Proses Penegasan dan Penyelesaian Sengke

TUGAS TERSTRUKTUR PELATIHAN

PROSES PENEGASAN DAN PENYELESAIAN
SENGKETA BATAS DAERAH

OLEH :

M. FIKRI CAHYADI
NPP. 24.0214
KELAS G-S1 (M. PEMBANGUNAN)

FAKULTAS MANAJEMEN PEMERINTAHAN

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
(IPDN)
2017
Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 1
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul: “PROSES PENEGASAN
DAN PENYELESAIAN SENGKETA BATAS DAERAH”.
Melalui kesempatan ini, tidak lepas saya menghaturkan terima kasih yang tidak
terhingga kepada :
1.

Yang terhormat, Ibu Marthalina, S.IP, M.Si yang telah memberikan petunjuk demi

2.

kesempurnaan pembuatan tugas ini.
Kedua orang tua, Saudara-saudara, dan teman-teman yang telah memberikan doa dan
dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas

3.

ini tepat pada

waktunya.

Siapapun yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah membantu
memberikan masukan, menyediakan literatur dan memberikan kritik untuk
kesempurnaan tugas ini.
Saya menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, sudilah

kiranya para pembaca untuk memberikan masukan dan saran sehingga isi tugas ini dapat
lebih sempurna.
Akhirnya, saya berharap semoga isi tugas ini dapat memberikan manfaat bagi siapa
saja yang memerlukannya dimasa sekarang dan yang akan datang. Amin..

Jakarta, 14 Februari 2017
Penyusun,

M. FIKRI CAHYADI

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 2
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………......…………………………….2

Daftar isi……...…………………………………………………...…………………………...3
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang...………………………………………………………………………4

1.2

Rumusan Masalah…..……………………..…………………………………………..6

1.3

Maksud dan Tujuan Penulisan…………....…………………………………………...6

BAB II PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Teori Basis Ekonomi . . . . . . . . . . . . ………. . . . . . . ……………………7

2.2


Identifikasi Sektor Basis dan Non Basis. . . . . . .. . . . . . .. . . . . . . . . . . . . ……………8

2.3

Cara Memilih Kegiatan Basis dan Non Basis . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . ……………..9

2.4

Model Basis Ekonomi Menurut Tiebout…………………………………………..…11

2.5

Evaluasi Atas Tingkat Keberhasilan Suatu Produk………………………………….14

2.6

Teori Ekonomi Basis………….……………………………………………………...15

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan…………………………………………………………………………..17

3.2

Saran………………………………………………………………………………....18

DAFTAR PUSTAKA

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 3
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1

Landasan Kebijakan yang Menjadi Dasar Penegasan Batas Daerah


a. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex

Generalis adalah Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2014 yang merupakan acuan dasar dan umum terkait segala hal
mengenai pemerintahan daerah.
b. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex Specialis yaitu berbagai undang-undang
tentang Pembentukan Daerah Otonom.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta Tata Ruang.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan
Batas Daerah.
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang
g. Prosedur Penetapan dan Penegasan Batas Wilayah Desa.
h. Kesepakatan antar daerah tentang batas (bila ada) dan dokumen terkait lainnya.
1.1.2

Arah dan Tujuan Penegasan Batas Daerah


a. Penetapan dan Penegasan Batas Daerah harus berpegang pada kerangka NKRI.
b. Mengukuhkan pembentukan daerah, sebagai eksistens institusi penyelenggara
otonomi dan eksistensi
cakupanwilayah

(peta

letak

(koordinat

wilayah

administrasi)

titik‐titik

batas)

serta


yang jelas dan konkrit sebagai

landasan legalitas.
c. Menjadi pemisah antar daerah otonom dalam hal penyelenggaraan kewenangan
Pemerintah Daerah.
d. Memberikan kepastian batas wilayah Kabupaten/ Kota dan
didukung

dengan

Provinsi

kelengkapan dokumen autentik berupa “Peta Batas” & tanda

batas fisik di lapangan berupa pilar batas.
e. Dimulai dari wilayah pemerintahan terendah dalam hal ini, batas
Desa/Kelurahan,

yang


karena

batas desa/kelurahan sekaligus

wilayah

menjadi batas wilayah

pemerintahan yang lebih tinggi yaitu batas kecamatan, batas kabupaten dan kota,
batas provinsi dan batas negara.

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 4
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

f. Mendukung dan memudahkan penyelenggaraan otonomi daerah, antara lain yang
berkaitan dengan pelayanan dasar,

penataan


ruang,

kependudukan,potensi sumber daya, pelestarian lingkungan

perpajakan,
hidup,

dan

perimbangan fiskal daerah (DAU), dll.
1.1.3

Azas Penyusunan Manajemen Strategis Penataan dan Penegasan Batas Daerah
a.
b.
c.
d.
e.

Berazaskan dalam kerangka NKRI.

Mengacu pada norma, pedoman, prosedur, standarisasi dan spesifikasi teknis.
Kesemangatan dalam penyelesaian masalah.
Menghormati hasil-hasil dari kesepakatan.
Pengelolaan data dan informasi geospasial yang terintegrasi dalam sistem

f.
g.
h.
i.

georeferensi nasional, multi dimensi dan multi guna.
Personil yang memiliki otoritas
Menggunakan peralatan dan teknologi yang memenuhi persyaratan.
Menghasilkan produk yang berkualitas dan digunakan
sebagai data dasar bagi kegiatan teknis lainnya (penataan ruang dan sektor
pembangunan lainnya).

1.1.4

Prinsip Pokok Penegasan Batas Daerah

a. Mewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti, baik dari aspek yuridis maupun
fisik di lapangan.
b. Berpedoman pada

batas‐batas

daerah

tersebut

di

dalam undang‐undang

pembentukan daerah.
c. Dilakukan Oleh Tim Penegasan Batas (Pusat, Prov, Kab/Kota)
d. Penyelesaian perselisihan batas kabupaten/kota dalam satu provinsi difasilitasi oleh
Gubernur; sedangkan penyelesaian perselisihan

batas antar provinsi & antar

kabupaten/kota yang berbeda provinsi difasilitasi oleh Menteri Dalam Negeri.
e. Bersifat Concurent, jadi perlu dukungan dari APBN dan APBD.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang seperti yang telah dikemukakan di atas, perlu dicari jawab
atas pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
(1) Apa saja proses penegasan batas daerah?
(2) Bagaimanakah kondisi dan penyelesaian sengketa batas daerah ?
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 5
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

1. Maksud Penulisan
Maksud penulisan ini adalah untuk membantu saya dalam menyelesaikan tugas
terstruktur mata pelatihan Kerjasama dan Penegasan Batas Daerah. Selain itu juga menambah
wawasan dan pengetahuan saya terhadap analisis fakta dan realita yang terjadi di lapangan.
2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah :
1) Mengetahui proses penegasan batas daerah dan penerapannya dalam
penyelsaian sengketa batas daerah
2) Mengetahui kondisi sengketa batas daerah di lokasi magang dan penelitian.
3) Mempertegas Cakupan Wilayah Administrasi – Cakupan Wilayah
Kewenangan Suatu Pemerintahan Daerah.
4) Efisiensi – Efektivitas Pelayanan Kepada Masyarakat.
5) Kejelasan Luas Wilayah
6) Kejelasan Administrasi Kependudukan
7) Kejelasan Daftar Pemilih (Pemilu, Pilkada)
8) Kejelasan Administrasi Pertanahan
9) Kejelasan Perijinan Pengelolaan Sda
10) Menghindari Overlapping Pengaturan Tata Ruang Daerah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Proses Penegasan Batas Daerah
Teknis penegasan batas daerah darat antara Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok

dilakukan dengan masih berpedoman pada Permendagri Nomor 76 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penegasan Batas Daerah meliputi tahapan-tahapan berikut :
2.1.1

Penyiapan Dokumen

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 6
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Penyiapan dokumen dilakukan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah
Kota Depok. Semua dokumen yang menyangkut tentang perbatasan antar dua daerah
dilampirkan sebagi bukti nyata. Adapun penyiapan Dokumen Meliputi penyiapan :
a. Peraturan perundang-undangan tentang pembentukan daerah
Maksud dari peraturan perundang-undangan adalah Dokumen-dokumen batas yang
mungkin sudah pernah ada seperti Staats blad, nota dari residen ataupun peraturan
perundangan yang telah ada sebelumnya seperti Undang-undang pembentukan daerah, atau
kesepakatan- kesepakatan yang pernah ada termasuk peta-peta kesepakatan mengenai batas
wilayah.
Berikut dokumen-dokumen yang digunakan sebagai dasar penegasan batas daerah
Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok, antara lain :
1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pembentukan Provinsi DKI Jakarta
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 178, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3899) ;
2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat
(Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950), Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4060);
3) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Depok di Provinsi
Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4269);
4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4916);
5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224), sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan
Batas Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1252);

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 7
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

b. Peta Dasar
Peta dasar adalah peta suatu daerah yang memang sudah ada sebelumnya ataupeta
batas daerah yang merupakan lampiran undang-undang pembentukan daerah, peta minit
(Minuteplan), Peta topografi/rupa bumi atau peta-peta lain yang memuat tentang batas daerah
yang bersangkutan.
c. Dokumen lainnya
Dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi yang disepakati para
pihak yaitu pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok yang dituangkan dalam
dokumen kesepakatan penentuan batas daerah.
2.1.2

Pelacakan Batas
Pelacakan batas untuk menetukan penegasan batas daerah antara Provinsi DKI Jakarta

dan Kota Depok dilakukan dengan metode Kartometrik. Dimana dalam menggunakan
metode kartometrik disertai dengan survei/pengecekan lapangan. Tahapan survei/pengecekan
lapangan yaitu :
a.

Penentuan Garis Batas Sementara
Kegiatan ini merupakan penentuan garis batas sementara di atas peta yang sudah

disepakati oleh pihak-pihak yang terkait, sebagai dasar hukum bagi batas daerah. Penentuan
garis batas sementara dapat berdasarkan pada :
1) Tanda/simbol batas-batas yang tertera dipeta, baik batas khayal (administratif)
maupun batas nyata (kenampakan detail lain) dipeta.
2) Koordinat titik batas yang tercantum dalam dokumen- dokumen batas daerah.
3) Jika tidak ada tanda-tanda batas yang tertera sebelumnya, maka penentuan garis
sementara diatas peta ini dilakukan melalui kesepakatan bersama.
b.

Pelacakan garis batas dilapangan
1) Pelacakan di lapangan (reconnissance) adalah kegiatan lapangan untuk menentukan
letak batas daerah secara nyata dilokasi sepanjang batas daerah berdasarkan garis
batas sementara pada peta atau berdasarkan kesepakatan sebelumnya.

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 8
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

2) Kegiatan ini merupakan tahap untuk mendapatkan kesepakatan letak garis batas di
lapangan, dengan atau tanpa sumber hukum tertulis mengenai batas tersebut.
3) Kegiatannya dimulai dari titik awal yang diketahui dan disepakati kemudian
menyusuri garis batas sampai dengan titik akhir sesuai dengan peta kerja.
4) Berdasarkan kesepakatan, pada titik-titik tertentu atau pada jarak tertentu dilapangan
dapat dipasang tanda atau patok kayu sementara sebagai tanda posisi untuk
memudahkan pemasangan pilar-pilar batas pembantu.
5) Hasil kegiatan pelacakan ini dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pelacakan Batas
Daerah untuk dijadikan dasar bagi kegiatan selanjutnya
2.1.3

Pengukuran dan Penentuan Posisi Batas
Pengukuran dan penentuan posisi batas antara Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok

dilakukan melalui pengambilan/ekstraksi titik-titik koordinat batas dengan interval tertentu
pada peta kerja dan / atau hasil survei lapangan. Adapun tahapannya yaitu :
1.

Pengukuran garis batas
Pengukuran garis batas dilakukan untuk menentukan arah, jarak dan posisi garis batas

dua daerah yang berbatasan. Data yang berupa deskripsi titik batas dan garis batas tersebut
didokumentasikan bersama buku ukur dan berita acara kesepakatan batas daerah yang
ditandatangani oleh kedua pihak yang berbatasan.
2.

Penentuan posisi pilar batas
Ada dua cara untuk mendapatkan koordinat titik-titik bagi pemasangan pilar batas

yaitu :
a.

Penentuan posisi secara terestris, yaitu pengukuran sudut dan jarak diatas permukaan
bumi sehingga diperoleh hubungan posisi suatu tempat terhadap tempat lainnya.
Pengukuran terestris pada umumnya terdiri dari pengukuran kerangka utama dan
kerangka detail menggunakan alat-alat ukur sudut, alat ukur jarak dan alat ukur beda
tinggi.

b.

Penentuan posisi melalui satelit, yaitu sisitem penentuan posisi suatu titik
dipermukaan bumi berdasarkan pengukuran sinyal gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan oleh satelit global positioning system (GPS).

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 9
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

3.

Pengukuran situasi
Dalam pengukuran garis batas daerah perlu dilakukan pengukuran situasi selebar 100

meter ke kiri dan 100 meter ke kanan garis batas disepanjang garis batas wilayah. Disamping
itu perlu juga dilakukan pengukuran tachimetri sepanjang garis batas wilayah. Hal ini
diperlukan untuk mendapatkan bentuk garis batas wilayah.
4.

Perhitungan hasil ukuran
Data hasil pengukuran posisi cara terestris dihitung menggunakan metode hitung

peralatan sederhana seperti metode Bowditch untuk pengukuran poligon yaitu koreksi sudut
dibagikan merata dan koreksi jarak diberikan berdasarkan perbandingannya terhadap jarak
keseluruhan. Perhitungan posisi vertikal pada pengukuran situasi dilakukan berdasarkan
hitungan rumus tachimetri.
2.1.4

Pembuatan peta batas
Peta

harus

dapat

menyajikan

informasi

dengan

kebutuhannya. Untuk itu setiap peta harus memenuhi spesifikasi
dengan tema

informasi

benar

sesuai dengan

yang

sesuai

yang disajikannya. Aspek-aspek spesifikasi peta antara lain

adalah:

2.1.5

a.

Aspek Kartografi:

1.

Jenis peta (penyajian): peta foto dan peta garis

2.

Sistem simbolisasi/legenda dan warna

3.

Isi peta dan tema

4.

Ukuran peta (muka peta)

5.

Bentuk penyajian/penyimpanan

6.

lembar peta atau digital

b.

Aspek Geometrik:

1.

Skala/resolusi

2.

Sistem proyeksi

3.

Ketelitian planimetris(x,y) dan tinggi (h)

data/informasi:

Laporan dan Pengesahan Batas Daerah

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 10
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

1. Tim Penegasan Batas Daerah bertugas melaporkan seluruh hasil kegiatan penegasan
batas daerah kepada Kepala Daerah yang bersangkutan. Laporan ini dilengkapi
dengan seluruh kelengkapan kegiatan seperti buku ukur, formulir, peta-peta dan berita
acara kegiatan lapangan yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak.
2. Tim Penegasan Batas Daerah menyiapkan rancangan kesepakatan bersama kepala
daerah yang berbatasan tentang penetapan batas daerah.
3. Daerah yang telah melakukan penegasan batas daerah membuat berita acara
kesepakatan bersama antar daerah yang berbatasan dan disaksikan oleh Tim
Penegasan Batas Daerah Tingkat Pusat. Berita Acara Kesepakatan tersebut dilampiri
dengan peta-peta batas daerah yang bersangkutan.
4. Berita Acara Kesepakatan untuk batas provinsi disampaikan oleh Gubernur kepada
Menteri Dalam Negeri sedangkan untuk batas kabupaten/kota diserahkan oleh
Bupati/Walikota kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur.
5. Pengesahan Batas Daerah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.

2.2

Contoh Analisis Kasus menurut Permendagri Nomor 1 Tahun 2006
Dalam melakukan penegasan batas berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Langkah/tahapan
yang harus dilakukan yaitu Penelitian Dokumen, pelacakan batas, pengukuran dan penentuan
posisi pilar batas, pemasangan pilar batas, dan pembuatan peta batas.
Pada Sengketa ini, Berdasarkan Permendagri Nomor 1 tahun 2006 Tentang Penegasan
Batas Daerah, Mendagri hanya berwenangan menentukan batas daerah bukan mentukan
wilayah administratif suatu pulau. Keteledoran Mendagri ini yang dimamfaatkan oleh Kepri
sehingga Permendagri 44 dibatalkan oleh MA. Kejanggalan akibat keteledoran terkait
kewenangan Mendagri dalam menentukan batas wilayah suatu daerah.

Pada Pasal 3

Permendagri 1 tahun 2006 mengatakan “Penegasan batas daerah berpedoman pada batasbatas daerah yang ditetapkan dalam UU Pembentukan Daerah”. Pada penjelasan Pasal 3 UU

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 11
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

No. 25 Tahun 2002 menyatakan “Kepulauan Berhala tidak termasuk wilayah Provinsi Kepri
dan masuk wilayah Tanjung Jabung Timur Jambi”.
Seharusnya penjelasan di pasal 3 ini harus diakomodir dalam UU 31 tahun 2003
tentang Pembentukan Kabupaten Lingga yang notabene masuk provinsi Kepri. Akan tetapi
pasal 5 ayat (1) huruf c UU 31 Tahun 2003 hanya mengatakan sebelah selatan berbatasan
dengan Laut Bangka dan Selat Berhala tidak ada menyebut Pulau Berhala. Disini nampak
jelas inkonsistensi pembuat UU dalam menentukan batas antara daerah Kepri dengan Jambi,
malah memuat pasal yang menimbulkan multi tafsir sehingga berujung pada sengketa yang
berlarut-larut.Begitu juga keteledoran Mendagri yang langsung menentukan wilayah
administrasi Pulau Berhala. Seharusnya Mendagri berpedoman pada Permendagri 1 tahun
2006 tentang Penegasan Batas Daerah, dengan menentukan batas wilayah suatu daerah
bukannya menentukan posisi administratif suatu daerah atau pulau.
Padahal Mendagri tidak ada kelapangan menentukan batas wilayah secara pasti antara
Jambi dan Kepri yang notabene sama mendalilkan Pulau Berhala berada di wilayah masingmasing. Artinya proses tata batas wilayah antara Jambi dan Kepri tidak dilakukan Mendagri.
Jika seandainya penetapan wilayah administratif Pulau Berhala kondisinya dibalikan, dimana
Pulau Berhala masuk wilayah Kepri dan kemudian Jambi mengajukan gugatan ke MA
tentunya Permendagri ini juga akan dibatalkan oleh MA. Artinya kesalahan Mendagri ini
sumber petaka bagi Jambi. Kelemahan ini yang dimamfaatkan oleh Kepri untuk mengajukan
Judicial Review Permendagri 44 tahun 2011 yang dikabulkan oleh MA dan dijadikan salah
satu senjata pamungkas menundukan Jambi di MK. Seharusnya Jambi harus bergerak cepat,
cermat dan teliti melihat Permendagri 44 tahun 2011 dan saat itu seharusnya mendesak
Mendagri untuk menentukan batas-batas wilayah dilapangan agar menguatkan keberadaan
Pulau Berhala dalam wilyah administrasi Jambi. Akan tetapi ini terlupakan sehingga berujung
ke MA dengan menelan pil pahit. Walaupun dalam putusan MA Nomor 49 P/HUM/2011
tidak ada secara tegas menyebutkan Pulau Berhala masuk Kepri akan tetapi dalam
pertimbangan MA tergambar bahwa Kepri atau Pemda Lingga sudah melakukan aktifitas dan
pembangunan di Pulau Berhala.
Oleh karenanya ternyatalah menurut hukum bahwa berdasarkan fakta - fakta historis
geografis dan penguasaan fisik atas Pulau Berhala, maka secara defacto juridis Pulau Berhala
adalah masuk wilayah Administrasi Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau.
2.3

Penataan Batas dan Masalah Batas Wilayah Daerah

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 12
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 13
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 14
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

2.4

Prinsip‐Prinsip Penentuan dan Penegasan Batas Daerah

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 15
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 16
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 17
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 18
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

2.5

Beberapa Aspek Munculnya Sengketa Batas
1. Aspek Yuridis
Tidak jelasnya batas daerah dalam lampiran undang- undang dan peta lampiran

undang-undang yang tidak memenuhi syarat

sebagai

peta;

ketidak

sinkronan bunyi

pasal dengan peta undang-undang; ketidak sinkronan undang-undang pembentukan
daerah yang satu dengan yang lain.
2. Aspek Ekonomi
Perebutan sumber daya ekonomi (SDA, kawasan niaga, perkebunan, potensi PAD).
3. Aspek Kultural
Isu terpisahnya etnis atau sub etnis.
4. Aspek Politik

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 19
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Berkaitan dengan sumber daya politik, seperti jumlah pemilih dan perolehan suara
bagi anggota DPRD/KDH.
5. Aspek Sosial
Munculnya kecemburuan sosial, riwayat konflik di masa lalu, isu penduduk asli –
pendatang.
6. Aspek Pemerintahan
Adanya duplikasi pelayanan pemerintahan, jarak ke pusat pemerintahan, isu ingin
bergabung ke daerah tetangga.

2.6

Upaya Penyelesaian Sengketa Batas Daerah
Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 198 :
1. Apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi

pemerintahan

antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan
dimaksud.
2. (Dalam hal ini adalah perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi penegasan batas
daerah)
3. Apabila terjadi perselisihan antar provinsi, antara provinsi dan kabupaten/kota di
wilayahnya, serta antar provinsi dan kabupaten/kota di luar wilayahnya, Menteri
Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud.
4. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) bersifat final.

2.7

Penyelesaian Sengketa Batas hubungannya dengan revisi Pemendagri Nomor 1
Tahun 2006
Ditjen Administrasi Kewilayahan Kemendagri saat ini tengah menggagas upaya baru

untuk mempercepat penyelesaian sengketa batas antar daerah yang ditempuh lewat jalur
pengaturan pada revisi peraturan menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2006 dan metode
penyelesaian sengketa batas itu sendiri dan ditambah dengan memperkuat serta lebih

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 20
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

mengoptimalkan kinerja yang sudah ada. Dengan demikian ada beberapa hal yang menjadi
inti percepatan ini, yang meliputi :
1. Revisi Permendagri No.1 Tahun 2006 tentang Penegasan Batas di Lapangan. Dari sisi
Legal Peraturan dipandang perlu untuk memasukkan satu Pasal dalam Revisi UU
32/2004 berbunyi: “Penegasan batas dan pnentuan luas daerah secara pasti ditetapkan
oleh Menteri Dalam Negeri”.
2. Merevisi Permendagri No. 1/2006 untuk memberikan payung hukum penegasan batas
daerah ke depan akan di titik beratkan secara “kartometris di atas peta” dan tidak
selalu harus “ turun ke lapangan” guna mempercepat penyelesaian.
3. Mengoptimalkan Penyelesaian Batas dengan cara Kartometrik dengan menghindari
sedapat mungkin pelacakan lapangan. Hal ini dapat di optimalkan apabila ada
dukungan data dari Pemerintah (berupa peta dasar, peta Batas Indikatif yang lebih
akurat dengan memanfaatkan the best available data seperti Citra satelit, SRTM,
DEM dan IFSAR dalam bentuk digital).
4. Kerjasama (Kesepakatan atau Kontrak Kerjasama) dengan Bakosurtanal dan Dittopad
untuk penyediaan Peta Dasar Rupabumi atau Topografi dalam format digital dengan
skala yang memadai.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Dalam melakukan penegasan dan penyelesaian sengketa batas daerah berpedoman

pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan
Batas Daerah. Dimana langkah/tahapan penegasan batas di darat yang harus dilakukan yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Penelitian Dokumen
Pelacakan Batas
Pengukuran penentuan posisi pilar batas
Pemasangan pilar batas
Pembuatan peta batas
Tahapan Penegasan Batas Daerah di laut :

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 21
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penelitian dokumen
Pelacakan batas
Pemasangan pilar di titik acuan
Penentuan titik awal dan garis dasar
Pengukuran dan penentuan batas
Pembuatan peta batas
Permasalahan mengenai batas wilayah sangat berpengaruh buruk terhadap daerah

sengketa batas daerah, hal ini ditinjau dari aspek-aspek berikut :
Inefisiensi Pelayanan kepada Masyarakat (Duplikasi)
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ketidakjelasan Luas Wilayah
Ketidakjelasan Administrasi Kependudukan
Ketidakjelasan Daerah Pemilihan (Pemilu, Pilkada)
Ketidakjelasan Administrasi Pertanahan
Ketidakjelasan Perijinan Pengelolaan SDA
Kesulitan Pengaturan Tata Ruang Daerah

3.2 Saran
Peta itu merupakan media informasi yang disebarkan ke masyarakat umum dan
menjadi rujukan pertama dalam penentuan batas asministrasi. Peta yang ideal bukan hanya
memiliki bukti sah secara hukum, namun yang lebih penting adalah adanya proyeksi peta dan
sistem koordinat yang sesuai dengan dilapangan dan juga ada referensi untuk datum
geodesinya. Karena Permasalahan Batas sangat menimbulkan banyak kerugian di daerah
yang disengketakan. Harapan kami yaitu :
1. Penegasan

Batas

harus

segera

diselesaikan/ dituntaskan, agar tidak

menimbulkan permasalahan yang besar dikemudian hari.
2. Selesaikan cakupan wilayah administrasi dengan sikap kenegarawanan.
3. Tetap junjung tinggi supremasi hukum.
4. Lakukan pelacakan batas desa-desa yang masuk dalam kecamatan-kecamatan
yang berbatasan.
5. Gunakan mekanisme tata pemerintahan yang ada guna

mengoptimalkan

Tim Penegasan Batas Daerah.
6. Dihimbau kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menganggarkan
pendanaan

dukungan

yang memadai untuk penegasan batas daerah.

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 22
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

tugas

DAFTAR PUSTAKA

 Soetomo. 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: PUSTAKA
BELAJAR.
 Arief, Fathoni. 2003. Ekonomi Regional. Vol. 47.
 Indrawan, Ardyanto. 2003 Makalah Teori Basis Ekonomi, Clapeyron. Vol. 47.
 http://bunda-bisa.blogspot.co.id/2013/03/teori-basis-ekonomi.html
 https://www.academia.edu/6172102/Ekonomi_basis
 http://trible-f.blogspot.co.id/2012/03/teori-basis-ekonomi.html

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 23
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Lampiran I Foto Patok Batas Tempat Lokasi Magang
(Kota Administrasi Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta)

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 24
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Lampiran II

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 25
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

SALINAN

MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2015
TENTANG
BATAS DAERAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR PROVINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT
DAN
KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PROVINSI DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 26
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Mengingat

1.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Propinsi Djawa Barat (Berita Negara
Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) Jo. UndangUndang Nomor 20 Tahun l950 tentang Pemerintahan
Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Propinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4010) Jo. Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4744);
2.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam
Lingkungan Propinsi Djawa Barat sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1968
tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan
Kabupaten Subang dengan mengubah UndangUndang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi
Djawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2851);
3.
Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Serikat
Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta
Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 15);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1956 tentang
Penetapan
Undang-Undang
Darurat
Republik
Indonesia Serikat Nomor 20 Tahun 1950 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 31)
tentang Pemerintahan Jakarta Raya sebagai UndangUndang;
5.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok
dan Kotamadya Daera Tingkat II Cilegon (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3828);
6.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang
Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 27
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4744);

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 28
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45
Tahun 1974 tentang Perubahan Batas Wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1974 Nomor 66);
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan
Batas Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 1252);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:

PERATURAN
MENTERI
DALAM
NEGERI
REPUBLIK
INDONESIA
TENTANG
BATAS
DAERAH
KOTA
ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR PROVINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN KOTA DEPOK
PROVINSI JAWA BARAT DAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA
SELATAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
DENGAN KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah
daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Darurat Republik Indonesia Serikat
Nomor 20 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Jakarta
Raya.
2. Provinsi Jawa Barat adalah daerah otonom
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi
Djawa Barat.
3. Kota Depok adalah daerah otonom sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah
Tingkat II Depok dan Kotamadya Daera Tingkat II
Cilegon.
4. Badan Kerja Sama Pembangunan Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur, yang
selanjutnya disebut BKSP Jabodetabekjur adalah
Badan Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa
Barat, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 29
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

5.

6.

7.

8.
9.

Jakarta, Pemerintah Provinsi Banten, Kabupaten
dan/atau Kota dl wilayah Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi dan Cianjur.
Pilar Batas Utama yang selanjutnya disingkat PBU
adalah pilar yang dipasang sebagai tanda batas
antar Provinsi/Kabupaten/Kota yang diletakkan tepat
pada batas antar daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Pilar Acuan Batas Utama yang selanjutnya disingkat
PABU adalah pilar yang dipasang sebagai tanda
batas antar Provinsi/Kabupaten/Kota yang diletakkan
disisi batas alam atau buatan yang berfungsi sebagai
titik
ikat
garis
batas
antar
daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota.
Pilar Acuan Batas Antara yang selanjutnya disingkat
PABA adalah pilar yang dipasang sebagai tanda
batas antar Provinsi/Kabupaten/Kota yang diletakkan
disisi batas alam atau batas buatan yang berfungsi
sebagai titik ikat garis batas antar daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota dan berada diantara PBU
atau PABU.
PB adalah pilar batas hasil penegasan batas yang
dilaksanakan oleh BKSP Jabodetabekjur.
Titik Koordinat Kartometrik yang selanjutnya
disingkat
TK
adalah
koordinat
hasil
pengukuran/penghitungan
posisi
titik
dengan
menggunakan peta dasar.

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 30
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

Pasal 2
Batas daerah Kota Administrasi Jakarta Timur Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Kota Depok
Provinsi Jawa Barat dimulai dari:
1. Pertigaan batas antara Kota Administrasi Jakarta
Timur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
dengan Kota Depok dan Kota Bekasi Provinsi Jawa
Barat yang ditandai oleh TK.03 dengan koordinat
06° 21' 55.9613" LS dan 106° 54' 51.3596" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 149 dengan koordinat 06⁰ 21' 55.9083" LS dan
106⁰ 54' 51.1160" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut melalui pilar batas PABA PB 150B dengan
koordinat 06⁰ 21' 51.5920" LS dan 106⁰ 54'
42.6200" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut
sampai pada PABA PB 150C dengan koordinat 06⁰
21' 51.1740" LS dan 106⁰ 54' 41.2640" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 151 dengan koordinat 06⁰ 21' 50.7870" LS dan
106⁰ 54' 40.2620" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 151A dengan koordinat
06⁰ 21' 50.1730" LS dan 106⁰ 54' 39.2800" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 151B dengan koordinat 06⁰ 21' 49.3340" LS dan
106⁰ 54' 37.3400" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 151C dengan koordinat
06⁰ 21' 47.7420" LS dan 106⁰ 54' 36.3690" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 152 dengan koordinat 06⁰ 21' 46.1850" LS dan
106⁰ 54' 34.7730" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 152A dengan koordinat
06⁰ 21' 45.6360" LS dan 106⁰ 54' 33.5550" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 152B dengan koordinat 06⁰ 21' 44.6660" LS dan
106⁰ 54' 31.9430" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 152C dengan koordinat
06⁰ 21' 43.1100" LS dan 106⁰ 54' 30.6700" BT,
selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA
PB 152D dengan koordinat 06⁰ 21' 42.3180" LS dan
106⁰ 54' 33.1240" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 152E dengan koordinat
06⁰ 21' 41.3140" LS dan 106⁰ 54' 31.8050" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 153 dengan koordinat 06⁰ 21' 40.2430" LS dan
106⁰ 54' 30.9410" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 153A dengan koordinat
06⁰ 21' 39.5430" LS dan 106⁰ 54' 26.5480" BT,

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 31
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 153B dengan koordinat 06⁰ 21' 38.9930" LS dan
106⁰ 54' 25.7330" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 154 dengan koordinat
06⁰ 21' 38.6380" LS dan 106⁰ 54' 24.7940" BT,
selanjutnya ke arah Utara sampai pada PABA PB
154A dengan koordinat 06⁰ 21' 37.8890" LS dan
106⁰ 54' 24.8650" BT, selanjutnya ke arah Utara
sampai pada PABA PB 154B dengan koordinat 06⁰
21' 36.8140" LS dan 106⁰ 54' 25.2410" BT,
selanjutnya ke arah Tenggara sampai pada PABA
PB 155 dengan koordinat 06⁰ 21' 36.8760" LS dan
106⁰ 54' 25.9340" BT, selanjutnya ke arah Timur
Laut sampai pada PABA PB 155A dengan koordinat
06⁰ 21' 36.1910" LS dan 106⁰ 54' 26.3850" BT,
selanjutnya ke arah Utara sampai pada PABA PB
155B dengan koordinat 06⁰ 21' 35.6710" LS dan
106⁰ 54' 26.2550" BT, selanjutnya ke arah Utara
sampai pada PABA PB 156 dengan koordinat 06⁰
21' 34.9880" LS dan 106⁰ 54' 26.2120" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 156B dengan koordinat 06⁰ 21' 34.7960" LS dan
106⁰ 54' 25.6900" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 156A dengan koordinat
06⁰ 21' 34.8930" LS dan 106⁰ 54' 25.3960" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 157 dengan koordinat 06⁰ 21' 34.6360" LS dan
106⁰ 54' 24.5110" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 157A dengan koordinat
06⁰ 21' 35.1570" LS dan 106⁰ 54' 24.3710" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 158 dengan koordinat 06⁰ 21' 35.9400" LS dan
106⁰ 54' 23.9370" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 158A dengan koordinat
06⁰ 21' 34.9650" LS dan 106⁰ 54' 23.4350" BT,
selanjutnya ke arah Barat sampai pada PBU 007
dengan koordinat 06⁰ 21' 34.8648" LS dan 106⁰ 54'
23.0074" BT yang terletak di Kelurahan Harjamukti
Kecamatan Cimanggis Kota Depok Provinsi Jawa
Barat yang berbatasan dengan Kelurahan Pondok
Ranggon Kecamatan Cipayung Kota Administrasi
Jakarta Timur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta;
2. PBU 007 selanjutnya ke arah Barat sampai pada
PABA PB 158C dengan koordinat 06⁰ 21' 34.6780"
LS dan 106⁰ 54' 22.1600" BT, selanjutnya ke arah
Barat Daya sampai pada PABA PB 159 dengan
koordinat 06⁰ 21' 37.7740" LS dan 106⁰ 54'

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 32
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

20.8990" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya
sampai pada PABA PB 159A dengan koordinat 06⁰
21' 39.5980" LS dan 106⁰ 54' 20.5300" BT,
selanjutnya ke arah Tenggara sampai pada PABA
PB 159B dengan koordinat 06⁰ 21' 39.9220" LS dan
106⁰ 54' 20.7970" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 159H dengan
koordinat 06⁰ 21' 40.9980" LS dan 106⁰ 54'
20.3380" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya
sampai pada PABA PB 159I dengan koordinat 06⁰
21' 42.5300" LS dan 106⁰ 54' 19.6800" BT,
selanjutnya ke arah Tenggara sampai pada PABA
PB 159J dengan koordinat 06⁰ 21' 44.5800" LS dan
106⁰ 54' 20.1660" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 159O dengan
koordinat 06⁰ 21' 47.8790" LS dan 106⁰ 54'
16.8190" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya
sampai pada PABA PB 159P dengan koordinat 06⁰
21' 48.5320" LS dan 106⁰ 54' 16.3330" BT,
selanjutnya ke arah Tenggara sampai pada PABA
PB 159Q dengan koordinat 06⁰ 21' 49.2830" LS dan
106⁰ 54' 15.6240" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 159R dengan koordinat
06⁰ 21' 50.5210" LS dan 106⁰ 54' 15.3690" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 159S dengan koordinat 06⁰ 21' 52.5780" LS dan
106⁰ 54' 13.5500" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 159T dengan koordinat
06⁰ 21' 54.3310" LS dan 106⁰ 54' 12.5990" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 160 dengan koordinat 06⁰ 21' 55.3910" LS dan
106⁰ 54' 11.9360" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 160C dengan koordinat
06⁰ 21' 56.9510" LS dan 106⁰ 54' 10.4610" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 160D dengan koordinat 06⁰ 21' 59.4620" LS dan
106⁰ 54' 08.9980" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 160E dengan koordinat
06⁰ 22' 00.3770" LS dan 106⁰ 54' 08.2470" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 160F dengan koordinat 06⁰ 22' 01.4540" LS dan
106⁰ 54' 07.4660" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 160G dengan
koordinat 06⁰ 22' 02.2060" LS dan 106⁰ 54'
06.5620" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya
sampai pada PABA PB 160H dengan koordinat 06⁰
22' 02.5670" LS dan 106⁰ 54' 05.5860" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 33
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

PB 160I dengan koordinat 06⁰ 22' 03.2220" LS dan
106⁰ 54' 04.6550" BT, selanjutnya ke arah
Tenggara sampai pada PABA PB 161A dengan
koordinat 06⁰ 22' 08.1840" LS dan 106⁰ 54'
00.6410" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya
sampai pada PABA PB 161B dengan koordinat 06⁰
22' 09.3250" LS dan 106⁰ 54' 00.1590" BT,
selanjutnya ke arah Tenggara sampai pada PABA
PB 162A dengan koordinat 06⁰ 22' 10.2000" LS dan
106⁰ 54' 01.2200" BT, selanjutnya ke arah
Tenggara sampai pada PABA PB 162B dengan
koordinat 06⁰ 22' 09.3370" LS dan 106⁰ 54'
05.7200" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya
sampai pada TK.04 dengan koordinat 06⁰ 22'
12.7459" LS dan 106⁰ 54' 04.5923" BT, selanjutnya
ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 162
dengan koordinat 06⁰ 22' 10.8900" LS dan 106⁰ 53'
59.3510" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut
sampai pada PABA PB 162C dengan koordinat 06⁰
22' 08.5670" LS dan 106⁰ 53' 53.7960" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 163 dengan koordinat 06⁰ 22' 08.1210" LS dan
106⁰ 53' 51.9400" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 161C dengan koordinat
06⁰ 22' 10.5970" LS dan 106⁰ 53' 49.4500" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
163A dengan koordinat 06° 22' 11.4510" LS dan
106° 53' 48.5170" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 163B dengan koordinat
06° 22' 09.6980" LS dan 106° 53' 47.2990" BT,
selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB
164 dengan koordinat 06⁰ 22' 14.2570" LS dan
106⁰ 53' 46.5050" BT, selanjutnya ke arah
Tenggara sampai pada PABA PB T1 dengan
koordinat 06⁰ 22' 15.4200" LS dan 106⁰ 53'
45.6330" BT, selanjutnya ke arah Tenggara sampai
pada TK.05 dengan koordinat 06° 22' 18.3436" LS
dan 106° 53' 46.8440" BT, selanjutnya ke arah
Barat Laut sampai pada PABA PB T2 dengan
koordinat 06⁰ 22' 16.1940" LS dan 106⁰ 53'
42.1110" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut
sampai pada PABA PB T3 dengan koordinat 06⁰ 22'
14.1530" LS dan 106⁰ 53' 39.3400" BT, selanjutnya
ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB T4
dengan koordinat 06⁰ 22' 12.7970" LS dan 106⁰ 53'
36.5660" BT, selanjutnya ke arah Barat Laut
sampai pada PABA PB 166 dengan koordinat 06⁰
22' 12.3100" LS dan 106⁰ 53' 36.1500" BT,

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 34
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 166A dengan koordinat 06⁰ 22' 11.7610" LS dan
106⁰ 53' 34.8400" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 166B dengan koordinat
06⁰ 22' 11.5200" LS dan 106⁰ 53' 32.9460" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB T5 dengan koordinat 06⁰ 22' 09.1490" LS dan
106⁰ 53' 28.3720" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 167 dengan koordinat
06⁰ 22' 07.3460" LS dan 106⁰ 53' 22.9850" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 167A dengan koordinat 06⁰ 22' 05.8200" LS dan
106⁰ 53' 21.8590" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 168 dengan koordinat
06⁰ 22' 03.5440" LS dan 106⁰ 53' 21.2900" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 168A dengan koordinat 06⁰ 22' 04.8820" LS dan
106⁰ 53' 20.1150" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 168B dengan koordinat
06⁰ 22' 06.7400" LS dan 106⁰ 53' 19.4180" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 168C dengan koordinat 06⁰ 22' 10.8440" LS dan
106⁰ 53' 18.6830" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 169 dengan koordinat
06⁰ 22' 11.7500" LS dan 106⁰ 53' 17.7380" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 169A dengan koordinat 06⁰ 22' 12.8670" LS dan
106⁰ 53' 17.2040" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 169B dengan koordinat
06⁰ 22' 14.7250" LS dan 106⁰ 53' 16.4730" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 169C dengan koordinat 06⁰ 22' 16.5180" LS dan
106⁰ 53' 15.9380" BT, selanjutnya ke arah Barat
Daya sampai pada PABA PB 169D dengan
koordinat 06⁰ 22' 19.5900" LS dan 106⁰ 53'
15.3480" BT, selanjutnya ke arah Barat Daya
sampai pada PABA PB 170 dengan koordinat 06⁰
22' 21.4040" LS dan 106⁰ 53' 14.7080" BT,
selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB
170A dengan koordinat 06⁰ 22' 21.3780" LS dan
106⁰ 53' 12.9240" BT, selanjutnya ke arah Barat
sampai pada PABA PB 170B dengan koordinat 06⁰
22' 21.4520" LS dan 106⁰ 53' 10.4910" BT,
selanjutnya ke arah Barat sampai pada PABA PB
170C dengan koordinat 06⁰ 22' 21.4900" LS dan
106⁰ 53' 09.2120" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 170D dengan koordinat
06⁰ 22' 21.1720" LS dan 106⁰ 53' 07.1160" BT,

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 35
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 171A dengan koordinat 06⁰ 22' 20.8000" LS dan
106⁰ 53' 05.5200" BT, selanjutnya ke arah Barat
sampai pada PABA PB 171 dengan koordinat 06⁰
22' 20.7570" LS dan 106⁰ 53' 04.8980" BT,
selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA
PB 172 dengan koordinat 06⁰ 22' 19.2260" LS dan
106⁰ 53' 05.2260" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 172B dengan koordinat
06⁰ 22' 19.7000" LS dan 106⁰ 53' 03.2040" BT,
selanjutnya ke arah Barat Daya sampai pada PABA
PB 173 dengan koordinat 06⁰ 22' 19.5960" LS dan
106⁰ 53' 01.9720" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 173A dengan koordinat
06⁰ 22' 18.8830" LS dan 106⁰ 53' 01.1540" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 173B dengan koordinat 06⁰ 22' 18.4610" LS dan
106⁰ 53' 00.6320" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 173C dengan koordinat
06⁰ 22' 18.4000" LS dan 106⁰ 53' 00.3500" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 174 dengan koordinat 06⁰ 22' 17.5560" LS dan
106⁰ 52' 59.1600" BT, selanjutnya ke arah Timur
Laut sampai pada PABA PB 174A dengan koordinat
06⁰ 22' 16.1540" LS dan 106⁰ 52' 59.6680" BT, ,
selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA
PB 174B dengan koordinat 06⁰ 22' 14.6870" LS dan
106⁰ 53' 00.2520" BT, selanjutnya ke arah Timur
Laut sampai pada PABA PB 175 dengan koordinat
06⁰ 22' 14.4300" LS dan 106⁰ 52' 59.4580" BT, ,
selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA
PB 175A dengan koordinat 06⁰ 22' 13.9090" LS dan
106⁰ 52' 59.4030" BT, , selanjutnya ke arah Timur
Laut sampai pada PABA PB 174C dengan koordinat
06⁰ 22' 12.9910" LS dan 106⁰ 53' 01.1930" BT, ,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABU
006 dengan koordinat 06⁰ 22' 12.6203" LS dan
106⁰ 53' 00.0461" BT yang terletak di Kelurahan
Mekarsari Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan
Kelurahan Cibubur Kecamatan Ciracas Kota
Administrasi Jakarta Timur Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta;
3. PABU 006 selanjutnya ke arah Barat Daya sampai
pada PABA PB 175B dengan koordinat 06⁰ 22'
12.7420" LS dan 106⁰ 52' 58.3500" BT, selanjutnya
ke arah Barat Laut sampai pada PABA PB 175C
dengan koordinat 06⁰ 22' 11.8320" LS dan 106⁰ 52'

Kerjasama dan Batas Daerah| Proses Penegasan dan 36
Penyelesaian Sengketa Batas Daerah

57.7550" BT, selanjutnya ke arah Timur Laut
sampai pada PABA PB 175D dengan koordinat 06⁰
22' 10.3010" LS dan 106⁰ 52' 58.3800" BT,
selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA
PB 175E dengan koordinat 06⁰ 22' 06.9770" LS dan
106⁰ 52' 59.6900" BT, selanjutnya ke arah Timur
Laut sampai pada PABA PB 176 dengan koordinat
06⁰ 22' 06.2600" LS dan 106⁰ 52' 59.3290" BT,
selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA
PB 176A dengan koordinat 06⁰ 22' 05.3140" LS dan
106⁰ 52' 59.8910" BT, selanjutnya ke arah Timur
Laut sampai pada PABA PB 176B dengan koordinat
06⁰ 22' 04.9200" LS dan 106⁰ 53' 00.9730" BT,
selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA
PB 176E dengan koordinat 06⁰ 22' 04.3960" LS dan
106⁰ 53' 01.6870" BT, selanjutnya ke arah Timur
Laut sampai pada PABA PB 176D dengan koordinat
06⁰ 22' 02.6380" LS dan 106⁰ 53' 01.7640" BT,
selanjutnya ke arah Utara sampai pada PABA PB
176G dengan koordinat 06⁰ 22' 01.7920" LS dan
106⁰ 53' 01.8110" BT, selanjutnya ke arah Utara
sampai pada PABA PB 176A dengan koordinat 06⁰
21' 59.9040" LS dan 106⁰ 53' 01.7520" BT,
selanjutnya ke arah Utara sampai pada PABA PB
176I dengan koordinat 06⁰ 21' 59.2800" LS dan
106⁰ 53' 01.5700" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 176J dengan koordinat
06⁰ 21' 58.3150" LS dan 106⁰ 53' 00.1680" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 176K dengan koordinat 06⁰ 21' 57.3080" LS dan
106⁰ 52' 59.7820" BT, selanjutnya ke arah Timur
Laut sampai pada PABA PB 177 dengan koordinat
06⁰ 21' 55.7100" LS dan 106⁰ 53' 00.5690" BT,
selanjutnya ke arah Timur Laut sampai pada PABA
PB 177A dengan koordinat 06⁰ 21' 54.7300" LS dan
106⁰ 53' 01.4440" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 177B dengan koordinat
06⁰ 21' 53.9180" LS dan 106⁰ 53' 01.1240" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA
PB 177C dengan koordinat 06⁰ 21' 53.5610" LS dan
106⁰ 53' 00.7140" BT, selanjutnya ke arah Barat
Laut sampai pada PABA PB 177D dengan koordinat
06⁰ 21' 53.1090" LS dan 106⁰ 52' 59.6630" BT,
selanjutnya ke arah Barat Laut sampai pada PABA