Diakses 30 Januari 2017]. Cordeiro, D., Correia, N. & Jesus, R., 2015.
ARZombie: A mobile augmented reality game with multimodal interaction. 2015
7th International Conference on Intelligent Technologies for Interactive Entertainment (INTETAIN), pp. 22-31.
Dugan, P., 2007. GAMASUTRA. [Online] Available at: https://web.archive.org/web/20130804175 159/http://www.gamasutra.com/view/feat ure/1728/slamdance_postcolumbine__.ph p [Diakses 13 Januari 2016].
Engelhardt, S. et al., 2009. MoleARlert - an augmented reality game based on Lemmings. 2009 8th IEEE International
Symposium on Mixed and Augmented Reality, pp. 183-184.
mempunyai beberapa aspek yang berbeda, pengujian game mempunyai beberapa fokus tertentu sebagai pengujiannya, sebagai contoh seperti fun factor pada Fun Testing. Pada usability testing hasil bersifat memuaskan bagi pengembang dan didapatkan banyak umpan balik yang didapatkan ketika pengujian berlangsung.
Pengujian
(
Screen Space objek hanya akan di render pada Layer Screen yang tidak terpaut dengan Augmented Reality.
harus ditempatkan di Layer World Space yang mana akan dirender di layer tersebut. Sedangkan pada
Augmented Reality
Objek Augmented Reality yang akan ditampilkan harus dibedakan antara yang muncul pada Screen Space dan World Space. Objek yang akan ditampilkan dengan menggunakan
dan app license key untuk digunakan di dalam Unity nantinya.
sehingga didapatkan package berisi data marker
)
pp. 1-6. Brodkin, J., 2013. Dice. [Online]
6. DAFTAR PUSTAKA
Azuma, R. et al., 2001. Recent Advances in Augmented Reality.
Hoberg, J., 2014. Gamasutra: Johan Hoberg's
2014 3rd International Conference on
Irshad, S. & Rohaya Bt Awang Rambli, D., 2014. User experience of mobile augmented reality: A review of studies.
[Online] Available at: http://www.cs.northwestern.edu/~hunicke /MDA.pdf [Diakses 13 Januari 2016].
Microsoft Word - 2WS0404HunickeR.doc - MDA.pdf.
Hunicke, R., LeBlanc, M. & Zubek, R., 2004.
Available at: http://www.gamasutra.com/blogs/JohanH oberg/20140721/221444/Differences_bet ween_Software_Testing_and_Game_Test ing.php [Diakses 24 Oktober 2016].
Blog - Differences between Software Testing and Game Testing. [Online]
France, 2011. int13. [Online] Available at: http://int13.net/ardefender- on-android/ [Diakses 13 Januari 2016].
Barreira, J. et al., 2012. MOW: Augmented Reality game to learn words in different languages: Case study: Learning English names of animals in elementary school. 7th
Adimanggala, D., 2016. Game Augmented
Reality Perjuangan 10 November 1945,
Malang: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya. Albers, M. & Still, B., 2010.
Google Buku.
[Online] Available at: https://books.google.co.id/books?id=mEb pKt_PaiAC&printsec=copyright&hl=id& source=gbs_pub_info_r#v=onepage&q&f =false [Diakses 30 Januari 2017].
Avery, P., Togelius, J., Alistar, E. & van Leeuwen, R. P., 2011. Computational intelligence and Tower defence games.
2011 IEEE Congress of Evolutionary Computation (CEC), pp. 1084-1091.
Iberian Conference on Information Systems and Technologies (CISTI 2012),
IEEE Computer Graphics and Applications, pp. 34-47.
User Science and Engineering (i-USEr), pp. 125-130.
Rutkoff, A., 2007. Strategy Game Pits Players
[Online] Available at: https://pdfs.semanticscholar.org/a5a6/069 1d8fd7a7bc7dcb6980e0b820139652f81.p df [Diakses 11 Januari 2017].
Preece, P., 2009.
The Casual Collective - Social Gaming & Casual Networking. [Online]
Available at: http://old.casualcollective.com/#play [Diakses 13 Januari 2016]. Pressman, R. S., 2005. Software Engineering: A
Practitioner's Approach - Semantic Scholar. [Online]
Available at: https://www.semanticscholar.org/paper/S oftware-Engineering-A-Practitioner-s- Approach- Pressman/8c168b83ed61034c72b62e2963 99c1e4a09064fd [Diakses 13 Januari 2016].
Against Dekstop Invasion - WSJ. [Online]
30-2014/the-formal-Systems-of-games- and-game-design-atoms [Diakses 10 Oktober 2016]. Nielsen, J., 2003.
Available at: http://www.wsj.com/articles/SB11798706 0189311315 [Diakses 13 Januari 2016].
Schreiber, I., 2009. Game Design Concepts | An experiment in game design and teaching.
[Online] [Diakses 13 Januari 2016]. Schultz, C. P., Bryant, R. & Langdell, T., 2011.
course-technology-game-testing-all-in- one-feb20051.pdf. [Online]
Available at: https://computernote.files.wordpress.com/ 2011/04/course-technology-game-testing- all-in-one-feb20051.pdf [Diakses 13 Januari 2016]. Scott, D., 2009. The Casual Collective - Social
Gaming & Casual Networking. [Online]
Panel: The "Magic Number 5": Is It Enough for Web Testing? - 0691d8fd7a7bc7dcb6980e0b820139652f8 1.pdf.
Nacke, L., 2014. THE ACAGAMIC. [Online] Available at: http://www.acagamic.com/courses/infr13
Juul, J., 2003. The Game, the Player, the World:
International Conference on Information, Intelligence, Systems and Applications (IISA), pp. 1-6.
Looking for a Heart of Gameness. [Online]
Available at: http://www.jesperjuul.net/text/gameplayer world/ [Diakses 2 November 2016].
Karhulahti, V. M., 2013. Microsoft Word -
Proceedings Abstract.docx - Karhulahti_Proceedings-Abstract.pdf.
[Online] Available at: http://gamephilosophy2013.b.uib.no/files/ 2013/09/Karhulahti_Proceedings- Abstract.pdf [Diakses 2 November 2016].
Koutromanos, G. & Styliaras, G., 2015. "The buildings speak about our city": A location based augmented reality game. 2015 6th
Kraut, B. & Jeknic, J., 2015. Improving education experience with augmented reality (AR). 38th International
International Society for Optical Engineering, Volume 2351, pp. 282-292.
Convention on Information and Communication Technology, Electronics and Microelectronics (MIPRO), pp. 755- 760.
Lee, R. G. & Tien, S. C., 2012. Augmented Reality Game System Design for Stroke Rehabilitation Application.
2012 Fourth International Conference on Computational Intelligence, Communication Systems and Networks,
pp. 339-342. Mesarosova, A. & Hernandez, M. F., 2014.
ARecycle NOID ARt Game: The Augmented Reality Game in Public Space.
International Conference on Cyberworlds, pp. 421-424.
Milgram, P., Takemura, H., Utsumi, A. & Kishino, F., 1994. Augmented Reality: A class of display on the rality-virtuality continuum. Proceedings of SPIE - The
Available at: http://old.casualcollective.com/ [Diakses 13 Januari 2016]. Stahl, T., 2016.
Video Game Genres. [Online]
Available at: https://www.thocp.net/software/games/ref erence/genres.htm [Diakses 13 Januari 2016].
Takahashi, D., 2014. John Riccitiello sets out to
identify the engine of growth for Unity Technologies (interview) | GamesBeat | Games | by Dean Takahashi. [Online]
Available at: https://venturebeat.com/2014/10/23/john- riccitiello-sets-out-to-identify-the-engine- of-growth-for-unity-technologies- interview/ [Diakses 13 Januari 2016].
The Strong, 2016.
Video Game History Timeline | The Strong. [Online]
Available at: http://www.museumofplay.org/about/iche g/video-game-history/timeline [Diakses 2 November 2016].
Tyson, J., 2000. How Video Game Systems Work
| HowStuffWorks. [Online]
Available at: http://electronics.howstuffworks.com/vide o-game.htm [Diakses 24 Oktober 2016].
Vaccari, G., 2013. What Game Engine to Use a
Beginner Game Developer. [Online]
Available at: https://www.tumblr.com/dashboard/blog/ giacomovaccari/18380022743 [Diakses 2 November 2016].
Williams, L., 2006. Microsoft Word -
3.BlackBox.doc - BlackBox.pdf. [Online]
Available at: http://agile.csc.ncsu.edu/SEMaterials/Blac kBox.pdf [Diakses 22 Januari 2017].
Winn, B. M., 2009. The Design, Play, and Experience Framework. Dalam: R. E.
Ferdig, penyunt.
Handbook of Research on Effective Electronic Gaming in Education.
Hershey PA: IGI Global, pp. 1010-1024.