Syarif Makalah Pendidikan Karakter 17645792807528
PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM PERCEPATAN PEMBENGUNAN BANGSA
Oleh: Syarifuddin, M.Pd
(Widyaiswara LPMP Sumatera Barat)
PENDAHULUAN
“Dalam tubuh terdapat sepotong daging, apabila dia baik maka baiklah
badan itu seluruhnya, dan apabila dia rusak maka rusaklah badan itu seluruhnya.
Sepotong daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Adalah suatu kepercayaan kuat bagi para pendiri negara ini, bahwa
keberhasilan suatu negara hanya dapat dicapai oleh para warga Negara yang
bermoral yang dapat mempertahankan suatu pemerintahan yang demokratis”
(Robert Bellah)
Indonsesia saat ini sedang mengalami ujian berat yang harus dilalui, yaitu
terjadinya krisis multidimesi yang berkepanjangan. Ketika Negara-negara lain
seperti Malaysia, Thailang, Korea Selatan dan lain-lainnya telah bangkit dengan
segera setelah mengalami krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 lalu.
Krisis multidimensiaonal ini sebetulnya mengakar pada menurunya kualitas
moral bangsa yang dicirikan oleh membudayanya praktek KKN (korupsi, kolusi
dan nepotisme), konflik antar etnik, antar agama, antar politisi, antar kampung dan
lain-lain, meningkatnya kriminalitas, menurunya etois kerja, ketidak jujuran, tidak
bertanggung jawab, dan rendahnya komitmen pada nilai-nilai kebaikan. Hal itu
adalah penyebab utama Negara kita sulit bangkit dari krisis ini.
Rendahnya kredibilitas Indonesia dimata internasional adalah cerminan dari
perilaku individu-individu yang tidak berkarakter, hal ini berdampak negative
terhadap penyelenggaraan Negara dan sistem hukum, sehingga menurunkan daya
saing Indonesia dan akhirnya membuat Indonesia terpuruk secara social, ekonomi
dan budaya.
Uraian tersebut diatas membuktikan kebenaran pendapat bahwa bukan
sumber daya alam yang melimpah atau luas geografis atau jumlah penduduk yang
besar yang dapat mementukan kemajuan bangsa tetapi faktor daya-lah
(menyangkut nilai dan karakter). Oleh kerena itu membangun ahlak atau moral
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
1
manusia harus ditempatkan sama pentingnya dalam mambangun system Negara
ini maka keduanya harus dilakukan bersamaan. Maka membangun ahlak dan
moral sangat tepat apabila dilaksanakan dalam proses pendidikan, karena setiap
anak bangsa negeri ini akan melalui proses tersebut dalam mempersiapkan
kehidupannya dan membentuk kerekter manusia Indonesia yang akan menjadi
bekal dalam menjalani kehidupan dimasa depan.
Melalui pendidikan diharapkan mempu membangun ahlak dan moral
manusia pada nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal. Dengan demikian
pendidikan dianggap sebagai satu-satunya pilihan yang bersifat preventif.
Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa
dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab
berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Melalui pendidikan diharapkan
dapat membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Memang diakui bahwa
hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera,
tetapi pendidikan dapat diharapkan melakukan percepatan terhadap perubahan
nilai-nilai karakter yang menjadi dambaan bagi setiap masyarakat negeri ini.
PEMBAHASAN
Ada pepatah mengatakan bahwa mengajar anak kecil ibarat seperti menulis
diatas batu, yang akan terus berbekas sampai usia tua. Sedangkan mengajarkan
orang dewasa separti menulis diatas air, yang akan cepat sirna dan tidak berbekas.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini
merupakan masa kritis bagi pembentukan bagi karakter seseorang. Banyak pakar
mengatakan bahwa kegagalan mananamkan karakter seseorang sejak usia dini
akan membentuk pribadi yang bermaslah dimasa dewasanya kelak. Selain itu ,
menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha strategis.
Beberapa contoh kasus keberhasilan pendidikan karakter pada anak-anak
usia pra-sekolah menunjukan bahwa anak-anak usia pra-sekolah sudah dapat
diberikan pendidikan karakter dengan mengaktifkan rasa empati anak yang sudah
ada, yang merupakan bagian dan fitrahnya, demikian juga halnya terhadap kakakakak mereka yang sudah meninjak pendidikan pada pendidikan dasar, yaitu di
sekolah dasar misalnya. Memberikan cinta dan kasih sayang saja tidak cukup,
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
2
tetapi anak perlu diajarkan disiplin dan diarahkan kepada hal-hal yang baik.
Arahan ini dapat berupa contoh-contoh yang baik, diskusi, misalnya dengan
menimbulkan rasa sensitifitas anak. Hal ini menunjukan bahwa anak
membutuhkan tauladan, sehingga anak akan mudah meniru dan akan bangga
apabila mereka dapat melakukan apa yang telah dicontohkan oleh orang-orang
yang menjadi panutannya.
Fenomena nyata dalam kehidupan anak menunjukan kenyataan yang sangat
jelas bahwa perilaku anak menunjukan akan pentingnya keteladanan dalam hidup
mereka, karena setiap orang (terutama anak) punya tabiat meniru. Maka pihakpihak yang dimungkinkan akan ditiru semestinya selalu tampil sebagai teladan
yang baik. Agar, anak yang meniru, mendapatkan contoh yang baik untuk ditiru.
Tabiat meniru ini, bahkan akan memberi kontribusi yang besar bagi hampir
seluruh kepribadian sang anak. Tak heran bila Rasulullah SAW mengatakan,
"Seseorang itu berada pada agama teman karibnya. Maka hendaklah salah
seorang di antara kalian melihat siapa yang menjadi temannya". (HR. Abu Daud,
Tirmidzi, dan Ahmad).
Berkat peniruan yang intensif baik dalam pergaulan dalam lingkungan
keluarga maupun dalam pergaulan pendidikan formal/non formal terbentuklah
tokoh identvikasi yaitu tokoh yang selalu benar, tokoh yang menjadi pusat
peniruan dan panutan, tokoh ideal dan idola bagi anak-anak atau peserta didik.
Berbahagialah orang tua apabila sang anak telah menjadikan bapak dan/atau
ibunya itu tokoh identivikasi bagi sang anak, yang telah mengajarkan nilai-nilai
kemulyaan secara utuh. Nilai-nilai inilah yang akan menjadi indicator terhadap
tingginya harkat dan martabat manusia, yang kesemuanya berawal dari sebuah
keteladanan. Maka kajian tentang manusia haruslah menjangkau hakekat manusia
secara menyeluruh dan utuh, yang akan menjelaskan secara penuh harkat dan
martabat manusia, yang akan membedakan manusia dari mahluk yang lain.
Pentingnya keteladanan ternyata sangat mendalam, sebagaimana dinyatakan
oleh Prof. Prayitno (2008:267) bahwa anak akan memfokuskan peniruannya
kepada orang tua yang amat dekat dan amat penting bagi dirinya, dalam hal ini
biasanya sang anak akan menjadikan kedua orang tua mereka sebagai significant
persons, yaitu orang-orang yang amat besar pengaruh, peranan dan artinya bagi
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
3
dirinya (sang anak). Anak meniru banyak hal dari orangtuanya, hal ini sangat
intensif dilakukan oleh sang anak sehingga akan membangun fondasi kehidupan
yang kokoh, yang sulit tergoyahkan sepanjang hayat. Fondasi ini akan
berpengaruh besar dalam seluruh perjalanan hidup sang anak untuk selanjutnya.
Gambaran ini sangat wajar sebab ikatan batin sang anak dengan orang tuanya
amatlah kuat, karena memperoleh fondasi yang kokoh sejak usia yang paling dini.
Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan karakter yang
diberikan pada anak-anak pra-sekolah dan pada pendidikan dasar dapat
membentuk perilaku positif; interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan
mengelola emosi, percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya,
termasuk kemampuan akademik.
1. Dampak Positif Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai
akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan
pendidikan karakter, dengan keberhasilan akademik, serta perilaku pro-sosial
anak, sehingga dapat membuat suasana sekolah dapat begitu menyenangkan dan
kondusif untuk proses belajar-mengajar yang efektif. Selain itu, anak-anak yang
berkarakter baik adalah mereka yang mempunyai kematangan emosi dan spiritual
tinggi, sehingga dapat mengelola stressnya dengan lebih baik, yang akhirnya
dapat meningkatkan kesehatan fisiknya.
Bahkan ada banyak pendapat dan para pakar pendidikan yang mengatakan
bahwa terlalu menekankan pendidikan akademik (kognitif atau otak kiri) dan
mengecilkan pentingnya pendidikan karakter (kecerdasan emosi atau otak kanan),
adalah penyebab utama gagalnya membangun manusia yang berkualjtas. Hal ini
dibuktikan dan beberapa studi yang menunjukkan bahwa keberhasilan manusia
dalam dunia kerja 80 persen ditentukan oleh kualitas karaktemya, dan hanya 20
persen ditentukan oleh kemampuan akademiknya.
Adalah hal yang tidak berlebihan untuk menempatkan pendidikan karakter
sebagai fondasi pembangunan sumber daya manusia (SDM) seutuhnya, dimana
karakter adalah input yang penting sekali dalam pembangunan SDM.
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
4
“Sesungguhnya ruh itu tumbuh dengan pendidikan yang lembut dan penuh kasih
sayang sebagaimana tubuh tumbuh dengan makanan yang sehat. Dan
sesungguhnya pertumbuhan tubuh mempunyai batas yang tak dapat dilewati,
bahkan semakin menurun di waktu tua, namun ruh akan terus tumbuh dan
berkembang hingga ajal menjelang” (Syaikh Muhammad Al-Khidhir Husain)
Faktor penyebab kegagalan anak di sekolah adalah rendahnya räsa percaya
diri dan keingintahuan, ketidakmampuan mengontrol diri, rendahnya motivasi,
kegagalan bersosialisasi, ketidakmampuan bekerjasama, dan rendahnya empati
anak. Dengan demikian, karakter merupakan masalah yang sangat krusial,
sehingga pendidikan karakter pada anak usia dini merupakan hal penting dan
mendesak untuk dilakukan.
Pada dasarnya, anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak yang
tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah, sehiugga anak beresiko besar
mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak mampu
mengontrol diri. Mengingat pentingnya penanaman karakter, maka penanaman
karakter yang baik merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Ibaratnya sebuah lahan yang harus dipersiapkan dengan baik ketika masa
tanam tiba, pendidikan karakter adalah menyiapkan lahan yang subur dan gembur
bagi anak. Maka ketika sebuah “bibit” saintis ditanamkan di lahan subur tersebut,
maka akan tumbuh seorang saintis yang mencintai ilmunya, jujur, bertanggung
jawab, amanah, baik hati, pekerja keras, dan lain-lain. Apapun “bibit” yang
ditanam; artis, guru, tukang kebun, manager, dokter, petani, pemahat, dan
sebagainya, maka akan tumbuh artis, guru, tukang kebun, manager, dokter, petani,
pemahat, dan sebagainya, yang mencintai pekerjaannya, jujur, bertanggung jawab,
amanah, baik hati, pekerja keras, dan lain-lain.
Maka tidak heran kalau Daniel Goleman dalam Megawangi (2007)
beranggapan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat sebagian besar
ditentukan oleh kecerdasan emosi (80%) dan hanya 20% ditentukan oleh faktor
kecerdasan kognitif (IQ). Hasil penelitian George Boggs (dalam Jefferson Center,
1997) juga menunjukkan bahwa ada 13 faktor penunjang keberhasilan seseorang
di dunia kerja, dan ternyata dari 13 faktor tersebut, 10 di antaranya (hampir 80%)
adalah kualitas karakter seseorang, dan hanya 3 yang berkaitan dengan faktor
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
5
kecerdasan (IQ). Faktor-fakton tersebut adalah: a) jujur dan dapat diandalkan; b)
bisa dipercaya dan tepat waktu; c) bisa menyesuaikan diri dengan orang lain; d)
bisa bekerjasama dengan atasan; e) bisa menerima dan menjalankan kewajiban; f)
mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri; g)
berpikir bahwa dirinya berharga; h) bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara
efektif; i) dan bisa bekerja mandiri dengan supervisi minimum; serta j) dapat
menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya.
Jadi manusia yang dianggap jenius adalah mereka yang mampu memberikan
solusi dan menyelesaikan permasalahannya dalam berbagai aspek kehidupan.
Maka, mereka yang menggunakan bagian otak kanannya untuk berpikir dan otak
kirinya untuk bertindak, mereka adalah orang-orang jenius.
Selain keberhasilan dalam bidang akademis, kematangan emosisosial anak
juga berkorelasi positif terhadap kesehatan fisik. Misalnya dampak yang
ditimbulkan oleb usaha untuk meningkatkan kemampuan sosial dan emosi anak
terhadap kesehatan fisik penduduk dengan menurunkan kemungkinan keterlibatan
mereka dalam perilaku beresiko tinggi (misalnya penggunaan narkotik, alkohol).
Disimpulkan bahwa kematangan sosial dan emosi pada masa kanak-kanak
dapat menurunkan perilaku beresiko tinggi, seperti penggunaan alkohol, yang
merupakan penyebab utama masalah kesehatan dalam kehidupan manusia
(misalnya kanker, lemahnya sistem pertahanan tubuh, dsb), maka, peningkatan
kematangan sosial dan emosi pada masa kanak-kanak dapat memperbaiki
kesehatan
untuk
menjalankan
fungsi-fungsinya
dalam
kehidupan.karena
kematangan sosial dan emosi pada orang-orang dewasa dapat memperbaiki
kesehatan fisiknya dalam kurun waktu kehidupannya.
2. Mengembangkan Potensi Karakter Anak
Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat
tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang
dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Tentunya ini memerlukan usaha
yang menyeluruh yang dilakukan oleh semua pihak; keluarga, sekolah, dan
seluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat, seperti lembaga keagamaan
(mesjid, gereja, dsb), perkumpulan olahraga, komunitas bisnis, dan sebagainya.
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
6
Karena membangun masyarakat yang bermoral adalah tanggung jawab
semua pihak. Hal mi merupakan tantangan yang luar biasa besamya, maka perlu
ada suatu kesadaran dan seluruh konstituen yang melingkupi dan mempengaruhi
kehidupan anak-anak, bahwa pendidikan karakter adalah hal yang vital untuk
dilakukan. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus dilakukan secara eksplisit
(terencana), terfokus dan komprehensif, agar pembentukan masyarakat yang
berkarakter dapat terwujud.
Ada sebuah teori dalam ilmu sosiologi tentang pentingnya institusi keluarga
dalam menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa, yaitu ‘family is the
fundamental unit of society” (keluarga adalah unit yang penting sekali dalam
masyarakat). Artinya kalau institusi keluarga sebagai fondasi lemah, maka
“bangunan” masyarakat juga akan lemah. Masalah-masalah yang terdapat dalam
masyarakat seperti kemiskinan, kekerasan yang merajalela, dan segala macam
kebobrokan sosial, maka menurut teori mi adalah cerminan dan tidak kokohnya
institusi keluarga.
Keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana seorang anak dididik
dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan di dalam
resolusi majelis umum PBB adalah “keluarga sebagai wahana untuk mendidik,
mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh
anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta
memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga
sejahtera.”
Demikian juga dengan pola asuh orang tua (keluarga) yang baik adalah yang
membuat anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga, dan diberi
dukungan oleh orang tuanya. Pola asuh yang demikian dapat membentuk
kepribadian yang pro-sosial, percaya diri, dan mandiri namun sangat peduli
dengan lingkungannya.
Seorang
pakar
pendidikan,
William
Bennett,
mengatakan
bahwa
kesejahteraan fisilt, psikis, dan pendidikan anak-anak kita sangat tergantung pada
sejahtera tidaknya keluarga. Keluarga adalah tempat yang paling awal dan efektif
(menjalankan fungsi) Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan.
Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
7
menjadi terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi
lembaga-lembaga lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Secara ringkas, ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang
dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak: 1) kurang
menunjukkan ekspresi kasih sayang, baik secara verbal maupun fisik; 2) kKurang
meluangkan waktu yang cukup untuk anak; 3) bersikap kasar secara verbal,
misalnya menyindir, mengecilkan ànak, dan berkata-kata kasar; 4) bersikap kasar
secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan
lainnya; 5) terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitifsecara
dini. Memasukkan anak ke sekolah formal (tingkat SD) pada usia dini (5 tahun);
dan 6) tidak menanamkan “good character” kepada anak.
Dampak yang ditimbulkan dan salah asuh seperti di atas, akan.
menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau
mempunyai kecerdasan emosi rendah. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh
orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami
kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Secara emosi
tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mämpu memberikan cinta
kepada orang lain. Anak suka berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti
orang baik secara verbal maupun fisik. Anak juga akan menjadi minder, merasa
diri tidak berharga dan berguna. Selalu berpandangan negative pada lingkungan
sekitamya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain,
dan merasa orang lain sedang mengkritiknya.
Berdasarkan uraian di atas patut dijadikan rujukan Thomas Lickona melalui
“Ten Big Ideas” dalam membentuk
karakter yaitu dengan moralitas
Penghormatan, Perkembangan Moralitas Penghormatan Berjalan Secara Bertahap,
Mengajarkan Prinsip Saling Menghormati, dan Mengajarkan dengan Contoh.
Hormat adalah kunci utama manusia untuk dapat hidup bermasyarakat
terutama dalam masyarakat yang plural. Penghormatan harus diberikan kepada
diri sendiri sebagai manusia, yaitu untuk menjaga diri agar tidak terlibat dalam
perilaku yang merusak diri. Kemudian hormat kepada orang lain sebagai sesama
manusia yang merupakan ciptaan Tuhan, walaupun berbeda suku, agama, dan
pandangan hidup.
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
8
Anak-anak tidak dapat langsung menjadi manusia bermoral, tetapi perlu
proses sosialisasi yang terus menerus dari orang tuanya. Mendidik anak
memerlukan tingkat kesabaran tinggi, oleh karena itu memerlukan komitmen dari
orang tuanya. Seperti halnya perkembangan motorik dan intelektual yang terjadi
secara bertahap dan masa kecil sampai usia dewasa, perkembangan moral anak
juga berjalan secara bertahap. Untuk itu orang tua perlu mengerti tahapan-tahapan
perkembangan moral anak, agar dapat menyesuaikan diri dengan fase umur anak
Anak-anak akan belajar bagaimana menghormati orang lain kalau ia juga
merasa dihormati. Orang tua hendaknya menghormati anaknya sebagai manusia
walaupun masih kecil. Cara penghormatan orang tua yang diberikan kepada
anaknya misalnya memberikan aturan disiplin dengan mengajaknya berdiskusi
tentang alasan-alasan rasional mengapa harus ada peraturan tersebut. Juga dengan
berbicara secara sopan. Adalah hal biasa bagi anak kecil untuk tidak membalas
penghormatan
yang
diberikan
kepadanya,
namun
orang
tua
harus
mengingatkannya. Misalnya seorang anak yang meminta sesuatu kepada ibunya
dengan cara berteriak, maka si ibu harus menasehatinya, “Mama ingin kamu tidak
berteriak begitu, karena mama merasa tidak dihormati oleh kamu.”
Cara yang cukup efektifuntuk mengajarkan anak adalah dengan memberikan
contoh konkrit mengenai perilaku bagaimana seharusnya, walaupun tidak
dikatakan secara langsung. Misalnya dengan mengajak anak untuk menanam
pohon di lingkungan sekitar rumahnya, atau membantu orang-orang yang perlu
bantuan. Atau anak-anak dibacakan buku-buku yang mengandung pesan-pesan
moral, karena tokoh dalam cerita dapat menjadi contoh yang baik. Selain itu orang
tua harus mengontrol acara-acara TV, terutama acara yang dapat menjadi contoh
buruk bagi anak.
3. Membangun Karakter di Sekolah Secara Efektif
Menurut Thomas Lickona karakter terdiri dan 3 bagian yang saling terkait,
yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan (moral feeling), dan
perilaku bermoral (moral behavior). Karakter yang baik terdiri dan mengetahui
kebaikan (knowing the good), mencintai atau menginginkan kebaikan (loving or
desiring the good), dan melakukan kebaikan (acting the good). Oleh karena itu,
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
9
cara membentuk karakter yang efektif adalah dengan melibatkan ketiga aspek
tersebut.
Selain itu, karakter adalah otot-otot yang sudah terbentuk, yang berkembang
melalui proses panjang latihan dan kedisiplinan yang dilakukan setiap hari.
Ibaratnya seperti seorang binaragawan yang ototnya terbentuk melalui proses
latihan dan kedisiplinani tinggi sehingga “otot-otot”nya kokoh terbentuk.
Pendidikan karakter di sekolah yang berhasil sangat tergantung dan
koinitmen kepala sekolah yang mempunyai visi ingin membangun karakter siswa
di sekolahnya. Inisalnya, sebuah sekolah dapat mencantumkan vlsi “Membina dan
mengembangkan siswa berkarakter yang sesuai dengan nilai-nilai luhur
kepribadian bangsa”. Visi tersebut harus disadari oleh seluruh guru dan orangtua,
yang semuanya ini sangat tergantung pada kemampuan kepala sekolah untuk
mensosialisasikan visinya. Selain itu, visi tersebut dituangkan dalam misi yang
jelas, dan strategi apa yang dapat digunakan untuk mencapai visi tersebut.
Model ini telah diujicobakan melalui pilot project SBB dan TK Karakter
(untuk usia dirii) serta SD Karakter dan beberapa SD negeri dan swasta lainnya.
Dan ujicoba ini terlihat bahwa model ini efektif dalam membentuk karakter anak.
Penerapan model ini adalah sebagai berikut:
1. Memakai acuan nilai-nilai yang tertuang kedalam 9 pilar karakter yang
direfleksikan ke dalam modul kegiatan di kelas. Kurikulum 9 pilar yang
telah dikembangkan terdiri dan manual untuk guru, 10 buku lembar
kegiatan siswa, dan lebih dan 100 buku cerita tentang karakter.
2. Mengajarkan pilar-pilar dalam kurun waktu 2 tahun sekolah, dimana tema
setiap pilar ditukar secara bergantian setiap dua atau tiga ininggu sekali.
3. Menggunakan kurikulum karakter (kurikulum eksplisit), yang diterapkan
dengan refleksi pilar setiap hari selama 20 menit sebelum kelas dimulai,
yaitu dengan menerapkan prinsip knowing the good, loving the good, and
desiring the good.
4. Menggunakan
(Character
sistem
based
“Pembelajaran
Integrated
Terpadu
Learning
Berbasis
System).
Pilar
Karakter”
karakter
diintegrasikan pada pembelajaran di sentra-sentra (TK) atau seluruh mata
ajaran (Sekolah Dasar). Dengan cara ini penanaman karakter akan lebih
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
10
efektif, karena dalam seluruh kegiatan belajar di kelas akan mengandung
pula nilai-nilai karakter melalui latihan dan pengalaman konkrit (moral
action).
5. Menggunakan teori DAP (Developmentally Appropriate Practices) dan
teori multzple intelligences (kecerdasan majemuk), metode pembelajaran
inquity-based learning (pendekatan yang merangsang daya minat anak),
dan cooperative learning (pendekatan belajar bersama dalam kelompok),
sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan (termasuk sistem
aktivitas sentra, dan unit-unit tema). Suasana belajar yang menyenangkan
dapat mengurangi stres, meningkatkan motivasi anak, dan meningkatkan
rasa kemampuan anak (sense of competence), yang semuanya ini dapat
mendukung pembentukan karakter anak.
6. Menerapkan
co-parenting,
dimana
orang
tua
dikirimkan
surat
pemberitahuan setiap awal pilar dimulai agar mereka tahu bahwa anaknya
sedang belajar pilar di sekolah. Orang tua dihimbau untuk menerapkan
serangkaian aktifitas di rumah (diberikan daftar aktifitas), dan diwajibkan
mengisi kuesioner pada akhir pilar tentang pengalaman dan apa yang
dirasakan orang tua ketika mengajarkan pilar di rumah. Selain untuk
melibatkan orang tua siswa, pengisian kuesioner bisa dijadikan bahan
evaluasi bagi sekolah untuk melihat efektivitas pendidikan karakter yang
sedang dilakukannya.
Seperti halnya aspek perkembangan motorik, mental, dan sosial anak yang
berjalan secara bertahap dan memerlukan pendekatan yang patut sesuai dengan
tahapan umur anak, pendidikan karakter yang diberikan kepada anak juga harus
memperhatikan tahap-tahap perkembangan moral anak. Misalnya anak usia
prasekolah tidak dapat diharapkan untuk mempunyai pemahaman rasional yang
dikaitkan dengan tujuan menjaga keutuhan sebuah sistem sosial dengan cara yang
abstrak. Proses sosialisasi pada tahapan ini dapat dilakukan dengan metode
menumbuhkan kecintaan kepada kebajikan dengan contoh-contoh konkrit
(membacakan buku cerita, permainan, musik dan menyanyi, dan sebagainya).
Menunit seorang psikolog Lawrence Kohlberg, seseorang yang menghindari
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
11
perilaku buruk karena takut akan hukuman adalah tingkatan moral yang paling
rendah.
PENUTUP
Diawal tulisan telah di paparkan kondisi nyata yang telah mengindikasikan
adanya krisis multidimensiaonal yang melanda masyarakat Indonesia. Diperkuat
dengan data-data hasil penelitian dengan informasi-informasi yang cukup
mengejutkan, ternyata sudah begitu jauh permasalahan yang telah melilit bangsa
ini, terutama masalah sumber daya manusia. Hal ini menunjukan bahwa begitu
urgen mengembalikan kepercayaan kepada pentingnya membangun karakter
individu dalam membangun peradaban bengsa melalui revitalisasi pendidikan dan
kehidupan agama sebagai sumber acauan moral.
Perbaikan dapat dicapi oleh bangsa ini dengan mengoptimalkan dampak
positif pendidikan karakter karena telah memberikan kematangan sosial dan emosi
pada masa kanak-kanak dapat menurunkan perilaku beresiko tinggi. Melalui
pendidikan karakter yang baik dapat mengembangkan potensi karakter anak,
dapat diorientasikan nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan sehingga dapat
membangun karakter di sekolah secara efektif. Dengan demikian percepatan
pembangunan bangsa dapat lebih mungkin dicapai melalui pendidik karakter yang
berhasil.
Oleh kerena itu membangun moral manusia harus ditempatkan paling tidak
sama pentingnya dalam mambangun sistem atau keduanya harus dilakukan
bersamaan. Membangun moral manusia sangat erat kaitannya dengan masalah
spiritual dan agama, masalah yang dikesampingkan oleh komunisme. Manusia
hanya mau tunduk pada nilai-nilai moral tinggi, karena dia percaya bahwa ada
tujuan hakiki yang harus dicapai manusia diluar kehidupan yang tinggi.
Demikian juga dalam mempersiapkan generasi yang baik dibutuhkan para
pendidik yang berkarakter baik. Beberapa model guru yang menjadi panutan bagi
munid-muridnya
dalam
mendidik
harus
memiliki
karakter
diantaranya:
Memperlakukan murid-muridnya dengan kasih sayang, adil, dan hormat. Anakanak memerlukan kelekatan psikologis dengan orang tua dan pendidiknya.
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
12
Apabila murid merasa sayang dan percaya dengan gurunya, maka mudah bagi
mereka menuruti nasehat-nasehat moral yang diberikan.
Para pendidik harus dapat membuat serangkaian aktivitas
untuk
mempraktekkan nilai-nilai karakter di rumah, di sekolah, dan di komunitas
lingkungan, agar mereka bisa tumbuh menjadi manusia yang peduli untuk selalu
melakukan kebajikan. Tatanan masyarakat madani akan terujud kalau manusiamanusianya telah mengadopsi nilai-nilai moral dalam dirinya serta mampu
memobilisasi kesadaran dirinya untuk menjadi manusia yang berahlak mulia.
Memperbaiki ahlak manusia adalah tujuan dan turunnya agama melalui utusanutusan Tuhan di bumi, serta di lanjutkan peran tersebut oleh para guru yang
berkarakter baik dan mulia untuk membangun bangsa ini. Sehingga suatu ketika
kelak bangkitlah bangsa ini karena terimplementasikannya nilai-nilai karekter
bangsa sang sudah cukup lama memudar hingga hari ini.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad Zairofi. 2002. Memupuk Jiwa Keteladanan. Jurnal MQ - Edisi April.
Bandung
Covey, Stephen R. 1997. Kepemimpinan yang Berprinsip (terjemahan).
Jakarta: Binarupa Aksara
http://baitijannati.wordpress.com/2008/01/05/keluargateladan-pertama-anak
http://roron.wordpress.com/2007/09/02/keteladanan-pemimpin/
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0607/24/opi01.html
http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?
t=28599&sid=caeb8d0df3b5ea58e4e4948c3758ed77
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum
Prayitno. 2008. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Universitas Negeri
Padang.
Ratna Megawangi. 2007. Pendidikan Karakter Solusi Tepat untuk
Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Haritage Foundation
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
13
DALAM PERCEPATAN PEMBENGUNAN BANGSA
Oleh: Syarifuddin, M.Pd
(Widyaiswara LPMP Sumatera Barat)
PENDAHULUAN
“Dalam tubuh terdapat sepotong daging, apabila dia baik maka baiklah
badan itu seluruhnya, dan apabila dia rusak maka rusaklah badan itu seluruhnya.
Sepotong daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Adalah suatu kepercayaan kuat bagi para pendiri negara ini, bahwa
keberhasilan suatu negara hanya dapat dicapai oleh para warga Negara yang
bermoral yang dapat mempertahankan suatu pemerintahan yang demokratis”
(Robert Bellah)
Indonsesia saat ini sedang mengalami ujian berat yang harus dilalui, yaitu
terjadinya krisis multidimesi yang berkepanjangan. Ketika Negara-negara lain
seperti Malaysia, Thailang, Korea Selatan dan lain-lainnya telah bangkit dengan
segera setelah mengalami krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 lalu.
Krisis multidimensiaonal ini sebetulnya mengakar pada menurunya kualitas
moral bangsa yang dicirikan oleh membudayanya praktek KKN (korupsi, kolusi
dan nepotisme), konflik antar etnik, antar agama, antar politisi, antar kampung dan
lain-lain, meningkatnya kriminalitas, menurunya etois kerja, ketidak jujuran, tidak
bertanggung jawab, dan rendahnya komitmen pada nilai-nilai kebaikan. Hal itu
adalah penyebab utama Negara kita sulit bangkit dari krisis ini.
Rendahnya kredibilitas Indonesia dimata internasional adalah cerminan dari
perilaku individu-individu yang tidak berkarakter, hal ini berdampak negative
terhadap penyelenggaraan Negara dan sistem hukum, sehingga menurunkan daya
saing Indonesia dan akhirnya membuat Indonesia terpuruk secara social, ekonomi
dan budaya.
Uraian tersebut diatas membuktikan kebenaran pendapat bahwa bukan
sumber daya alam yang melimpah atau luas geografis atau jumlah penduduk yang
besar yang dapat mementukan kemajuan bangsa tetapi faktor daya-lah
(menyangkut nilai dan karakter). Oleh kerena itu membangun ahlak atau moral
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
1
manusia harus ditempatkan sama pentingnya dalam mambangun system Negara
ini maka keduanya harus dilakukan bersamaan. Maka membangun ahlak dan
moral sangat tepat apabila dilaksanakan dalam proses pendidikan, karena setiap
anak bangsa negeri ini akan melalui proses tersebut dalam mempersiapkan
kehidupannya dan membentuk kerekter manusia Indonesia yang akan menjadi
bekal dalam menjalani kehidupan dimasa depan.
Melalui pendidikan diharapkan mempu membangun ahlak dan moral
manusia pada nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal. Dengan demikian
pendidikan dianggap sebagai satu-satunya pilihan yang bersifat preventif.
Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa
dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab
berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Melalui pendidikan diharapkan
dapat membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Memang diakui bahwa
hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera,
tetapi pendidikan dapat diharapkan melakukan percepatan terhadap perubahan
nilai-nilai karakter yang menjadi dambaan bagi setiap masyarakat negeri ini.
PEMBAHASAN
Ada pepatah mengatakan bahwa mengajar anak kecil ibarat seperti menulis
diatas batu, yang akan terus berbekas sampai usia tua. Sedangkan mengajarkan
orang dewasa separti menulis diatas air, yang akan cepat sirna dan tidak berbekas.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini
merupakan masa kritis bagi pembentukan bagi karakter seseorang. Banyak pakar
mengatakan bahwa kegagalan mananamkan karakter seseorang sejak usia dini
akan membentuk pribadi yang bermaslah dimasa dewasanya kelak. Selain itu ,
menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha strategis.
Beberapa contoh kasus keberhasilan pendidikan karakter pada anak-anak
usia pra-sekolah menunjukan bahwa anak-anak usia pra-sekolah sudah dapat
diberikan pendidikan karakter dengan mengaktifkan rasa empati anak yang sudah
ada, yang merupakan bagian dan fitrahnya, demikian juga halnya terhadap kakakakak mereka yang sudah meninjak pendidikan pada pendidikan dasar, yaitu di
sekolah dasar misalnya. Memberikan cinta dan kasih sayang saja tidak cukup,
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
2
tetapi anak perlu diajarkan disiplin dan diarahkan kepada hal-hal yang baik.
Arahan ini dapat berupa contoh-contoh yang baik, diskusi, misalnya dengan
menimbulkan rasa sensitifitas anak. Hal ini menunjukan bahwa anak
membutuhkan tauladan, sehingga anak akan mudah meniru dan akan bangga
apabila mereka dapat melakukan apa yang telah dicontohkan oleh orang-orang
yang menjadi panutannya.
Fenomena nyata dalam kehidupan anak menunjukan kenyataan yang sangat
jelas bahwa perilaku anak menunjukan akan pentingnya keteladanan dalam hidup
mereka, karena setiap orang (terutama anak) punya tabiat meniru. Maka pihakpihak yang dimungkinkan akan ditiru semestinya selalu tampil sebagai teladan
yang baik. Agar, anak yang meniru, mendapatkan contoh yang baik untuk ditiru.
Tabiat meniru ini, bahkan akan memberi kontribusi yang besar bagi hampir
seluruh kepribadian sang anak. Tak heran bila Rasulullah SAW mengatakan,
"Seseorang itu berada pada agama teman karibnya. Maka hendaklah salah
seorang di antara kalian melihat siapa yang menjadi temannya". (HR. Abu Daud,
Tirmidzi, dan Ahmad).
Berkat peniruan yang intensif baik dalam pergaulan dalam lingkungan
keluarga maupun dalam pergaulan pendidikan formal/non formal terbentuklah
tokoh identvikasi yaitu tokoh yang selalu benar, tokoh yang menjadi pusat
peniruan dan panutan, tokoh ideal dan idola bagi anak-anak atau peserta didik.
Berbahagialah orang tua apabila sang anak telah menjadikan bapak dan/atau
ibunya itu tokoh identivikasi bagi sang anak, yang telah mengajarkan nilai-nilai
kemulyaan secara utuh. Nilai-nilai inilah yang akan menjadi indicator terhadap
tingginya harkat dan martabat manusia, yang kesemuanya berawal dari sebuah
keteladanan. Maka kajian tentang manusia haruslah menjangkau hakekat manusia
secara menyeluruh dan utuh, yang akan menjelaskan secara penuh harkat dan
martabat manusia, yang akan membedakan manusia dari mahluk yang lain.
Pentingnya keteladanan ternyata sangat mendalam, sebagaimana dinyatakan
oleh Prof. Prayitno (2008:267) bahwa anak akan memfokuskan peniruannya
kepada orang tua yang amat dekat dan amat penting bagi dirinya, dalam hal ini
biasanya sang anak akan menjadikan kedua orang tua mereka sebagai significant
persons, yaitu orang-orang yang amat besar pengaruh, peranan dan artinya bagi
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
3
dirinya (sang anak). Anak meniru banyak hal dari orangtuanya, hal ini sangat
intensif dilakukan oleh sang anak sehingga akan membangun fondasi kehidupan
yang kokoh, yang sulit tergoyahkan sepanjang hayat. Fondasi ini akan
berpengaruh besar dalam seluruh perjalanan hidup sang anak untuk selanjutnya.
Gambaran ini sangat wajar sebab ikatan batin sang anak dengan orang tuanya
amatlah kuat, karena memperoleh fondasi yang kokoh sejak usia yang paling dini.
Banyak hasil penelitian menunjukan bahwa pendidikan karakter yang
diberikan pada anak-anak pra-sekolah dan pada pendidikan dasar dapat
membentuk perilaku positif; interaksi yang baik dengan gurunya, kemampuan
mengelola emosi, percaya diri, kemampuan berinteraksi sosial dengan kawannya,
termasuk kemampuan akademik.
1. Dampak Positif Pendidikan Karakter
Pendidikan Karakter bukan saja dapat membuat seorang anak mempunyai
akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan akademiknya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara keberhasilan
pendidikan karakter, dengan keberhasilan akademik, serta perilaku pro-sosial
anak, sehingga dapat membuat suasana sekolah dapat begitu menyenangkan dan
kondusif untuk proses belajar-mengajar yang efektif. Selain itu, anak-anak yang
berkarakter baik adalah mereka yang mempunyai kematangan emosi dan spiritual
tinggi, sehingga dapat mengelola stressnya dengan lebih baik, yang akhirnya
dapat meningkatkan kesehatan fisiknya.
Bahkan ada banyak pendapat dan para pakar pendidikan yang mengatakan
bahwa terlalu menekankan pendidikan akademik (kognitif atau otak kiri) dan
mengecilkan pentingnya pendidikan karakter (kecerdasan emosi atau otak kanan),
adalah penyebab utama gagalnya membangun manusia yang berkualjtas. Hal ini
dibuktikan dan beberapa studi yang menunjukkan bahwa keberhasilan manusia
dalam dunia kerja 80 persen ditentukan oleh kualitas karaktemya, dan hanya 20
persen ditentukan oleh kemampuan akademiknya.
Adalah hal yang tidak berlebihan untuk menempatkan pendidikan karakter
sebagai fondasi pembangunan sumber daya manusia (SDM) seutuhnya, dimana
karakter adalah input yang penting sekali dalam pembangunan SDM.
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
4
“Sesungguhnya ruh itu tumbuh dengan pendidikan yang lembut dan penuh kasih
sayang sebagaimana tubuh tumbuh dengan makanan yang sehat. Dan
sesungguhnya pertumbuhan tubuh mempunyai batas yang tak dapat dilewati,
bahkan semakin menurun di waktu tua, namun ruh akan terus tumbuh dan
berkembang hingga ajal menjelang” (Syaikh Muhammad Al-Khidhir Husain)
Faktor penyebab kegagalan anak di sekolah adalah rendahnya räsa percaya
diri dan keingintahuan, ketidakmampuan mengontrol diri, rendahnya motivasi,
kegagalan bersosialisasi, ketidakmampuan bekerjasama, dan rendahnya empati
anak. Dengan demikian, karakter merupakan masalah yang sangat krusial,
sehingga pendidikan karakter pada anak usia dini merupakan hal penting dan
mendesak untuk dilakukan.
Pada dasarnya, anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak yang
tingkat perkembangan emosi-sosialnya rendah, sehiugga anak beresiko besar
mengalami kesulitan dalam belajar, berinteraksi sosial, dan tidak mampu
mengontrol diri. Mengingat pentingnya penanaman karakter, maka penanaman
karakter yang baik merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.
Ibaratnya sebuah lahan yang harus dipersiapkan dengan baik ketika masa
tanam tiba, pendidikan karakter adalah menyiapkan lahan yang subur dan gembur
bagi anak. Maka ketika sebuah “bibit” saintis ditanamkan di lahan subur tersebut,
maka akan tumbuh seorang saintis yang mencintai ilmunya, jujur, bertanggung
jawab, amanah, baik hati, pekerja keras, dan lain-lain. Apapun “bibit” yang
ditanam; artis, guru, tukang kebun, manager, dokter, petani, pemahat, dan
sebagainya, maka akan tumbuh artis, guru, tukang kebun, manager, dokter, petani,
pemahat, dan sebagainya, yang mencintai pekerjaannya, jujur, bertanggung jawab,
amanah, baik hati, pekerja keras, dan lain-lain.
Maka tidak heran kalau Daniel Goleman dalam Megawangi (2007)
beranggapan bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat sebagian besar
ditentukan oleh kecerdasan emosi (80%) dan hanya 20% ditentukan oleh faktor
kecerdasan kognitif (IQ). Hasil penelitian George Boggs (dalam Jefferson Center,
1997) juga menunjukkan bahwa ada 13 faktor penunjang keberhasilan seseorang
di dunia kerja, dan ternyata dari 13 faktor tersebut, 10 di antaranya (hampir 80%)
adalah kualitas karakter seseorang, dan hanya 3 yang berkaitan dengan faktor
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
5
kecerdasan (IQ). Faktor-fakton tersebut adalah: a) jujur dan dapat diandalkan; b)
bisa dipercaya dan tepat waktu; c) bisa menyesuaikan diri dengan orang lain; d)
bisa bekerjasama dengan atasan; e) bisa menerima dan menjalankan kewajiban; f)
mempunyai motivasi kuat untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas diri; g)
berpikir bahwa dirinya berharga; h) bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara
efektif; i) dan bisa bekerja mandiri dengan supervisi minimum; serta j) dapat
menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya.
Jadi manusia yang dianggap jenius adalah mereka yang mampu memberikan
solusi dan menyelesaikan permasalahannya dalam berbagai aspek kehidupan.
Maka, mereka yang menggunakan bagian otak kanannya untuk berpikir dan otak
kirinya untuk bertindak, mereka adalah orang-orang jenius.
Selain keberhasilan dalam bidang akademis, kematangan emosisosial anak
juga berkorelasi positif terhadap kesehatan fisik. Misalnya dampak yang
ditimbulkan oleb usaha untuk meningkatkan kemampuan sosial dan emosi anak
terhadap kesehatan fisik penduduk dengan menurunkan kemungkinan keterlibatan
mereka dalam perilaku beresiko tinggi (misalnya penggunaan narkotik, alkohol).
Disimpulkan bahwa kematangan sosial dan emosi pada masa kanak-kanak
dapat menurunkan perilaku beresiko tinggi, seperti penggunaan alkohol, yang
merupakan penyebab utama masalah kesehatan dalam kehidupan manusia
(misalnya kanker, lemahnya sistem pertahanan tubuh, dsb), maka, peningkatan
kematangan sosial dan emosi pada masa kanak-kanak dapat memperbaiki
kesehatan
untuk
menjalankan
fungsi-fungsinya
dalam
kehidupan.karena
kematangan sosial dan emosi pada orang-orang dewasa dapat memperbaiki
kesehatan fisiknya dalam kurun waktu kehidupannya.
2. Mengembangkan Potensi Karakter Anak
Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat
tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang
dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Tentunya ini memerlukan usaha
yang menyeluruh yang dilakukan oleh semua pihak; keluarga, sekolah, dan
seluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat, seperti lembaga keagamaan
(mesjid, gereja, dsb), perkumpulan olahraga, komunitas bisnis, dan sebagainya.
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
6
Karena membangun masyarakat yang bermoral adalah tanggung jawab
semua pihak. Hal mi merupakan tantangan yang luar biasa besamya, maka perlu
ada suatu kesadaran dan seluruh konstituen yang melingkupi dan mempengaruhi
kehidupan anak-anak, bahwa pendidikan karakter adalah hal yang vital untuk
dilakukan. Oleh karena itu, pendidikan karakter harus dilakukan secara eksplisit
(terencana), terfokus dan komprehensif, agar pembentukan masyarakat yang
berkarakter dapat terwujud.
Ada sebuah teori dalam ilmu sosiologi tentang pentingnya institusi keluarga
dalam menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa, yaitu ‘family is the
fundamental unit of society” (keluarga adalah unit yang penting sekali dalam
masyarakat). Artinya kalau institusi keluarga sebagai fondasi lemah, maka
“bangunan” masyarakat juga akan lemah. Masalah-masalah yang terdapat dalam
masyarakat seperti kemiskinan, kekerasan yang merajalela, dan segala macam
kebobrokan sosial, maka menurut teori mi adalah cerminan dan tidak kokohnya
institusi keluarga.
Keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana seorang anak dididik
dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan di dalam
resolusi majelis umum PBB adalah “keluarga sebagai wahana untuk mendidik,
mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh
anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta
memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga
sejahtera.”
Demikian juga dengan pola asuh orang tua (keluarga) yang baik adalah yang
membuat anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga, dan diberi
dukungan oleh orang tuanya. Pola asuh yang demikian dapat membentuk
kepribadian yang pro-sosial, percaya diri, dan mandiri namun sangat peduli
dengan lingkungannya.
Seorang
pakar
pendidikan,
William
Bennett,
mengatakan
bahwa
kesejahteraan fisilt, psikis, dan pendidikan anak-anak kita sangat tergantung pada
sejahtera tidaknya keluarga. Keluarga adalah tempat yang paling awal dan efektif
(menjalankan fungsi) Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan.
Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
7
menjadi terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi
lembaga-lembaga lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Secara ringkas, ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang
dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak: 1) kurang
menunjukkan ekspresi kasih sayang, baik secara verbal maupun fisik; 2) kKurang
meluangkan waktu yang cukup untuk anak; 3) bersikap kasar secara verbal,
misalnya menyindir, mengecilkan ànak, dan berkata-kata kasar; 4) bersikap kasar
secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan
lainnya; 5) terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitifsecara
dini. Memasukkan anak ke sekolah formal (tingkat SD) pada usia dini (5 tahun);
dan 6) tidak menanamkan “good character” kepada anak.
Dampak yang ditimbulkan dan salah asuh seperti di atas, akan.
menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau
mempunyai kecerdasan emosi rendah. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh
orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami
kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Secara emosi
tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mämpu memberikan cinta
kepada orang lain. Anak suka berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti
orang baik secara verbal maupun fisik. Anak juga akan menjadi minder, merasa
diri tidak berharga dan berguna. Selalu berpandangan negative pada lingkungan
sekitamya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain,
dan merasa orang lain sedang mengkritiknya.
Berdasarkan uraian di atas patut dijadikan rujukan Thomas Lickona melalui
“Ten Big Ideas” dalam membentuk
karakter yaitu dengan moralitas
Penghormatan, Perkembangan Moralitas Penghormatan Berjalan Secara Bertahap,
Mengajarkan Prinsip Saling Menghormati, dan Mengajarkan dengan Contoh.
Hormat adalah kunci utama manusia untuk dapat hidup bermasyarakat
terutama dalam masyarakat yang plural. Penghormatan harus diberikan kepada
diri sendiri sebagai manusia, yaitu untuk menjaga diri agar tidak terlibat dalam
perilaku yang merusak diri. Kemudian hormat kepada orang lain sebagai sesama
manusia yang merupakan ciptaan Tuhan, walaupun berbeda suku, agama, dan
pandangan hidup.
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
8
Anak-anak tidak dapat langsung menjadi manusia bermoral, tetapi perlu
proses sosialisasi yang terus menerus dari orang tuanya. Mendidik anak
memerlukan tingkat kesabaran tinggi, oleh karena itu memerlukan komitmen dari
orang tuanya. Seperti halnya perkembangan motorik dan intelektual yang terjadi
secara bertahap dan masa kecil sampai usia dewasa, perkembangan moral anak
juga berjalan secara bertahap. Untuk itu orang tua perlu mengerti tahapan-tahapan
perkembangan moral anak, agar dapat menyesuaikan diri dengan fase umur anak
Anak-anak akan belajar bagaimana menghormati orang lain kalau ia juga
merasa dihormati. Orang tua hendaknya menghormati anaknya sebagai manusia
walaupun masih kecil. Cara penghormatan orang tua yang diberikan kepada
anaknya misalnya memberikan aturan disiplin dengan mengajaknya berdiskusi
tentang alasan-alasan rasional mengapa harus ada peraturan tersebut. Juga dengan
berbicara secara sopan. Adalah hal biasa bagi anak kecil untuk tidak membalas
penghormatan
yang
diberikan
kepadanya,
namun
orang
tua
harus
mengingatkannya. Misalnya seorang anak yang meminta sesuatu kepada ibunya
dengan cara berteriak, maka si ibu harus menasehatinya, “Mama ingin kamu tidak
berteriak begitu, karena mama merasa tidak dihormati oleh kamu.”
Cara yang cukup efektifuntuk mengajarkan anak adalah dengan memberikan
contoh konkrit mengenai perilaku bagaimana seharusnya, walaupun tidak
dikatakan secara langsung. Misalnya dengan mengajak anak untuk menanam
pohon di lingkungan sekitar rumahnya, atau membantu orang-orang yang perlu
bantuan. Atau anak-anak dibacakan buku-buku yang mengandung pesan-pesan
moral, karena tokoh dalam cerita dapat menjadi contoh yang baik. Selain itu orang
tua harus mengontrol acara-acara TV, terutama acara yang dapat menjadi contoh
buruk bagi anak.
3. Membangun Karakter di Sekolah Secara Efektif
Menurut Thomas Lickona karakter terdiri dan 3 bagian yang saling terkait,
yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan (moral feeling), dan
perilaku bermoral (moral behavior). Karakter yang baik terdiri dan mengetahui
kebaikan (knowing the good), mencintai atau menginginkan kebaikan (loving or
desiring the good), dan melakukan kebaikan (acting the good). Oleh karena itu,
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
9
cara membentuk karakter yang efektif adalah dengan melibatkan ketiga aspek
tersebut.
Selain itu, karakter adalah otot-otot yang sudah terbentuk, yang berkembang
melalui proses panjang latihan dan kedisiplinan yang dilakukan setiap hari.
Ibaratnya seperti seorang binaragawan yang ototnya terbentuk melalui proses
latihan dan kedisiplinani tinggi sehingga “otot-otot”nya kokoh terbentuk.
Pendidikan karakter di sekolah yang berhasil sangat tergantung dan
koinitmen kepala sekolah yang mempunyai visi ingin membangun karakter siswa
di sekolahnya. Inisalnya, sebuah sekolah dapat mencantumkan vlsi “Membina dan
mengembangkan siswa berkarakter yang sesuai dengan nilai-nilai luhur
kepribadian bangsa”. Visi tersebut harus disadari oleh seluruh guru dan orangtua,
yang semuanya ini sangat tergantung pada kemampuan kepala sekolah untuk
mensosialisasikan visinya. Selain itu, visi tersebut dituangkan dalam misi yang
jelas, dan strategi apa yang dapat digunakan untuk mencapai visi tersebut.
Model ini telah diujicobakan melalui pilot project SBB dan TK Karakter
(untuk usia dirii) serta SD Karakter dan beberapa SD negeri dan swasta lainnya.
Dan ujicoba ini terlihat bahwa model ini efektif dalam membentuk karakter anak.
Penerapan model ini adalah sebagai berikut:
1. Memakai acuan nilai-nilai yang tertuang kedalam 9 pilar karakter yang
direfleksikan ke dalam modul kegiatan di kelas. Kurikulum 9 pilar yang
telah dikembangkan terdiri dan manual untuk guru, 10 buku lembar
kegiatan siswa, dan lebih dan 100 buku cerita tentang karakter.
2. Mengajarkan pilar-pilar dalam kurun waktu 2 tahun sekolah, dimana tema
setiap pilar ditukar secara bergantian setiap dua atau tiga ininggu sekali.
3. Menggunakan kurikulum karakter (kurikulum eksplisit), yang diterapkan
dengan refleksi pilar setiap hari selama 20 menit sebelum kelas dimulai,
yaitu dengan menerapkan prinsip knowing the good, loving the good, and
desiring the good.
4. Menggunakan
(Character
sistem
based
“Pembelajaran
Integrated
Terpadu
Learning
Berbasis
System).
Pilar
Karakter”
karakter
diintegrasikan pada pembelajaran di sentra-sentra (TK) atau seluruh mata
ajaran (Sekolah Dasar). Dengan cara ini penanaman karakter akan lebih
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
10
efektif, karena dalam seluruh kegiatan belajar di kelas akan mengandung
pula nilai-nilai karakter melalui latihan dan pengalaman konkrit (moral
action).
5. Menggunakan teori DAP (Developmentally Appropriate Practices) dan
teori multzple intelligences (kecerdasan majemuk), metode pembelajaran
inquity-based learning (pendekatan yang merangsang daya minat anak),
dan cooperative learning (pendekatan belajar bersama dalam kelompok),
sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan (termasuk sistem
aktivitas sentra, dan unit-unit tema). Suasana belajar yang menyenangkan
dapat mengurangi stres, meningkatkan motivasi anak, dan meningkatkan
rasa kemampuan anak (sense of competence), yang semuanya ini dapat
mendukung pembentukan karakter anak.
6. Menerapkan
co-parenting,
dimana
orang
tua
dikirimkan
surat
pemberitahuan setiap awal pilar dimulai agar mereka tahu bahwa anaknya
sedang belajar pilar di sekolah. Orang tua dihimbau untuk menerapkan
serangkaian aktifitas di rumah (diberikan daftar aktifitas), dan diwajibkan
mengisi kuesioner pada akhir pilar tentang pengalaman dan apa yang
dirasakan orang tua ketika mengajarkan pilar di rumah. Selain untuk
melibatkan orang tua siswa, pengisian kuesioner bisa dijadikan bahan
evaluasi bagi sekolah untuk melihat efektivitas pendidikan karakter yang
sedang dilakukannya.
Seperti halnya aspek perkembangan motorik, mental, dan sosial anak yang
berjalan secara bertahap dan memerlukan pendekatan yang patut sesuai dengan
tahapan umur anak, pendidikan karakter yang diberikan kepada anak juga harus
memperhatikan tahap-tahap perkembangan moral anak. Misalnya anak usia
prasekolah tidak dapat diharapkan untuk mempunyai pemahaman rasional yang
dikaitkan dengan tujuan menjaga keutuhan sebuah sistem sosial dengan cara yang
abstrak. Proses sosialisasi pada tahapan ini dapat dilakukan dengan metode
menumbuhkan kecintaan kepada kebajikan dengan contoh-contoh konkrit
(membacakan buku cerita, permainan, musik dan menyanyi, dan sebagainya).
Menunit seorang psikolog Lawrence Kohlberg, seseorang yang menghindari
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
11
perilaku buruk karena takut akan hukuman adalah tingkatan moral yang paling
rendah.
PENUTUP
Diawal tulisan telah di paparkan kondisi nyata yang telah mengindikasikan
adanya krisis multidimensiaonal yang melanda masyarakat Indonesia. Diperkuat
dengan data-data hasil penelitian dengan informasi-informasi yang cukup
mengejutkan, ternyata sudah begitu jauh permasalahan yang telah melilit bangsa
ini, terutama masalah sumber daya manusia. Hal ini menunjukan bahwa begitu
urgen mengembalikan kepercayaan kepada pentingnya membangun karakter
individu dalam membangun peradaban bengsa melalui revitalisasi pendidikan dan
kehidupan agama sebagai sumber acauan moral.
Perbaikan dapat dicapi oleh bangsa ini dengan mengoptimalkan dampak
positif pendidikan karakter karena telah memberikan kematangan sosial dan emosi
pada masa kanak-kanak dapat menurunkan perilaku beresiko tinggi. Melalui
pendidikan karakter yang baik dapat mengembangkan potensi karakter anak,
dapat diorientasikan nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan sehingga dapat
membangun karakter di sekolah secara efektif. Dengan demikian percepatan
pembangunan bangsa dapat lebih mungkin dicapai melalui pendidik karakter yang
berhasil.
Oleh kerena itu membangun moral manusia harus ditempatkan paling tidak
sama pentingnya dalam mambangun sistem atau keduanya harus dilakukan
bersamaan. Membangun moral manusia sangat erat kaitannya dengan masalah
spiritual dan agama, masalah yang dikesampingkan oleh komunisme. Manusia
hanya mau tunduk pada nilai-nilai moral tinggi, karena dia percaya bahwa ada
tujuan hakiki yang harus dicapai manusia diluar kehidupan yang tinggi.
Demikian juga dalam mempersiapkan generasi yang baik dibutuhkan para
pendidik yang berkarakter baik. Beberapa model guru yang menjadi panutan bagi
munid-muridnya
dalam
mendidik
harus
memiliki
karakter
diantaranya:
Memperlakukan murid-muridnya dengan kasih sayang, adil, dan hormat. Anakanak memerlukan kelekatan psikologis dengan orang tua dan pendidiknya.
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
12
Apabila murid merasa sayang dan percaya dengan gurunya, maka mudah bagi
mereka menuruti nasehat-nasehat moral yang diberikan.
Para pendidik harus dapat membuat serangkaian aktivitas
untuk
mempraktekkan nilai-nilai karakter di rumah, di sekolah, dan di komunitas
lingkungan, agar mereka bisa tumbuh menjadi manusia yang peduli untuk selalu
melakukan kebajikan. Tatanan masyarakat madani akan terujud kalau manusiamanusianya telah mengadopsi nilai-nilai moral dalam dirinya serta mampu
memobilisasi kesadaran dirinya untuk menjadi manusia yang berahlak mulia.
Memperbaiki ahlak manusia adalah tujuan dan turunnya agama melalui utusanutusan Tuhan di bumi, serta di lanjutkan peran tersebut oleh para guru yang
berkarakter baik dan mulia untuk membangun bangsa ini. Sehingga suatu ketika
kelak bangkitlah bangsa ini karena terimplementasikannya nilai-nilai karekter
bangsa sang sudah cukup lama memudar hingga hari ini.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmad Zairofi. 2002. Memupuk Jiwa Keteladanan. Jurnal MQ - Edisi April.
Bandung
Covey, Stephen R. 1997. Kepemimpinan yang Berprinsip (terjemahan).
Jakarta: Binarupa Aksara
http://baitijannati.wordpress.com/2008/01/05/keluargateladan-pertama-anak
http://roron.wordpress.com/2007/09/02/keteladanan-pemimpin/
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0607/24/opi01.html
http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?
t=28599&sid=caeb8d0df3b5ea58e4e4948c3758ed77
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum
Prayitno. 2008. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Universitas Negeri
Padang.
Ratna Megawangi. 2007. Pendidikan Karakter Solusi Tepat untuk
Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Haritage Foundation
Syarifuddin-Pendidikan karakter dalam percepatan pembengunan bangsa
13