Studi Tata Ulang Letak Transformator Pada Jaringan Distribusi 20 KV Aplikasi PT. PLN (Persero) Rayon Binjai Timur

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Distribusi

  Sistem distribusi merupakan keseluruhan komponen dari sistem tenaga listrik yang menghubungkan secara langsung antara sumber daya yang besar (seperti gardu transmisi) dengan konsumen tenaga listrik. Secara umum yang termasuk ke dalam sistem distribusi antara lain, :

1. Gardu Induk (GI) 2.

  Jaringan Distribusi Primer 3. Gardu Distribusi (Transformator) 4. Jaringan Distribusi Sekunder

  Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen diperlukan suatu jaringan tenaga listrik. Sistem jaringan ini terdiri dari jaringan transmisi dan jaringan distribusi. Dalam sistem distribusi pokok permasalahan tegangan muncul karena konsumen memakai peralatan dengan tegangan muncul karena konsumen memakai peralatan listrik yang tegangannya sudah ditentukan besarnya. Apabila tegangan sistem terlalu tinggi atau rendah sehingga melewati batas – batas toleransi maka akan mengganggu dan selanjutnya merusak peralatan konsumen.

  Jika kita meninjau secara umum,ada empat unsur yang terdapat dalam sistem tenaga listrik, yakni: a) adanya unsur pembangkit tenaga listrik yang umumnya tegangan yang dihasilkan berupa Tegangan menengah; b) suatu sistem transmisi yang dilengkapi dengan adanya perangkat Gardu Induk, karena jaraknya yang biasa jauh, sehingga kita memerlukan penggunaan tegangan tinggi ataupun tegangan ekstra tinggi;

  c) adanya saluran distribusi, yang biasanya terdiri dari saluran distribusi primer yang dengan tegangan menengah dan saluran distribusi sekunder yang merupakan dengan menggunakan tegangan rendah.

  d) adanya unsur pemakai tenaga listrik atau konsumen tenaga listrik baik skala industri dengan tegangan menengah, maupun rumah tangga dengan tegangan rendah.

  Untuk proses dari Sistem Tenaga Listrik mulai dari pembangkit sampai ke konsumen dapat dilihat pada Gambar 2.1.

   

Gambar 2.1 Proses dari Sistem Tenaga Listrik Mulai dari Pembangkit sampai ke konsumen. Di Indonesia, menurut Abdul Kadir (2006), tegangan yang dihasilkan Pembangkit tenaga listrik berkisar 6KV s.d 20 KV, kemudian karena letak pembangkit tenaga listrik jauh dari konsumen, maka energi listrik harus diangkut melalui saluran transmisi dengan tegangan yang dinaikkan dengan transformator step up menjadi 70 KV, 150 KV, 275 KV dan bahkan untuk tegangan ekstra tinggi 500 KV. Kemudian, setelah mendekat kepada pemakai tenaga listrik, maka tegangan diturunkan dengan tranformator step down menjadi tegangan menengah 20 KV yang dilakukan di GI, ini disebut sebagai saluran distribusi primer, kemudian melalui transformator distribusi diturunkan menjadi tegangan rendah, yakni 220/380 Volt yang kemudian disebut sistem distribusi sekunder.

  Bagian dari sistem tenaga listrik yang paling dekat dengan konsumen adalah sistem distribusi. Juga sistem distribusi adalah bagian sistem tenaga listrik yang paling banyak mengalami gangguan, sehingga masalah utama dalam operasi sistem distribusi adalah mengatasi gangguan.

  Disamping itu masalah tegangan, bagian – bagian instalasi yang berbeban lebih dan rugi – rugi daya dalam jaringan merupakan masalah yang perlu dicatat dan dianalisa secara terus menerus, untuk dijadikan masukan bagi perencanaan pengembangan sistem dan juga untuk melakukan tindakan – tindakan penyempurnaan pemeliharaan dan penyempurnaan operasi sistem distribusi.

2.1.1 Jenis Sistem Distribusi

  Sistem distribusi seperti yang diketahui, terdapat dua penggolongan, yaitu distribusi primer yang memakai tegangan menengah, dan distribusi sekunder yang memakai tegangan rendah.

2.1.1.1 Distribusi Primer

  Distribusi Primer adalah jenis sistem distribusi yang menggunakan tegangan menengah. Pada sistem distribusi primer terdapat beberapa rangkaian sistem distribusi primer,yaitu: i.

  Sistem Radial, Sistem distribusi dengan pola radial seperti Gambar 2.2 adalah sistem distribusiyang paling sederhana dan ekonomis. Pada sistem ini terdapat beberapa penyulang yang menyuplai beberapa gardu distribusi secara radial.

Gambar 2.2. Konfigurasi Jaringan Radial Dalam penyulang tersebut dipasang gardu-gardu distribusi untuk konsumen. Gardu distribusi adalah tempat dimana trafo untuk konsumen dipasang. Bisa dalam bangunan beton atau diletakan diatas tiang. Keuntungan dari sistem ini adalah sistem ini tidak rumit dan lebih murah dibanding dengan sistem yang lain.

  Namun keandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem lainnya. Kurangnya keandalan disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama yang menyuplai gardu distribusi, sehingga apabila jalur utama tersebut mengalami gangguan, maka seluruh gardu akan ikut padam. Kerugian lain yaitu mutu tegangan pada gardu distribusi yang paling ujung kurang baik, hal ini dikarenakan jatuh tegangan terbesar ada diujung saluran. ii. Sistem Loop

  Pada Jaringan Tegangan Menengah Struktur Lingkaran (Loop) seperti Gambar 2.3. dimungkinkan pemasokannya dari beberapa gardu induk, sehingga dengan demikian tingkat keandalannya relatif lebih baik.

Gambar 2.3. Konfigurasi Sistem Loop iii. Sistem Jaringan Spindel Sistem Spindel seperti pada Gambar 2.4. adalah suatu pola kombinasi jaringan dari pola Radial dan Ring. Spindel terdiri dari beberapa penyulang (feeder) yang tegangannya diberikan dari Gardu Induk dan tegangan tersebut berakhir pada sebuah Gardu Hubung (GH).

Gambar 2.4. Konfigurasi Sistem Spindel

  Pada sebuah sistem spindel biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif dan sebuah penyulang cadangan (express) yang akan dihubungkan melalui gardu hubung. Pola spindel biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah (JTM) yang menggunakan kabel tanah/saluran kabel tanah tegangan menengah (SKTM).

  Namun pada pengoperasiannya, sistem spindel berfungsi sebagai sistem radial. Di dalam sebuah penyulang aktif terdiri dari gardu distribusi yang berfungsi untuk mendistribusikan tegangan kepada konsumen baik konsumen tegangan rendah (TR) atau tegangan menengah (TM). iv. Sistem Hantaran Penghubung (Tie Line)

  Sistem distribusi Tie Line seperti Gambar 2.5. umumnya digunakan untuk pelanggan penting yang tidak boleh padam (Bandar Udara, Rumah Sakit, dan lain-lain).

Gambar 2.5. Konfigurasi Sistem Tie Line ( Hantaran Penghubung)

  Sistem ini memiliki minimal dua penyulang sekaligus dengan tambahan

  

Automatic Change Over Switch / Automatic Transfer Switch , dan setiap penyulang

  terkoneksi ke gardu pelanggan khusus tersebut sehingga bila salah satu penyulang mengalami gangguan maka pasokan listrik akan di pindah ke penyulang lain.

2.2. Gardu Distribusi

  Gardu trafo distribusi berlokasi dekat dengan konsumen. Transformator dipasang pada tiang listrik dan menyatu dengan jaringan listrik. Untuk mengamankan transformator dan sistemnya, gardu dilengkapi dengan unit-unit pengaman. Karena tegangan yang masih tinggi belum dapat digunakan untuk mencatu beban secara langsung, kecuali pada beban yang didisain khusus, maka digunakan transformator penurun tegangan (

  

step down ) yang berfungsi untuk menurunkan tegangan menengah 20kV ke tegangan

  rendah 400/230Volt. Gardu trafo distribusi ini terdiri dari dua sisi, yaitu : sisi primer dan sisi sekunder. Sisi primer merupakan saluran yang akan mensuplay ke bagian sisi sekunder. Unit peralatan yang termasuk sisi primer adalah : a.

  Saluran sambungan dari SUTM ke unit transformator (primer trafo).

  b.

  Fuse cut out.

  c.

  Ligthning arrester. Gardu trafo distribusi ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Gardu Trafo Distribusi 2.3. Sistem Tiga Fasa

  Kebanyakan dari sistem teanga listrik dibangun dengan tiga fase. Yang menjadi alasana nya didasarkan pada alasan – alasan yang ekonomis dan juga kestabilan aliran daya pada beban. Alasan ekonomis dikarenakan bahwa sistem tiga fasa, penggunaan penghantar untuk transmisi menjadi lebih sedikit, sedangkan untuk kestabilan dikarenakan pada sistem tiga fasa daya yang mengalir sebagai layaknya tiga buah sistem phasa tunggal, sehingga untuk peralatan dengan catu tiga fasa, daya sistem akan lebih stabil bila dibandingkan dengan peralatan dengan sistem satu fasa. Sistem dari tiga fasa atau lebih , secara umum akan memunculkan sistem yang lebih kompleks, namun secara prinsip untuk analisa, sistem tetap mudah dilaksanakan.

  Pada sistem tenaga listrik tiga fasa, idealnya daya listrik yang dibangkitkan, disalurkan, dan diserap oleh beban semuanya seimbang. Pada tegangan yang seimbang terdiri dari satu fasa yang mempunyai magnitude dan frekuensi yang sama tetapi antara 1 fasa dengan fasa lainnya berbeda 120 listrik, sedangkan secara fisik mempunyai perbedaan sebesar 60 , dan dapat dihubungkan secara bintang (Y, wye) atau segitiga (delta, Δ,D).

Gambar 2.11 Sistem Tiga Fasa

  Gambar tersebut menunjukkan fasor diagram darik tegangan fase. Bila fasor – fasor tegangan tersebut berputar dengan kecepatan sudut dan dengan arah berlawanan jarum jam (arah positif), maka nilai maksimum positif dari fase terjadi berturut – turut untuk fase V

  1 , V 2, dan V

3. Sistem ini dikenal sevagai sistem yang mempunyai urutan fasa a – b – c. Sistem tiga fasa ini dibangkitkan oleh generator sinkron 3 fasa.

2.3.1 Hubun 2 ngan Binta ang (Y,wye) )

  Pada hub bungan bint tang (Y,wye

  e), ujung – u ujung tiap f fasa dihubun ngkan menj jadi satu dan menjad di titik netra al atau binta ang. Tegang gan antara du ua terminal dari tiga termi inal a – b –c c mempuny yai besar ma agnitude dan n beda fasa yang berbe eda dengan tegan ngan tiap termina al terhadap t titik netra al. Tegangan n V , V , , V disebut t

  a b c tegan ngan “fasa” .

  Gamb bar 2.12. H Hubungan B Bintang (Y , wye)

  Dengan adanya salu uran / titik n netralnya, ju uga memben ntuk sistem tegangan ti iga fasa y yang seimb bang dengan n magnitude enya ( akar 3 dikali ma gnitude dar ri tegangan f fasa).

  I line = I fase e (1.2) ) I a = = I b = I c (1.3) )

  2.3.2

2. Hubunga an Segitiga

  Pada hub bungan segi itiga ( delta , a fasa saling g dihubungk kan sehingg ga Δ,D) ketiga mem mbentuk hub bungan segit tiga 3 Fasa.

  Gamb ar 2.13. Hu ubungan Se egitiga (del ta, Δ,D)

  Dengan tidak adany ya titik netr ral, maka be esarnya tega angan salura an dihitung antar fasa k karena tega angan salura an dan tegan ngan fasa m mempunyai b besar magni nitude yang sama

  a, maka: V = V V (1.4)

  line fasa

  Tetapi ar rus saluran dan arus fas sa tidak sam ma dan hubu ungan antar ra kedua aru us terse ebut dapat d iperoleh den ngan mengg gunakan hu ukum kircho off, sehingga a:

  I line = a akar 3 I fase = =1,73 I fase (1.5)

2.4. Daya dala am Sistem Tiga Fasa

  Daya Sesa aat pada sua atu sumber s sinusoidal s satu fasa jug ga berbentuk k sinusoida al deng gan frekuens si dua kali d dari frekuen nsi sumbern ya. Maka : (1.6)

  P V I Co os ∅ V I C Cos 2 ∅ Watt Persamaan n 1. Diatas s dapat diter rapkan pada a setiap pha asa dalam su uatu sistem tiga phasa a seimbang . Stu – satun nya perubah han yang di iperlukan a adalah adany ya pergeses seran fasa 120 diantara fasa – fasanya itu. Sesuai dengan hal tersebut, untuk masing – masing fasa dapat ditulis : P

  V I Cos ∅ V I Cos 2 ∅ Watt (1.7) P

  V I Cos ∅ V I Cos 2 ∅ Watt (1.8) P

  V I Cos ∅ V I Cos 2 ∅ Watt (1.9) Dengan fasa R dipilih sebagai fasa acuan V dan I menyatakan nilai – nilai

  P p

  efektif tegangan fasa, dan arus fasanya serta ∅ menyatakan sudut impedansi beban tiga fasa seimbang yang menyerap daya. Jadi daya sesaat keseluruhannya adalah :

  P = P R + P S + P T Watt (1.10) P = 3 V P

  I P Cos P

  I P [ Cos (2 ) + ∅ - V ωt- ∅) + Cos (2ωt - ∅ - 120

  Cos ( 2 )] Watt (1.11) ωt-∅ - 240

  P = 3 V P

  I P Cos (1.12)

  ∅ Watt Untuk suatu sistem tiga fasa yang dihubungkan secara Y, maka :

  V 1 = P Volt (1.13) √3 V

  I

  1 = I p Ampere (1.14)

  Untuk suatu sistem tiga fasa yang dihubungkan secara Δ, maka :

  V

  1 = V p Volt (1.15)

  I

  1 = P Ampere (1.16)

  √3 I Untuk hubungan Y, dengan menggunakan persamaan 1. dan persamaan 1. maka didapatkan : P = 3

  I

1 Cos

  1 Cos (1.17)

  ∅ Watt ∅ - √3 V

  

1

I

  √

  Untuk hubungan Δ, dengan menggunakan persamaan 1. dan persamaan 1. maka didapatkan :

  P = 3

  I Cos

  I Cos (1.18)

  1

  1

  

1

  ∅ Watt ∅ - √3 V

  √

  Tampak bahwa kedua pernyataan diatas menunjukkan bahwa daya dalam suatu sistem tiga phasa adalah sama, baik untuk hubungan Y ataupun Δ bila dayanya dinyatakan dalam besaran – besaran saluran tetapi perlu diingat bahwa

  ∅ menyatakan sudut impedansi beban perfasa dan bukan sudut antara V

  1 dengan I 1.

2.5. Rugi – Rugi Daya

  Dalam proses transmisi dan distribusi tenaga listrik seringkali dialami rugi-rugi daya yang cukup besar yang diakibatkan oleh rugi – rugi pada saluran dan juga rugi – rugi pada transformator yang digunakan. Kedua jenis rugi – rugi daya tersebut memberikan pengarug yang besar terhadap kualitas daya serta tegangan yang dikirimkan ke sisi konsumen. Nilai tegangan yang melebihi batas toleransi akan dapat menyebabkan tidak optimalnya kerja dari peralatan listrik di sisi konsumen. Selain itu rugi – rugi daya yang besar akan menimbulkan kerugian finansial di sisi perusahaan pengelola listrik.

  Yang dimaksud dengan rugi – rugi adalah perbedaan antara daya listrik yang disalurkan (Ps) dengan daya listrik yang terpakai (Pp).

  Losses ( Rugi – Rugi daya) = x 100 % (1.19)

  a) Rugi – Rugi daya pada penghantar phasa

  Apabila arus listrik mengalir pada suatu konduktor, maka pada saluran, terjadi rugi – rugi menjadi panas, karena pada saluran tersebut terdapat suatu resistansi.

  Rugi – Rugi dengan beban terpusat diujung dirumuskan : (1.20)

  ∆

  I R Cos ∅ X Sin ∅ L (1.21)

  ∆P 3 I R L Akan tetapi jika beban tersebut terdistribusi merata di sepanjang saluran distribusi, maka rugi – rugi daya yang timbul adalah :

  (1.22) ∆V R Cos ∅ X Sin ∅ L

  (1.23) ∆P 3 R L dimana :

  ∆V = Jatuh Tegangan ,V ∆ P = Rugi – Rugi Daya ,Watt I = Arus yang mengalir pada saluran distribusi , A

  R = Tahanan pada Saluran distribusi , Ω/km

  X = Reaktansi pada saluran distribusi , Ω / km

  L = Panjang dari saluran distribusi , km Cos

  ∅ = Faktor daya beban

  b) Rugi – Rugi Daya Akibat beban tidak seimbang

  Apabila pembebanan pada setiap fasa pada saluran distribusi tidak seimbang, mengakibatkan arus mengalir pada penghantar netral. Pada penghantar netral terdapat resistansi, maka akan dialiri oleh arus listrik. Hal ini menyebabkan penghantar netral bertegangan yang dapat mengakibatkan tegangan pada transformator distribusi tidak seimbang. Oleh karena arus mengalir pada penghantar netral, maka akan menyebabkan rugi – rugi daya disepanjang penghantar netral, yakni :

  (1.24) ∆P I R dimana :

  ∆P Rugi Rugi Daya pada penghantar netral , Watt

  I Arus yang mengalir pada penghantar Netral , A R Tahanan pada penghantar Netral , Ω

  c) Rugi – Rugi Daya pada Sambungan yang Tidak Baik

  Rugi – Rugi ini terjadi karena disepanjang saluran tegangan rendah terdapat beberapa sambungan, yang diantara lain adalah sebagai berikut :

1. Sambungan Jaringan tegangan rendah dengan kabel NYFGBY 2.

  Percabangan saluran pada jaringan tegangan rendah 3. Percabangan untuk sambungan pelayanan

  Besar dari rugi – rugi daya akibat dari sambungan ini adalah : (1.25)

  ∆P I R dimana : ∆P Rugi Rugi daya akibat sambungan , Watt I = Arus yang mengalir pada sambungan , A R = Besar tahanan pada sambungan ,

  Ω