TUGAS ARTIKEL FILSAFAT ILMU Epistemic Ga

Epistemic Game (e-game); Percaya Matematika VS Percaya Intuisi dalam
Pemecahan Masalah Fisika

Saprudin
Kandidat Doktor Pendidikan IPA UPI
[email protected]
ABSTRAK
Epistimologi adalah cabang filsafat yang menguraikan tentang pengetahuan. Game
merupakan sebuah aktifitas yang menyenangkan dan bersifat immersive untuk
mencapai tujuan yang menantang menurut aturan-aturan yang disepakati. Pemecahan
masalah dapat dipandang sebagai penggunaan berbagai jalan untuk memecahkan
masalah mulai dari mengidentifikasi masalah, penentuan langkah-langkah dan
kemudian memecahkannya. Epistemic game (e-game) merupakan salah satu cara
yang berguna untuk menganalisa perilaku pemecahan masalah siswa terkait aktifitasaktifitas yang berorientasi pada tujuan yang secara logis koheren. Mengacu pada
framework Tuminaro and Redish (2007), terdapat enam jenis e-game yang dapat
menggambarkan perilaku siswa dalam pemecahan masalah fisika diantaranya;
Mapping meaning to mathematics, Mapping mathematics to meaning, Physical
mechanism game, Pictorial analysis, Recursive Plug-and-Chug dan Transliteration
to mathematics.
Kata kunci : Epistemologi, Game, e-game, Pemecahan Masalah
PENDAHULUAN

Pada umumnya, fisika merupakan salah satu bidang studi yang sampai saat ini
masih dipandang sulit untuk dipelajari baik oleh siswa ataupun mahasiswa. Para
instruktur dapat berasumsi bahwa kesulitan-kesulitan ini muncul sebagai dampak
dari kurangnya keterampilan matematis. Akan tetapi masih sedikit bukti yang telah
disajikan untuk mendukung asumsi ini (Tuminaro and Redish, 2007).
Hasil penelitian Ornek, et al. (2008) menunjukkan bahwa faktor penyebab yang
menjadikan ilmu fisika sulit dipelajari bagi mahasiswa di Perguruan Tinggi
dikategorikan pada; 1) faktor-faktor terkait dengan mahasiswa seperti kurangnya
motivasi, minat, kerja keras serta latar belakang pengetahuan, 2) Faktor-faktor terkait
dengan pembelajaran seperti banyaknya tugas, struktur kelas, tidak memadainya
mutu instruktur, 3) faktor-faktor terkait dengan karakteristik konten fisika seperti
kumulatif, abstrak, melibatkan banyak hal yang dipelajari, memerlukan pemahaman
matematika yang baik.
Fakta bahwa siswa membawa pengetahuan naïf (naïve knowledge) ke dalam
kelas fisika telah didokumentasikan dengan baik dalam literature penelitian, tetapi
tingkat abstraksi yang menggambarkannya sangat bervariasi. Expert (ahli) memiliki
1

lebih banyak pengetahuan dan mengaturnya lebih baik sehingga pengetahuan relevan
dengan mudah digunakan untuk aktivasi. Beberapa peneliti menggambarkan

pengetahuan siswa yang tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah sedang kita coba
ajarkan sebagai “miskonsepsi”, “konsepsi alternatif” atau “naïve theory”. Agar
dapat memahami transisi novice - ke - expert, kita dapat menelusuri bagaimana
mereka mendekati masalah, sehingga kita dapat menggambarkan model yang dapat
menjembatani dua keadaan kognitif ini (Tuminaro & Redish, 2007).
Salah satu cara yang berguna untuk menganalisa perilaku pemecahan masalah
siswa terkait aktifitas-aktifitas yang berorientasi pada tujuan yang secara logis
koheren disebut epistemic game (Tuminaro & Redisd, 2007; Yavuz, 2015).
Tuminaro and Redish (2007) mengembangkan kerangka kerja teoritis epistemic
game untuk menggambarkan prosedur-prosedur yang digunakan oleh siswa selama

pemecahan masalah dalam fisika.
Dalam artikel ini, akan dipaparkan enam jenis epistemic game mengacu pada
framework Tuminaro and Redish (2007) yakni; 1) Mapping meaning to mathematics,

2) Mapping mathematics to meaning, 3) Physical mechanism game, 4) Pictorial
analysis, 5) Recursive Plug-and-Chug dan 6) Transliteration to mathematics.

PEMBAHASAN
A. Epistimologi

Istilah epistemologi berasal dari bahasa yunani yaitu episteme yang berarti
“pengetahuan” dan logos artinya perkataan, pikiran, ilmu (Sudarminta, 2002).
Menurut Kneller (1971), epistimologi dapat dipandang sebagai cabang filsafat yang
menguraikan tentang pengetahuan. Ahli filsafat sebagai epistimologis akan
memberikan gambaran tentang hakekat pengetahuan; apa itu pengetahuan? aktivitas
apa saja yang biasanya dilibatkan dalam pengetahuan? apa perbedaan antara
pengetahuan, perkataan dan keyakinan? dapatkan kita memperoleh informasi diluar
informasi yang dapat disajikan oleh pikiran sehat atau indera kita? apa hubungan
antara aktivitas pengetahuan dengan sesuatu yang telah diketahui sebelumnya? serta
bagaimana kita dapat menunjukkan bahwa pengetahuan itu adalah benar?.
Nasution (Firman, 2017) menyatakan bahwa pengetahuan sebagai hasil naluri
ingin tahu. Kneller (1971) mengemukakan terdapat lima jenis pengetahuan yaitu; 1)
Revealed Knowledge (pengetahuan wahyu); pengetahuan wahyu mungkin dapat

digambarkan seperti pengetahuan yang Tuhan telah perlihatkan kepada manusia,
2

seperti kebenaran dari tuhan yang telah dituangkan dalam kitab bibel bagi nasrani,
Al-Qur’an untuk muslim dan Bhagavad-gita untuk hindu, 2) Intuitive Knowledge
(pengetahuan intuisi); pengetahuan yang mungkin diperoleh manusia dalam dirinya

pada suatu waktu baik muncul dengan tiba-tiba kedalam kesadaran dari suatu ide
atau pembuatan kesimpulan oleh suatu proses yang panjang dari pekerjaan yang
tidak disadari oleh manusia, 3) Rational Knowledge (pengetahuan rasional);
pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio/ akal semata, tidak disertai dengan
observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual. Prinsip logika formal dan matematika
murni merupakan paradigma pengetahuan rasioanal, dimana kebenarannya dapat
ditunjukkan dengan pemikiran abstrak, 4) Empirical Knowledge (pengetahuan
empiris); pengetahuan empiris ditetapkan oleh pikiran sehat, 5) Authoritative
Knowledge (pengetahuan otoritas); pengetahuan sebagai kebenaran bukan karena

kita sudah mengeceknya tetapi karena itu dijamin oleh pihak yang berwenang.
Suriasumantri (2010) mengungkapkan bahwa pengetahuan yang benar harus
memenuhi kriteria kebenaran ilmiah yakni; 1) teori korespondensi (suatu pernyataan
adalah benar jika bersesuaian dengan obyek yang dituju serta ditunjang oleh faktafakta empiris, 2) teori koherensi (suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu
koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dipandang
sebagai kebenaran, 3) teori pragmatisme (suatu pernyataan dapat dipandang benar
jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia.
B. Game
Kata game berasal dari bahasa ingris. Dalam kamus bahasa indonesia, istilah

game adalah permaianan. Para peneliti telah mendefisikan game sebagai “sebuah

aktifitas yang menyenangkan dan bersifat immersive untuk mencapai tujuan yang
menantang menurut aturan-aturan yang disepakati” (Kinzie & Joseph, 2008).
Sehubungan dengan hal tersebut, Salen and Zimmerman (Suharian dan
Emigawaty, 2008), mengungkapkan bahwa “game adalah suatu sistem dimana
pemain terlibat dalam suatu konflik buatan, yang didefinisikan oleh aturan-aturan,
yang mengakibatkan suatu hasil yang dapat dihitung”.
Costikyan (Martono, 2015) menyatakan bahwa game dapat juga diartikan
sebagai sebentuk karya seni di mana peserta, yang disebut pemain, membuat
keputusan untuk mengelola sumberdaya yang dimilikinya melalui benda di dalam

3

game demi mencapai tujuan. Game, pada intinya adalah sebuah interaktif, aktivitas

yang berpusat pada sebuah pencapaian, ada pelaku aktif dan juga ada lawan
(Crawford dalam Martono, 2015).
C. Problem Solving dalam Pembelajaran Fisika
Pada dasarnya masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Dalam konteks pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang
sengaja diciptakan agar siswa dituntut untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
fisika yang belum pernah dikerjakan sebelumnya dan juga siswa belum memahami
cara pemecahannya. Artinya persoalan itu masih baru bagi siswa meskipun proses
atau pengetahuan yang sudah dimilikinya dapat digunakan sebagai pengalaman
untuk memecahkannya. Persoalan-persoalan yang dimaksud bisa dalam bentuk soal,
tugas atau juga pertanyaan fisika yang diajukan untuk diselesaikan (Tanjung, 1999;
Rief, 1995 dan James dalam Soekisno, 2002).
Pemecahan masalah (problem solving) berbeda dengan memecahkan suatu
masalah (solving a problem). Pemecahan masalah dipandang sebagai penggunaan
berbagai jalan untuk memecahkan masalah mulai dari mengidentifikasi masalah,
penentuan langkah-langkah dan kemudian memecahkannya (Robertslein, 1981;
Scoenfield, 1979 dalam Janulis Purba, 2003). Sedangkan memecahkan suatu masalah
diartikan sebagai menemukan jalan yang tepat dalam menjembatani kesenjangan
yang ada. Dengan kata lain menemukan jalan untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
Problem Solving dapat didefinisikan lebih luas jika kita tinjau dari segi proses,

strategi dan keterampilan. Sebagai suatu proses, problem solving dipandang sebagai
proses berpikir dalam menentukan kombinasi dan aturan-aturan yang telah dipelajari

sebelumnya yang dapat dipakai untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi
(Gagne dalam Tanjung, 1999). Ditinjau dari strategi, problem solving diartikan
sebagai penggunaan berbagai jalan untuk memecahkan masalah mulai dari
mengidentifikasi

masalah,

penentuan

langkah-langkah

dan

kemudian

memecahkannya. Sedangkan jika ditinjau dari segi keterampilan, problem solving
diartikan sebagai kemampuan dalam menggunakan operasi untuk memecahkan
masalah. Operasi yang dimaksud salah satunya adalah operasi matematik atau
komputasi.


4

D. Epistemic Game (e-game)
Gagasan epistemic-game (disingkat e-game) diperkenalkan oleh Collins dan
Ferguson (1993) yang didefinisikan sebagai sekumpulan “aturan dan strategi yang
menuntun

inkuiri”.

Mereka

mengenalkan

gagasan

game

epistemic

untuk


menggambarkan inkuiri ilmiah expert pada berbagai disiplin ilmu. Dalam konteks
pembelajaran fisika, secara umum siswa masih belum layak dikatakan expert
sehingga jika menggunakan pendekatan ahli sains untuk inkuiri sebagai suatu norma
untuk menggambarkan inkuiri siswa tidaklah tepat.
Untuk alasan inilah, Tuminaro and Redish (2007) menggeneralisasi gagasan
epistemic game untuk menjadi deskriptif daripada normatif. Epistemic game

didefinisikan sebagai suatu aktifitas koheren yang menggunakan jenis-jenis tertentu
dari pengetahuan dan proses yang berhubungan dengan pengetahuan untuk
menciptakan pengetahuan atau memecahkan suatu masalah. Aktifitas bersifat
“epistemic” dalam pengertian bahwa siswa terlibat dalam aktifitas-aktifitas ini
sebagai cara untuk membangun pengetahuan baru. Kata “game” dalam pengertian
yang sangat nyata menunjukkan suatu aktifitas koheren yang memiliki komponen
ontologi dan suatu struktur yang membedakannya dari aktivitas lainnya (Tuminaro
and Redish, 2007).

Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasi enam epistemic game yang
menggambarkan kebanyakan perilaku dalam pemecahan masalah yaitu; 1) Mapping
meaning to mathematics, 2) Mapping mathematics to meaning, 3) Physical

mechanism game, 4) Pictorial analysis, 5) Recursive Plug-and-Chug dan 6)
Transliteration to mathematics.

1.

Mapping Meaning to Mathematics (Memetakan Makna ke Matematika)
Epistemic game ini merupakan game yang paling komplek secara intelektual.

Siswa memulai dari pemahaman konseptual mengenai situasi fisik yang digambarkan
dalam pernyataan masalah, dan kemudian bergerak ke solusi kuantitatif. Tuminaro
and Redish (2007) mengidentifikasikan lima gerakan dasar pada epistemic game ini
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Dasar pengetahuan untuk game ini berasal dari sekumpulan sumber fisika dan
matematika. Namun, secara umum sumber-sumber yang berbeda dapat diaktifkan
selama gerakan-gerakan yang berbeda dari game. Pada gerakan 1 (pengembangan
cerita konseptual), penalaran primitif paling sering diaktifkan yakni siswa seringkali

5

bergantung pada pemahaman konseptual mereka sendiri untuk menghasilkan cerita

ini, bukan pada prinsip-prinsip fisika dasar. Pada gerakan 2 (menerjemahkan cerita
konseptual ke dalam bentuk matematis), pengetahuan matematika intuitif, bentuk
simbolis serta alat-alat untuk interpretasi mungkin diaktifkan selama gerakan ini.
Pada gerakan 3 (menghubungkan bentuk matematis dengan cerita fisik), sangat
tergantung pada pengetahuan matematika intuitif, bentuk simbolis, dan alat-alat
untuk interpretasi yang dihasilkan pada gerakan 2. Pada gerakan ke 4 (memanipulasi
simbol), persamaan-persamaan fisika dituliskan. Pada gerakan ke 5 (evaluasi
terhadap cerita) dapat terjadi dalam banyak cara berbeda misalnya, siswa mungkin
mengecek solusi dengan contoh, mengecek jawaban kuantitatif dengan cerita
konseptual. Adanya kesamaan dengan hasil yang ditemukan sebelumnya mungkin
sudah cukup untuk digunakan dalam memutuskan bahwa kondisi akhir dari game
telah terpenuhi.

Gambar 1. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Game epistemik Mapping
Meaning to Mathematics (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)
2. Mapping Mathematics to Meaning (Memetakan Matematika ke Makna)
Epistemic game ini merupakan jenis kedua yang dipandang kompleks secara

intelektual. Dalam jenis game ini, siswa mengembangkan cerita konseptual yang
berhubungan dengan persamaan fisika tertentu. Komponen-komponen ontologi dari
game ini sama dengan jenis epistemic game yang pertama. Kedua jenis game ini

melibatkan dasar pengetahuan yang sama (sumber-sumber matematis) dan bentuk
epistemik yang sama (persamaan fisika). Akan tetapi, komponen-komponen
6

struktural dari dua game ini berbeda. Dalam Memetakan Makna ke Matematika,
siswa memulai dengan cerita konseptual dan kemudian menerjemahkannya kedalam
pernyataan matematis. Sebaliknya, dalam Memetakan Matematika ke Makna, siswa
memulai dengan persamaan fisika dan kemudian mengembangkan sebuah cerita
konseptual. Perbedaan-perbedaan struktural antara kedua game ini membuatnya
dapat saling dibedakan.
Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan empat gerakan dasar pada
epistemic game ini yaitu; 1) mengidentifikasikan konsep-konsep sasaran, 2)

menemukan persamaan yang menghubungkan konsep-konsep sasaran dengan
konsep-konsep lainnya, 3) menceritakan sebuah cerita dengan menggunakan
hubungan antara konsep-konsep ini dan 4) mengevaluasi cerita.

Gambar 2. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Game epistemik Mapping
Mathematics to Meaning (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)
3. Physical Mechanism Game
Pada game ini, siswa berusaha untuk membuat sebuah cerita deskriptif dan
secara fisik koheren berdasarkan pemahaman intuisi mereka. Dasar pengetahuan
untuk game ini terdiri dari penalaran primitif. Siswa tidak membuat acuan tersirat
pada prinsip atau persamaan fisika.
Ontologi dari game Mekanisme Fisik berbeda dengan dua jenis epistemic game
sebelumnya. Bentuk epistemik dalam game ini berupa sebuah cerita, suatu gambaran
mengenai mekanisme apa yang sedang terjadi menyangkut prinsip-prinsip fisika.
Walaupun bentuk epistemik cukup berbeda, namun kumpulan sumber yang sama

7

(pengetahuan matematika intuitif, penalaran primitif, bentuk simbolis, dan alat-alat
interpretisi) mungkin aktif dalam game ini seperti pada game sebelumnya.
Struktur dari game mekanisme Fisik sama dengan gerakan pertama dalam
memetakan makna ke matematika, keduanya melibatkan pengembangan cerita
konseptual. Namun, kami dapat membedakan keduanya karena game mekanisme
fisik menggambarkan aktifitas yang terpisah, koheren dan memiliki keadaan akhir
yang berbeda.
Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan dua gerakan dasar pada
epistemic game ini yaitu; 1) mengembangkan cerita tentang situasi fisik dan 2)

mengevaluasi cerita.

Gambar 3. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Epistemic Game Physical
Mechanism (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)
4. Pictorial Analysis
Dalam epistemic game jenis ini, siswa menghasilkan representasi spasial
eksternal yang menspesifikasikan hubungan antara pengaruh-pengaruh dalam suatu
pernyataan masalah. Misalnya, siswa yang membuat gambar skematis mengenai
suatu situasi fisik misalnya free body diagram dalam mekanika atau diagram
rangkaian listrik pada listrik dinamis.
Sama seperti pada jenis epistemic game sebelumnya, dasar pengetahuan terdiri
dari semua sumber yang dimasukan diatas ditambah beberapa sumber penerjemah
representasi. Bentuk epistemik adalah suatu skematis atau diagram yang dihasilkan
siswa. Misalnnya, jika siswa menggambar sebuah diagram sirkut selama
penyelidikan mreka, maka diagram-diagram tersebut berfungsi sebagai bentuk
epistemik yang menuntun penyelidikan mereka. Dalam cara yang sama, gambar
skematis dan diagram tubuh-bebas dapat berfungsi sebagai struktur sasaran yang
menuntun penyelidikan.
Gerakan-gerakan dalam game jenis ini secara luas ditentukan oleh representasi
luar tertentu yang dipilih siswa. Siswa yang memilih menggambarkan free body
8

diagram, maka dia akan menentukan gaya-gaya yang beraksi pada objek tersebut.

Begitu juga dengan siswa yang memilih menggambarkan diagram rangkaian listrik,
maka ia akan mengidentifikasi elemen-elemen seperti resistor, kapasitor, baterai dan
lain sebagainya.
Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan gerakan dasar pada epistemic
game ini yaitu; 1) menentukan konsep sasaran, 2) memilih representasi eksternal, 3)

menceritakan cerita konseptual tentang situasi fisik berdasarkan pada hubungan
spasial antar objek, dan 4) mengisi tempat-tempat dalam representasi.

Gambar 4. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Epistemic Game
Pictorial Analysis (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)
5. Recursive Plug-and-Chug
Pada epistemic game jenis ini, siswa memasukan kuantitas-kuantitas ke dalam
persamaan fisika dan membuat jawaban angka tanpa secara konseptual memahami
implikasi fisik dari perhitungan tersebut. Secara umum, siswa tidak menggunakan
dasar pengetahuan intuitif ketika sedang memainkan game ini. Mereka sekedar
mengidentifikasi jumlah dan memasukannya ke dalam persamaan. Akibatnya, siswa
yang memainkan game ini hanya bergantung pada pemahaman sintaks akan simbolsimbol fisik, tanpa berusaha untuk memahaminya secara konseptual. Sumber kognitif
lainnya (seperti pengetahuan matematika intuitif, penalaran primitif, bentuk simbolis,
dan alat-alat interpretasi) biasanya tidak aktif selama bermain dalam game ini.

9

Bentuk epistemic game ini sama dengan Mapping Meaning to Mathematics dan
Mapping Mathematics to Meaning, tetapi sumber yang aktif (yaitu dasar

pengetahuan) cukup berbeda. Aturan dan strategi yang digunakan dalam game ini
berbeda dari game lainnya, meskipun bentuk epistemiknya mungkin sama.
Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan lima gerakan dasar pada
epistemic game ini yaitu; 1) mengidentifikasi kuantitas sasaran, 2) menemukan

persamaan berhubungan antara kuantitas sasaran dengan kuantitas lainnya, 3)
menentukan besaran lain yang diketahui,(4) mengidentifikasi kuantitas sasaran baru
(jika diperlukan), 5) menghitung kuantitas sasaran.

Gambar 5. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Game epistemik
Recursive Plug-and –Chug (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)
6.

Transliteration to Mathematics.
Transliteration to Mathematics merupakan sebuah epistemic game dimana siswa

menggunakan contoh yang bekerja untuk menghasilkan sebuah solusi tanpa
mengembangkan pemahaman konseptual mengenai contoh tersebut. Mentransilasi
berarti merepresentasikan (huruf atau kata-kata) dalam karakter-karakter abjad
lainnya yang berhubungan.
Dalam game ini, siswa memetakan kuantitas dari suatu masalah sasaran secara
langsung ke dalam pola solusi dari sebuah contoh masalah. Karena siswa
menggunakan simbol tanpa makna konseptual, biasanya hanya sumber yang
berhubungan dengan struktur sintaksis dari persamaan yang aktif selama game ini.
Pola solusi dari contoh sasaran berfungsi sebagai bentuk epistemik untuk game ini.
Tuminaro and Redish (2007) mengidentifikasikan gerakan dasar pada epistemic
game ini yaitu; 1) mengidentifikasikan suatu kuantitas sasaran, 2) menemukan pola

solusi yang berhubungan dengan situasi masalah saat itu, 3) memetakan kuantitas10

kuantitas dalam situasi masalah saat itu kedalam pola solusi, dan 4) mengevaluasi
pemetaaan.

Gambar 6. Diagram skematik dari beberapa gerakan dalam Epistemic Game
Transliteration to Mathematics (Sumber : Tuminaro and Redish, 2007)

E. E-game; Percaya pada Matematika VS Intuisi pada Pemecahan Masalah Fisika
“Sphere and Cylinder Rolling Race”
Pada pembahasan ini, penulis akan memfokuskan pada tiga game epistemik
yaitu; 1) Physical Mechanism (PM), 2) Recursive Plug-and-Chug (RPC) dan 3)
Mapping Mathematics to Meaning (MMM). Alasannya adalah ketiga jenis game

epistemik tersebut memungkinkan untuk menguji apakah siswa percaya pada
matematika atau intuisi ketika mereka sedang memecahkan masalah fisika.
Memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan intuitif, tanpa
perhitungan matematis dan mengacu secara tersirat pada prinsip-prinsip fisika dapat
dianggap sebagai game PM. Sebaliknya, memecahkan masalah dengan hanya
menghitung sebuah konsep dengan menggunakan prinsip fisika termasuk ke dalam
game RPC. Menghitung nilai suatu konsep, yang diikuti dengan mengevaluasi dan

menafsirkan hasil dari perhitungan berhubungan dengan game MMM. Berdasarkan
tiga jenis epistemic game ini, kepercayaan terhadap perhitungan-perhitungan
matematis adalah dengan memainkan game MMM. Sebaliknya, kepercayaan
terhadap pengetahuan intuisi adalah memainkan game RPC dan PM).

11

Gambar 7. Percaya pada Perhitungan Matematika dan Intuisi
Berdasarkan Epistemic Game

Perhatikan permasalahan fisika beriku ini;

Untuk menjawab soal point a, konsep fisika yang dapat digunakan diantaranya
massa, percepatan gravitasi, energi kinetik, energi potensial, energi mekanik dan
momen inersia. Dengan memanipulasi matematik kita dapat menentukan besarnya
kecepatan untuk masing-masing benda dengan menggunakan persamaan;

Dengan memasukkan besaran-besaran yang diketahui pada soal, diperoleh nilai
kecepatan sesaat sebelum menyentuh tanah untuk bola pejal, bola berongga, silinder
pejal dan cincin bertutur turut adalah 0,37 m/s, 0,34 m/s, 0,36 m/s dan 0,31 m/s.
Hasil perhitungan kecepatan ini digunakan untuk memprediksi urutan balapan pada
point b. Berdasarkan hasil perhitungan urutan balapan yang benar adalah Bola Pejal

– Silinder Pejal – Bola Berongga – Cincin

12

Pada konteks pemecahan masalah fisika di atas, jika dipandang dari epistemic
game maka terdapat dua kategori yakni; 1) MMM game; melibatkan perhitungan

nilai kecepatan untuk setiap benda, kemudian memprediksi urutan balapan dengan
membandingkan hasil perhitungan nilai kecepatannya, 2) RPC-PM Game;
menghitung kecepatan setiap benda, kemudian memprediksi urutan balapan tanpa
mempertimbangkan hasil perhitungan nilai kecepatan tersebut.
Berdasarkan dua katagori tersebut, beberapa kemungkinan jawaban siswa ketika
memecahkan masalah fisika di atas ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa Kemungkinan Jawaban Siswa
Kategori
Solusi
1

2

Epistemic Game

Deskripsi kategori solusi
Menghitung kecepatan benda dengan BENAR – memprediksi
urutan balapan berdasarkan hasil perhitungan nilai kecepatan
yang benar

MMM Game

Menghitung kecepatan benda dengan SALAH – memprediksi
urutan balapan berdasarkan hasil perhitungan nilai kecepatan
yang salah

3

Menghitung kecepatan benda dengan SALAH – SALAH
memprediksi urutan balapan berdasarkan intuisi

4

Menghitung kecepatan benda dengan BENAR – SALAH
memprediksi urutan balapan berdasarkan intuisi

RPC – PM Game
5

Menghitung kecepatan benda dengan BENAR – BENAR
memprediksi urutan balapan berdasarkan intuisi

6

Menghitung kecepatan benda dengan SALAH – BENAR
memprediksi urutan balapan berdasarkan intuisi

KESIMPULAN
Epistemic game merupakan suatu aktifitas koheren yang menggunakan jenis-

jenis tertentu dari pengetahuan dan proses yang berhubungan dengan pengetahuan
untuk menciptakan pengetahuan atau memecahkan suatu masalah. Terdapat enam
jenis game epistemik yang dapat menggambarkan kebanyakan perilaku siswa dalam
pemecahan masalah fisika yaitu Mapping meaning to mathematics, Mapping
mathematics to meaning, Physical mechanism game, Pictorial analysis, Recursive
Plug-and-Chug dan Transliteration to mathematics. Setiap game epistemik memiliki

komponen ontologi (dasar pengetahuan, bentuk epistemik) dan juga struktur
epistemik (memulai dan mengakhiri keadaan, pergerakan, aturan).

13

DAFTAR PUSTAKA
Collins A and W. Ferguson. 1993. Epistemic forms and epistemic games: Structures
and strategies to guide inquiry. Educational Psychologist, 28 (1), 24 - 42
Firman Harry. 2017. Pengetahuan, Ilmu, Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Ilmu (Bahan
Kuliah
Filsafat
Ilmu).
Tersedia
:
https://www.academia.edu/31488957/PENGETAHUAN_ILMU_ILMU_PE
NGETAHUAN_DAN_FILSAFAT_ILMU (14 Februari 2017
Janulis, P.P. (2003) . Pengembangan dan Implementasi Model Pembelajaran Fisika
dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa). Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia :
Tidak Diterbitkan
Kinzie, M. B., & Joseph, D. R. D. (2008). Gender differences in game activity
preferences of middle school children: implications for educational game
design. Education Technology Research and Development, 56, 643–663.
DOI 10.1007/s11423-007-9076-z
Kneller, George F. 1971. Introduction to the Philosophy of Education. New York :
John Wiley Sons Inc
Martono. 2015. Pengembangan Game dengan Menggunakan Game Engine Game
Maker. Jurnal Sistem Komputer – Vol. 5, No 1, Mei 2015, ISSN : 20874685, e-ISSN: 2252-3456
Ornek et al .(2008). What Makes Physics Difficult. International Journal of
Environmental & Science Education, 2008 , ISSN; 1306-3065
Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan .
Yogyakarta: Kanisius
Suharian & Emigawaty. 2008. Pembuatan Game 3d Fighting dengan Menggunakan
Finite State Machine sebagai Strategi Karakter. Jurnal Ilmiah MATRIK
Vol. 10 No. 1, April 2008
Soekisno, R.A.B. (2002). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa
dengan Strategi Heuristik. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia : Tidak Diterbitkan
Suriasumantri, J. S. (2010). Filsafat ilmu: Sebuah pengantar popular . Jakarta: Sinar
Harapan.
Tanjung, R. (1999). Penggunaan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah dalam
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Studi Eksperimen dalam Pembelajaran
pada Topik Bunyi di Kelas II SLTP Negeri Kodya Madya Medan). Tesis
Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia : Tidak
Diterbitkan
Tuminaro, J., & Redish, E.F. 2007. Elements of A Cognitive Model of Physics
Problem Solving: Epistemic Games. The American Physical Society. 3 (2).
DOI: 10.1103/PhysRevSTPER.3.020101
Yavuz Ahmet. 2015. Do Students Trust in Mathematics or Intuition During Physics
Problem Solving? An Epistemic Game Perspective. Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology Education, Vol. 11, Issue 3 (June,
2015), pp. 633-646. DOI: 10.12973/eurasia.2014.1205a

14