Kajian filosofis pendidik dan anak didik

Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya,
sehingga makalah mata kuliah “Filsafat Pendidikan Islam” ini dapat diselesaikan tepat waktu tanpa
adanya kendala-kendala yang berarti. Makalah ini berisi tentang berbagai kajian filosofis pendidik dan
anak didik.
Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh pihak yang telah sedikit banyak membantu dalam
proses pembuatan makalah ini, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bantuan tersebut sangat
membantu penyelesaian makalah ini. Semoga Tuhan yang Maha Esa membalas segala kebaikan
pihak-pihak tersebut dan meridhoi atas selesainya makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat serta dapat membantu proses belajar
bagi siapa saja yang menggunakannya dengan baik dan benar. Amin.

Malang, 2015
Penulis

17

Daftar Isi

Kata Pengantar....................................................................................................1
Daftar Isi.............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang...................................................................................3
1.2 Metodelogi........................................................................................ 3
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................3
1.4 Tujuan Penulisan............................................................................... 3
1.2Manfaat Penulisan...............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Pendidik................................................................................5
2.1.1

Pengertian Pendidik..........................................................5

2.1.2

Tujuan Pendidik................................................................6

2.1.3

Tugas Pendidik..................................................................7


2.1.4

Jenis-Jenis Pendidik..........................................................7

2.2 Hakikat Anak Didik............................................................................8
2.2.1

Pengertian Anak Didik......................................................8

2.2.2

Akhlak Anak Didik………………………….………......10

2.3 Hakikat Anak Didik Menurut Para Tokoh..........................................10

17

2.3.1

Hakikat Anak Didik Menurut Tokoh Islam......................10


2.3.2

Hakikat Anak Didik Menurut Tokoh Eropa.....................14

BAB III PENUTUP............................................................................................16
3.1 Kesimpulan.................................................................................16
3.2 Saran............................................................................................16
DaftarPustaka.....................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Untuk menjawab dan membahas tentang “kajian filosofis pendidik dan anak
didik”secara umum, Perlu kalian ketahui apakah yang dimaksud dengan kajian filosofis
pendidik dan anak didik ?
Kajian filosofis pendidik dan anak didik secara mendasar sulit di maknai sehingga hal
ini yang melatar belakangi penulis untuk mengupas makna dari pendidik dan anak didik
yang didasarkan pada Al-Quran.

1.2 Metodologi


1.3 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pendidik?
2. Apa Tujuan Pendidik?
3. Apa Tugas Pendidik?
4. Apa Jenis-Jenis Pendidik?
5. Apa Pengertian Anak Didik?
6. Bagaimana Akhlak Anak Didik?
7. Bagaimana Konsep Hakikat Pendidik dan Anak Didik Menurut Tokoh Islam?
8. Bagaimana Konsep Hakikat Pendidik dan Anak Didik Menurut Tokoh Eropa?
1.4 Tujuan
17

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

Mengetahui Pengertian Pendidik.
Mengetahui Tujuan Pendidik.
Mengetahui Tugas Pendidik.
Mengetahui Jenis-Jenis Pendidik.
Mengetahui Pengertian Anak Didik.
Mengetahui Akhlak Anak Didik.
Mengetahui Konsep Hakikat Pendidik dan Anak Didik Menurut Konsep Islam.
Mengetahui Konsep Hakikat Pendidik dan Anak Didik Menurut Konsep Eropa.

1.5 Manfaat
Dengan dibuatnya makalah ini kita bisa mengambil manfaatnya yaitu cara membuat
makalah yang benar dan mengetahui tentang pengertian pendidik dan anak didik serta
dapat membuat konsep atau pandangan menurut masing-masing individu mengenai
pendidikdan anak didik.Sehingga kita dapat lebih belajar mendalam.

17

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Pendidik
2.1.1 Pengertian Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang membimbing anak agar si anak tersebut bisa
menuju ke arah kedewasaan. Pendidik merupakan orang yang bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan dengan sasarannya yaitu anak didik. (Uyoh Sadulloh,2010: 128).
Dalam persepektif filsafat pendidikan Islam , para pendidik adalah orang yang
mengupayakan terbentuknya manusia yang rasional dalam mengimani sesuatu yang bersifat
metafisikal, melakukan filter dalm menerima doktrin agama. Para pendidik harus orang-orang
yang ikhlas mengabdikan dirinya untuk kepentingan generasi muda atau generasi yang akan
datang. Tanpa sikap mengabdi, pendidikan Indonesia semakin lama-kelamaan akan semakin
buruk. Tanpa sikap nerimo(bahasa orang jawa)atau ikhlas, tidak akan ada orang yang mau
menjadi guru di tempat terpencil, gaji kecil, sekolah bobrok, dan lokasi tempat kerja yang
jauh dari tempat tinggalnya.
Dalam hadist rosulullah menjelaskan tentang hakikat Pendidik,yang berbunyi :
‫ععلى ممععل ملممى‬
‫ح لعتى المحوو ع‬
‫ح لعتى الن لعومل ععة مفى م‬
‫ت مفى العبوحمرل عيمعصل لمووعن ع‬
‫حوجمرعهاعو ع‬

‫ا م لعن ال عوعمل عئمك عتعمه عوا عوهعل عسما ععوا عورمضمه ع‬
‫خيوعر‬
‫ال لعناس ال و ع‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Yang Mahasuci, malaikat-Nya, penghuni-penghuni langitNya dan bumi-Nya termasuk semut dalam lubangnya dan termasuk ikan dalam laut akan
mendoakan keselamatan bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan. (H.R.
Tirmizi). 1
1. Ihsan, Hamdani dan ihsan, Fuad. 1998. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung. CV Pustaka
Setia.Hal: 78
Ibid, halaman 78

17

Dalam sebuah buku dijelaskan bahwa Al-Ghozali pernah berkata, ” mata anak
didik selalu tertuju kepadanya, telinganya selalu menganggap baik berarti pula di sisi mereka
dan apabila ia menganggap jelek berarti jelek pula di sisi mereka.” (Nur Uhbiyah,2005: 84).
Dimaksudkan disi oleh al-Ghozali adalah setiap tutur, perilaku, dan tindakan yang dilakukan
oleh pendidik akan di tiru oleh anak didik. 2
Menurut pendapat lain pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab
memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan

rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk
Allah, khalifah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang
sanggup berdiri sendiri.3
Jadi dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah suatu
usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang yang dewasa untuk mendewasakan seseorang
dengan mengembangkan pengetahuan umum dan agama.
2.1.2 Tujuan Pendidik
Tujuan pendidik secara umum adalah mendewasakan, namun mendewasakan
dalam arti khusus dalam perspektif islam adalah mendewasakan dalam hal Perilaku, sikap
dan ucapan dari seorang anak didik sehingga anak didik mampu mematangkan pemikirannya
dengan sumber al-qur’an dan Hadist.
Orang tua merupakan pendidik kodrati pada hakikatnya tidak bisa digantikan oleh
orang lain. Karena itu orang tua menyekolahkan anaknya ke sekolah untuk dididik oleh guru,
tidak berarti guru akan menggantikan semua peran orang tua dalam mendidik anak di
sekolah. Guru harus bertindak mewakili orang tua anak dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik di sekolah.4
Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa seorang yang memberikan ilmu kepada
orang lain atau disebut pendidik penahnya lebih baik dari darah syuhada’. Allah telah
menjelaskan dalam Al-Qr’an surat Ali-Imron: 187 yang berbunyi.


2
3Ihsan, Hamdani dan ihsan, Fuad. 1998. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung. CV Pustaka
Setia.Hal: 78
4Sadulloh, Uyoh. 2010. Pedagogik. Bandung. Alfabeta. Hal: 85
17

‫ فبئس‬.‫واذاخذال ميثق الذين اوتواالكتب لتبيننه للناس ولتكتمونه فنبذوه وراءظهورهم واشتروابه ثمنا قليل‬
‫مايشترون‬
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu),”Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan janganlah
kamu menyembunyikan, “ lalu lalu mereka melemparkan janji itu, kebelakang punggung
mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang
mereka terima.
Nabi muhammad SAW juga menjelaskan dalam sabdanya yang artinya, “ Barang
siapa yang menyembunyikan ilmunya makatuhan akan mengengkannya dengan kekangan
dari api. Dari Al-qur’a dan hadist dapat disimpulkan bahwa tujuan dari seorang pendidik
adalah menyampaikan ilmu dengan siapapun tanpa memandang status sosial dari seorang
anak didik.
2.1.3 Tugas Pendidik

Tugas pendidik sesungguhnya lebih jelas yaitu:
a.

Membimbing si terdidik

Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat, dan
sebagainya.
b.

Menciptakan situasi untuk pendidikan

Situasi pendidikan, yaitu suatukeadaan di mana tindakan-tindakan pendidikan dapaat
berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
Tugas lain ialah memiliki pegetahuan yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan
keagamaan, dan lain-lainnya.pengetahuan ini tidak sekedar diketahui, tetapi juga diamalkan
dan diyakininya sendiri. Ingatlah bahwa kedudukan pendidik adalah pihak yang lebih dalam
situasi pendidikan. Harus pula diingat bahwa pendidik adalahmanusia dengan sifat-sifatnya
yang tidak sempurna. Oleh karena itu, si pendidik harus selalu meninjau diri sendiri. Dari
reaksi si anak, dari hasil-hasil usaha pendidikan, pendidik dapat memperoleh bahan-bahan
kesamaan dari pihak si terdidik. Kecaman yang membangun pun besar sekali nilainya.5

2.1.4 Jenis-Jenis pendidik
Menurut Athiyah Al-Abrasyi, jenis pendidik itu ada 3, yaitu:
1. Pendidik kuttab
5Drs. Ahmad D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. PTAl-Ma’arif, Bandung,
1980, hlm.38-39.
17

Ialah pendidik yang mengajarkan Al-Quran kepada anak-anak kuttab. Sebagian di
antara mereka hanya mengajar membaca, menulis, dan menghafalkan Al-Quran. Sebagian
di antara mereka mengajar untuk kepentingan duniawi atau mencari penghidupan saja
sehingga kurang mendapat kehormatan dari masyarakat. Namun, ada pula yang berilmu
pengetahuan luas dan mengajar secara ikhlas sehingga mendapat kehormatan dan
penghargaan yang mulia.
2. Pendidik umum
Ialah pendidik yang mengajar pada lembaga-lembaga pendidikan dan mengelola
atau melaksanakan pendidikan islam secara formal, seperti madrasah, pondok pesantren,
ataupun pendidikan informal seperti keluarga.
3. Pendidik khusus (muadhib)
Ialah pendidik yang memberikan pelajaran khusus kepada seseorang atau lebih
dari seorang anak pembesar, pemimpin negara atau khalifah seperti pendidikan yang
dilaksanakan dirumah-rumah tertentu di istana.
2.2 Hakikat Anak Didik
2.2.1 Pengertian Anak Didik
Dilihat dari kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang bearada
dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing masing. Meraka
memerlukan bimbingan dan pengarahan yang onsisten menuju kea rah titik optimal
kemampuan fitrahnya.6
Dalam pandangan yang lebih modern, anak didik tidak hanya dianggap obyek
atau sasaran pendidikan sebagaimana disebutkan ditasa, melainkan juga harus diperlukan
sebgai obyek pendidikan. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam
memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar.
Dalam bahasa Arab dikenal tiga istilah yang swering digunakan untuk
menunjukkan pada anak didik kita. Tiga hal tersebut adalah murid yang secara harfiah berarti
orang yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu : tilmidz (jamaknya) talamidz yang
bertati murid, dan thalibal ilmi yang menuntut ilmu, pelajar, atau mahasiswa. Ketiga istilah
tersebut seluruhnya mengacu kepada seseorang yang tengah menempuh pendidikan.
Perbedaanya hanay terletak pada penggunaannya. Pada sekolah yang tingkatannya rendah
sepertoi Sekolah Dasar (SD) digunakan istilah murid dan tilmidz sedangkan pada sekolah
yang tingkatannya lebih tinggi seperti SLP, SLA, dan Perguruan Tinggi digunakan istilah
thalib al-ilm.
6 H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991,cet. Ke-1,h.144
17

Berdasarkan pengertian diatas, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang
yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bombingan dan pengarahan. Dalam
pandanga islam, hakikat ilmu bersala dari allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan
melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu dari allah, maka membawa konsekuensi
perlunya seorang anak didik mendekatkan diri kepada allah atau menghiasi diri dengan
akhlak yang mulia yang disukai allah, dan sedapa mungkin menjahui perbuatan yang tidak
disukai allah. Dalam hubungan ini mungkincullah aturan normative tentang perlunya
kesucian jiwa ybagai seseorang yang sedang menuntut ilmu, karena ia sedang mengharapkan
ilmu yang merupakan anugrah allah. Hal ini dapat dipahami dari ucapan imam Syafii sebagai
berikut : “Aku mengadukan masalahku kepada guruku bernama Waki, karena kesulitan dalam
mendapatkan ilmu (sulit menghafal). Guruku itu menasihatiku agar menjauihi perbuatan
maksiyat, Ia lebih lanjut mengatakan bahwa ilmu itu cahay, dan cahaya allah itu tidak akan
diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.
Ungkapan ditas mengisyaratkan bahwa ilmu itu hakikatnya cahaya dari allah, dan
hal itu hanya diberikan kepada hambanya yang taat kepadanya.
Pada (Q.S. An-Nur,23:24) bahwa dijelaskan dinyatakan bahwa allah dapat
membimbing seseorang untuk mendapatkan cahynya itu jika dia menghendakinya. Bertolak
dari keyakinan bahwa ilmu itu dating dari allah, maka muncullha etika tentang pendekatan
diri kepada lalha yang harus dilakukan oleh seseorang peljar yang ingin mendapakatan
ilmunya. Bagian inilah yang nantinya akn membaw kepada penjelasn tentang sikap jiwa
seseorang pelajar.
Karena seseorang pelajar ynag ingin mendapatkan ilmu itu memerlukan
bimbingan, pengarahan, dan petunjuk dari guru, maka muncul pula etika pergaulan yang baik
yang harus dilakukan oleh seorang murid kepad gurunya. Bagian inilah yang pada akhirnya
membawa konsep tentang akhlak murid pada gurunya konsekuensinya jika akhlak yang
demikian itu tidak ditegakkan.
Selain memerlukan bantuan guru, seseorang anak didik yang sedang belajar juga
memerlukan kawan tempat mereka berbagi rasa dan belajar bersama. Teman ini diyakini
sangat besar pengaruhnya dalam kesuksesan belajar, maka muncul pula etika atau akhlak
yang harus dilakukan antar sesama pelajar serta cara mencari kawan yang baik dan
seterusnya.
Selanjutnya, karena sesorang yang tengah mencari ilmu memerlukan kesiapan
fisik yang prima, akal yang sehat, pikiran yang jernih, dan jiwa yang tenag, maka perlu adnya
upay memelihara dan merawat yang sungguh-sungguh terhdapa potensi dan lat indera, fisik,
17

dan mental yang diperlukan untuk mencari ilmu. Dalam hubungn ini maka muncullah aturan
yng berkenan dengan cara menjaganya, dengan beristirahat, makanan yang bergizi, menjauhi
makan dan minuman yang memabukkan dan sebagainya.
Berdasarkan pada latar belakang pemikiran filosofis tersebut, maka muncul etika
yang harus ditegakkan oleh seorang pelajar, sebagaimana diuraikan dibwah ini.

2.2.2 Akhlak Anak Didik
Asma Hsan Fahmi menyebutkan empat akhlak yang harus dimiliki anak didik,
yaitu ;
1.

Seorang anak didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa yang
sebelum ia menuntut ilmu, karena belajar adalah merupakan ibadah yang tidah sah
dikerjakan kecuali dengan hati yang bersih. Kebersihan hati tersebut dapat dilakukan
dengan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang tercela, seperti dengki, benci, hassut,
takabbur, menipu, berbangga-bangga, dan memuji diri yang selanjutnya diikiuti dengan
menghiasi diri dengan akhlak yang mulia seperti bersikap benar, taqwa, ikhlas zuhud,

2.

merendahkan diri dan ridha.
Seorang anak didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi
jiwa dengan dengan sifat keutamaan, mendekatkan diri kepada tuahn, dan bukan untuk

3.

mencari kemegahan dan kedudukan.
Seorang pelajar harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan bersedia pergi
merantau. Selanjutnya apabila ia menghendaki pergi ke tempat yang jauh untuk
memperoleh seorang guru, maka ia tidak boleh ragu-ragu untuk itu. Demikian pula ia
dinasihatkan agar tidak sering menukar-nukar guru. Jika keadan menghendaki sebaiknya

4.

ia dapat menanti sampai dua bulan sebelum menukar seorang guru.
Seorang pelajar wajib menghoramati guru dan berusaha agar senantiasa memperoleh
kerelaan dari guru, dengan mempergunakan bermacam-macam cara.7

2.3 Hakikat Pendidik dan Anak Didik Menurut Para Tokoh
2.3.1 Hakikat Pendidik dan Anak Didik Menurut Tokoh Islam
1. AL-GHOZALI
Kriteria Guru Yang Baik
7 Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan filsafat Pendidikan Islam, (terjemah Ibrahim Husen dari Mabadi’ al
Tarbiyah al islamiyyah), Jakarta: Bulan Bintang,1974,cet.ke-1,h.175.
17

Al-Ghozali sampai pada uraian mengenai kriteria guru yang baik. Menurutnya
bahwa guru yang baik yang dapat diserahi tugas mengajar adalah guru yang selain cerdas dan
sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan
akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya
yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya
ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.8
Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru sebagaimana disebutkan diatas,
seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut.9
Pertama, kalau praktek mengajar dan penyuluhan sebagai keahlian dan profesi
dari seorang guru, maka sifat ini dinilai penting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih
sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa
tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi
yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang
yang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya
mengajarkan itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW.
Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan
penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh membiarkan
muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum ia menguasai pelajaran yang
sebelumnya.
Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara
yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan,cacian, makian dan sebagainya.
Kelima, seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan
yang baik di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru harus bersikap
toleran dan mau menghargai keahlian orang lain.
Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya
perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual, dan memperlakukannya sesuai
dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu.
Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghozali adalah guru yang di
samping memahami perbedaan tingkah kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga
memahami bakat, tabi’at dan kejiwaan muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya.
Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada
prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa.

8 Natta. Abuddin, pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2010, hal 95
9Ibid, hal 96-99
17

Dari delapan sifat guru yang baik sebagaimana dikemukakan di atas, tampak
bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru
yang mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya
sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkah perbedaan kejiwaan dan kemampuan
intelektual para siswa, bersikap simpatik, tidak yang tetap sejalan dengan tuntutan
masyararakat modern.
Sifat Murid Yang Baik
Sejalan dengan tujuan pendidikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah
SWT, maka belajar termasuk ibadah. Dengan dasar pemikiran ini, maka seorang murid baik,
adalah murid yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.10
Pertama, seorang murid harus berjiwa bersih, terhindar dari budi pekerti yang
hina dan sifat-sifat yang tercela lainnya.
Kedua, seorang murid yang baik, juga harus menjauhkan diri dari persoalanpersoalan duniawi, mengurangi keterkaitan dengan dunia, karena keterkaitan kepada dunia
dan masalah-masalahnya dapat mengganggu lancarnya pengusaan ilmu.
Ketiga, seorang murid yang baik hendaknya bersikap rendah hati dan tawadhu.
Sikapini begitu ditekankan oleh Al-Ghozali.
Keempat, khusus terhadap murid yang baru hendaknya jangan mempelajari ilmuilmu yang saling berlawanan, atau pendapat yang saling berlawanan atau bertentangan.
Kelima, seorang murid yang baik hendaknya mendahulukan mempelajari yang
wajib. Pengetahuan yang menyangkut berbagai segi (aspek) lebih baik daripada pengetahuan
yang menyangkut hanya satu segi saja.
Keenam, seorang murid yang baik hendaknya mempelajari ilmu secara bertahap.
Seorang murid dinasehatkan agar tidak mendalamiilmu secara sekaligus, tetapi memulai
dariilmu-ilmu agama dan menguasainya dengan sempurna.
Ketujuh, seorang murid hendaknya tidak mempelajari satu disiplin ilmu sebelum
mengusai disiplin ilmu sebelumnya.
Kedelapan, seorang murid hendaknya juga mengenal nilai setiap ilmu yang
dipelajarinya. Kelebihan dari masing-masing ilmu serta hhasil-hasilnya yang mungkin
dicapai hendaknya dipelajarinya dengan baik.
2. IBN JAMA’AH
Konsep Guru/ulama
Menurut Ibn Jama’ah bahwa ulama sebagai microkosmos manusia dan secara
umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khair al-bariyah). Atas dasar ini,
10Ibid, 99-101
17

maka derajat seeorang alim berada setingkat di bawah derajat nabi.hal ini didasarkan pada
alasan karena ulama adalah orang yang paling takwa dan takut kepada Allah SWT.11
Dari konsep tentang seorang alim tersebut, Ibn Jama’ah membawa konsep
tentang guru. Dalam rangka pemberdayaan peserta didik sebagaimana akan dikemukakan
pada bagian uraian ini, Ibn Jama’ah membawa konsep tentang guru. Untuk ini Ibn Jama’ah
menawarkan sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan menjadi guru.
Kriteria pendidik tersebut meliputi enam hal. Pertama, menjaga akhlak selama melaksankan
tugas pendidikan. Kedua, tidak menjadikan profesi guru sebagai usaha untuk menutupi
kebutuhan ekonominya. Ketiga, mengetahui situasi sosial kemasyarakatan. Keempat, kasih
sayang dan sabar. Kelima, adil dalam memperlakukan anak didik. Keenam, menolong dengan
kemampuan yang dimilikinya.12
Dari keenam kriteria tersebut, yang menarik adalah kriteria tentang tidak
bolehnya profesi guru dijadikan sebagai mendapatkan keuntungan material, suatu konsep
yang di masa sekarang tampak kurang relevan, karena salah satu ciri kerja profesional, adalah
pekerjaan dimana orang yang melakukannya menggantungkan kehidupan di atas profesinya
itu. Namun Ibn Jama’ah berpendapat demikian sesuai konsekuensi logis dari konsepsinya
tentang pengetahuan. Bagi Ibn Jama’ah, pengetahuan (ilmu) sangat agung lagi luhur, bahkan
bagi pendidik menjadi kewajiban tersendiri untuk mengagungkan pengetahuan tersebut,
sehingga pendidik tidak menjadikan pengetahuannya itu sebagai lahan komoditasnya, dan
jika hal itu dilakukan berarti telah merendahkan keagungan pengetahuan.
Alasan tersebut sesungguhnya rasional, karena di satu sisi telah memperlihatkan
hubungan kausalitas antara ilmu dan mengajaran dalam perspektifnya. Namun pada sisi lain,
kaukasalitas yang muncul jika dikaitkan dalam konteks pendidikan dewasa ini menjadi
dipertanyakan.13
Secara umum kriteria-kriteria tersebut diatas menampakkan kesempurnaan sifatsifat dan keadaan pendidik dengan memiliki persyaratan-persyaratantertentu sehingga layak
menjadi pendidik sebagaimana mestinya.
Peserta Didik
Pemikiran Ibn Jama’ah tentang peserta didik terkait erat dengan pemikirannya
tentang Ulama sebagaimana diebutkan di atas. Menurutnya peserta didikyang baik adalah
mereka yang memiliki karakter sebagaimana yang melekat pada diri ulama.14
Lebih lanjut Ibn Jama’ah mengatakan bahwa peserta didik yang baik adalah
peserta didik yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan untuk memilih, memutuskan dan
mengusahakan tindakan-tindakan belajar secara mandiri, baik yang berkaitan dengan aspek
fisik, pikiran, sikap maupun perbuatan. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peserta
11Natta. Abuddin, pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2010 106
12Ibid, hal 116
13Ibid, hal 117
14Ibid, hal 117
17

didik dimaksud telah melewati masa kanak-kanak yang dalam tradisi pendidikan islam
biasanya belajar dikuttab.15
Selain itu Ibn Jama’ah tampak sangat menekankan tentang tentang pentingnya
peserta didik mematuhi perintah pendidik. Dalam kaitan ini Ibn Jama’ah berpendapat, bahwa
pendidik meskipun salah, ia harus tetap dipatuhi. Sebab, kesalahan yang ada pada pendidik,
dinilai lebih baik daripada kebenaran yang ada pada peserta didik. Selain itu, peserta didik
juga tidak dibenarkan untuk mempunyai gagasan-gagasan yang tidak sejalan dengan
pendidik.
Pemikiran Ibn Jama’ah tentang peserta didik ini tampak kurang demokratis,
kurang arif dan kurang memberi peluang dan kebebasan kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Namun pandangan ini tampak
didasarkan pada sikapnya yang konsisten dalam memandang guru atau ulama’ sebagai orang
yang memiliki kapasitas keilmuan yang patut diprioritaskan daripada peserta didik.
Namun demikian,Ibn Jama’ah sangat mendorong para siswa agar
mengembangkan kemampuan akalnya. Menurut Ibn Jama’ah bahwa akal merupakan anugrah
dari Tuhan yang sangat istimewah dan berharga, dan oleh karenanya patut disyukuri dengan
jalan memanfaatkannya secra optimal. Atas dasar ini, maka Ibn Jama’ah menganjurkan agar
peserta didik mengembangkan daya intektualnya guna menemukan kebenaran-kebenaran
yang ada dalam kajian apa pun, termasuk dalam kajian keimanan atau ibadah.dengan
menggunakan akan tersebut, setiap siswa akan menemukan hikmah dari setiap bidang kajian
ilmu yang dipelajarinya.
Sejalan dengan pemikiran tersebut di atas, Ibn Jama’ah telah memberikan
petunjuk dan dorongan yang sangat jelas bagi peserta didik, yaitu agar tekun dan betul-betul
giat dalam mengasah kecerdasan akalnya, serta menyediakan waktu-waktu tertentu untuk
mengembangkan daya intelektualnya itu.16
Penempatan akal yang demikian besar dan didukung oleh petunjuk sebagaimana
keniscayaan drai orang-orang yang berakal, berada di atas iman dan sekaligus ibadah.
2.3.2 Hakikat Pendidik dan Anak Didik Menurut Tokoh Eropa
Hakikat pendidik
Menurut Loche dan Dewey yang penting bagi seorang guru adalah melatih
pemikiran siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dari pada mengisinya secara
sarat formulasi-formulasi, teori-teori. Guru tidak boleh membuat penyiksaan fisik yang
sewenang-wenang terhadap siswadan mengindoktrinir dengan doktrin-doktrin. Sebab dengan
demikian hanya akan menghilangkan kebebasan dalam pelaksanakan pendidikan. Dewey
memprotes cara belajar dengan mengandalkan kemampuan menghafalkan dan
mendengarkan. Yang penting yakni guru mendampingi siswa dalam berkreativitas dan
berdiskusi dalam menyelesaikan masalah. Dengan demikian seorang guru harus berperan
15Ibid, hal 117 dan 118
16Ibid, hal 119
17

sebagai mediator atau fasilitator yang membantu proses belajar seorang siswa.17 Oleh karena
itu, seorang guru memiliki tugas utama:
a. Guru menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa menyusun
rancangan belajar.
b. Guru memberikan kegiatan-kegiatan yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan
membantu
siswa
untuk
mengekspresikan
gagasan-gagasannya
atau
mengkomunikasikannya ide ilmiah mereka.
c. Guru mengevaluasi apakah proses berfikir siswa dan cara mengekspresikan pikiran
berhasil atau tidak.
Hakikat Anak Didik
Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang aktif dimana pelajar membangun
sendiri pengetahuannya. Pelajar membentuk pengertiannya dan memberi makna pada
pengalamannya. Hal itu berarti seorang siswa bertanggung jawab atas hasil belajarnya.
Karena ia sendirilah yang menjalankan proses penalaran dalam bentuk pengertian dan makna.
Belajar oleh seorang siswa merupakan suatu proses organik, bukan proses mekanik. Proses
organik dalam arti suatu proses yang hidup, yang aktif, yang terus berkembang. Proses
dimana siswa mengadakan penemuan-penemuan baru melalui penelitian. Berbeda dengan
prose mekanik dimana seorang hanya mengumpulkan data, fakta, definisi. Ciri proses
mekanik adalah statis.18
Sungguh penting seorang siswa dalam proses belajarnya mempunyai pengalaman
tentang penyusunan hipotesis dan menguji hipotesis (melalui penelitian). Sungguh penting
siswa mempunyai pengalaman tentang memecahkan pengalaman, dialog, mengekspresikan
pikiran melalui tulisan, gambar, lain-lain, termasuk pengalaman refleksi. Semua pengalaman
ini dapat dikembangkan melalui dua hal, pertama karya tulis: dalam menyusun karya seorang
siswa diharapkan untuk mengembangkan pikirannya tentang pokok persoalan yang
dipilihnya. Proses pelaksanaannya dibuat secara individual. Kedua, studi kelompok:
dalamstudi kelompok. Dalam studi kelompok semua siswa diharapkan mengembangkan
pikirannya secara kolektif. Pandangan atau pendapat setiap orang menjadi masukan bagi yang
lain untuk memperkaya pengetahuannya. Didalam dialog diharapkan mendengarkan
pembicaraan orang lain. Yang penting bukanlah pembicaraan itu benar atau tidak, melainkan
saya mendengar dan mengerti pembicaraan itu atau tidak, sesudah mendengarkan
pembicaraan orang lain barulah menanggapi. Melalui studi kelompok seorang siswa harus
masuk dalam bingkai pemikiran atau pengalaman orang lain.19

III
17https://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/filsafat-pendidikan-menurut-john-loche-dan-john-dewey/,16:52,21/03/2015
18https://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/filsafat-pendidikan-menurut-john-loche-dan-john-dewey/,16:52,21/03/2015
19https://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/filsafat-pendidikan-menurut-john-loche-dan-john-dewey/,16:52,21/03/2015
17

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidik menurut etimologi berasal dari bahasa inggris teacher artinya
pengajar, tutor, guru, dan berasal bahasa Arab yaitu ustadz, mudarris, mu’allim, mu’addib.
Sedangkan menurut terminologi pendidik adalah contoh terbaik bagi murid-muridnya yang
menjadi anak didik di berbagai lembaga pendidikan.Dalam perspektif islam pendidik adalah
orang yang mengupayakan terbentuknya manusia yang rasional dalam mengimani sesuatu
yang bersifat metafisikal, melakukan filter dalam menerima doktrin agama.
Tujuan pendidik “mendewasakan” dalam perspektif islam adalah
mendewasakan dalam hal Perilaku, sikap dan ucapan dari seorang anak didik sehingga anak
didik mampu mematangkan pemikirannya dengan sumber al-qur’an dan Hadist. Tugas
pendidik secara umum adalah menciptakan siswa untuk pendidikan dan membimbing si
terdidik.Menurut Athiyah Al-Abrasyi, jenis pendidik itu ada 3, yaitu:
1. Pendidik kuttab
2. Pendidik umum
3. Pendidik khusus (muadhib)
Anak didik menurut etimologi berasal dari bahasa Bahasa Inggris: student
artinya murid, dan berasal Bahasa Arab: tilmidz jamaknya talamidz artinya murid,thalib alilm artinya menuntut ilmu, pelajar, atau mahasiswa. Sedangkan menurut terminologi anak
didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan
menurut fitrahnya masing-masing.
Akhlak yang harus dimiliki anak didik menurut Asma Hasan Fahmi yaitu:
1. menghilangkan kotoran dan penyakit jiwa sebelum menuntut ilmu.
2. anak didik harus memiliki tujuan.
3. anak didik harus tabah.
4. anak didik harus menghormati pendidik.
Perbedaan hakikat pendidik dan anak didik menurut konsep islam dan eropa
adalah hakikat pendidik menutut islam berdasarkan pada akhlak dan kedalaman ilmu yang
baik. Sedangkan menurut konsep eropa hakikat pendidik berpedoman pada pengalaman yang
luas dan kedalaman ilmu. Hakikat anak didik menurut konsep islam berdasarkan pada fitrah
manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah sedangkan konsep eropa tentang hakikat anak
didik perpedoman pada pengalaman dan penalaran untuk menemukan pengertian dan makna.
3.2 Saran
Saran dan kritik kami butuhkan untuk kesempurnaan makalah ini.

17

DAFTAR PUSTAKA
Natta. Abuddin, pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010,
hal 95

https://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/filsafatpendidik-an-menurut-john-loche-dan-john-dewey/,16:52,21/03/2015
H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991,cet. Ke-1,h.144
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan filsafat Pendidikan Islam, (terjemah Ibrahim Husen dari Mabadi’ al Tarbiyah
al islamiyyah), Jakarta: Bulan Bintang,1974,cet.ke-1,h.175.

Drs. Ahmad D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. PTAl-Ma’arif,
Bandung, 1980, hlm.38-39.
Ihsan, Hamdani dan ihsan, Fuad. 1998. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung. CV Pustaka
Setia.Hal: 78
Sadulloh, Uyoh. 2010. Pedagogik. Bandung. Alfabeta. Hal: 85

17