PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN USAHA BUDID
PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN USAHA BUDIDAYA
BABI RAMAH LINGKUNGAN
TAHUN 2012
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ternak babi dan atau produk olahannya cukup potensial sebagai
komoditas ekspor nasional. Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke
berbagai negara seperti Singapura dan Hongkong. Salah satu
keunggulan ternak babi dibanding ayam adalah volume impornya dapat
dikatakan nol, sedangkan impor ayam pada tahun 2000 mencapai
14.017,4 ton. Meskipun ekspor ternak babi berada di urutan kedua
setelah ternak ayam, namun ternak babi belum menjadi komoditas
unggulan pemerintah. Fokus perhatian pemerintah hingga saat ini masih
dominan pada ternak ruminansia besar.
Berdasarkan statistik peternakan tahun 2010, populasi ternak babi
tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur 1,637,351ekor, Bali
(930,465 ekor), Sumatera Utara (734,222 ekor), Sulawesi Selatan
(549,083 ekor), Kalimantan Barat (484,299 ekor), Papua (546,696 ekor),
Kalimantan Barat (484,299 ekor), Sulawesi Utara (332 ,942 ekor), Bangka
Belitung (268,220 ekor), Sulawesi Tengah (215,973 ekor), Kepri (185,663
ekor).
Berdasarkan hasil survey tahun 2005, bahwa rata-rata kepemilikan
peternak rakyat di provinsi Bali 29,3 ekor, sedangkan di Sumatera Utara
20,5 ekor, Jawa Barat 20,65 ekor. Skala usaha ternak yang agak besar
terdapat di Kalimantan Barat 139,45 ekor. Dengan kata lain, rata-rata
kepemilikan ternak masih rendah, sehingga kurang efisien.
Umumnya usaha ternak babi adalah pembibitan dan penggemukan
peternakan rakyat dengan sumber bibit berasal dari sekitarnya atau
sekitar 61,25% sedangkan 25% dari peternakan sendiri. Dalam hal
performance babi di Indonesia masih sangat memprihatinkan dengan
tingginya kematian induk, Jawa Barat 25,49%, Bali 19,6%, Kalbar 14,33%
dan Sumut 10,40%.
Kegiatan usaha budidaya ternak babi di pemukiman pedesaan yang
semakin intensif akan menimbulkan permasalahan yang komplek
terhadap lingkungan hidup. Permasalahan yang paling sering adalah
permasalahan limbah dari peternakan babi terutama kotoran dan urine
yang menyebabkan bau.
1
Kesulitan pembuangan hasil samping berupa limbah kotoran ternak, urine
dan permasalahan lingkungan sekitar usaha. Limbah organik yang
dihasilkan di lahan peternakan seperti kotoran ternak sisa pakan lebih
banyak menimbulkan masalah seperti penyakit ternak dan lingkungan dari
pada keuntungan yang ditimbulkannya. Usaha yang paling banyak
dilakukan oleh peternak adalah bagaimana membuang atau menjual
secepatnya tentunya dengan harga murah, kotoran ternak yang
menumpuk ke daerah-daerah pertanian untuk pupuk organik.
Permasalahan lingkungan tersebut sebagian besar disebabkan oleh
limbah organik yang tidak terurai dengan baik, sehingga menimbulkan
masalah-masalah lingkungan seperti bau, gas beracun, hama penyakit
dan lain-lain.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka dalam rangka pengembangan
usaha budidaya ternak babi yang ramah lingkungan dan dilakukan secara
komersial sekaligus untuk memenuhi permintaan pasar, baik di dalam
negeri maupun untuk tujuan pasar ekspor dipandang perlu dilakukan
pengembangan kawasan peternakan babi yang ramah lingkungan.
Oleh karena itu, dalam rangka mendukung program penataan budidaya
ternak babi ramah lingkungan maka pada tahun 2012 perlu dilaksanakan
penataan usaha budidaya babi ramah lingkungan melalui fasilitasi dana
bantuan sosial dekonsentrasi dan tugas pembantuan (TP).
B.
Tujuan
Tujuan penataan usaha budidaya babi ramah lingkungan adalah agar
peternak dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dan upaya untuk
mengendalikan pencemaran lingkungan karena bau. Adapun tujuan
kegiatan penataan usaha budidaya babi ramah lingkungan adalah sebagai
berikut :
(1) Memperkuat modal usaha peternakan babi yang ramah lingkungan.
(2) Meningkatkan penataan budidaya ternak babi yang ramah lingkungan.
(3) Meningkatkan populasi dan produksi usaha peternakan babi.
(4) Meningkatkan kemandirian dan kerjasama kelompok
(5) Berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) agribisnis dan
kelembagaan ekonomi pedesaan lainnya.
2
Untuk mencapai tujuan tersebut, pada tahun 2012 akan dialokasikan
sejumlah dana untuk penguatan modal usaha bagi kelompok peternak babi
yang dialokasikan pada provinsi/kabupaten melalui dana dekonsentrasi
atau tugas pembantuan (TP).
C.
Sasaran
(1)Peternak yang berkelompok dalam satu kawasan.
(2)Peternak yang sudah mempunyai kandang kelompok.
(3)Peternak yang individual yang mempunyai populasi ternak lebih dari 2
ekor.
D.
Indikator Keberhasilan
1) Pola pemeliharaan budidaya ternak menjadi lebih baik,
2) Mengurangi polusi udara akibat bau kotoran/limbah ternak,
3) Mendukung kelestarian usaha pertanian,
4) Meningkatkan penyediaan pupuk organik asal ternak, sehingga
ketergantungan terhadap pupuk anorganik (kimia) akan berkurang,
5) Meningkatnya pengetahuan anggota kelompok tentang manajemen
pengelolaan usaha kelompok dan penerapan teknologi pengolahan
limbah yang ramah lingkungan.
E.
Pengertian
1.
Penguatan Modal Usaha adalah stimulasi dana untuk mengatasi
kendala keterbatasan modal usaha kelompok agar mampu
mengakses modal dari lembaga permodalan mandiri. Dana tersebut
merupakan dana yang disalurkan langsung ke rekening kelompok
dan dikelola secara terorganisir dengan mekanisme, cara, dan
bentuk ikatan tertentu.
2.
Budidaya Babi Ramah Lingkungan
Adalah kegiatan pemeliharaan babi yang dilakukan oleh masyarakat
maupun peternak babi baik perorangan atau kelompok di pedesaan
dengan penerapan tata cara budidaya yang lebih baik dengan
menerapkan teknologi pengelolaan limbah kotoran ternak dan sesuai
dengan prinsip-prinsip Good Farming Practice (GFP).
3
3.
Penataan
Suatu kegiatan yang mengatur tentang sistem pemeliharaan ternak
(lokasi usaha, sistem perkandangan dan pengaturan pengelolaan
limbah ternak).
4.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga formal maupun
informal yang memberikan pelayanan keuangan kepada masyarakat
berupa tabungan dan kredit dengan tujuan untuk mengembangkan
usaha, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.
5.
Kelompok Sasaran adalah kelompok yang telah ada dan
menjalankan usaha agribisnis dan/atau ketahan pangan dengan
prioritas pada
kelompok yang memiliki kendala modal karena
terbatasnya akses terhadap sumber permodalan antara lain
kelompok tani, gabungan kelompok tani, koperasi yang bergerak di
bidang pertanian dan
lembaga keuangan mikro (LKM) di
Pedesaan;
6.
Petani Sasaran sebagai penerima dana bantuan sosial adalah
anggota
kelompok sasaran yang ditetapkan dengan Surat
Keputusan Bupati/Walikota setempat atau Kepala Dinas lingkup
Pertanian atau
pejabat yang ditunjuk atas usul tim teknis
kabupaten/kota, dengan tembusan antara lain disamapaikan
kepada KPPN setempat.
II. PELAKSANAAN
A. Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2012
Dalam upaya penataan usaha budidaya babi yang ramah lingkungan,
pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Peternakan) pada tahun anggaran 2012
memfasilitasi dana bantuan sosial dekonsentrasi (dekon) dan tugas
pembantuan (TP) yang dialokasikan di Provinsi/ Kabupaten tertentu.
1. Persyaratan Lokasi
Lokasi pengembangan usaha budidaya ternak babi ini, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
(1) Merupakan lokasi yang sesuai diperuntukan pada kegiatan
penataan budidaya ternak babi yang ramah lingkungan, baik pada
lokasi lama maupun lokasi pemekaran.
(2) Mempunyai potensi untuk dikembangkan, dilihat dari aspek sosial
dan budaya masyarakatnya. Disarankan untuk melakukan
Participatory Rural Appraisal).
4
(3) Kemudahan dalam pemberian pelayanan pendampingan teknis,
informasi dan pasar yang menunjang.
2. Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran
Kriteria Calon kelompok sasaran/penerima dana bantuan sosial adalah
kelompok yang menjalankan usaha agribisnis peternakan, dipilih dengan
memenuhi kritera sebagai berikut :
(1)
Kelompok yang sudah berpengalaman dan mempunyai keterampilan
dan kemampuan budidaya ternak.
(2)
Kelompok mampu dan dapat mengembangkan usaha budidaya
ternak babi ramah lingkungan.
(3)
Memiliki kendala modal karena terbatasnya akses kepada sumber
permodalan.
(4)
Kelompok berada pada kawasan sentra produksi ternak, tersedia
sumberdaya pakan, kemudahan mengakses pasar, dan sumber
informasi yang diperlukan.
(5)
Setiap kelompok memiliki kandang secara koloni.
(6)
Pemanfaatan dana bantuan sosial adalah untuk Penguatan Modal
Usaha dan pengembangan SDM kelompok, serta pengadaan
barang/modal untuk kelompok seperti pengadaan ternak, pembuatan
bak penampungan kotoran secara bertingkat dan saluran
pembuangan kotoran/air kencing, pengadaan obat-obatan/vaksin,
pelatihan penerapan teknologi pengolahan limbah kotoran dan air
kencing,
dan
kebutuhan
administrasi
kelompok
yang
diperlukan/dibutuhkan oleh kelompok tersebut.
Berdasarkan Pedum Bantuan Sosial disebutkan bahwa kriteria (umum dan
teknis) calon kelompok sasaran/penerima bantuan dapat diatur lebih rinci
dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh Provinsi
berdasarkan kondisi wilayah dan dapat diatur secara lebih spesifik dalam
Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Kabupaten/Kota sesuai kondisi petani dan
sosial budaya setempat. Disamping itu juga masing-masing
kabupaten/kota juga dapat menyusun kriteria teknis calon kelompok
sasaran
3. Tata Cara Seleksi Calon Kelompok Sasaran
Seleksi calon kelompok sasaran didasarkan kepada prioritas
pengembangan pertanian wilayah dan usulan/proposal dari kelompok
5
peternak. Proses seleksi calon kelompok dilakukan secara bertahap dan
seyogyanya telah dipersiapkan sebelumnya oleh pemerintah daerah/Dinas
Peternakan/Dinas yang melaksanakan fungsi peternakan. Salah satu kunci
keberhasilan
pemberdayaan
masyarakat
pertanian,
termasuk
pengembangaan modal terletak pada ketepatan dan kebenaran dalam
menentukan kelompok sasaran.
Sebelum dilakukan seleksi calon kelompok terlebih dahulu dilakukan
inventarisasi/pendataan (long list) terhadap para petani yang telah ada di
daerah tersebut yang meliputi : nama dan alamat kelompok peternak
beserta jumlah anggota, lokasi dan jumlah polulasi ternak yang dimiliki,
lama beternak dan lain-lain yang masih terkait.
Seleksi calon kelompok sasaran setidaknya dilakukan dalam dua tahap.
Seleksi Tahap-1 (short list), dimana aspek penilaian pada tahap ini adalah
mengenai kelengkapan persyaratan adminstari kelompok sesuai kriteria
yang ditentukan di dalam Pedum, Juklak dan Juknis. Seleksi Tahap II, Tim
Teknis
Kabupaten/Kota
melakukan
penilaian
terhadap
usulan/proposal/rencana usaha dari kelompok. Proposal/rencana usaha
memuat : diskripsi usaha kelompok, sumberdaya dan sarana yang telah
dimiliki kelompok, potensi yang dapat dikembangkan serta besarnya
anggaran yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha kelompok.
Setelah dilakukan seleksi tahap I dan II, Tim teknis menyelenggarakan
musyawarah dengan stakeholder terkait. Hasil musyawarah dituangkan
dalam Berita Acara yang memuat Daftar kelompok sasaran calon
penerima bantuan sosial.
4. Penetapan Kelompok Sasaran
Berdasarkan berita acara hasil musyawarah kabupaten/kota, Tim Teknis
mengusulkan calon kelompok sasaran untuk ditetapkan sebagai calon
penerima Bantuan Sosial dengan SK Bupati/Walikota atau Kepala
Dinas/Kantor lingkup pertanian kabupaten/kota. Hasil seleksi dan
penetapan kelompok diumumkan/disosialisasikan kepada masyarakat luas
oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota melalui media massa/cetak atau media
komunikasi lainnya.
III. MEKANISME PENCAIRAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA
BANTUAN SOSIAL
A. Pengajuan dan Penyaluran Dana Bantuan Sosial
Kegiatan yang menggunakan pola penyaluran Bantuan Sosial ditampung
dalam Pos Belanja Bantuan Sosial pada DIPA Pusat, DIPA Provinsi, dan
DIPA Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Tahun 2012.
6
Proses pengajuan dan penyaluran dana bantuan sosial dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Rencana Usaha Kelompok (RUK) disusun oleh kelompok dan
disahkan/ditandatangani oleh ketua kelompok serta dua anggota
kelompok.
2. Petani/kelompok tani membuka rekening tabungan pada kantor
cabang/unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat dan memberitahukan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di kabupaten/kota.
3. Ketua kelompok tani mengusulkan RUK kepada PPK Kabupaten/Kota
estela diverifikasi oleh Penyuluh Pertanian dan disetujui oleh Ketua Tim
Teknis.
4. PPK meneliti RUK dari masing-masing kelompok yang akan dibiayai,
selanjutnya mengajukan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Kabupaten/ Kota, kemudian KPA mengajukan Surat Permintaan
Pembayaran Langsung (SPP-LS) dengan lampiran sebagai berikut :
a. Surat Keputusan Bupati/Walikota atau Kepala Dinas/Badan lingkup
Pertanian atau pejabat yang ditunjuk tentang penetapan kelompok
sasaran.
b. Rekapitulasi RUK dengan mencantumkan :
1) Nama Kelompok
2) Nama Ketua Kelompok
3) Nomor Rekening Bank a.n. kelompok tani
4) Nama cabang/unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat
5) Jumlah dana dan susunan keanggotaan kelompok.
c. Kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok tani, diketahui/
disetujui oleh PPK Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
d. Surat Perjanjian kerjasama antara Pejabat Pembuat Komitmen
dengan kelompok sasaran tentang pemanfaatan dana penguatan
modal kelompok.
5. Atas dasar SPP-LS, Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (P4)
menguji dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPMLS), selanjutnya KPA menyampaikan SPM-LS ke KPPN setempat.
6. KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sesuai
ketentuan yang akan diterbitkan oleh Departemen Keuangan.
7
B. Pokok-Pokok Pengelolaan/Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial
Dana tugas pembantuan (TP) dan dekonsentrasi yang dialokasikan ke
Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan di
Provinsi maupun Kabupaten/Kota pemanfaatannya 100% untuk kegiatan
penataan usaha budidaya babi ramah lingkungan seperti:
1. Pengadaan ternak minimal 50% dari total anggaran;
2. Sarana dan prasarana (maksimal 48%) yang terdiri dari pengelolaan
limbah, pakan, perbaikan kandang, obat-obatan dan laiin-lain sesuai
kebutuhan kelompok;
3. Administrasi dan pelaporan (maksimal 2%).
Sedangkan untuk kegiatan pendukung pelaksanaan yang bersifat
operasional seperti sosialisasi, identifikasi dan seleksi lokasi serta
pembinaan dan monitoring dapat difasilitasi melalui dana APBD.
Dana yang dikelola oleh kelompok tani disalurkan melalui mekanisme LS
digunakan untuk : memperkuat modal, maupun untuk usaha produktif
bidang peternakan, pendampingam, pengembangan sumber daya
manusia, kegiatan produksi dan operasionalisasi usaha kelompok.
Prinsip-Prinsip dasar dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana bansos
sebagai berikut :
1. Dana bansos merupakan stimulan dalam mendukung usaha kelompok,
sedangkan motor penggerak utama pengembangan usaha kelompok
adalah kemauan dan kemampuan kelompok itu sendiri.
2. Dana bansos wajib digunakan untuk usaha produktif yang diarahkan
untuk menumbuhkan dan memperbesar skala usaha, efisiensi dan
jaringan usaha, serta memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal.
3. Pemanfaatan dana kelompok untuk modal usaha direncanakan
bersama secara transparan oleh kelompok dan difasilitasi oleh
pendamping. Pemanfaatan dana kelompok untuk pengadaan sarana
produksi (saprodi) dilaksanakan sesuai peraturan dan perundangan
yang berlaku. Pengadaan tersebut dilakukan secara transparan dengan
jenis dan jumlah saprodi diputuskan berdasarkan musyawarah anggota
kelompok. Penyaluran saprodi kepada anggota dilegitimasi dengan
berita acara serah terima barang. Pengurus kelompok membukukan
seluruh aktivitas penarikan dana, pembelanjaan dan penyerahan lepada
anggota kelompok.
Pemanfaatan dana fisik bansos secara umum didasarkan pada hasil
keputusan bersama seluruh anggota kelompok yang ditunjukkan dengan
8
Berita Acara Hasil Rapat Kelompok. Namun dalam pengalokasian dana
bansos tersebut harus mengikuti arahan pilihan-pilihan jenis kegiatan yang
dapat disesuaikan dengan prioritas masing-masing kelompok sasaran,
antara lain :
1. Digunakan untuk membiayai pembelian ternak, penyediaan
sarana/prasarana, infrastruktur dan fasilitas sesuai kebutuhan kelompok
seperti rehabilitasi kandang, alat pembuatan instalasi pengolahan
limbah kotoran ternak, pembuatan saluran pembuangan kotoran dan
urine ke dalam bak penampungan secara bertingkat, penanaman pohon
seperti kenanga, kamboja untuk menyerap bau, pembuatan biodigester
dll. Khusus untuk sarana pendukung, dapat dijadikan asset kelompok
yang tidak harus digulirkan dan pengadaannya disesuaikan dengan
kebutuhan kelompok.
2. Digunakan untuk pengadaan/rehabilitasi atau optimalisasi pemanfaatan
alat dan mesin pra-produksi, produksi dan pengolahan hasil .
3. Digunakan untuk pengadaan sarana produksi bibit(ternak babi), pakan,
obat-obatan dan pengadaan sarana biosekuriti) sesuai kebutuhan.
Penggunaan dana untuk penyediaan saprodi untuk komoditas
peternakan tidak dibatasi besarnya dana, namun tetap mengacu pada
kebutuhan kelompok yang bersangkutan.
4. Digunakan untuk pengembangan kelembagaan antara lain memperluas
jaringan pemasaran, pengembangan usaha penunjang agribisnis,
jaringan kerja dengan mitra usaha, dan pengembangan simpan pinjam
pola LKM.
Digunakan dalam rangka peningkatan dan pengembangan kemampuan
melalui pelatihan seperti pelatihan aplikasi teknologi pengolahan limbah
ternak (kompos) bagi pengurus/anggota kelompok. Untuk memperoleh
hasil yang optimal agar dalam pelaksanaan pelatihan dikoordinasikan
dengan Badan Diklat Pertanian setempat.
Pemanfaatan dana tugas pembantuan ternak babi tahun 2012 dianjurkan
untuk Provinsi dan Kabupaten lebih difokuskan kepada kegiatan penataan
budidaya ternak babi ramah lingkungan dalam bentuk pelaksanaan pilot
project sedangkan untuk memfasilitasi kegiatan pendukung diharapkan
pihak kabupaten dapat memanfaatkan dana pendampingan dari dana
APBD setempat.
Tata cara penggunaan dana Bantuan Sosial kepada petani dapat diatur
secara jelas dalam juklak yang disusun oleh Tim Pembina Provinsi dan
harus diatur secara spesifik berdasarkan jenis komoditasnya yang
9
diusahakan dan tingkat perkembangan usaha kelompok di dalam juknis
yang disusun oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota.
C. Pola Pengembangan dan Sistem Perguliran
Pada prinsipnya, dana bansos diberikan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat untuk mengembangkan usaha peternakan. Dana yang
disalurkan kepada kelompok tani bersifat stimulan, sehingga perlu
dikembangkan untuk usaha produktif hingga kelompok yang bersangkutan
dapat mandiri. Meskipun dana yang disalurkan kepada kelompok
merupakan bantuan sosial yang perlu dikembangkan untuk usaha produktif
kelompok sehingga usaha kelompok yang bersangkutan mandiri. Dengan
demikian anggota kelompok yang menerima dana bantuan sosial tidak
memperolehnya
secara
cuma-cuma,
namun
mereka
harus
memupuk/mengembangkan usaha sesuai dengan kondisi masing-masing
kelompok dan
anggota kelompok sasaran diharapkan memberikan
kontribusi dalam penyediaan modal usaha yang besarnya ditetapkan atas
kesepakatan seluruh anggota kelompok. Diharapkan agar penyediaan
saprodi seperti bibit/ternak, pakan, obat-obatan, dan lain-lain, sebagian
dananya dibiayai sendiri oleh petani/kelompok tani. Sedangkan sarana
yang diperlukan untuk pengembangan usaha, akan tetapi tidak dapat
disediakan oleh kelompok, dapat dibiayai dari dana bantuan sosial.
Bilamana, kelompok tani tidak menggunakan dana bantuan sosial sesuai
dengan
ketentuan
yang
berlaku,
atau
tidak
menunjukkan
kemauan/kemampuan untuk menumbuhkan usaha produktif sesuai dengan
yang diharapkan, maka pihak satker dapat menarik dana tersebut, sesuai
dengan klausul Surat Perjanjian Kerjasama antara PPK dengan kelompok
tani, untuk selanjutnya diberikan kepada kelompok tani lain yang lebih
potensial.
IV. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
A. Pembinaan
Pembinaan pengembangan penataan budidaya ternak babi pada prinsipnya
ditujukan untuk penerapan pola usaha budidaya ternak babi yang
berwawasan lingkungan.
Pembinaan ini merupakan tugas dan tangungjawab bersama antara
pemerintah
dan
masyarakat
yang
harus
dilakukan
secara
terpadu/terkoordinasi dan secara berkelanjutan oleh aparatur Dinas
peternakan atau Instansi yang membidangi fungsi peternakan bekerjasama
10
dengan instansi terkait lainnya. Untuk itu diperlukan dukungan dana
pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD
1. Struktur Organisasi
Tanggung jawab teknis pelaksanaan kegiatan ini berada pada
dinas/kantor lingkup pertanian kabupaten/kota. Tanggung jawab
koordinasi pembinaan program berada pada Dinas/Badan lingkup
pertanian Provinsi atas nama Gubernur. Tanggung jawab program dan
kegiatan adalah Ditjen/Badan Lingkup Kementerian Pertanian. Eselon I
ini memfasilitasi program dan kegiatan kepada provinsi dan
kabupaten/kota. Kegiatan koordinasi pembinaan lintas kabupaten/kota
difasilitasi oleh Provinsi, sedangkan kegiatan koordinasi dan
pelaksaanaan teknis operasional difasilitasi oleh kabupaten/kota. Untuk
kelancaran pelaksanaan program pembangunan pertanian di tingkat
Provinsi dibentuk Tim Pembina Provinsi dan pada tingkat
Kabupaten/Kota dibentuk Tim Teknis Kabupaten/Kota.
2. Penanggung Jawab Program
Eselon I lngkup Kementerian Pertanian memfasilitasi koordinasi
persiapan pemantauan dan evaluasi kegiatan-kegiatan, dengan
melaksanakan tugas meliputi menyusun pedoman teknis untuk
mengarahkan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan dan sasaran
yang ditetapkan; menggalang kemitraan dengan provinsi dan
kabupaten/kota
dalam
pelaksanaan
advokasi
dan
pemantauan/pengendalian dan evaluasi serta menyusun laporan
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagai ujung tombak dari
pelaksanaan program dan anggaran.
3. Tim Pembina Provinsi
Tim pembina Provinsi terdiri dari unsur dinas/badan lingkup pertanian,
instansi terkait, UPT lingkup pertanian seperti BPTP, perguruan tinggi,
asosiasi profesi serta organisasi petani dan lain-lain sesuai kebutuhan
dan ketersediaan anggaran.
Tugas Tim Pembina Provinsi adalah :
1. Menyusun Petunjuk pelaksanaan (Juklak) dengan mengacu kepada
Pedoman Umum (Pedum) Pengelolaan Dana Bantuan Sosial dan
Pedoman Umum
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Peternakan Kepada Petani sesuai kondisi setempat;
2. Melakukan koordinasi dengan lintas sektoral antar instansi di tingkat
provinsi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan kegiatan fasilitasi dana bantuan sosial;
11
3. Melakukan koordinasi dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota dalam
pemantauan dan pengendalian, serta membantu mengatasi
permasalah di lapangan;
4. Menyusun laporan hasil pemantauan dan pengendalian serta
menyampaikan laporan ke tingkat pusat;
4. Tim Teknis Kabupaten/Kota
Tim Teknis Kabupaten/Kota beranggotakan dinas teknis lingkup
pertanian, instansi terkait, lembaga penyuluh pertanian kabupaten/kota,
perguruan tinggi. Organisasi petani/petani ahli/asosiasi petani lainnya
sesuai kebutuhan dan ketersediaan anggaran.
Tugas Tim Teknis Kabupaten/Kota adalah
1. Menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) dengan mengacu Pedum dan
Juklak disesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat dan
usaha yang dikembangkan;
2. Melakukan sosialisasi dan seleksi calon kelompok sasaran
3. Melakukan pembinaan, pemantauan dan pengendalian
4. Membuat laporan hasil pemantauan dan pengendalian
B. Perencanaan Operasional
Kegiatan operasional dituangkan ke dalam Juklak yang disusun oleh Tim
Pembina Provinsi dan Juknis yang disusun oleh Tim Teknis
Kabupaten/Kota mengacu kepada Pedum Pengelolaan Dana Bantuan
Sosial kepada Petani dan Pedum Teknis dari Ditjen/Badan lingkup
Kementerian Pertanian. Juklak dan Juknis disusun untuk mengatur hal-hal
yang belum jelas dan belum diatur dalam Pedum. Untuk itu Juklak dan
Juknis adar disusun secara fleksibel dengan memperhatikan aspirasi dan
kondisi masing-masing wilayah.
C. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan dalam rangka penyamaan persepsi, membangun
komitmen,
tranparansi dan
akuntabilitas
pelaksanaan program
pembangunan pertanian. Kegiatan sosialisasi ini juga sekaligus unutk
menampung aspirasi masyarakat melalui konsultasi publik sehingga
pemanfaatan dana bantuan sosial dapat lebih terarah dan bermanfaat
masyarakat pertanian.
Sosialisasi kegiatan pemberdayaan kelompok pengembangan usaha
budidaya ternak babi yang berwawasan lingkungan dilaksanakan secara
12
berjenjang mulai dari tingkat Pusat (oleh Direktorat Jenderal Peternakan),
Tingkat Provinsi (oleh Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi
fungsi peternakan provinsi) dan tingkat kabupaten (oleh Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan kabupaten). Pemahaman
terhadap kegiatan pengembangan usaha budidaya ternak babi yang
berwawasan lingkungan perlu ditingkatkan baik terhadap masyarakat atau
para peternak babi maupun terhadap pihak terkait lainnya yang secara tidak
langsung ikut berperan dalam menentukan keberhasilan program
pengembangan usaha budidaya ternak babi yang berwawasan lingkungan
D. Pendampingan Usaha
Untuk mendukung kegiatan pengembangan usaha budidaya ternak babi
yang berwawasan lingkungan maka diperlukan adanya pendampingan,
sehingga usaha budidaya ternak babi yang berwawasan lingkungan yang
dilakukan masyarakat dapat sesuai dengan aturan budidaya yang baik
(GFP). Kegiatan pendampingan tersebut dilaksanakan oleh Dinas
Peternakan atau dinas teknis yang membidangi fungsi peternakan masingmasing daerah. Pendampingan yang dilakukan adalah meliputi melakukan
sosialisasi secara terus menerus tentang kegiatan penataan budidaya
ternak babi ramah lingkungan, terutama bagaimana mekanisme
pengelolaan dana dan pergulirannya, memfasilitasi pelatihan teknologi
pengolahan limbah menjadi pupuk padat dan cair/biogas serta pelatihan
manajemen teknis lain yang dibutuhkan, memfasilitasi pengadaan sarana
penunjang kegiatan (bibit, pakan, bak penampungan kotoran bertingkat,
obat-obatan dll), memberikan bimbingan teknis dan manajemen yang
diperlukan, membantu akses kepada pasar, informasi dan permodalan lain,
memfasilitasi pertemuan (secara partisipatif) antara kelompok penerima
dengan calon kelompok perguliran.
E. Pengendalian
Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Tim Teknis
Kabupaten/Kota, serta Tim Pembina Provinsi dan Pusat.
Proses
pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masingmasing instansi.
Dalam penyelenggaraan pengendalian tersebut, ada 6 (enam) tahapan
yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
1. Tahap sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Pengarah/Pembina di Pusat/
Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten/Kota.
2. Tahap persiapan pelaksanaan seleksi calon kelompok sasaran dan
calon lokasi yang dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota.
13
3. Tahap penyaluran dana bantuan sosial ke rekening kelompok.
4. Tahap pencairan dana bantuan sosial yang dilakukan oleh kelompok.
5. Tahap kebenaran serta ketepatan pemanfaatan dana bantuan sosial
yang dilakukan oleh kelompok, dan
6. Tahap pengembangan usaha produktif yang dilakukan oleh kelompok.
V. MONITORING DAN EVALUASI
Ukuran keberhasilan terhadap implementasi kegiatan perlu dilakukan sebagai
umpan balik dan akuntabilitas publik. Adapun beberapa ukuran penentu
keberhasilan yang dapat dipergunakan adalah sebagai berikut :
1. Ada perkembangan jumlah kelompok ternak babi yang melaksanakan
program penataan budidaya babi ramah lingkungan.
2. Ada perkembangan jumlah kepemilikan ternak.
3. Ada perkembangan usaha-usaha lain, baik on-farm maupun off-farm,
seperti usaha jasa, usaha pupuk kandang atau biogas.
4. Ada kegiatan kerjasama dengan stakeholder lainnya seperti dalam
pengadaan hasil samping tanaman.
5. Ada perkembangan dalam permodalan kelompok, baik internal (dari usaha
yang dilakukan oleh kelompok itu sendiri), maupun dari sumber eksternal
(perbankan, kemitraan, dsb)
6. Kelompok mampu melakukan analisa, merencanakan dan memonitor
sendiri semua kegiatan-kegiatan yang dilakukannya, sehingga tidak ada lagi
pendampingan secara rutin dari Pemerintah (kelompok yang mandiri).
7. Ada perkembangan peningkatan pendapatan anggota kelompok.
VI.PENGAWASAN DAN PELAPORAN
A. Pengawasan
Pengawasan dilakukan melalui jalur struktural, dapat dilakukan oleh Tim
Teknis Kabupaten, Tim Pembina di Provinsi dan di Pusat. Disarankan agar
dapat dilakukan :
1. Dinas Kabupaten/Kota melakukan pendampingan sekaligus pengawasan
kegiatan kelompok di lokasinya masing-masing, baik kegiatan dalam rangka
penguatan modal usaha kelompok, maupun budidaya ternak.
2. Dinas Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
seluruh kelompok di setiap Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi.
14
3. Direktorat Jenderal Peternakan, bersama-sama Dinas Provinsi,
Kabupaten/Kota melakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi atas
pelaksanaan kegiatan secara menyeluruh.
B. Pelaporan
Pelaporan sangat diperlukan untuk mengetahui kemajuan kegiatan
kelompok di lapangan, terutama perkembangan kegiatan penguatan modal
usaha dan kegiatan teknis peternakan. Untuk itu perlu diatur sistem
pelaporan sebagai berikut :
1. Kelompok ternak wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan
kegiatan setiap triwulan kepada Dinas Peternakan atau Dinas yang
membidangi fungsi-fungsi peternakan dengan tembusan ke Dinas
Peternakan Propinsi, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
2. Tim
Pendamping
melakukan
rekapitulasi
seluruh
laporan
perkembangan yang diterima dari kelompok di Kabupaten/Kota dan
selanjutnya disampaikan kepada Direktur Budidaya Ternak, Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikutnya.
VII. PENUTUP
Pedoman Pelaksanaan Penataan Usaha Budidaya Babi Ramah
Lingkungan melalui penguatan modal usaha kelompok ini merupakan
pedoman yang bersifat umum dalam rangka mendukung keberhasilan
operasionalisasi di daerah. Pemanfaatan dan pendayagunaan dana
penguatan modal usaha kelompok diharapkan dapat dilakukan secara baik
dan mengacu kepada aturan yang berlaku sehingga pencapaian dari
program ini dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri dan
berkesinambungan ditingkat pedesaan.
15
BABI RAMAH LINGKUNGAN
TAHUN 2012
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ternak babi dan atau produk olahannya cukup potensial sebagai
komoditas ekspor nasional. Pasar komoditas ini masih terbuka lebar ke
berbagai negara seperti Singapura dan Hongkong. Salah satu
keunggulan ternak babi dibanding ayam adalah volume impornya dapat
dikatakan nol, sedangkan impor ayam pada tahun 2000 mencapai
14.017,4 ton. Meskipun ekspor ternak babi berada di urutan kedua
setelah ternak ayam, namun ternak babi belum menjadi komoditas
unggulan pemerintah. Fokus perhatian pemerintah hingga saat ini masih
dominan pada ternak ruminansia besar.
Berdasarkan statistik peternakan tahun 2010, populasi ternak babi
tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur 1,637,351ekor, Bali
(930,465 ekor), Sumatera Utara (734,222 ekor), Sulawesi Selatan
(549,083 ekor), Kalimantan Barat (484,299 ekor), Papua (546,696 ekor),
Kalimantan Barat (484,299 ekor), Sulawesi Utara (332 ,942 ekor), Bangka
Belitung (268,220 ekor), Sulawesi Tengah (215,973 ekor), Kepri (185,663
ekor).
Berdasarkan hasil survey tahun 2005, bahwa rata-rata kepemilikan
peternak rakyat di provinsi Bali 29,3 ekor, sedangkan di Sumatera Utara
20,5 ekor, Jawa Barat 20,65 ekor. Skala usaha ternak yang agak besar
terdapat di Kalimantan Barat 139,45 ekor. Dengan kata lain, rata-rata
kepemilikan ternak masih rendah, sehingga kurang efisien.
Umumnya usaha ternak babi adalah pembibitan dan penggemukan
peternakan rakyat dengan sumber bibit berasal dari sekitarnya atau
sekitar 61,25% sedangkan 25% dari peternakan sendiri. Dalam hal
performance babi di Indonesia masih sangat memprihatinkan dengan
tingginya kematian induk, Jawa Barat 25,49%, Bali 19,6%, Kalbar 14,33%
dan Sumut 10,40%.
Kegiatan usaha budidaya ternak babi di pemukiman pedesaan yang
semakin intensif akan menimbulkan permasalahan yang komplek
terhadap lingkungan hidup. Permasalahan yang paling sering adalah
permasalahan limbah dari peternakan babi terutama kotoran dan urine
yang menyebabkan bau.
1
Kesulitan pembuangan hasil samping berupa limbah kotoran ternak, urine
dan permasalahan lingkungan sekitar usaha. Limbah organik yang
dihasilkan di lahan peternakan seperti kotoran ternak sisa pakan lebih
banyak menimbulkan masalah seperti penyakit ternak dan lingkungan dari
pada keuntungan yang ditimbulkannya. Usaha yang paling banyak
dilakukan oleh peternak adalah bagaimana membuang atau menjual
secepatnya tentunya dengan harga murah, kotoran ternak yang
menumpuk ke daerah-daerah pertanian untuk pupuk organik.
Permasalahan lingkungan tersebut sebagian besar disebabkan oleh
limbah organik yang tidak terurai dengan baik, sehingga menimbulkan
masalah-masalah lingkungan seperti bau, gas beracun, hama penyakit
dan lain-lain.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka dalam rangka pengembangan
usaha budidaya ternak babi yang ramah lingkungan dan dilakukan secara
komersial sekaligus untuk memenuhi permintaan pasar, baik di dalam
negeri maupun untuk tujuan pasar ekspor dipandang perlu dilakukan
pengembangan kawasan peternakan babi yang ramah lingkungan.
Oleh karena itu, dalam rangka mendukung program penataan budidaya
ternak babi ramah lingkungan maka pada tahun 2012 perlu dilaksanakan
penataan usaha budidaya babi ramah lingkungan melalui fasilitasi dana
bantuan sosial dekonsentrasi dan tugas pembantuan (TP).
B.
Tujuan
Tujuan penataan usaha budidaya babi ramah lingkungan adalah agar
peternak dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dan upaya untuk
mengendalikan pencemaran lingkungan karena bau. Adapun tujuan
kegiatan penataan usaha budidaya babi ramah lingkungan adalah sebagai
berikut :
(1) Memperkuat modal usaha peternakan babi yang ramah lingkungan.
(2) Meningkatkan penataan budidaya ternak babi yang ramah lingkungan.
(3) Meningkatkan populasi dan produksi usaha peternakan babi.
(4) Meningkatkan kemandirian dan kerjasama kelompok
(5) Berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) agribisnis dan
kelembagaan ekonomi pedesaan lainnya.
2
Untuk mencapai tujuan tersebut, pada tahun 2012 akan dialokasikan
sejumlah dana untuk penguatan modal usaha bagi kelompok peternak babi
yang dialokasikan pada provinsi/kabupaten melalui dana dekonsentrasi
atau tugas pembantuan (TP).
C.
Sasaran
(1)Peternak yang berkelompok dalam satu kawasan.
(2)Peternak yang sudah mempunyai kandang kelompok.
(3)Peternak yang individual yang mempunyai populasi ternak lebih dari 2
ekor.
D.
Indikator Keberhasilan
1) Pola pemeliharaan budidaya ternak menjadi lebih baik,
2) Mengurangi polusi udara akibat bau kotoran/limbah ternak,
3) Mendukung kelestarian usaha pertanian,
4) Meningkatkan penyediaan pupuk organik asal ternak, sehingga
ketergantungan terhadap pupuk anorganik (kimia) akan berkurang,
5) Meningkatnya pengetahuan anggota kelompok tentang manajemen
pengelolaan usaha kelompok dan penerapan teknologi pengolahan
limbah yang ramah lingkungan.
E.
Pengertian
1.
Penguatan Modal Usaha adalah stimulasi dana untuk mengatasi
kendala keterbatasan modal usaha kelompok agar mampu
mengakses modal dari lembaga permodalan mandiri. Dana tersebut
merupakan dana yang disalurkan langsung ke rekening kelompok
dan dikelola secara terorganisir dengan mekanisme, cara, dan
bentuk ikatan tertentu.
2.
Budidaya Babi Ramah Lingkungan
Adalah kegiatan pemeliharaan babi yang dilakukan oleh masyarakat
maupun peternak babi baik perorangan atau kelompok di pedesaan
dengan penerapan tata cara budidaya yang lebih baik dengan
menerapkan teknologi pengelolaan limbah kotoran ternak dan sesuai
dengan prinsip-prinsip Good Farming Practice (GFP).
3
3.
Penataan
Suatu kegiatan yang mengatur tentang sistem pemeliharaan ternak
(lokasi usaha, sistem perkandangan dan pengaturan pengelolaan
limbah ternak).
4.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga formal maupun
informal yang memberikan pelayanan keuangan kepada masyarakat
berupa tabungan dan kredit dengan tujuan untuk mengembangkan
usaha, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.
5.
Kelompok Sasaran adalah kelompok yang telah ada dan
menjalankan usaha agribisnis dan/atau ketahan pangan dengan
prioritas pada
kelompok yang memiliki kendala modal karena
terbatasnya akses terhadap sumber permodalan antara lain
kelompok tani, gabungan kelompok tani, koperasi yang bergerak di
bidang pertanian dan
lembaga keuangan mikro (LKM) di
Pedesaan;
6.
Petani Sasaran sebagai penerima dana bantuan sosial adalah
anggota
kelompok sasaran yang ditetapkan dengan Surat
Keputusan Bupati/Walikota setempat atau Kepala Dinas lingkup
Pertanian atau
pejabat yang ditunjuk atas usul tim teknis
kabupaten/kota, dengan tembusan antara lain disamapaikan
kepada KPPN setempat.
II. PELAKSANAAN
A. Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran 2012
Dalam upaya penataan usaha budidaya babi yang ramah lingkungan,
pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Peternakan) pada tahun anggaran 2012
memfasilitasi dana bantuan sosial dekonsentrasi (dekon) dan tugas
pembantuan (TP) yang dialokasikan di Provinsi/ Kabupaten tertentu.
1. Persyaratan Lokasi
Lokasi pengembangan usaha budidaya ternak babi ini, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
(1) Merupakan lokasi yang sesuai diperuntukan pada kegiatan
penataan budidaya ternak babi yang ramah lingkungan, baik pada
lokasi lama maupun lokasi pemekaran.
(2) Mempunyai potensi untuk dikembangkan, dilihat dari aspek sosial
dan budaya masyarakatnya. Disarankan untuk melakukan
Participatory Rural Appraisal).
4
(3) Kemudahan dalam pemberian pelayanan pendampingan teknis,
informasi dan pasar yang menunjang.
2. Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran
Kriteria Calon kelompok sasaran/penerima dana bantuan sosial adalah
kelompok yang menjalankan usaha agribisnis peternakan, dipilih dengan
memenuhi kritera sebagai berikut :
(1)
Kelompok yang sudah berpengalaman dan mempunyai keterampilan
dan kemampuan budidaya ternak.
(2)
Kelompok mampu dan dapat mengembangkan usaha budidaya
ternak babi ramah lingkungan.
(3)
Memiliki kendala modal karena terbatasnya akses kepada sumber
permodalan.
(4)
Kelompok berada pada kawasan sentra produksi ternak, tersedia
sumberdaya pakan, kemudahan mengakses pasar, dan sumber
informasi yang diperlukan.
(5)
Setiap kelompok memiliki kandang secara koloni.
(6)
Pemanfaatan dana bantuan sosial adalah untuk Penguatan Modal
Usaha dan pengembangan SDM kelompok, serta pengadaan
barang/modal untuk kelompok seperti pengadaan ternak, pembuatan
bak penampungan kotoran secara bertingkat dan saluran
pembuangan kotoran/air kencing, pengadaan obat-obatan/vaksin,
pelatihan penerapan teknologi pengolahan limbah kotoran dan air
kencing,
dan
kebutuhan
administrasi
kelompok
yang
diperlukan/dibutuhkan oleh kelompok tersebut.
Berdasarkan Pedum Bantuan Sosial disebutkan bahwa kriteria (umum dan
teknis) calon kelompok sasaran/penerima bantuan dapat diatur lebih rinci
dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh Provinsi
berdasarkan kondisi wilayah dan dapat diatur secara lebih spesifik dalam
Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Kabupaten/Kota sesuai kondisi petani dan
sosial budaya setempat. Disamping itu juga masing-masing
kabupaten/kota juga dapat menyusun kriteria teknis calon kelompok
sasaran
3. Tata Cara Seleksi Calon Kelompok Sasaran
Seleksi calon kelompok sasaran didasarkan kepada prioritas
pengembangan pertanian wilayah dan usulan/proposal dari kelompok
5
peternak. Proses seleksi calon kelompok dilakukan secara bertahap dan
seyogyanya telah dipersiapkan sebelumnya oleh pemerintah daerah/Dinas
Peternakan/Dinas yang melaksanakan fungsi peternakan. Salah satu kunci
keberhasilan
pemberdayaan
masyarakat
pertanian,
termasuk
pengembangaan modal terletak pada ketepatan dan kebenaran dalam
menentukan kelompok sasaran.
Sebelum dilakukan seleksi calon kelompok terlebih dahulu dilakukan
inventarisasi/pendataan (long list) terhadap para petani yang telah ada di
daerah tersebut yang meliputi : nama dan alamat kelompok peternak
beserta jumlah anggota, lokasi dan jumlah polulasi ternak yang dimiliki,
lama beternak dan lain-lain yang masih terkait.
Seleksi calon kelompok sasaran setidaknya dilakukan dalam dua tahap.
Seleksi Tahap-1 (short list), dimana aspek penilaian pada tahap ini adalah
mengenai kelengkapan persyaratan adminstari kelompok sesuai kriteria
yang ditentukan di dalam Pedum, Juklak dan Juknis. Seleksi Tahap II, Tim
Teknis
Kabupaten/Kota
melakukan
penilaian
terhadap
usulan/proposal/rencana usaha dari kelompok. Proposal/rencana usaha
memuat : diskripsi usaha kelompok, sumberdaya dan sarana yang telah
dimiliki kelompok, potensi yang dapat dikembangkan serta besarnya
anggaran yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha kelompok.
Setelah dilakukan seleksi tahap I dan II, Tim teknis menyelenggarakan
musyawarah dengan stakeholder terkait. Hasil musyawarah dituangkan
dalam Berita Acara yang memuat Daftar kelompok sasaran calon
penerima bantuan sosial.
4. Penetapan Kelompok Sasaran
Berdasarkan berita acara hasil musyawarah kabupaten/kota, Tim Teknis
mengusulkan calon kelompok sasaran untuk ditetapkan sebagai calon
penerima Bantuan Sosial dengan SK Bupati/Walikota atau Kepala
Dinas/Kantor lingkup pertanian kabupaten/kota. Hasil seleksi dan
penetapan kelompok diumumkan/disosialisasikan kepada masyarakat luas
oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota melalui media massa/cetak atau media
komunikasi lainnya.
III. MEKANISME PENCAIRAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA
BANTUAN SOSIAL
A. Pengajuan dan Penyaluran Dana Bantuan Sosial
Kegiatan yang menggunakan pola penyaluran Bantuan Sosial ditampung
dalam Pos Belanja Bantuan Sosial pada DIPA Pusat, DIPA Provinsi, dan
DIPA Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Tahun 2012.
6
Proses pengajuan dan penyaluran dana bantuan sosial dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Rencana Usaha Kelompok (RUK) disusun oleh kelompok dan
disahkan/ditandatangani oleh ketua kelompok serta dua anggota
kelompok.
2. Petani/kelompok tani membuka rekening tabungan pada kantor
cabang/unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat dan memberitahukan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di kabupaten/kota.
3. Ketua kelompok tani mengusulkan RUK kepada PPK Kabupaten/Kota
estela diverifikasi oleh Penyuluh Pertanian dan disetujui oleh Ketua Tim
Teknis.
4. PPK meneliti RUK dari masing-masing kelompok yang akan dibiayai,
selanjutnya mengajukan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Kabupaten/ Kota, kemudian KPA mengajukan Surat Permintaan
Pembayaran Langsung (SPP-LS) dengan lampiran sebagai berikut :
a. Surat Keputusan Bupati/Walikota atau Kepala Dinas/Badan lingkup
Pertanian atau pejabat yang ditunjuk tentang penetapan kelompok
sasaran.
b. Rekapitulasi RUK dengan mencantumkan :
1) Nama Kelompok
2) Nama Ketua Kelompok
3) Nomor Rekening Bank a.n. kelompok tani
4) Nama cabang/unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat
5) Jumlah dana dan susunan keanggotaan kelompok.
c. Kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok tani, diketahui/
disetujui oleh PPK Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
d. Surat Perjanjian kerjasama antara Pejabat Pembuat Komitmen
dengan kelompok sasaran tentang pemanfaatan dana penguatan
modal kelompok.
5. Atas dasar SPP-LS, Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (P4)
menguji dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPMLS), selanjutnya KPA menyampaikan SPM-LS ke KPPN setempat.
6. KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) sesuai
ketentuan yang akan diterbitkan oleh Departemen Keuangan.
7
B. Pokok-Pokok Pengelolaan/Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial
Dana tugas pembantuan (TP) dan dekonsentrasi yang dialokasikan ke
Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan di
Provinsi maupun Kabupaten/Kota pemanfaatannya 100% untuk kegiatan
penataan usaha budidaya babi ramah lingkungan seperti:
1. Pengadaan ternak minimal 50% dari total anggaran;
2. Sarana dan prasarana (maksimal 48%) yang terdiri dari pengelolaan
limbah, pakan, perbaikan kandang, obat-obatan dan laiin-lain sesuai
kebutuhan kelompok;
3. Administrasi dan pelaporan (maksimal 2%).
Sedangkan untuk kegiatan pendukung pelaksanaan yang bersifat
operasional seperti sosialisasi, identifikasi dan seleksi lokasi serta
pembinaan dan monitoring dapat difasilitasi melalui dana APBD.
Dana yang dikelola oleh kelompok tani disalurkan melalui mekanisme LS
digunakan untuk : memperkuat modal, maupun untuk usaha produktif
bidang peternakan, pendampingam, pengembangan sumber daya
manusia, kegiatan produksi dan operasionalisasi usaha kelompok.
Prinsip-Prinsip dasar dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana bansos
sebagai berikut :
1. Dana bansos merupakan stimulan dalam mendukung usaha kelompok,
sedangkan motor penggerak utama pengembangan usaha kelompok
adalah kemauan dan kemampuan kelompok itu sendiri.
2. Dana bansos wajib digunakan untuk usaha produktif yang diarahkan
untuk menumbuhkan dan memperbesar skala usaha, efisiensi dan
jaringan usaha, serta memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal.
3. Pemanfaatan dana kelompok untuk modal usaha direncanakan
bersama secara transparan oleh kelompok dan difasilitasi oleh
pendamping. Pemanfaatan dana kelompok untuk pengadaan sarana
produksi (saprodi) dilaksanakan sesuai peraturan dan perundangan
yang berlaku. Pengadaan tersebut dilakukan secara transparan dengan
jenis dan jumlah saprodi diputuskan berdasarkan musyawarah anggota
kelompok. Penyaluran saprodi kepada anggota dilegitimasi dengan
berita acara serah terima barang. Pengurus kelompok membukukan
seluruh aktivitas penarikan dana, pembelanjaan dan penyerahan lepada
anggota kelompok.
Pemanfaatan dana fisik bansos secara umum didasarkan pada hasil
keputusan bersama seluruh anggota kelompok yang ditunjukkan dengan
8
Berita Acara Hasil Rapat Kelompok. Namun dalam pengalokasian dana
bansos tersebut harus mengikuti arahan pilihan-pilihan jenis kegiatan yang
dapat disesuaikan dengan prioritas masing-masing kelompok sasaran,
antara lain :
1. Digunakan untuk membiayai pembelian ternak, penyediaan
sarana/prasarana, infrastruktur dan fasilitas sesuai kebutuhan kelompok
seperti rehabilitasi kandang, alat pembuatan instalasi pengolahan
limbah kotoran ternak, pembuatan saluran pembuangan kotoran dan
urine ke dalam bak penampungan secara bertingkat, penanaman pohon
seperti kenanga, kamboja untuk menyerap bau, pembuatan biodigester
dll. Khusus untuk sarana pendukung, dapat dijadikan asset kelompok
yang tidak harus digulirkan dan pengadaannya disesuaikan dengan
kebutuhan kelompok.
2. Digunakan untuk pengadaan/rehabilitasi atau optimalisasi pemanfaatan
alat dan mesin pra-produksi, produksi dan pengolahan hasil .
3. Digunakan untuk pengadaan sarana produksi bibit(ternak babi), pakan,
obat-obatan dan pengadaan sarana biosekuriti) sesuai kebutuhan.
Penggunaan dana untuk penyediaan saprodi untuk komoditas
peternakan tidak dibatasi besarnya dana, namun tetap mengacu pada
kebutuhan kelompok yang bersangkutan.
4. Digunakan untuk pengembangan kelembagaan antara lain memperluas
jaringan pemasaran, pengembangan usaha penunjang agribisnis,
jaringan kerja dengan mitra usaha, dan pengembangan simpan pinjam
pola LKM.
Digunakan dalam rangka peningkatan dan pengembangan kemampuan
melalui pelatihan seperti pelatihan aplikasi teknologi pengolahan limbah
ternak (kompos) bagi pengurus/anggota kelompok. Untuk memperoleh
hasil yang optimal agar dalam pelaksanaan pelatihan dikoordinasikan
dengan Badan Diklat Pertanian setempat.
Pemanfaatan dana tugas pembantuan ternak babi tahun 2012 dianjurkan
untuk Provinsi dan Kabupaten lebih difokuskan kepada kegiatan penataan
budidaya ternak babi ramah lingkungan dalam bentuk pelaksanaan pilot
project sedangkan untuk memfasilitasi kegiatan pendukung diharapkan
pihak kabupaten dapat memanfaatkan dana pendampingan dari dana
APBD setempat.
Tata cara penggunaan dana Bantuan Sosial kepada petani dapat diatur
secara jelas dalam juklak yang disusun oleh Tim Pembina Provinsi dan
harus diatur secara spesifik berdasarkan jenis komoditasnya yang
9
diusahakan dan tingkat perkembangan usaha kelompok di dalam juknis
yang disusun oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota.
C. Pola Pengembangan dan Sistem Perguliran
Pada prinsipnya, dana bansos diberikan dalam rangka pemberdayaan
masyarakat untuk mengembangkan usaha peternakan. Dana yang
disalurkan kepada kelompok tani bersifat stimulan, sehingga perlu
dikembangkan untuk usaha produktif hingga kelompok yang bersangkutan
dapat mandiri. Meskipun dana yang disalurkan kepada kelompok
merupakan bantuan sosial yang perlu dikembangkan untuk usaha produktif
kelompok sehingga usaha kelompok yang bersangkutan mandiri. Dengan
demikian anggota kelompok yang menerima dana bantuan sosial tidak
memperolehnya
secara
cuma-cuma,
namun
mereka
harus
memupuk/mengembangkan usaha sesuai dengan kondisi masing-masing
kelompok dan
anggota kelompok sasaran diharapkan memberikan
kontribusi dalam penyediaan modal usaha yang besarnya ditetapkan atas
kesepakatan seluruh anggota kelompok. Diharapkan agar penyediaan
saprodi seperti bibit/ternak, pakan, obat-obatan, dan lain-lain, sebagian
dananya dibiayai sendiri oleh petani/kelompok tani. Sedangkan sarana
yang diperlukan untuk pengembangan usaha, akan tetapi tidak dapat
disediakan oleh kelompok, dapat dibiayai dari dana bantuan sosial.
Bilamana, kelompok tani tidak menggunakan dana bantuan sosial sesuai
dengan
ketentuan
yang
berlaku,
atau
tidak
menunjukkan
kemauan/kemampuan untuk menumbuhkan usaha produktif sesuai dengan
yang diharapkan, maka pihak satker dapat menarik dana tersebut, sesuai
dengan klausul Surat Perjanjian Kerjasama antara PPK dengan kelompok
tani, untuk selanjutnya diberikan kepada kelompok tani lain yang lebih
potensial.
IV. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
A. Pembinaan
Pembinaan pengembangan penataan budidaya ternak babi pada prinsipnya
ditujukan untuk penerapan pola usaha budidaya ternak babi yang
berwawasan lingkungan.
Pembinaan ini merupakan tugas dan tangungjawab bersama antara
pemerintah
dan
masyarakat
yang
harus
dilakukan
secara
terpadu/terkoordinasi dan secara berkelanjutan oleh aparatur Dinas
peternakan atau Instansi yang membidangi fungsi peternakan bekerjasama
10
dengan instansi terkait lainnya. Untuk itu diperlukan dukungan dana
pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD
1. Struktur Organisasi
Tanggung jawab teknis pelaksanaan kegiatan ini berada pada
dinas/kantor lingkup pertanian kabupaten/kota. Tanggung jawab
koordinasi pembinaan program berada pada Dinas/Badan lingkup
pertanian Provinsi atas nama Gubernur. Tanggung jawab program dan
kegiatan adalah Ditjen/Badan Lingkup Kementerian Pertanian. Eselon I
ini memfasilitasi program dan kegiatan kepada provinsi dan
kabupaten/kota. Kegiatan koordinasi pembinaan lintas kabupaten/kota
difasilitasi oleh Provinsi, sedangkan kegiatan koordinasi dan
pelaksaanaan teknis operasional difasilitasi oleh kabupaten/kota. Untuk
kelancaran pelaksanaan program pembangunan pertanian di tingkat
Provinsi dibentuk Tim Pembina Provinsi dan pada tingkat
Kabupaten/Kota dibentuk Tim Teknis Kabupaten/Kota.
2. Penanggung Jawab Program
Eselon I lngkup Kementerian Pertanian memfasilitasi koordinasi
persiapan pemantauan dan evaluasi kegiatan-kegiatan, dengan
melaksanakan tugas meliputi menyusun pedoman teknis untuk
mengarahkan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan dan sasaran
yang ditetapkan; menggalang kemitraan dengan provinsi dan
kabupaten/kota
dalam
pelaksanaan
advokasi
dan
pemantauan/pengendalian dan evaluasi serta menyusun laporan
pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagai ujung tombak dari
pelaksanaan program dan anggaran.
3. Tim Pembina Provinsi
Tim pembina Provinsi terdiri dari unsur dinas/badan lingkup pertanian,
instansi terkait, UPT lingkup pertanian seperti BPTP, perguruan tinggi,
asosiasi profesi serta organisasi petani dan lain-lain sesuai kebutuhan
dan ketersediaan anggaran.
Tugas Tim Pembina Provinsi adalah :
1. Menyusun Petunjuk pelaksanaan (Juklak) dengan mengacu kepada
Pedoman Umum (Pedum) Pengelolaan Dana Bantuan Sosial dan
Pedoman Umum
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Peternakan Kepada Petani sesuai kondisi setempat;
2. Melakukan koordinasi dengan lintas sektoral antar instansi di tingkat
provinsi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan kegiatan fasilitasi dana bantuan sosial;
11
3. Melakukan koordinasi dengan Tim Teknis Kabupaten/Kota dalam
pemantauan dan pengendalian, serta membantu mengatasi
permasalah di lapangan;
4. Menyusun laporan hasil pemantauan dan pengendalian serta
menyampaikan laporan ke tingkat pusat;
4. Tim Teknis Kabupaten/Kota
Tim Teknis Kabupaten/Kota beranggotakan dinas teknis lingkup
pertanian, instansi terkait, lembaga penyuluh pertanian kabupaten/kota,
perguruan tinggi. Organisasi petani/petani ahli/asosiasi petani lainnya
sesuai kebutuhan dan ketersediaan anggaran.
Tugas Tim Teknis Kabupaten/Kota adalah
1. Menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) dengan mengacu Pedum dan
Juklak disesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat dan
usaha yang dikembangkan;
2. Melakukan sosialisasi dan seleksi calon kelompok sasaran
3. Melakukan pembinaan, pemantauan dan pengendalian
4. Membuat laporan hasil pemantauan dan pengendalian
B. Perencanaan Operasional
Kegiatan operasional dituangkan ke dalam Juklak yang disusun oleh Tim
Pembina Provinsi dan Juknis yang disusun oleh Tim Teknis
Kabupaten/Kota mengacu kepada Pedum Pengelolaan Dana Bantuan
Sosial kepada Petani dan Pedum Teknis dari Ditjen/Badan lingkup
Kementerian Pertanian. Juklak dan Juknis disusun untuk mengatur hal-hal
yang belum jelas dan belum diatur dalam Pedum. Untuk itu Juklak dan
Juknis adar disusun secara fleksibel dengan memperhatikan aspirasi dan
kondisi masing-masing wilayah.
C. Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan dalam rangka penyamaan persepsi, membangun
komitmen,
tranparansi dan
akuntabilitas
pelaksanaan program
pembangunan pertanian. Kegiatan sosialisasi ini juga sekaligus unutk
menampung aspirasi masyarakat melalui konsultasi publik sehingga
pemanfaatan dana bantuan sosial dapat lebih terarah dan bermanfaat
masyarakat pertanian.
Sosialisasi kegiatan pemberdayaan kelompok pengembangan usaha
budidaya ternak babi yang berwawasan lingkungan dilaksanakan secara
12
berjenjang mulai dari tingkat Pusat (oleh Direktorat Jenderal Peternakan),
Tingkat Provinsi (oleh Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi
fungsi peternakan provinsi) dan tingkat kabupaten (oleh Dinas Peternakan
atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan kabupaten). Pemahaman
terhadap kegiatan pengembangan usaha budidaya ternak babi yang
berwawasan lingkungan perlu ditingkatkan baik terhadap masyarakat atau
para peternak babi maupun terhadap pihak terkait lainnya yang secara tidak
langsung ikut berperan dalam menentukan keberhasilan program
pengembangan usaha budidaya ternak babi yang berwawasan lingkungan
D. Pendampingan Usaha
Untuk mendukung kegiatan pengembangan usaha budidaya ternak babi
yang berwawasan lingkungan maka diperlukan adanya pendampingan,
sehingga usaha budidaya ternak babi yang berwawasan lingkungan yang
dilakukan masyarakat dapat sesuai dengan aturan budidaya yang baik
(GFP). Kegiatan pendampingan tersebut dilaksanakan oleh Dinas
Peternakan atau dinas teknis yang membidangi fungsi peternakan masingmasing daerah. Pendampingan yang dilakukan adalah meliputi melakukan
sosialisasi secara terus menerus tentang kegiatan penataan budidaya
ternak babi ramah lingkungan, terutama bagaimana mekanisme
pengelolaan dana dan pergulirannya, memfasilitasi pelatihan teknologi
pengolahan limbah menjadi pupuk padat dan cair/biogas serta pelatihan
manajemen teknis lain yang dibutuhkan, memfasilitasi pengadaan sarana
penunjang kegiatan (bibit, pakan, bak penampungan kotoran bertingkat,
obat-obatan dll), memberikan bimbingan teknis dan manajemen yang
diperlukan, membantu akses kepada pasar, informasi dan permodalan lain,
memfasilitasi pertemuan (secara partisipatif) antara kelompok penerima
dengan calon kelompok perguliran.
E. Pengendalian
Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Tim Teknis
Kabupaten/Kota, serta Tim Pembina Provinsi dan Pusat.
Proses
pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masingmasing instansi.
Dalam penyelenggaraan pengendalian tersebut, ada 6 (enam) tahapan
yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
1. Tahap sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Pengarah/Pembina di Pusat/
Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten/Kota.
2. Tahap persiapan pelaksanaan seleksi calon kelompok sasaran dan
calon lokasi yang dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota.
13
3. Tahap penyaluran dana bantuan sosial ke rekening kelompok.
4. Tahap pencairan dana bantuan sosial yang dilakukan oleh kelompok.
5. Tahap kebenaran serta ketepatan pemanfaatan dana bantuan sosial
yang dilakukan oleh kelompok, dan
6. Tahap pengembangan usaha produktif yang dilakukan oleh kelompok.
V. MONITORING DAN EVALUASI
Ukuran keberhasilan terhadap implementasi kegiatan perlu dilakukan sebagai
umpan balik dan akuntabilitas publik. Adapun beberapa ukuran penentu
keberhasilan yang dapat dipergunakan adalah sebagai berikut :
1. Ada perkembangan jumlah kelompok ternak babi yang melaksanakan
program penataan budidaya babi ramah lingkungan.
2. Ada perkembangan jumlah kepemilikan ternak.
3. Ada perkembangan usaha-usaha lain, baik on-farm maupun off-farm,
seperti usaha jasa, usaha pupuk kandang atau biogas.
4. Ada kegiatan kerjasama dengan stakeholder lainnya seperti dalam
pengadaan hasil samping tanaman.
5. Ada perkembangan dalam permodalan kelompok, baik internal (dari usaha
yang dilakukan oleh kelompok itu sendiri), maupun dari sumber eksternal
(perbankan, kemitraan, dsb)
6. Kelompok mampu melakukan analisa, merencanakan dan memonitor
sendiri semua kegiatan-kegiatan yang dilakukannya, sehingga tidak ada lagi
pendampingan secara rutin dari Pemerintah (kelompok yang mandiri).
7. Ada perkembangan peningkatan pendapatan anggota kelompok.
VI.PENGAWASAN DAN PELAPORAN
A. Pengawasan
Pengawasan dilakukan melalui jalur struktural, dapat dilakukan oleh Tim
Teknis Kabupaten, Tim Pembina di Provinsi dan di Pusat. Disarankan agar
dapat dilakukan :
1. Dinas Kabupaten/Kota melakukan pendampingan sekaligus pengawasan
kegiatan kelompok di lokasinya masing-masing, baik kegiatan dalam rangka
penguatan modal usaha kelompok, maupun budidaya ternak.
2. Dinas Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
seluruh kelompok di setiap Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi.
14
3. Direktorat Jenderal Peternakan, bersama-sama Dinas Provinsi,
Kabupaten/Kota melakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi atas
pelaksanaan kegiatan secara menyeluruh.
B. Pelaporan
Pelaporan sangat diperlukan untuk mengetahui kemajuan kegiatan
kelompok di lapangan, terutama perkembangan kegiatan penguatan modal
usaha dan kegiatan teknis peternakan. Untuk itu perlu diatur sistem
pelaporan sebagai berikut :
1. Kelompok ternak wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan
kegiatan setiap triwulan kepada Dinas Peternakan atau Dinas yang
membidangi fungsi-fungsi peternakan dengan tembusan ke Dinas
Peternakan Propinsi, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
2. Tim
Pendamping
melakukan
rekapitulasi
seluruh
laporan
perkembangan yang diterima dari kelompok di Kabupaten/Kota dan
selanjutnya disampaikan kepada Direktur Budidaya Ternak, Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikutnya.
VII. PENUTUP
Pedoman Pelaksanaan Penataan Usaha Budidaya Babi Ramah
Lingkungan melalui penguatan modal usaha kelompok ini merupakan
pedoman yang bersifat umum dalam rangka mendukung keberhasilan
operasionalisasi di daerah. Pemanfaatan dan pendayagunaan dana
penguatan modal usaha kelompok diharapkan dapat dilakukan secara baik
dan mengacu kepada aturan yang berlaku sehingga pencapaian dari
program ini dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri dan
berkesinambungan ditingkat pedesaan.
15