BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Biodiesel dari RBDPO dengan Katalis Limbah Cangkang Kepah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

  Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari asam lemak rantai panjang yang berasal dari bahan baku minyak

  Reaksinya membutuhkan terbarukan seperti minyak sayur atau lemak hewan [13].

katalis yang umumnya merupakan basa kuat, sehingga akan memproduksi senyawa

kimia baru yang disebut metil ester [14].

  Produksi biodiesel sangat meningkat karena manfaat akan lingkungan [15]. Biodiesel juga merupakan energi terbarukan yang dapat diperbaharui, bersifat

  

biodegradable, ramah lingkungan karena hampir tidak ada membuang gas karbon

  monoksida (CO), karbon dioksida (CO

  2 ), sulfur dioksida (SO 2 ), hidrokarbon (HC) dan partikel-partikel lain yang mengganggu pernafasan [16].

  Biodiesel terdiri dari asam lemak alkil ester dalam rantai lurus panjang yang diperoleh melalui reaksi transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani dengan alkohol beserta kehadiran katalis yang cocok [17].

  Karakteristik biodiesel itu berbeda-beda tergantung dari sumbernya apakah nabati atau hewani. Hal ini pun berhubungan dengan struktur kimianya, seperti jumlah karbon dan jumlah ikatan karbon rangkap [18].

  Dalam abad-abad terakhir ini, biodiesel telah mendapatkan popularitas di seluruh dunia sebagai sumber energi alternatif karena banyak manfaatnya [19].

  1. Biodiesel dihasilkan dari tanaman yang terbarukan. Biodiesel mengurangi emisi karbon monoksida, ozon membentuk hidrokarbon, partikulat diesel yang berbahaya, hujan asam yang menyebabkan sulfur dioksida, asap dan jelaga.

  2. Biodiesel merupakan satu-satunya bahan bakar alternatif yang digunakan di setiap mesin konvensional , mesin diesel yang tidak dimodifikasi.

3. Biodiesel dapat digunakan sendiri atau dicampur dalam rasio tertentu dengan bahan bakar minyak solar.

  4. Biodiesel aman untuk ditangani dan diangkut karena bersifat biodegradable, sedikit beracun, dan memiliki titik nyala tinggi sekitar 300 F, dibandingkan dengan bahan bakar minyak solar, yang mempunyai titik nyala 125 F.

  5. Biodiesel diproduksi dari sumber dalam negeri, menghasilkan kemandirian di daerah penting [19].

Tabel 2.1 Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar (Biofuel) Jenis Biodiesel [20]

  

No. Parameter Uji Persyaratan Satuan, Min/ Max

o

  3

  1 Massa jenis pada 40 C 850 - 890 kg/m

  o

  2

  2 Viskositas kinematik pada 40 C 2,3 /s (cSt)

  • – 6,0 mm

  3 Angka Setana

  51 Min

  o

  4 Titik nyala 100

  C, min

  o

  5 Titik kabut

  18 C, maks Korosi lempeng tembaga (3 jam pada

  6 nomor 1

  o

  50 C) Residu karbon dalam percontoh asli 0,05

  7 %-massa, maks

  Dalam 10 % ampas distilasi 0,3

  8 Air dan sedimen 0,005 %-vol., maks

  o

  9 Temperatur distilasi 90 % 360

  C, maks

  10 Abu tersulfatkan 0,02 %-massa, maks

  11 Belerang 100 mg/kg, maks

  12 Fosfor 10 mg/kg, maks

  13 Angka asam 0,6 mg-KOH/g, maks

  14 Gliserol bebas 0,02 %-massa, maks

  15 Gliserol total 0,24 %-massa, maks

  16 Kadar ester metil 96,5 %-massa, min %-massa (g-I

  2 / 100g),

  17 Angka iodium 115 maks Kestabilan oksidasi

  18 Periode induksi metode rancimat 360 menit Periode induksi metode petro oksi

  27

2.2 Bahan

2.2.1 Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

  Indonesia berusaha untuk mengambil keuntungan dari pasar dunia dari

  

biofuel , seperti banyak negara-negara berkembang. Negara ini memiliki perkebunan

  kelapa sawit yang luas dan sekarang mejadi produsen minyak sawit mentah (CPO) terkemuka di dunia, oleh karena itu baik diposisikan untuk mengembangkan produksi biodiesel. Pada tahun 2009, Indonesia memproduksi 20,9 juta ton CPO, dan bersama-sama dengan Malaysia memasok 85% dari permintaan global untuk minyak sawit [21].

  Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dapat diolah menjadi minyak goreng (RBDPO). Dalam proses pengolahan tersebut zat-zat pengotor seperti air, mineral- mineral logam, zat-zat lendir dan asam lemak bebas perlu dihilangkan melalui proses pemurnian. RBDPO hasil pemurnian CPO umumnya dikembangkan sebagai dasar pembuatan metil ester turunan minyak kelapa sawit melalui reaksi transesterifikasi dan produk ini digunakan sebagai biodiesel [22].

Gambar 2.1 Area Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia [23]Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Alkil Ester dari Minyak Sawit [24]

  Kandungan Asam Lemak Alkil ester dari minyak sawit %

  C12 0,3 C14 0,8

  C16:0 44,3 C16:1 0,2 C18:0 5,0 C18:1 39,1 C18:2 10,1 C18:3 0,1

  2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 2004 2006 2008 2010 2012 2014 Ditanam Dipanen

  2.2.2 Metanol

  Alkohol yang biasanya digunakan untuk produksi biodiesel meliputi metanol, etanol, propanol, isopropanol, 2-propanol, n-butanol, dan isobutanol. Alkohol yang mempunyai massa molekul yang lebih tinggi memiliki densitas dan titik didih lebih tinggi. Di antara alkohol ini, methanol dan etanol yang termurah dan diproduksi dalam skala terbesar dan oleh karena itu, methanol dan etanol biasanya digunakan untuk produksi biodiesel di industri [25].

  Metanol umumnya digunakan dalam produksi biodiesel sebagai reaktan. Umumnya, metanol lebih banyak ditemukan daripada etanol [26].

  Metanol mempunyai sifat senyawa polar dengan rantai karbon terpendek sehingga bereaksi lebih cepat dengan trigliserida dan melarutkan semua jenis katalis baik basa maupun asam [27].

Tabel 2.3 Sifat Fisika Metanol [28]

  

Sifat Fisika

  Berwujud cair Berat Molekul : 32,04 g/mol

  o

  Titik didih : 64,5 C

  o

  Titik leleh : -97,8 C

  o

  Tekanan uap : 12,3 kPa (20

  C)

  2.2.3 Katalis Heterogen

  Untuk menghindari operasi penyisihan katalis dan pembentukan sabun, banyak usaha telah dilakukan yaitu mencoba katalis asam padat atau katalis basa yang dapat digunakan menjadi katalis heterogen [29].

  Katalis heterogen adalah kandidat yang menjanjikan untuk biodiesel produksi dari minyak nabati. Katalis heterogen biasanya juga murah [30]. Proses katalitik heterogen dapat mengatasi masalah katalis homogen karena katalis padat dapat dengan mudah dipulihkan dan juga dapat digunakan kembali. Selain itu, proses netralisasi yang menghasilkan sejumlah besar air limbah akan dihilangkan [10].

  Katalisis yang menggunakan katalis heterogen padat berjalan lebih lambat daripada katalis homogen, namun dapat diintegrasikan dengan teknologi pengolahan kontinu. Berbagai macam katalis dalam transesterifikasi katalitik minyak nabati telah digunakan baru-baru ini, termasuk zeolit dan lain - lain [31].

  Kelemahan menggunakan katalis heterogen adalah bahwa biaya utilitas dan energi yang tinggi. Reaksi heterogen dilakukan pada suhu dan tekanan yang lebih tinggi daripada reaksi homogen, diperlukan konsumsi energi yang lebih tinggi dan karena itu, energi berkaitan dengan biaya yang lebih tinggi [32].

  3 Katalis basa heterogen CaO dapat dibuat melalui proses kalsinasi CaCO

  [33]. Produksi biodiesel dengan proses transesterifikasi heterogen dapat dicapai oleh semua katalis CaO terutama cangkang meretrix venus [11]. Kalsium oksida yang berasal dari cangkang meretrix venus telah terbukti menjadi katalis yang aktif dalam produksi biodiesel [10]. CaO dapat bereaksi dengan gliserol untuk membentuk Ca- digliserosida yang lebih larut dari CaO dan aktif dalam transesterifikasi minyak [34]. Ditemukan bahwa katalis ini terdiri atas kalsium (97%) dan beberapa zat-zat lain (Si, Na, Fe, Al, Sr, S, Mn) yang telah dianalisa oleh XRF [9]. Limbah industri ini menjanjikan sumber daya katalis yang murah dan bisa menghasilkan biodiesel yang murah [11]. CaO murni adalah katalis basa padat yang bagus untuk proses transesterifikasi menggunakan minyak yang memiliki kadar FFA rendah. CaO murni juga relatif murah dan tidak beracun [30]. CaO murni mempunyai kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan katalis pendukung. Hal ini disebabkan oleh dekomposisi termal dari karbonat dan dehidroksilasi kelompok OH selama kalsinasi. CaO murni adalah katalis yang paling cocok untuk produksi biodiesel. Namun, bisa menyebabkan pembentukan sabun yang tinggi [35].

2.3 Transesterifikasi

  Transesterifikasi adalah proses yang menggunakan alkohol (misalnya metanol, etanol, propanol atau butanol), dengan adanya katalis untuk memecah molekul dari minyak mentah menjadi metil atau etil ester dari minyak tersebut dan gliserol sebagai produk sampingan secara proses kimia [26].

  Minyak tidak boleh mengandung lebih dari 1% FFA untuk reaksi transesterifikasi. Jika tingkat FFA melebihi jumlah ini, pembentukan sabun akan menghambat pemisahan ester dari gliserin dan juga mengurangi tingkat konversi ester [36].

   O

  2

  1

  • – O – C – R – OH

  2 CH CH

  O O O

  Katalis CH

  2 + R CH 2 + R

  1

  • – O – C – R – OH – O – C – R – C – R O O CH

  2

  3 CH

  2

  3

  • – O – C – R – O – C – R (Trigliserida) (Alkohol) (Digliserida) (Ester asam lemak)

  2

  • – OH – OH

  2 CH CH

  O O

  Katalis CH

  2 + R CH

  2

  • – O – C – R – OH – OH + R – C – R O O CH

  2

  3 CH

  2

  3

  • – O – C – R – O – C – R (Digliserida) (Alkohol) (Monogliserida) (Ester asam lemak)

  2

  • – OH – OH

  2 CH CH

  O Katalis

  • – OH + R – OH – OH + R – C – R O CH

  3 CH CH

  2

  3 CH

  2

  • – O – C – R – OH (Monogliserida) (Alkohol) (Gliserol) (Ester asam lemak)

Gambar 2.2 Reaksi Transesterifikasi [37]

  Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi katalis heterogen antara lain : a.

  Molar rasio (minyak:alkohol) Salah satu variabel yang paling penting mempengaruhi hasil ester adalah rasio Molar alkohol dengan minyak. Rasio stoikiometri untuk transesterifikasi memerlukan tiga mol alkohol dan satu mol trigliserida untuk menghasilkan tiga mol asam lemak metil ester dan satu mol gliserol. Namun, transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan di mana rasio Molar tinggi digunakan untuk mendorong reaksi ke kanan, meningkatkan kelarutan dan kontak antara trigliserida dan molekul alkohol [5].

  b.

  Pengadukan Campuran yang bereaksi membentuk dua lapisan dengan minyak pada lapisan bawah dan katalis pada lapisan atas. Oleh karena itu pencampuran dua lapisan itu perlu dilakukan [24]. Tanpa pencampuran, reaksi hanya terjadi pada antarmuka antara dua lapisan dan dianggap terlalu lambat untuk menjadi layak (Kumar, dkk.,

  2010). Kecepatan pengadukan 375 rpm cukup untuk reaksi transesterifikasi katalis [12].

  c.

  Kandungan Air Produksi metil ester menurun dengan bertambahnya jumlah air dalam reaksi [38].

  Air sangat mengurangi jumlah ester yang terbentuk. Kandungan air dalam minyak dapat dihilangkan dengan melakukan pemanasan minyak untuk meghilangkan kelembaban [39].

  d.

  Katalis Namun, untuk jumlah katalis yang tinggi, konversi tetap stabil dan hanya menambah biaya produksi [40].

  e.

  Waktu Reaksi Pada awalnya, reaksi lambat karena pencampuran dan penyebaran metanol dengan minyak dan kenaikan yield biodiesel sangat cepat dalam rentang waktu reaksi dari 0,5 sampai 1 jam. Seterusnya, waktu reaksi berlebihan akan berdampak berkurangnya hasil produksi biodiesel karena reaksi mundur serta menyebabkan lebih banyak asam lemak untuk membentuk sabun [41].

  f.

  Suhu Reaksi Suhu minimum yang digunakan adalah 50°C. Dibawah 50°C, viskositas minyak yang tinggi menyebabkan masalah dalam pengadukan. Suhu penyimpanan untuk minyak sawit sekitar 55°C untuk menjaga likuiditas. Suhu maksimum adalah 65°C karena titik didih metanol adalah 68°C [42].

  g.

  Kandungan asam lemak Tingkat konversi metil ester turun di bawah 90 % untuk kadar asam lemak bebas di atas 5 %. 5 % FFA akan menghasilkan campuran sabun padat yang mencegah pemisahan antara gliserin dari metil ester. Ketika asam lemak ada dalam minyak, air dihasilkan oleh reaksi dari asam lemak dengan metanol [43].

2.4 Analisis Ekonomi

  Kepah merupakan jenis kerang-kerangan dimana mempunyai populasi yang banyak biasanya hidup di daerah laut. Cangkang kepah merupakan salah satu bahan sisa dari makanan laut dimana biasanya pengkonsumsi dari makanan laut tersebut membuangnya dan akibatnya menghasilkan limbah. Dalam cangkang kepah terkandung zat CaCO

  3 yang mempunyai potensi yang besar sebagai katalis dalam

  pembuatan biodiesel dan juga untuk mengurangi banyaknya limbah serta meminimalkan dampak ke lingkungan. Untuk menjadikan cangkang kepah sebagai katalis, cangkang kepah harus dikalsinasi terlebih dahulu untuk menghasilkan abu cangkang kepah, jadi abu cangkang kepah tersebut bisa dijadikan katalis heterogen untuk pembuatan biodiesel. Selain itu katalis heterogen juga sedang dikembangkang dan cangkang kepah cocok sebagai katalis heterogen.

  Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari RBDPO dengan katalis abu cangkang kepah. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi.

  • Biaya pembelian RBDPO 9 run (1 L Rp 10.000)

  Biaya bahan baku untuk biodiesel dari katalis abu cangkang kepah:

  = Rp 13.500  Biaya listrik pembuatan abu cangkang kepah

  = 230 V x 30 A x 3,5 jam / 1000 x Rp 1.352 = Rp 41.979,6

  [44]  Biaya pembelian metanol

  = 85,064 x 9 run = 765,676 ml (1 L Rp 15.000) = Rp 11.485,14

  [45]  Biaya listrik pada hot plate

  = 500 W x 18 jam / 1000 x Rp 1.352 x 9 run = Rp 12.168

  [44] Total biaya bahan baku = Rp 79.132,74

  3

  129,4 gr x 0,87547 gr/cm = 113.29 ml x 9 run = 1.019,61 ml ~ 1,02 L

  • Biaya pembelian RBDPO 9 run (1 L Rp 10.000)

  Biaya bahan baku untuk biodiesel dari katalis CaO murni:

  = Rp 13.500  Biaya listrik pre-treatment CaO murni

  = 230 V x 30 A x 2 jam / 1000 x Rp 1.352 = Rp 18.657,6

  [44]  Biaya pembelian metanol

  = 85,064 x 9 run = 765,676 ml (1 L Rp 15.000) = Rp 11.485,14

  [45]  Biaya listrik pada hot plate

  = 500 W x 18 jam / 1000 x Rp 1.352 x 9 run = Rp 12.168

  [44]  Biaya pembelian CaO murni

  = 45 gr x Rp 1.100 = Rp 49.500

  [46] Total biaya bahan baku = Rp 105.310,74

  3

  129,9 gr x 0,87038 gr/cm = 113.06 ml x 9 run = 1.017,54 ml ~ 1,02 L Dapat dilihat bahwa, harga bahan baku dan proses untuk biodiesel dari katalis abu cangkang kepah dibawah dari biodiesel dari katalis CaO murni. Meskipun mempunyai zat CaO yang sama, tetapi abu cangkang kepah juga menghasilkan biodiesel yang lebih bagus daripada biodiesel dari katalis CaO murni. Hal ini tentu saja bisa membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel. Untuk itu katalis abu cangkang kepah berpotensi untuk dikembangkan dalam industri penghasil biodiesel.