HUBUNGAN PERILAKU SEKSUAL DAN KEJADIAN KANKER SERVIKS INVASIF

HUBUNGAN PERILAKU SEKSUAL DAN KEJADIAN KANKER SERVIKS INVASIF SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Fanny Aprilia Savitri G0009076

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012

Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatnya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Hubungan Perilaku Seksual dan Kejadian Kanker Serviks Invasif”. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh rasa hormat ucapan terima kasih yang dalam saya berikan kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Heru Priyadi S., dr., Sp.OG (K) selaku Pembimbing Utama yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

3. Novi Primadewi, dr., Sp.THT-KL, M.Kes. selaku Pembimbing Pendamping yang tak henti-hentinya bersedia meluangkan untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini.

4. Dr. Hj. Sulistyowati, dr., Sp.OG (K) selaku Penguji Utama yang telah

memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Senyum Indrakila, dr., Sp.M selaku Penguji Pendamping yang telah

memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

6. Prof. Bhisma Murti, dr., MPH, M.Sc., Ph.D, yang telah memberikan arahan dalam bidang statistik dalam penyusunan skripsi ini.

7. Muthmainah, dr., M.Kes selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini.

8. Yang tercinta kedua orang tua saya, Ayah Suleman dan Ibu Mas’anah dan seluruh keluarga besar yang senantiasa mendoakan tiada henti, dan memberikan support dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini.

9. Sahabat-sahabat terdekat Priyanka, Regina, Dewi, Wulan, serta teman-teman angkatan 2009 atas semangat dan bantuan yang tak henti-henti dan waktu yang selalu tersedia.

10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, Nopember 2012

Fanny Aprilia Savitri

BAB V. PEMBAHASAN ......................................................................... ............... 35

A. Hubungan Usia Coitarche dan Kejadian Kanker Serviks Invasif .............35

B. Hubungan Riwayat Jumlah Pasangan Seksual dan Kejadian Kanker Serviks Invasif .......... .............................................................................................. 36

C. Hubungan Riwayat Penyakit Menular Seksual dan Kejadian Kanker Serviks Invasif .......................................................................................... 37

D. Hubungan Riwayat Penggunaan Alat Kontrasepsi dan Kanker Serviks Invasif ........... ............................................................................................ 38

E. Hubungan Usia Coitarche, Riwayat Jumlah Pasangan Seksual, Riwayat Penyakit Menular Seksual dan Kejadian Kanker Serviks Invasif ........ .... 38

BAB VI. PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................................... ......... 40

B. Saran .......................................................................................... ............... 40

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 42 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Serviks Gambar 2.2 Squamocollumnar Junction Gambar 2.3 Gambaran Kanker Serviks Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Gambar 3.1 Rancangan Penelitian Tabel 2.1 Stadium Klinis Kanker Serviks Menurut Sistem FIGO Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Data Kontinyu Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Riwayat Pernah Menderita Penyakit

Menular Seksual (PMS) Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Riwayat Pasangan Seksual Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Riwayat Penggunaan Alat Koktrasepsi Tabel 4.5 Analisis Bivariat Hubungan Usia Coitarche dan Kejadian Kanker Serviks

Invasif Tabel 4.6 Analisis Bivariat Hubungan Riwayat Jumlah Pasangan Seksual dan

Kejadian Kanker Serviks Invasif Tabel 4.7 Analisis Bivariat Hubungan Riwayat Penyakit Menular Seksual dan

Kejadian Kanker Serviks Invasif Tabel 4.8 Analisis Bivariat Hubungan Riwayat Penggunaan Alat Kontrasepsi dan

Kejadian Kanker Serviks Invasif Tabel 4.9 Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Hubungan Usia Coitarche, Riwayat

Penyakit Menular Seksual, dan Riwayat Kontrasepsi dengan Kejadian Kanker Serviks Invasif

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 2 Lembar Pengumpul Data

Lampiran 3 Data Responden Lampiran 4 Analisis Data SPSS

Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian Lampiran 6 Surat Bukti Selesai Penelitian

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karsinoma serviks atau kanker leher rahim adalah karsinoma yang tumbuh di daerah leher rahim (serviks), yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina) (Swierzewski, 1999). Kanker serviks invasif adalah kanker yang telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya. Kanker serviks merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan dampak psikologis yang luas bagi pasien dan keluarga pasien. Setiap satu jam satu perempuan Indonesia meninggal karena kanker serviks atau kanker mulut rahim (Tempo, 2011). Berdasarkan data Research Cancer United Kingdom (UK), angka kejadian kanker serviks di Asia Tenggara tahun 2008 sebesar 8,3 per 100.000 wanita per tahun. Termasuk Indonesia dengan angka kejadian 13,9 per 100.000 wanita per tahun dan turut menyumbangkan 2831 kematian akibat kanker serviks dari total 6948 kematian di Asia Tenggara (WHO, 2010).

Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian kanker serviks, salah satunya adalah faktor ginekologis yang berhubungan dengan perilaku seksual. Faktor ginekologis adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan organ reproduksi wanita. Dalam penelitiannya, Kim dan Goldie (2008) menyebutkan salah satunya adalah infeksi Human papillomavirus

kanker serviks. Usia pertama melakukan hubungan seksual dan jumlah pasangan seksual juga berpengaruh terhadap kejadian kanker serviks. Menurut Rasjidi (2008) berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun dapat meningkatkan risiko kanker serviks. Berdasar penelitian Winer (2006) penggunaan kontrasepsi kondom secara inkonsisten dapat meningkatkan risiko infeksi HPV. Sedangkan penyakit menular seksual non-HPV yang dialami menurut Rasjidi (2008) dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi sekunder oleh HPV karena adanya lesi pada organ genital pasien. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mencari hubungan antara perilaku seksual dan kejadian kanker serviks invasif.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat hubungan antara usia pertama melakukan hubungan seksual dan kejadian kanker serviks invasif?

2. Apakah terdapat hubungan antara jumlah pasangan seksual atau riwayat pernikahan dan kanker serviks invasif?

3. Apakah terdapat hubungan antara riwayat kontrasepsi dan kejadian kanker serviks invasif?

4. Apakah terdapat hubungan antara riwayat penyakit menular seksual dan kejadian kanker serviks invasif?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui hubungan usia pertama melakukan hubungan seksual dan kejadian kanker serviks invasif 1. Mengetahui hubungan usia pertama melakukan hubungan seksual dan kejadian kanker serviks invasif

3. Mengetahui hubungan riwayat kontrasepsi dan kejadian kanker serviks invasif

4. Mengetahui hubungan riwayat penyakit menular seksual dan kejadian kanker serviks invasif

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai hubungan perilaku seksual terhadap kejadian kanker serviks invasif

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan untuk penelitian mengenai kanker serviks.

2. Manfaat Aplikatif

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai perilaku seksual yang berhubungan dengan kejadian kanker serviks invasif kepada para wanita umumnya

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada tenaga medis agar dapat menjadi acuan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan terutama mengenai kejadian kanker serviks

LANDASAN TEORI

A. Kanker Serviks

Struktur organ reproduksi wanita terdiri dari organ internal dan eksternal. Organ internal terdiri dari: dua ovarium dan dua tuba fallopii atau saluran telur, uterus, dan vagina. Sedangkan organ eksternal secara keseluruhan disebut vulva dan terdiri dari struktur-struktur yang tampak dari luar mulai dari pubis sampai ke perineum:mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum yang berbentuk seperti buah almond di dalam labia minora (Price dan Wilson, 2006). Serviks atau leher rahim merupakan suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Bagian bawah serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supra vaginalis servisis uteri. Saluran yang terdapat pada serviks, disebut kanalis servikalis, berbentuk sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum, dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum (Winkjosastro, 2006).

Gambar 2.1 Anatomi Serviks

Pada awal perkembangan embriologi, serviks dan vagina bagian atas dilapisi dengan epitel silindris. Pada perkembangan intra uterin selanjutnya, epitel silindris vagina secara progresif digantikan dengan epitel pipih (epitel skuamosa). Pada masa neonatologi, vagina sudah dilapisi dengan epitel pipih sementara itu epitel silindris hanya dijumpai pada kanalis endoservikalis dan bagian tengah ektoservik. Secara makroskopik, epitel silindris terlihat berwarna merah oleh karena hanya satu lapis sehingga pembuluh darah dibalik epitel terlihat dengan jelas.

Batas pertemuan antara epitel pipih dan silindris berada di sekitar ostium uteri eksternum - external os dan dinamakan squamocollumnar junction . Selama hidup, terutama pada masa remaja dan kehamilan pertama, epitel pipih yang metaplastik menutupi epitel silindris sehingga squamocollumnar junction yang baru menjadi lebih dekat dengan external os dan dapat memasuki kanalis endoservikal. Zona transformasi adalah daerah Batas pertemuan antara epitel pipih dan silindris berada di sekitar ostium uteri eksternum - external os dan dinamakan squamocollumnar junction . Selama hidup, terutama pada masa remaja dan kehamilan pertama, epitel pipih yang metaplastik menutupi epitel silindris sehingga squamocollumnar junction yang baru menjadi lebih dekat dengan external os dan dapat memasuki kanalis endoservikal. Zona transformasi adalah daerah

Gambar 2.2 Squamocollumnar Junction

Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel yang tidak terkontrol dan abnormal. Kanker dapat dicetuskan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang memicu terjadinya proses karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Faktor eksternal dapat berupa infeksi, radiasi, zat kimia tertentu, dan juga konsumsi tembakau, sedangkan mutasi (baik yang diturunkan maupun akibat metabolisme), hormon, dan kondisi sistem imun merupakan faktor internal (American Cancer Society, 2008).

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang tumbuh di daerah leher rahim (serviks). Kanker serviks ini biasanya merupakan kanker yang tumbuh perlahan yang sering tidak menunjukkan gejala tetapi dapat diketahui dengan Pap test rutin (suatu prosedur dimana sel serviks dipulas dan dilihat dengan mikroskop). Kanker serviks hampir selalu disebabkan oleh Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang tumbuh di daerah leher rahim (serviks). Kanker serviks ini biasanya merupakan kanker yang tumbuh perlahan yang sering tidak menunjukkan gejala tetapi dapat diketahui dengan Pap test rutin (suatu prosedur dimana sel serviks dipulas dan dilihat dengan mikroskop). Kanker serviks hampir selalu disebabkan oleh

B. Gambaran dan Stadium Invasif Kanker Serviks

Kanker serviks umumnya tidak memunculkan gejala hingga sel-sel serviks yang abnormal dan mengganas mulai menginvasi jaringan sekitarnya. Dengan kata lain, gejala baru muncul bila telah terjadi kanker invasif. Di saat ini terjadi, gejala yang umum muncul adalah perdarahan pervaginam yang abnormal, yaitu perdarahan spontan yang terjadi di antara dua siklus menstruasi. Perdarahan ini dapat pula muncul setelah melakukan hubungan seksual akibat tergesernya tumor pada waktu koitus. Perdarahan menstruasi dapat menjadi lebih lama dan lebih banyak daripada biasanya. Pada wanita yang telah menopause, perdarahan abnormal ini yang menjadi keluhan utama dan membawa wanita pergi ke dokter (American Cancer Society, 2007).

Selain perdarahan abnormal, keputihan juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Warnanya pun menjadi kekuningan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan spontan saat defekasi dapat pula ditemukan. Hal ini terjadi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala. Adanya perdarahan abnormal pervaginam saat defekasi perlu dicurigai kemungkinan adanya Selain perdarahan abnormal, keputihan juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Warnanya pun menjadi kekuningan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan spontan saat defekasi dapat pula ditemukan. Hal ini terjadi akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala. Adanya perdarahan abnormal pervaginam saat defekasi perlu dicurigai kemungkinan adanya

2005).

Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat lesi pada daerah serviks. Beberapa lesi dapat tersembunyi di kanal bagian endoserviks, namun dapat diketahui melalui pemeriksaan bimanual. Semakin lebar diameter lesi maka semakin sempit jarak antara tumor dengan dinding pelvis (Randall, 2005).

Setelah diagnosis kanker ditegakkan, stadium kanker juga dipastikan. Stadium klinis kanker serviks ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti: kolposkopi, sistoskopi, dan proktoskopi. Penentuan stadium kanker serviks mengikuti sistem internasional yang ditetapkan Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). Berdasarkan sistem ini kanker diklasifikasikan dari stadium 0 (disebut kanker in situ [CIS] atau Carsinoma Intraepithelial Neoplasia [CIN]) sampai stadium 4 (kanker yang telah bermetastase ke bagian tubuh yang lain). Stadium in situ menunjukkan perubahan sitologi dan morfologi sel epitelial. Stadium invasif kanker serviks adalah stadium dimana lesi kanker telah menyebar hingga melewati membran basal epitel. Stadium invasif kanker serviks diawali oleh stadium in situ yang menunjukkan morfologi kanker kecuali invasi ke stroma (Johnson, 1960).

Gambar 2.3 Gambaran kanker serviks

Stadium 0

Karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial

Stadium I

Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan)

Stadium IA

Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya t idak lebih dari 7 mm

Stadium IA1

Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm

Stadium IA2

Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm

Stadium IB

Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari IA

Stadium IB1

Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm

Stadium IB2

Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm

Stadium II

Lesi tidak menyebar ke dinding panggul atau vagina bagian bawah, tetapi telah melibatkan rahim

Stadium IIA

Telah melibatkan vagina, tetapi belum melibatkan parametrium

Stadium IIB

Lesi telah menyebar ke jaringan sekeliling serviks (parametrium)

Stadium III

Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain.

Stadium IIIA

Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul

Stadium IIIB

Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal

Stadium IV

Lesi telah menyebar (metastase) ke organ atau area tubuh lainnya

Stadium IVA

Lesi telah menyebar ke ureter atau rectum

Stadium IVB

Lesi telah menyebar ke organ selain organ di rongga panggul, seperti hati atau paru-paru atau organ abdominal

(Swierzewski, 2010)

Dari segi biologis semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai dengan manusia, mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya. Aktivitas atau perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadic (timbul dan hilang pada saat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan kontinuitas antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar, perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang diselaraskan peran manusia sebagai makhluk individu, sosial dan berketuhanan (Purwanto, 1999). Keunikan perilaku berbeda dari yang lainnya. Jadi tiap-tiap manusia memiliki ciri-ciri, sifat-sifat tersendiri yang membedakan dari manusia lainnya. Pengalaman-pengalaman masa lalu dan aspirasi-aspirasinya untuk masa yang akan datang menentukan perilaku di masa kini dan arena tiap orang

mempunyai pengalaman dan aspirasi yang berbeda-beda, maka perilaku di masa kini pun berbeda-beda (Purwanto,1999).

Seksual adalah rangsangan atau dorongan yang timbul berhubungan dengan seks (Notoatmodjo, 2007). Seksualitas diartikan sebagai sebuah identitas individu yang secara sosial dibangun berdasarkan komponen biologis, kepercayaan, nilai, minat, daya tarik, harapan dan tingkah laku (Walsh, 2007). Seksualitas bukan semata-mata bagian intrinsik dari seseorang Seksual adalah rangsangan atau dorongan yang timbul berhubungan dengan seks (Notoatmodjo, 2007). Seksualitas diartikan sebagai sebuah identitas individu yang secara sosial dibangun berdasarkan komponen biologis, kepercayaan, nilai, minat, daya tarik, harapan dan tingkah laku (Walsh, 2007). Seksualitas bukan semata-mata bagian intrinsik dari seseorang

Perilaku seksual: usia coitarche lebih awal, jumlah pasangan seksual lebih dari satu, penggunaan kondom secara inkonsisten, dan riwayat terinfeksi penyakit menular seksual dapat meningkatkan risiko terifenksi HPV onkogenik (Schorge dkk, 2008; Winer, 2006; Rasjidi, 2008).

1. Usia coitarche atau usia pertama melakukan hubungan seks

Dalam perkembangannya organ reproduksi wanita mengalami perubahan secara bertahap. Tahapan ini dipengaruhi oleh sistem hormonal. Perkembangan organ reproduksi wanita dipengaruhi oleh estrogen dan akan mencapai maturitas setelah dewasa. Wanita yang menikah di usia muda lebih berisiko menderita kanker serviks daripada wanita yang menikah setelah dewasa. Pada usia tersebut kondisi rahim seorang remaja putri sangat sensitif. Serviks remaja lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena terdapat proses metaplasia skuamosa yang aktif, yang terjadi di dalam zona transformasi selama periode perkembangan. Sedangkan menurut Rasjidi (2008) sel kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali.

Berganti-ganti pasangan secara tidak langsung dapat meningkatkan kejadian kanker serviks. Hal ini dikarenakan infeksi HPV terjadi pada wanita yang aktif secara seksual. Selain itu penyakit menular seksual dapat menjadi jalan infeksi sekunder oleh HPV. Apabila pasangan seksual telah terinfeksi HPV maka penularan virus dapat terjadi. Hal ini juga tidak menentukan bahwa memiliki satu pasangan memastikan tidak tertularnya infeksi HPV. Dalam penelitiannya Kahn (2009) menyebutkan infeksi HPV bisa didapat beberapa bulan setelah berhubungan seksual: sebuah studi universitas di Amerika Serikat melaporkan bahwa wanita yang baru pertama melakukan hubungan seksual dengan pasangan tunggal, 30% menjadi HPV positif dalam satu tahun.

3. Riwayat penyakit menular seksual

Faktor risiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang ditularkan secara seksual. Lebih dari 20 tipe HPV yang berbeda mempunyai hubungan dengan kanker serviks. Cancer

Research UK pun melaporkan bahwa infeksi HPV merupakan prekursor terjadinya kanker serviks. Infeksi HPV terjadi dalam persentase yang besar pada wanita yang aktif secara seksual. Kebanyakan dari infeksi virus ini sembuh sempurna dalam beberapa bulan hingga tahun, dan hanya sebagian kecil saja yang berkembang menjadi suatu kanker. Ini berarti bahwa diperlukan faktor-faktor penting lainnya yang harus ada untuk mencetuskan suatu proses karsinogenesis (Garcia, 2009).

dikaitkan dengan kejadian kanker serviks. Walaupun semua virus herpes simpleks (HSV) tipe 2 belum didemonstrasikan pada sel tumor, teknik hibridisasi in situ telah menunjukkan bahwa terdapat HSV RNA spesifik pada sampel jaringan wanita dengan displasia serviks. Infeksi herpes simplex virus-2 (HSV-2) memungkinkan HPV masuk ke lapisan epitel lebih dalam, inflamasi yang disebabkan virus herpes mengganggu respon imun terhadap HPV dan infeksi HSV menstimulasi DNA HPV untuk bereplikasi dan berintegrasi pada DNA sel epitel serviks (Rusmana, 2009).

Infeksi trikomonas, sifilis, dan gonokokus ditemukan berhubungan dengan kanker serviks. Namun infeksi ini dipercaya muncul akibat hubungan seksual dengan banyak pasangan dan tidak dipertimbangkan sebagai faktor risiko kanker serviks secara langsung (Rasjidi, 2008). Pada infeksi vagina dapat terjadi keputihan dan mengganggu stabilitas epitel serviks. Saputra (2011) menyebutkan bahwa virus HPV hidup di daerah yang lembab, persisnya dalam cairan vagina yang diidap oleh penderita keputihan (leukorea) akan mempermudah terjadinya infeksi HPV.

4. Riwayat kontrasepsi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi hormonal per-oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadinya kanker serviks. Pil kontrasepsi oral akan Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi hormonal per-oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadinya kanker serviks. Pil kontrasepsi oral akan

Kontrasepsi hormonal per-oral berperan sebagai alat yang mempengaruhi karsinogenesis serviks (Bicho, 2009). Hal ini terjadi sejak diketahuinya peran estrogen yang memiliki efek trophic dalam meningkatkan pertumbuhan sel. Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal berupa pil dalam jangka lama memiliki risiko kanker serviks uteri. Menurut penelitian Vanankovit (2008), Bertram (2004), dan Tiffany (2009) penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka lama dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Selain itu estrogen juga berperan pada proses metaplasia skuamosa serviks. Gelombang estrogen menetapkan lactobacilli sebagai bagian dari flora normal vagina. Mikroorganisme ini menghasilkan asam laktat, yang menurunkan pH vaginal menjadi 4 atau kurang. Epitel kolumnar endoserviks terpapar setelah pubertas pada kadar keasaman dari lingkungan vagina. Kerusakan pada epitel kolumnar yang tereversi disebabkan oleh kadar keasaman yang dihasilkan oleh proliferasi dari cadangan sel stroma epitel kolumnar dasar, dan hal ini akan menggantikan epitel dengan epitel imatur, undifferentiated , stratified, skuamosa, dan epitel metaplastik (Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM FK UI). Serviks wanita peka terhadap stimuli karsinogenik oleh karena adanya metaplasia skuamosa pada zona transformasi yang berhubungan dengan siklus perubahan endokrinologi

mempengaruhi kadar estrogen tubuh sehingga siklus hormonal wanita juga terganggu. Sebenarnya metaplasia skuamosa adalah proses normal, namun adanya pengaruh dari infeksi virus HPV terjadi perubahan seluler atipik pada zona transformasi yang dinamakan CIN – Cervical Intraepithelial Neoplasia yang merupakan cikal bakal dari kanker serviks. Estrogen dapat menginduksi transaktivasi genom Human papillomavirus, epitel skuamosa serviks mempunyai reseptor estrogen sehingga pemberian estrogen dapat meningkatkan proliferasi epitel. Estrogen juga dapat menginduksi onkogenesis secara langsung pada epitel serviks (Rusmana, 2009).

Selain itu penggunaan kontrasepsi hormonal menyebabkan wanita merasa aman berhubungan seksual dengan pasangan yang tidak menggunakan kondom. Berdasarkan penelitian Winer (2006), disebutkan bahwa tidak menggunakan kondom atau menggunakannya secara tidak konsisten dapat meningkatkan faktor risiko terinfeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang merupakan faktor prekursor kanker serviks. dalam penelitiannya disebutkan bahwa tidak ditemukan lesi intraepitel skuamosa serviks pada 32 wanita berisiko kanker serviks per tahun yang pasangannya menggunakan kondom secara konsisten dan ditemukan 14 insiden lesi terdeteksi pada 97 wanita berisiko kanker serviks per tahun yang pasangannya tidak menggunakan kondom atau menggunakannya secara tidak konsisten.

(AKDR) atau Intra Uterine Device (IUD) merupakan suatu metode kontrasepsi dengan cara memasukkan alat kecil yang terbuat dari plastik ke dalam uterus melalui vagina dan dibiarkan di tempatnya. AKDR adalah suatu alat berukuran kecil, terbuat dari plastik yang dibalut dengan kawat halus tembaga dengan benang monofilamen pada ujung bawahnya (American Academy of Family Physicians, 1998). AKDR ditempatkan di dalam cavum uteri dengan bagian benang monofilamen memanjang sampai bagian atas vagina. Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi di servik yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus-menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker servik (Manuaba, 2001). Insersi AKDR dengan benang, pada cavum uteri dapat ditemukan adanya bakteri yang mana hal ini dimungkinkan oleh adanya penyebaran infeksi ke arah atas dari vagina melalui benang pada ujung bawah AKDR tersebut (Darmani, 2003).

Gambar 2.4 Kerangka pemikiran hubungan perilaku seksual tehadap kejadian kanker serviks

invasif .

Usia coitarche

Meningkatkan risiko

infeksi HPV

>18 th

Kondom

HPV – prekursor kanker

serviks

Kanker Serviks

1. AKDR 2. KB hormonal 3. Tanpa alat

kontrasepsi

1 >1

Tidak pernah

Pernah

Riwayat penggunaan alat

kontrasepsi

Riwayat penyakit menular seksual

Riwayat jumlah pasangan seksual

1. Terdapat hubungan antara usia pertama melakukan hubungan seks (coitarche) dan kejadian kanker serviks invasif.

2. Terdapat hubungan antara jumlah pasangan seksual dan kejadian kanker serviks invasif

3. Terdapat hubungan antara riwayat kontrasepsi dan kejadian kanker serviks invasif

4. Terdapat hubungan antara riwayat penyakit menular seksual dan kejadian kanker serviks invasif.

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan kasus kontrol (case control). Penelitian ini bersifat observasional karena peneliti hanya mengamati (mengukur) variabel yang diteliti, tidak dengan sengaja memberikan perlakuan (intervensi). Penelitian ini merupakan penelitian analitik karena bertujuan mengamati hubungan variabel-variabel atau pengaruh sebuah atau sejumlah variabel terhadap variabel lainnya. Penelitian ini merupakan kasus kontrol karena penelitian dimulai dengan menentukan kelompok penelitian berdasarkan jenis penyakit.

B. Lokasi penelitian

Pengambilan data dilakukan di Poliklinik Obsgin RSUD Dr. Moewardi dan direncanakan berlangsung selama 4 bulan yaitu awal bulan Juni hingga akhir September 2012.

C. Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah wanita yang datang berobat di Poliklinik Obsgin RSUD Dr. Moewardi. Sampel adalah pasien yang secara klinis menderita kanker serviks stadium invasif (stadium I-IV) yang ditunjukkan oleh hasil rekam medik pasien.

1. Kriteria inklusi: 1. Kriteria inklusi:

c. berobat ke Poliklinik Obsgin RSUD Dr. Moewardi pada bulan Juni- September 2012.

2. Kriteria ekslusi adalah pasien yang menolak menjadi responden penelitian

D. Teknik sampling

Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode fixed- disease sampling . Fixed-disease sampling (Murti, 2006) merupakan prosedur pencuplikan berdasarkan status pengambilan subjek, sedang status paparan subjek bervariasi mengikuti status pengambilan subjek yang sudah fixed. Pada pengambilan sampel ini, kelompok kasus dan kelompok kontrol berasal dari satu populasi sumber, sehingga peneliti dapat melakukan perbandingan yang valid antara kedua kelompok studi.

E. Besar sampel

Menurut Murti (2006), rasio jumlah subjek dan jumlah variabel bebas dalam analisis multivariat tidak boleh kurang dari 5:1.

n = 15-20 subjek pervariabel bebas Dalam penelitian ini terdapat 4 variabel bebas, maka jumlah subjek yang diperlukan adalah 4 x (15-20) sampel sehingga jumlah minimum sampel 4 x 15 = 60 orang.

1. Variabel terikat

:kejadian kanker serviks invasif.

2. Variabel bebas :perilaku seksual subjek penelitian yang terdiri dari: usia pertama melakukan hubungan seks (coitarche), jumlah pasangan seksual atau riwayat pernikahan, riwayat kontrasepsi, dan riwayat penyakit menular seksual.

G. Definisi operasional variabel penelitian

Variabel terikat adalah kejadian kanker serviks invasif. Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dan liang senggama (vagina). International Federation of Obstetrics and Gynecology (FIGO) mengklasifikasikan stadium

0 adalah stadium non-invasif dan stadium I-IV adalah stadium invasif (The New England Journal of Medicine, 2007).

Variabel bebas adalah perilaku seksual. Perilaku seksual adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia yang dapat diamati secara langsung maupun tidak oleh orang lain (Purwanto, 1999) dan berhubungan dengan seks, antara lain:

1. Usia pertama melakukan hubungan seks (coitarche) adalah usia pertama kali responden melakukan hubungan seks atau usia pertama menikah

2. Jumlah pasangan seksual, adalah jumlah pasangan seksual responden dari pasangan seksual pertama hingga terdiagnosis kanker serviks atau riwayat 2. Jumlah pasangan seksual, adalah jumlah pasangan seksual responden dari pasangan seksual pertama hingga terdiagnosis kanker serviks atau riwayat

4. Riwayat penyakit menular seksual, adalah riwayat penyakit menular seksual (gonorrhea, sifilis, herpes genitalis, kandidiasis, kondiloma akuminata) yang pernah dialami responden sebelum terdiagnosis menderita kanker serviks

Instrumen penelitian utama yang digunakan adalah lembar persetujuan pasien dan Lembar Pengumpul Data (LPD).

J. Teknik analisis data statistik

Karakteristik sampel data kontinyu (misal usia dan tahun) di deskripsikan dalam n, mean, SD, Minimum, dan Maksimum. Karakteristik sampel data kategorikal (misal jenis kontrasepsi) dideskripsikan dalam n dan persen.

Analisis dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik ganda. Analisis regresi logistik ganda adalah alat statistik yang sangat kuat untuk menganalisis pengaruh antara sebuah paparan dan penyakit dan dengan serentak mengontrol pengaruh sejumlah faktor perancu potensial.

Menurut Murti (2006), model regresi logistik seharusnya dapat digunakan untuk:

1. Mengukur pengaruh antara variabel respon dan variabel prediktor setelah mengontrol pengaruh prediktor (kovariat) lainnya

2. Keistimewaan analisis regresi ganda logistik dibanding analisis ganda linier adalah kemampuannya mengkonversi koefisien regresi menjadi Odds Ratio (OR). Untuk variabel prediktor yang berskala katagorial, maka rumus OR = Exp (bi)

Rumus yang digunakan:

ln

=a+ =a+

1-p : probabilitas wanita bukan kanker serviks stadium invasif

: odd ln p

- : konstanta regresi variabel bebas

: usia pertama kawin

1 = > 18 tahun

: riwayat PMS

0 = pernah

1 = tidak pernah

: jumlah pasangan seksual

Interpretasi: OR = 1

Tidak ada hubungan

OR > 1 Ada hubungan positif. Perilaku seksual; usia coitarche , riwayat PMS, dan jumlah pasangan seksual, meningkatkan risiko kejadian kanker serviks invasif.

M OR < 1 Ada hubungan negatif. Perilaku seksual; usia coitarche , riwayat PMS, dan jumlah pasangan

seksual, menurunkan risiko kejadian kanker serviks.

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai hubungan perilaku seksual dan kejadian kanker serviks invasif telah dilaksanakan pada bulan Juni-September 2012 di Poli Obsgin RSUD Dr. Moewardi. Sampel penelitian berjumlah 80 sampel yang terdiri dari 60 pasien penderita kanker serviks invasif dan 20 pasien kanker ginekologis selain kanker serviks. Berikut disampaikan hasil penelitian dalam bentuk tabel.

A. Karakteristik Sampel Penelitian

1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kontinyu

Tabel 4.1 Karakteristik sampel data kontinyu

Maks Usia coitarche

Tabel 4.1 menunjukkan rata-rata usia coitarche responden pada penelitian adalah 19 tahun.

2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Data Kategorikal

Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan riwayat pernah menderita

Penyakit Menular Seksual (PMS)

No

Riwayat PMS

Frekuensi (n)

1 Pernah

2 Tidak pernah

Tabel 4.2 menunjukkan 32.5% responden pernah menderita penyakit menular seksual (kandidiasis, herpes genitalis, gonore,kondiloma

No

Riwayat pasangan seksual

Frekuensi (n)

Tabel 4.3 menunjukkan hampir seluruh responden (96.3%) memiliki riwayat satu pasangan seksual. Tabel 4.4 Distribusi sampel berdasarkan riwayat penggunaan alat

kontrasepsi

No

Riwayat KB

Frekuensi (n)

3 Susuk KB

4 Suntik KB

6 Tidak KB

Tabel 4.4 menunjukkan alat kontrasepsi AKDR paling banyak digunakan responden sebesar 32.5% diikuti suntik KB (22.5%), susuk KB (6.3%), dan pil KB (1.3%). Sedangkan 33.8% responden tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Pada tahap ini dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat serta arah hubungannya.

1. Hubungan usia coitarche dan kejadian kanker serviks invasif

Tabel 4.5 Analisis bivariat hubungan usia coitarche dan kejadian kanker

serviks invasif

Variabel

Diagnosis Kanker

OR Kanker p serviks

Non kanker serviks

Usia coitarche >18th

Tabel 4.5 analisis bivariat terhadap hubungan usia coitarche dan kejadian kanker serviks invasif menunjukkan hubungan tidak signifikan (p = 0.897). Pasien dengan usia coitarche

tahun memiliki risiko untuk mengalami kejadian kanker serviks invasif dengan frekuensi 1.069 kali lebih tinggi daripada usia coitarche >18 tahun (OR = 1.069; CI 95% = 0.387 s.d 2.955; p = 0,897), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel lainnya.

invasif

Tabel 4.6 Analisis bivariat hubungan riwayat jumlah pasangan seksual

dan kejadian kanker serviks invasif

Variabel

Diagnosis Kanker

OR Kanker p serviks

Non kanker serviks

Total

Riwayat 1 pasangan seksual

57 20 77 0.74 0.308 Riwayat >=2

pasangan seksual

Tabel 4.6 analisis bivariat terhadap hubungan riwayat jumlah pasangan seksual dan kejadian kanker serviks invasif menunjukkan hubungan tidak signifikan (p = 0.308). Pasien dengan riwayat satu pasangan seksual memiliki risiko untuk mengalami kejadian kanker serviks invasif dengan frekuensi 0.74 kali lebih rendah daripada pasien dengan riwayat jumlah pasangan

= 0.74; CI 95% = 0.65 s.d 0.85; p = 0,308), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel lainnya.

invasif

Tabel 4.7 Analisis bivariat hubungan riwayat penyakit menular seksual

dan kejadian kanker serviks invasif

Variabel

Diagnosis Kanker

OR Kanker p serviks

Non kanker serviks

Total

Pernah PMS

25 1 26 13.57 0.002 Tidak pernah

PMS

Tabel 4.7 analisis bivariat terhadap hubungan riwayat penyakit menular seksual dan kejadian kanker serviks invasif menunjukkan hubungan signifikan (p = 0.002). Pasien dengan riwayat penyakit menular seksual memiliki risiko untuk mengalami kejadian kanker serviks invasif dengan frekuensi 13.57 kali lebih tinggi daripada pasien tanpa riwayat penyakit menular seksual (OR = 13.57; CI 95% = 1.70 s.d 108.13; p = 0.002), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel lainnya.

invasif

Tabel 4.8 Analisis bivariat hubungan riwayat penggunaan alat kontrasepsi

dan kejadian kanker serviks invasif

Variabel

Diagnosis Kanker

OR Kanker p serviks

Non kanker serviks

Total

Riwayat KB- hormonal

38 18 56 5.21 0.024 Riwayat non-

hormonal

Tabel 4.8 analisis bivariat terhadap hubungan riwayat penggunaan kontrasepsi dan kejadian kanker serviks invasif menunjukkan hubungan signifikan (OR = 5.21; CI 95% = 1.103 s.d 24.607; p = 0.024). Riwayat kontrasepsi hormonal (pil kontrasepsi kombinasi, pil progestin, suntik progestin, suntik kombinasi, susuk, dan koyo KB) meningkatkan risiko mengalami kanker serviks invasif sebesar 5.21 kali.

Data yang telah diambil dalam penelitian ini diolah menggunakan uji analisis regresi logistik ganda, dengan uji tersebut maka dapat diketahui apakah hubungan antarvariabel secara statistik bermakna.

Tabel 4.9 Hasil analisis regresi logistik ganda hubungan usia coitarche, riwayat jumlah pasangan seksual, riwayat penyakit menular seksual dan riwayat kontrasepsi dengan kejadian kanker serviks invasif

Variabel bebas

Adjusted

Odds Ratio

(AOR)

CI 95%

Batas bawah

Batas atas

Usia coitarche

th

1.34 0.43 4.08 0.624 Pernah PMS

11.37 1.37 94.28 0.024 Riwayat KB-hormonal Pasangan seksual

1 N observasi = 80 Nagelkerke R² = 27.3% -2 loglikehood ratio =73.69

Tabel 4.9 menunjukkan wanita yang pernah menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) memiliki risiko untuk mengalami kanker serviks invasif 11.37 kali lebih besar dibanding dengan wanita yang tidak pernah menderita PMS (AOR = 11.37; CI 95% = 1.37 s.d 94.28; p = 0.024). Hubungan ini telah mengontrol pengaruh usia coitarche, riwayat pasangan seksual, dan riwayat kontrasepsi.

Nagelkerke R 2 = 27.3% artinya dengan model analisis regresi logistik ganda, variabel riwayat usia coitarche, riwayat penyakit menular seksual, riwayat pasangan seksual dan riwayat kontrasepsi secara bersamaan di dalam model regresi logistik mampu menjelaskan tingkat kejadian kanker serviks

PEMBAHASAN

Penelitian dengan judul “Hubungan Perilaku Seksual dan kejadian Kanker Serviks Invasif” dilakukan di RSUD Dr. Moewardi sejak bulan Juni - September 2012. Dari total responden tersebut telah dilakukan pemisahan dengan cara pengeluaran dari penelitian untuk yang memenuhi syarat ekslusi dan dimasukkan dalam penelitian untuk yang memenuhi syarat inklusi. Berdasarkan pemisahan ini didapatkan 60 pasien kanker serviks invasif dan 20 pasien kanker ginekologis selain kanker serviks.

A. Hubungan Usia Coitarche dan Kejadian Kanker Serviks Invasif

Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian kanker serviks. Usia pertama melakukan hubungan seksual dan jumlah pasangan seksual juga berpengaruh terhadap kejadian kanker serviks. Menurut Rasjidi (2008) berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun dapat meningkatkan risiko kanker serviks. Pada penelitian ini, terdapat hubungan antara usia pertama melakukan hubungan seksual (coitarche) dan kejadian kanker serviks invasif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa usia coitarche

dapat meningkatkan risiko mengalami kanker serviks invasif tetapi tidak bermakna secara statistik (OR = 1.069; CI 95% = 0.387 s.d 2.955; p = 0.897 ). Wanita yang menikah usia <20 tahun memiliki risiko mengalami kanker serviks 5 kali lebih besar (Setyarini, 2009). Penelitian Irvianty (2011) juga menunjukkan bahwa usia coitarche <20 tahun meningkatkan risiko mengalami kanker serviks 2.286 kali lebih besar dapat meningkatkan risiko mengalami kanker serviks invasif tetapi tidak bermakna secara statistik (OR = 1.069; CI 95% = 0.387 s.d 2.955; p = 0.897 ). Wanita yang menikah usia <20 tahun memiliki risiko mengalami kanker serviks 5 kali lebih besar (Setyarini, 2009). Penelitian Irvianty (2011) juga menunjukkan bahwa usia coitarche <20 tahun meningkatkan risiko mengalami kanker serviks 2.286 kali lebih besar

B. Hubungan Riwayat Jumlah Pasangan Seksual dan Kejadian Kanker Serviks Invasif

Kahn (2009) menyebutkan infeksi HPV bisa didapat beberapa bulan setelah berhubungan seksual: sebuah studi universitas di Amerika Serikat melaporkan bahwa wanita yang baru pertama melakukan hubungan seksual dengan pasangan tunggal, 30% menjadi HPV positif dalam satu tahun. Hasil penelitian Franceschi (2009) menunjukkan berganti pasangan seksual mempunyai OR = 1,5. Individu yang sering berganti pasangan seksual (multisexualpatner) akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Hal ini disebabkan perilaku seksual berganti pasangan seksual akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Hasil analisis menunjukkan hubungan tidak signifikan (OR = 0.74; CI 95% = 0.65 s.d 0.85; p = 0.308). Belum dapat dikatakan bahwa riwayat satu pasangan seksual dapat mengurangi risiko terkena kanker serviks sebab dalam penelitian ini belum menggali informasi secara terbuka mengenai jumlah sebenarnya riwayat pasangan seksual responden. Pada penelitian Khasbiyah (2004) juga gagal menunjukkan hubungan pasangan seksual dan kejadian kanker serviks (p > 0.05).

Serviks Invasif

Berdasarkan hasil analisis data juga terdapat hubungan yang kuat dan secara statistik signifikan antara riwayat penyakit menular seksual dan kejadian kanker serviks invasif (AOR = 13.57; CI 95% = 1.70 s.d 108.13; p = 0.002). Hasil analisis menunjukkan bahwa wanita dengan riwayat pernah mengalami PMS memiliki risiko 13.57 kali lebih besar mengalami kanker serviks dibanding wanita tanpa riwayat PMS. Hasil ini sesuai dengan teori Rasjidi (2008) yang menyebutkan penyakit menular seksual non-HPV yang dialami dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi sekunder oleh HPV karena adanya lesi pada organ genital pasien. Selain itu Saputra (2011) juga menyebutkan bahwa virus HPV hidup di daerah yang lembab, persisnya dalam cairan vagina yang diidap oleh penderita keputihan (leukorea) akan mempermudah terjadinya infeksi HPV. Keputihan yang dibiarkan terus- menerus tanpa diobati serta Penyakit Menular Seksual (PMS) yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual antara lain sifilis, gonore, herpes simpleks, HIV-AIDS, kutil kelamin dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks (Arisusilo, 2012). Dalam penelitiannya Suraiya (2011) didapatkan bahwa infeksi seksual (factor loading 0.694) bersama usia pertama kali melakukan hubungan seksual, dan pemakaian kontrasepsi merupakan faktor pendukung yang mempengaruhi peningkatan penderita kanker serviks di RS Pirngadi Medan sebesar 1.528.

Dari hasil penelitian ini didapat bahwa riwayat kontrasepsi hormonal meningkatkan risiko terkena kanker serviks invasif dan signifikan secara statistik (OR = 5.21; CI 95% = 1.103 s.d 24.607; p = 0.024). Riwayat kontrasepsi hormonal meningkatkan risiko mengalami kanker serviks 5.21 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa riwayat kontrasepsi hormonal. Kontrasepsi hormonal yang dimaksud meliputi pil kontrasepsi kombinasi, pil progestin, suntik progestin, suntik kombinasi, susuk, koyo KB. Hasil penelitian Setyarini (2009) di RSUD Dr. Moewardi menunjukkan ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi oral dengan kejadian kanker serviks dan meningkatkan risiko mengalami kanker serviks sebesar 0.20 kali. Has (2009) dalam penelitiannya juga didapat bahwa menggunakan kontrasepsi pil meningkatkan risiko mengalami kanker serviks sebesar 5.445 kali lebih besar. Pasien dengan riwayat pemakaian kontrasepsi hormonal kombinasi memiliki risiko mengalami kanker serviks 17,9 kali lebih besar dibanding dengan pasien yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi

(Pratiwi, 2010). Kontrasepsi hormonal per-oral berperan sebagai alat yang mempengaruhi karsinogenesis serviks (Bicho, 2009). Hal ini terjadi sejak diketahuinya peran estrogen yang memiliki efek trophic dalam meningkatkan pertumbuhan sel.

Penyakit Menular Seksual, Riwayat Kontrasepsi dan Kejadian Kanker Serviks Invasif

Hasil analisis regresi logistik ganda menunjukkan wanita yang pernah penderita Penyakit Menular Seksual (PMS) memiliki risiko untuk mengalami kanker serviks invasif 11.37 kali lebih besar dibanding dengan wanita yang tidak pernah menderita PMS (AOR = 11.37; CI 95% = 1.37 s.d 94.28; p = 0.024). Hubungan ini telah mengontrol pengaruh usia coitarche, riwayat pasangan seksual, dan riwayat kontrasepsi.

Nagelkerke R 2 = 27.3% artinya dengan model analisis regresi logistik ganda, variabel riwayat usia coitarche, riwayat penyakit menular seksual, dan riwayat kontrasepsi secara bersamaan di dalam model regresi logistik mampu menjelaskan tingkat kejadian kanker serviks sebesar 27.3%.

PENUTUP

A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data regresi logistik ganda, dapat disimpulkan:

1. Terdapat hubungan positif antara usia coitarche dan kejadian kanker serviks invasif. Usia coitarche kanker serviks sebesar 1.34 kali

2. Riwayat jumlah pasangan seksual belum dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan dengan kejadian kanker serviks invasif sebab lembar pengumpul data dalam penelitian ini belum menggali informasi secara terbuka mengenai jumlah sebenarnya riwayat pasangan seksual responden