Model dan Strategi Terorisme docx
Model Pendekatan dan Strategi Pemberantasan Terorisme Internasional
dan Ancaman Kawasan Asia Tenggara
Mata Kuliah : Keamanan Internasional
Oleh:
Taufik 12/342657/PSP/04627
Program Pascasarjana Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2013
BAB I
Pendahuluan
.2 Latar Belakang
Isu terorisme semakin mencuat dan terus menjadi perhatian dunia internasional,
bahkan dianggap bahwa saat ini dunia sedang terancam dengan aksi-aksi para ekstrimis dan
fundamentalis agama. Apalagi pasca tragedi 9/11 dan bom Bali I dan II. Seakan di seluruh
dunia terus tidak henti-hentinya menjadi taget serangan para teroris. Meskipun begitu, aksi
tersebut tidak lain adalah mereka yang kecewa dengan ‘sistem’ yang ada saat ini. Selain itu,
bisa kita lihat dari motif-motif mengapa mereka melakukan aksi teror, dimana korbannya
merupakan orang-orang yang ‘tidak berdosa’.
Islam fundamentalis disebut-sebut sebagai pelaku dalam aksi terorisme akhir-akhir
ini, bahkan banyak jaringan Islam fundamentalis yang menjadi target operasi AS dianggap
sebagai jaringan terorisme. Seperti halnya Al-qaidah, pimpinan Osama Bin Laden salah satu
target operasi militer di Afghanistan dan Jamaah Islamiah di Indonesia disebut-sebut juga
sebagai jaringan terorisme Asia Tenggara. Sehingga, mainstream bahwa Islam mengajarkan
kekerasan, membenarkan aksi terorisme dan orang Islam adalah teroris seperti tertanam
kepada orang awam. Namun, apakah betul Islam yang disebut-sebut sebagai ideologi religi
sebagai dalang setiap aksi teror di dunia.
Pasca kejadian 9/11 seakan terus Islam menjadi tranding topic dunia saat itu, bahkan
Presiden Goerge Bush mendeklarasikan untuk melawan terori di seluruh dunia, artinya AS
ingin ikut ‘bertanggung jawab’ untuk memberantas setiap aksi terorisme di dunia. Dan
kemudian beberapa hari setelahnya Bush juga segera mengumumkan bahwa serangan 9/11
tersebut dilakukan oleh Al-Qaidah, pimpinan Osama bin Laden. Maka, tanpa memerlukan
penyelidikan seksama,
dan dengan alasan memburu pimpinan Al-qaidah itu, Bush
memerintahkan penyerbuan ke Afghanistan. Kemudian, Irak diduduki dengan alasan
memiliki senjata pemusnah massal (yang kemudian ternyata tidak terbukti). 1 Sebelumnya,
Bush Senior menuduh Islam juga sebagai teroris, ini bukan tanpa alasan sebab dia
mendapatkan ‘bisikkan’ dari Samuel Philip Hatington, menurutnya bahwa setelah Uni Soviet
(ideologi komunis) runtuh, musuh berikutnya adalah Islam. 2 Pernyataan Hatington tersebut
1 Suara Media, “Tragedi 9/11 WTC Skenario Goerge W Bush”.
http://www.suaramedia.com/artikel/opini/10529-tragedi-911-wtc-skenario-george-w-bush.html, diakses
tanggal 14 Maret 2013.
2 Suara Media, Ibid,.
dimuat dalam artikel berjudul Clash of Civilization (1993). Dan tak heran kelompok dakwah
semakin diawasi pergerakkanya. Dan bagi orang awam terlihat seolah-olah benar bahwa
Islam lah yang melakukan aksi tersebut. Terbukti dengan hampir semua pelaku aksi teror di
Indonesia adalah meraka yang rata-rata adalah alumni Pesantren, yang dianggap sebagai
jihad fii sabilillah. Selanjutnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara pun ikut merasa
bertanggung jawab untuk mengcounter agar terorisme tidak kian meluas dan terus terjadi di
kawasan ASEAN. Berbagai kesepakatan dan deklarasi terus di upayakan demi terciptanya
kawasan aman dan stabil.
.2
Identifikasi Masalah
Seberapa besar gerakan terorisme internasional berpengaruh terhadap keamanan Asia
Tenggara?
.3 Kerangka Pemikiran
.3.1 Arti Terorisme
Terorrisme berasal dari akta teror yaitu segala bentuk tindakan kejahatan dengan cara
kekerasan yang tidak mengindahkan norma-norma kemanusiaan, bermotifkan kejahatan
murni (crime) atau politik dengan tujuan mempengaruhi emosi, perasaan, kemauan,
pandangan, sikap serta tingkah laku pihak lain dengan tujuan agar pihak lain memenuhi
tuntutannya. Sedangkan terorisme merupakan sutu tindakan kejahatan yang ditujukan
langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang
tertentu atau kelompok orang atu masyarakat luas.3
Terorisme menurut Departemen Luar Negeri AS (1988) bahwa “terorisme merupakan
kekerasan yang direncanakan, bermotivasi politik, ditujukan terhadap target-target yag tidak
bersenjata oleh kelompok sempalan atau agen-agen bawah tanah, biasanya bertujuan untuk
mempengaruhi khalayak.”4 Sedangkan menurut Departemen Pertahanan AS (1990)
“Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman
dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau
mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau ideology.”5
Arti terrorisme dari dua Departemen Amerika Aserikat tersebut ditegaskan bahwa aksi teror
merupakan aksi kekerasan yang ditargetkan kepada orang lain dengan tujuan dan motif
3 Konvensi PBB 1937.
4 Sukawarsini Djelantik, 2010. Terorisme: Tinjaun Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan
Nasional. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hal. 21
5 Terrorism, “Define Terrorism”.
http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/ss/DefineTerrorism_4.htm, di akses tanggal 14 maret 2013.
politik. Dan perlu kita garis bawahi bahwa tujuan ideologi juga menjadi perhatian khusus,
sebab tidak dipungkiri masih banyak ideologi-ideologi yang mungkin saja dianggap radikal.
Menurut Konvensi PBB tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan
yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap
orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Dengan kata lain terorisme
merupakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk
menciptakan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau
internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan.6 Terorisme juga bisa berarti ancaman
penggunaan kekerasan, yang bertujuan untuk mencapai perubahan politik, atau juga
merupakan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang (ekstrimis7,
suku bangsa) sebagai jalan terakhir untuk memperoleh keadilan yang tidak dapat dicapai
mereka melalui saluran resmi atau jalur hukum.8
.3.2
Fundamentalis
Aksi terorisme sering dikaitkan dengan Islam sehingga muncul istilah Islam
fundamentalis yang dikenal secara luas dengan arti kebangkitan Islam kontemporer. Kata
Fundamental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ke-2 tahun 1991, berarti
‘bersifat dasar atau pokok atau mendasar’. Kata tersebut berasal dari kata ‘fundamen’ yang
artinya asas, dasar, atau hakikat. Tetapi pada kamus yang sama kata ‘fundamentalis’
diartikannya sebagai “penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang
selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli seperti yang tersurat di dalam kitab
suci.” Sehingga, Islam fundamentalis dapat diartikan sebagai gerakan yang mengajarkan
untuk kembali pada ajaran asli dari agama yang murni, artinya setiap orang mengerjakan
sholat tepat waktu di mesjid, membayar zakat, menjalankan ketentuan agama sesuai ajaran
dianggap sebagai mereka yang menjalankan agama secara fundamental tapi istilah ini
menjadi konotasi negatif karena dianggap Islam Fundamental merupakan ancaman yang
menginginkan pemberantasan ‘kaum kafir’ di muka bumi dan menegakkan syari’at islam.
Padahal, setiap agama juga memiliki sifat fundamental seperti yang dikatakan oleh Keren
Amstron (2001) bahwa setiap agama selalu saja terdapat kelompok fundamentalis, minoritas,
militan, ekstrem dan radikal. Sehingga, ideologi atau keyakinan agama juga kental dengan
pemahaman fundamental atau yang kembali pada asas keyakinan agamanya. Dan ada juga
6 Akhmad Jenggis P, 2012. 10 Isu Global Di Dunia Islam. Yogyakarta: NFP Publishing, hlm. 116-117.
7 Extremism is a quality that is “radical in opinion, especially in political matters. dalam Gus Martin,
2003. ‘undertstanding terrorism: challenges, prespectives, and issues’. California: SAGE Publications. hal. 6.
8 A. M. Hendropriyono, 2009. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: Kompas, hlm. 2526.
ekstrimis agama atau keyakinan seperti yang terjadi di Myanmar yang dikenal ekstrimis
Buddha, dan lain sebagainya.
1.3.3
Strategi
Untuk memetakan dan mengidentifikasi kasus terorisme yang terjadi di dunia perlu
strategi khusus dari para pemerintah dalam hal ini militer ataupun intelegen. Strategi tersebut
penting untuk mempermudah langkah pemerintah dan lebih kepada antisipasi-antisipasi agar
para teroris tidak melakukan aksinya lebih jauh, yang tidak hanya mengancam bagi warga
negara dan tapi juga bagi kemanan kawasan.
Strategi sendiri merupakan seni atau ilmu untuk berkehendak, sedangkan menurut
Marshl B.D. Sockolovsky bahwa Military strategy “system of theoritical knowledge dealing
with the rules governing war as armed combat for definite class interest.”9 Selanjutnya
dikatakan bahwa stretgy merupakan basis militer untuk melumpuhkan musuh yang
menganggu ketentraman (order). Dan untuk melakukan strategi militer yang baik Marskal
Skolovsky dalam bukunya Military Strategt bahwa operasi militer dalam pelbagai lingkup
strategi, operasi dan taktik.
Dari konsep diatas jelas bahwa pemberantasan terorisme di Asia Tenggara dan di
Indonesia menggunakan strategi khusus.
9 Lihat dalam Ade Priangani dan Oman Heryaman. 2003. “Kajian Strategis dalam Dinamika Hubungan Luar
Negeri Indonesia”. Bandung: Centre fo Political and Local Autonomy Studies FISIP Unpas Bandung. Hal. 10-17.
BAB II
Pembahasan
.1 Terorisme Internasional
Berbagai macam ancaman transnational crime yang tidak ada hentinya, baik berupa
pembajakan kapal seperti yang dilakukan oleh warna negara Somalia, Human trafficking
sampai pada aksi terorisme yang terus mengancam keamanan internasional. Tidak main-main
terorisme pun menjadi perhatian dari negara-negara barat bahkan dari organisasi dunia seperti
PBB pun memberikan perhatian khusus untuk memberantas aksi terorisme. Terorisme
internasional memiliki sifat melakukan aksi di beberapa negara sehingga tidak bisa diatasi
oleh hanya satu negara saja melainkan harus diatasi secara bersama, selain itu juga aksi
teorisme selalu menarik perhatian dunia, dengan publikasi yang luar biasa hebohnya. 10 Inilah
yang menjadikan terorisme sebagai kajian kontemporer dalam Studi Hubungan Internasional.
Jaringan terorisme Asia Tenggara salah satu perhatian dunia, karena berhubungan
dengan tuduhan bahwa ekstrimis dan islam fundamentalis, Indonesia pun tidak luput dari
perhatian yang disinyalir sebagai tempat persebunyian dan pelatihan Al-qaidah. Dan yang
paling di curigai adalah Ust. Abu Bakar Ba’asir Pimpinan Pondok Ngruki, yang dikaitkan
dengan jaringan terorisme internasional terutama kawasan Asia Tenggara. Kejadian aksi
pemboman Bali I dan II, pemboman hotel JW Mariot Jakarta dan Ritz Carlton tahun 2009,
depan kedutaan Filipina, sebagai problematika keamanan nasional Indonesia. Bahkan Jamaah
Islamiah (JI) dianggap organisasi terorisme di Asia Tenggara yang berbasis di Indonesia dan
sangat berbahaya.
Meskipun demikian, semakin banyak aksi teror akhir-akhir ini yang juga bukan di
identikkan sebagai fundamentalis islam atau ekstrimmis. Seperti yang terjadi di Boston,
meledakkan Bom di tengah-tengah penonton lari marathon 15 April 2013 lalu. Namun kita
lihat statement dari pemerintah AS melalui Barack Obama bahwa jangan terburu-buru untuk
menuduh siapa yang melakukan aksi teror. Bahkan Barack Obama cenderung berhati-hati
dalam memberikan tanggapannya sebab mereka juga tidak ingin dituduh oleh negara-negara
di dunia bahwa mereka juga sebagai negara teroris.
Keamanan Asia Tenggara diukur dalam pilar pertama security community dimana ada
tiga cara pengukuran, seperti yang diungkapkan oleh Jhon Garofano (2000): (1) the density of
10 Ade Priangani, 2011. “Terorisme dan Ancaman Global” (ms). Universitas Pasundan Bandung.
inter-ASEAN security and political interaction resulting from multilateral cooperation; (2) a
sense of unity and “we-ness” illustrated in public speeches, statements, official documents,
declarations, meetings, and multilateral cooperation; and (3) the extent to which ASEAN
norms have enhanced cooperation that is measured through changes in policy in a manner
that improves regional cooperation.11 Rasa kebersamaan para pemimpin Asia Tenggara inilah
yang menjadikan upaya untuk menjadikan kawasan yang aman dan stabil terus di tingkatkan
dan diupayakan, termasuk pemberantasan terorisme. Karena jaringan terorisme internasional
menjadikan ancaman tidak hanya ancaman bagi negara tujuan para teroris tapi juga ancama
global saat ini, dan menjadi masalah bersama. Dan aksi teror dilakukan di Asia Tenggara oleh
warga negara Malaysia dan diledakkan di Indonesia memberikan perhatian khusus dan
penting bagi para pemimpin Asia Tenggra. Perhatian khusus untuk memberantas terorisme
tersebut dibuktikan dengan adanya kesepakatan ASEAN dengan Working Group on Counter
Terrorism, dan komitmen ini dilakukan untuk melindungi warga ASEAN dari tindakan
merugikan.
Perkembangan terorisme tidak lepas dari faktor-faktor mengapa aksi teror tersebut
dilakukan. Namun, setidaknya faktor sosial dan psikologis mendorong seseorang untuk ikut
bergabung dan dapat membangkitkan aksi terorisme.12 Pertama, karena adanya penindasan
terhadap kaum minoritas, kelas bawah yang selalu termarginalkan dan di pinggirkan sehingga
mereka mau bergabung dalam kelompok terorisme, Sukawarsini Djelantik, membahas
masalah kemiskinan dalam bukunya berjudul Terorisme: Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media,
Kemiskinan dan Keamnan Internasional secara gamblang, dimana dia menjelaskan bahwa
adanya relevansi dari segi kemiskinan dengan dengan aksi terorisme, dan juga adanya
tekanan ekonomi. Dan dia menganggap bahwa kemiskinan sebagai faktor pendukung
terorisme.13 Artinya secara struktural aksi teror tersebut terjadi adanya kemiskinan yang
mugkin saja yang dianggap sudah tidak bisa dikendalikan lagi, sehingga membuat merak
semakin tertekan.
Kedua, faktor tuntutan perubahan, artinya merek menuntut perubahan yang mendasar
dalam tatan dalam masyarakat. Hal ini, cukup relevan jika kita bandingkan dengan alasan
para teroris yang mengatasnamakan islam. Dimana, mereka menganggap dengan melakukan
aksi teror mereka dapat mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah agar
11 Lihat selengkapnya dalam Andrew Chau, 2008 “Security Community and Southeast Asia: Australia,
the U.S., and ASEAN's Counter-TerrorStrategy”. Asian Survey, Vol. 48, No. 4 (July/August 2008), Hal. 626-649.
12 Ade Priangani, Op. Cit.
13 Sukawarsini Djelantik, Loc. Cit. Hal. 255.
kebijakan yang dikeluarkan tersebut pro terhadap aturan-aturan agama yang berorientasi pada
surgawi. Ketiga, faktor penolakkan, yaitu penolakkan terhadap setiap perkembangan yang
tidak sesuai dengan norma kemanusiaan. Dan terkahir faktor ideologi, yang biasanya tumbuh
pada kaum terdidik yang selama ini bertentangan dengan ideologinya dan menuntut untuk
dirubah.
Tyler Cown14 menjelaskan ada empat alasan untuk menjadikan ideologi sebagai fokus
para teroris, pertama penyebaran nilai-nilai ideologi; kedua penyebaran ideologi tersebut
mungkin saja dapat meningkatkan kontrol mereka atas sumber daya material, terutama dalam
penggalangan dana; ketiga, memegang atau membuat ideologi yang kuat, mungkin untuk
menyatukan kekuatan politik; keempat, untuk mempermudah aksi terorisme selanjutnya.
Dapat kita bayangkan bahwa ketika ideologi dalam terorisme ini terus tumbuh, tentu saja
akan terus berkembang dan menjadikan ancaman tidak hanya nasional tapi juga internasional,
sebab adanya penggemblengan atau latihan khusus sebelum melakukan aksi. Serta pemberian
motivasi di camp-camp latihan. Dengan berbagai motivasi yang didapat dari camp tersebut,
teroris akan terus menghalalkan segala cara untuk melancarkan aksinya, meskipun dengan
menggunakan cara bom bunuh diri.
Terorisme Internasional juga dapat berkembang melalui bantuan pihak ketiga, baik
pemerintahan yang resmi atau organisasis-organisasi non pemerintah. Bantuan ini bisa berupa
pendanaan, latihan, senjata konvensional atau bahkan dengan bantuan propaganda, dimana
pihak ketiga ini memberikan isu-isu melalui organisasi yang terselubung. Selain itu, bisa juga
dengan cara memberika informasi palsu atau profokatif.15
.2 Terorisme Sebagai Ancaman Kawasan Asia Tenggara
Pasca terjadinya 9/11 seakan percaturan politik internasional terus meningkatkan
ancaman non tradsional, dimana eksisitensi AS dalam memberantas terorisme tidak mainmain. Pernyataan Bush junior pasca runtuhny gedung WTC ‘either you are with us or you are
with the terrorism’ merupakan statement yang menandakan bahwa hegemoni AS akan terus
tetap ada dalam memberantas teroisme. Bahkan, dengan statement tersebut seakan dunia
terbagi menjadi dua blok yaitu blok AS dan blok terorisme, dimana jika suatu negara tidak
beraliansi dengan AS bararti negara tersebut beraliansi dengan terorisme. Dan ini menjadikan
dilema bagi negara-negara yang memang membenci AS.
14 Tyler Cown, Jul. 2006. Terrorism as Threather: Anlysis and Policy implications, Public Choice, Vol.
128, No. 1/2, The Political Economy of Terrorism, Hal.233-244.
15 Hasanan Habib (1997) dalam Ade Priangani. Loc.Cit.
Permasalahan terorisme merupakan masalah bersama dan ancaman bagi seluruh
negara-negara di dunia, sehingga tidak dapat diselesaiakan oleh satu negara saja. Untuk
menghilangkan terorisme juga bisa dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk dengan
mencari akar permasalahan mengapa individu atau kelompok tertentu melakukan aksi teror,
dan memberikan sanksi yang tegas bagi para pelaku teror dengan adil. Aksi teror yang terjadi
saat ini tidak lagi hanya melibatkan satu negara seperti apa yang terjadi dengan pemberontak
Irlandia kemudian disebut IRA, tapi saat ini telah menjadi lintas batas. Seperti halnya di Asia
Tenggara yang berkaitan satu sama lain. Di Asia Tenggara sendiri yang disinyalir menjadi
jaringan terorisme internasional adalah Jamaah Islamiah yang memilik Homa Base di
Malaysia dan melancarkan aksinya tidak hanya di Indonesia tapi juga di Filipina. Teroris
selama ini banyak dikenal sebagai warga negara Malaysia, seperti Azhari dan Noordin M.
Top. Selain itu, 2012 silam Filipina pernah menembak mati terduga teroris Malaysia di Kota
Davao, Mindano. Dan saat ini terduga yakni ust. Abu Bakar Ba’syir pernah lari ke Malaysia
dan mengembahngkan jaringan JI di sana serta ust. Abd Sungkar yang ditembak mati di
Madiun pernah menetap di Filipina Selatan.
Di Filipina saat pemerintahan presiden Gloria Macapagal Arroyo menjadikan
perhatian khusus pada zona-zona berbahaya akan terjadnya rekruitment dan pelatihan para
teroris seperti di kepulauan Sulu, Mindanao dan berbagai tempat lainnya. Dan Indonesia
sendiri dengan membentuk Densus 88 anti teror sebagai bentuk antisipasi dan pemberantasan
terorisme.
Masalah keamanan di Asia Tenggara tidak hanya terbatas pada terorisme saja, masih
ada berbagai masalah lain yang harus di berantas di kawasan ini. Kebijakan AS untuk
memberantas terorisme di Asia Tenggara menjadikan permasalahan di Asia Tenggara semakin
rumit, karena masih banyak masalah yang belum diselesaikan baik tradisional maupun non
tradisional. Di sisi lain, Indonesia sangat dilema karena Indonesia melindungi hak warganya
yang mayoritas muslim tapi juga harus dihadapkan dengan stigma bahwa teroris adalah
Islam. Karena, pasca kejadian 9/11, Islam disebut-sebut sebagai ideologi yang berbahaya.
Dan isu terorisme semakin besar di Asia Tenggara dimana AS memperkuat hubunganya
dengan negara-negara di kawasan ini guna melawan aksi terorisme.16
Dengan berbagai ancaman terorisme di kawasan, para pemimpin ASEAN
berkomitmen untuk memberantas terorisme dan terus saling memberikan informasi satu sama
16 Cotton, James. 2003. “Southeast Asia After 11 September”, dalam Terrorism and Political Violence
Vol.15, No.2, London : Routledge, hal. 148-168.
lain. Agar meminimalisir aksi-aksi terorisme. Termasuk tiga negara yang sering dikaitkan
dengan terorisme di kawasan yaitu Malaysia, Filipina dan Indonesia yang pada akhirnya di
bulan Mei 2002, mendirikan Southeast Asian Trilateral Counter-terrorism. Bahkan Malaysia
dan Singapura juga terus berupaya membongkar jaringan Jamaah Islamiah di negara mereka.
ASEAN yang merupakan organisasi regional di Asia Tenggara, memang semakin
tertekan ketika terjadi Bom Bali meskipun pasca kejadi 9/11 ASEAN langsung melakukan
Declaration on Joint Action to Counter-Terrorism sebagai pondasi dalam pengambilan
kebijakan untuk mengcounter terorisme. Selain itu, pasca terjadinya Bom Bali 2002 juga
menjadi perhatian yang mengancam eksistensi ASEAN sebagai organisasi kawasan yang
besar, sehingga selain beberapa Deklarasi yang dilakukan mengenai terorisme, ASEAN juga
memiliki regional counter-terrorism center di Kuala Lumpur dengan nama Southeast Asia
Regional Center for Counter- Terrorism (SEARCCT), yang telah dibuka sejak 2003 silam.17
.3 Model Pendekatan dan Strategi Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme
Peristiwa WTC pada 11 september 2001 silam tidak hanya memukul Amerika Serikat
tapi juga bagi Indonesia, sebab Indonesia dianggap sebagai sarang teroris dimana salah satu
pimpinan Jamaah Islamiah berada di Indonesia. Pasca peristiwa 9/11 pemerintah di seluruh
dunia ikut memberikan dukungannya untuk memberantas terorisme tak terkecuali bagi
Indonesia. Indonesia ikut aktif memberantas terorisme baik regional, bilateral maupun level
yang lebih tinggi. Di level Internasional sendiri Indonesia ikut sebagai anggota Counter
Terrorism Committee (CTC). Indonesia sendiri dianggap terlalu ditekan oleh AS untuk
memberantas terorisme tapi Indonesia mulai serius menangani setalah ada kejadian Bom Bali
I, dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1
Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Perpu No. 2 Tahun 2002
Tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002.18
Penanggulangan terorisme di Indonesia saat ini ditangani oleh Densus 88 yang
merupakan hasil bentukan kerjasama Indonesia dan Amerika Serikat, dan seakan menjadikan
mainstream masyarkat bahwa masih banyak teroris di Indoensia yang harus dicari
keberadaannya. Pemerintah juga bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada
warga negaranya. Namun, penangkapan terduga teroris dengan melumpuhkan mereka,
17 Andrew Chau, Loc. Cit.
18 Wiarta Hendrisman Sianturi. 2011. “Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme untuk Menjaga
Keutuhan NKRI”. Tugas Akhir Mahasiswa AMIKOM. Tidak diterbitkan.
merupakan cara pemerintah untuk memberikan perhatian kepada masyarakat bahwa
pemerintah mampu memberikan perlindungan dan rasa aman kepada warganya, dan
memberikan detterence kepada teroris-teroris lainnya untuk tidak melakukan aksinya lagi.
Yang menjadi permasalahan adalah cara yang dilakukan oleh Polisi dan Densus 88
dalam menangkap dan melumpuhkan, karena cenderung tidak memiliki rasa kemanusia.
Masih teringat dengan ditembaka matinya terduga teroris di Solo 2012. Atau April 2013 yang
baru-baru ini dengan mengepung rumah terduga teroris, seakan mendramatisir penagkapan
tersebut. Padahal, polisi atau Densus 88 bisa saja melakukan pengasapan atau cara-cara lain
yang bisa membuat mereka keluar tanpa harus menembak mati. Karena terduga teroris ini
seharusnya ditangkap hidup-hidup guna keperluan penyelidikan dan pengembangan kasus.
Model dan Pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk mengidentifikasi terorisme
dilakukan dengan berbagai cara pertama, cara mendapatkan informasi; pemerintah berupaya
untuk mencari informasi dengan menempatkan informan diberbagai simbol-simbol organsiasi
atau kelompok masa yang diminati oleh para teroris. Para informan yang ditempatkan
tersebut haruslah orang yang betul-betul jeli dan pandai memberikan informasi sesuai
kebutuhan intelegen. Contohnya dengan memasuki organisasi yang berlatarbelakang
ideologi-ideologi yang diminati oleh para teroris. Sementara ideologi yang sering diminati di
Indonesia adalah sayap-kanan (Islamis) atau simbol-simbol keagamaan lain dan sayap-kiri
(Komunis) seperti Partai Rakyat Demokratik/PARADE tahun 1996.
Kedua, pemetaan posisi terorisme di Indonesia; setelah mendapatkan informasi yang valid
dari para informan maka pemerintah melakukan pemetaan dengan cara menggambarkan
wilayah-wilayah mana saja yang terdapat terorisme dan jaringannya sehingga akan diberikan
perhatian lebih khusus dan mendalam. Hal ini bisa berupa memasukan lebih informan sesuai
pemetaan yang telah dilakukan. Dan terakhir, tindakan antisipasi, pengusiran dan pembinaan
dan penyelamatan warga negara indonesia dari pengaruh terorisme; tindakan ini adalah
tindakan akhir, yang sebelumnya bisa melemparkan propaganda dan isu atau pengumuman
bahwa keberadaan para teroris telah diketahui keberadaannya, dan ini merupakan bentuk
deterrence aga tidak melakukan aksinya, meskipun tidak semua informasi telah diketahui
secara mendetail. Tindakan lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan cara
pembinaan bagi para teroris yang telah diidentifikasi dan tertangkap.
BAB III
Kesimpulan
Terorisme merupakan kejadian luar biasa yang terjadi, dan menjadi perhatian khusus
para penstudi Hubungan Internasional. Isu terorisme merupakan isu non tradisional yang
tidak dapat diselesaikan oleh satu negara saja, melainkan oleh seluruh negara di dunia.
Meskipun sejarah panjang terorisme telah ada sejak dulu, tapi terorsime menajadi semakin
menarik pasca kejadian runtuhnya menara kembar WTC di Amerika Serikat 9 September
2001 silam. Saat itu, AS mulai mendeklarasikan untuk memberantas terorisme di seluruh
dunia. Akibat dari deklarasi tersebut banyak negara yang juga ikut berkomitmen untuk
memberantas terorisme, termasuk Indonesia. Dan Indonesia semakin memberikan perhatian
dalam penanggulangan dan pemberantasan terorisme setelah peristiwa Bom Bali I, dengan
mengeluarkan perpu tentang pemberantasan terorisme. Indonesia juga ikut aktif baik
regional, bilateral, multilateral ataupun tingkat internasional.
Keamanan kawasan Asia Tenggara semakin dipertaruhkan, sebab masih banyak
pekerjaan rumah negara-negara Asia Tenggara yang belum terselesaikan. Dengan adanya isu
baru, para pemimpin ASEAN pun ikut berkomitmen untuk memberantas terorisme. Apalagi,
jaringan terbesar yaitu Jamaah Islamiah berada di Malaysia, Indonesia, Filipina dan
Singapura. Yang kesemuanya memiliki keterkaitan satu sama lain, termasuk MILF di Filipina
Selatan. Disisi lain, berbaga kesepakatan oleh para pemimpin ASEAN, untuk memberantas
terorisme, seperti Decelaration on Joint Action to Counter Terrorism.
Di Indonesia sendiri berbagai upaya untuk memberantas terorisme Penanggulan
terorisme termasuk model pendekatan dan strategi yang dilakukan. Sebab strategi khusus
yang dilakukan oleh pemerintah sangat menentukan untuk melindungi warga negaranya dari
berbagai ancaman yang dilakukan oleh para teroris. Namun, yang perlu diperhatikan adalah
yang terjadi di Indoneasia pun harus diatasi dengan baik dan cermat, sebab jika penanggulan
teroris dilakukan dengan semena-mena, akan berakibat pada image negatif bagi Densus 88
dan kepolisian sendiri bahkan pemerintah secara keseluruhan.
Daftar Pustaka
Chau, Andre. 2008. “Security Community and Southeast Asia: Australia, the U.S., and
ASEAN's Counter-TerrorStrategy”. Asian Survey, Vol. 48, No. 4 (July/August 2008).
Cotton, James. 2003. “Southeast Asia After 11 September”, dalam Terrorism and Political
Violence Vol.15, No.2, London : Routledge.
Cown, Tyler. Jul. 2006. “Terrorism as Threather: Anlysis and Policy implications, Public
Choice”, Vol. 128, No. 1/2, The Political Economy of Terrorism.
Djelantik, Sukawarsini. 2010. “Terorisme: Tinjaun Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan,
dan Keamanan Nasional”. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Hendropriyono, A. M. 2009. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta:
Kompas.
Jenggis P, Akhmad. 2012. “10 Isu Global Di Dunia Islam”. Yogyakarta: NFP Publishing.
Martin, Gus. 2003. “Undertstanding Terrorism: Challenges, Prespectives, And Issues”.
California: SAGE Publications.
Priangani, Ade. 2011. “Terorisme dan Ancaman Global” (ms). Universitas Pasundan
Bandung.
Priangani, Ade dan Oman Heryaman. 2003. “Kajian Strategis dalam Dinamika Hubungan
Luar Negeri Indonesia”. Bandung: Centre fo Political and Local Autonomy Studies
FISIP Unpas Bandung.
Sianturi, Wiarta Hendrisman. 2011. “Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme untuk
Menjaga Keutuhan NKRI”. Tugas Akhir Mahasiswa AMIKOM. Tidak diterbitkan.
Suara Media, “Tragedi 9/11 WTC Skenario Goerge W Bush”.
http://www.suaramedia.com/artikel/opini/10529-tragedi-911-wtc-skenario-george-wbush.html, diakses tanggal 14 Maret 2013.
Terrorism, “Define Terrorism”.
http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/ss/DefineTerrorism_4.htm, diakses
tanggal 14 maret 2013.
Konvensi PBB 1937.
dan Ancaman Kawasan Asia Tenggara
Mata Kuliah : Keamanan Internasional
Oleh:
Taufik 12/342657/PSP/04627
Program Pascasarjana Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2013
BAB I
Pendahuluan
.2 Latar Belakang
Isu terorisme semakin mencuat dan terus menjadi perhatian dunia internasional,
bahkan dianggap bahwa saat ini dunia sedang terancam dengan aksi-aksi para ekstrimis dan
fundamentalis agama. Apalagi pasca tragedi 9/11 dan bom Bali I dan II. Seakan di seluruh
dunia terus tidak henti-hentinya menjadi taget serangan para teroris. Meskipun begitu, aksi
tersebut tidak lain adalah mereka yang kecewa dengan ‘sistem’ yang ada saat ini. Selain itu,
bisa kita lihat dari motif-motif mengapa mereka melakukan aksi teror, dimana korbannya
merupakan orang-orang yang ‘tidak berdosa’.
Islam fundamentalis disebut-sebut sebagai pelaku dalam aksi terorisme akhir-akhir
ini, bahkan banyak jaringan Islam fundamentalis yang menjadi target operasi AS dianggap
sebagai jaringan terorisme. Seperti halnya Al-qaidah, pimpinan Osama Bin Laden salah satu
target operasi militer di Afghanistan dan Jamaah Islamiah di Indonesia disebut-sebut juga
sebagai jaringan terorisme Asia Tenggara. Sehingga, mainstream bahwa Islam mengajarkan
kekerasan, membenarkan aksi terorisme dan orang Islam adalah teroris seperti tertanam
kepada orang awam. Namun, apakah betul Islam yang disebut-sebut sebagai ideologi religi
sebagai dalang setiap aksi teror di dunia.
Pasca kejadian 9/11 seakan terus Islam menjadi tranding topic dunia saat itu, bahkan
Presiden Goerge Bush mendeklarasikan untuk melawan terori di seluruh dunia, artinya AS
ingin ikut ‘bertanggung jawab’ untuk memberantas setiap aksi terorisme di dunia. Dan
kemudian beberapa hari setelahnya Bush juga segera mengumumkan bahwa serangan 9/11
tersebut dilakukan oleh Al-Qaidah, pimpinan Osama bin Laden. Maka, tanpa memerlukan
penyelidikan seksama,
dan dengan alasan memburu pimpinan Al-qaidah itu, Bush
memerintahkan penyerbuan ke Afghanistan. Kemudian, Irak diduduki dengan alasan
memiliki senjata pemusnah massal (yang kemudian ternyata tidak terbukti). 1 Sebelumnya,
Bush Senior menuduh Islam juga sebagai teroris, ini bukan tanpa alasan sebab dia
mendapatkan ‘bisikkan’ dari Samuel Philip Hatington, menurutnya bahwa setelah Uni Soviet
(ideologi komunis) runtuh, musuh berikutnya adalah Islam. 2 Pernyataan Hatington tersebut
1 Suara Media, “Tragedi 9/11 WTC Skenario Goerge W Bush”.
http://www.suaramedia.com/artikel/opini/10529-tragedi-911-wtc-skenario-george-w-bush.html, diakses
tanggal 14 Maret 2013.
2 Suara Media, Ibid,.
dimuat dalam artikel berjudul Clash of Civilization (1993). Dan tak heran kelompok dakwah
semakin diawasi pergerakkanya. Dan bagi orang awam terlihat seolah-olah benar bahwa
Islam lah yang melakukan aksi tersebut. Terbukti dengan hampir semua pelaku aksi teror di
Indonesia adalah meraka yang rata-rata adalah alumni Pesantren, yang dianggap sebagai
jihad fii sabilillah. Selanjutnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara pun ikut merasa
bertanggung jawab untuk mengcounter agar terorisme tidak kian meluas dan terus terjadi di
kawasan ASEAN. Berbagai kesepakatan dan deklarasi terus di upayakan demi terciptanya
kawasan aman dan stabil.
.2
Identifikasi Masalah
Seberapa besar gerakan terorisme internasional berpengaruh terhadap keamanan Asia
Tenggara?
.3 Kerangka Pemikiran
.3.1 Arti Terorisme
Terorrisme berasal dari akta teror yaitu segala bentuk tindakan kejahatan dengan cara
kekerasan yang tidak mengindahkan norma-norma kemanusiaan, bermotifkan kejahatan
murni (crime) atau politik dengan tujuan mempengaruhi emosi, perasaan, kemauan,
pandangan, sikap serta tingkah laku pihak lain dengan tujuan agar pihak lain memenuhi
tuntutannya. Sedangkan terorisme merupakan sutu tindakan kejahatan yang ditujukan
langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang
tertentu atau kelompok orang atu masyarakat luas.3
Terorisme menurut Departemen Luar Negeri AS (1988) bahwa “terorisme merupakan
kekerasan yang direncanakan, bermotivasi politik, ditujukan terhadap target-target yag tidak
bersenjata oleh kelompok sempalan atau agen-agen bawah tanah, biasanya bertujuan untuk
mempengaruhi khalayak.”4 Sedangkan menurut Departemen Pertahanan AS (1990)
“Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman
dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau
mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau ideology.”5
Arti terrorisme dari dua Departemen Amerika Aserikat tersebut ditegaskan bahwa aksi teror
merupakan aksi kekerasan yang ditargetkan kepada orang lain dengan tujuan dan motif
3 Konvensi PBB 1937.
4 Sukawarsini Djelantik, 2010. Terorisme: Tinjaun Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan
Nasional. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hal. 21
5 Terrorism, “Define Terrorism”.
http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/ss/DefineTerrorism_4.htm, di akses tanggal 14 maret 2013.
politik. Dan perlu kita garis bawahi bahwa tujuan ideologi juga menjadi perhatian khusus,
sebab tidak dipungkiri masih banyak ideologi-ideologi yang mungkin saja dianggap radikal.
Menurut Konvensi PBB tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan
yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap
orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas. Dengan kata lain terorisme
merupakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk
menciptakan suasana ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau
internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan.6 Terorisme juga bisa berarti ancaman
penggunaan kekerasan, yang bertujuan untuk mencapai perubahan politik, atau juga
merupakan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang (ekstrimis7,
suku bangsa) sebagai jalan terakhir untuk memperoleh keadilan yang tidak dapat dicapai
mereka melalui saluran resmi atau jalur hukum.8
.3.2
Fundamentalis
Aksi terorisme sering dikaitkan dengan Islam sehingga muncul istilah Islam
fundamentalis yang dikenal secara luas dengan arti kebangkitan Islam kontemporer. Kata
Fundamental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ke-2 tahun 1991, berarti
‘bersifat dasar atau pokok atau mendasar’. Kata tersebut berasal dari kata ‘fundamen’ yang
artinya asas, dasar, atau hakikat. Tetapi pada kamus yang sama kata ‘fundamentalis’
diartikannya sebagai “penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang
selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli seperti yang tersurat di dalam kitab
suci.” Sehingga, Islam fundamentalis dapat diartikan sebagai gerakan yang mengajarkan
untuk kembali pada ajaran asli dari agama yang murni, artinya setiap orang mengerjakan
sholat tepat waktu di mesjid, membayar zakat, menjalankan ketentuan agama sesuai ajaran
dianggap sebagai mereka yang menjalankan agama secara fundamental tapi istilah ini
menjadi konotasi negatif karena dianggap Islam Fundamental merupakan ancaman yang
menginginkan pemberantasan ‘kaum kafir’ di muka bumi dan menegakkan syari’at islam.
Padahal, setiap agama juga memiliki sifat fundamental seperti yang dikatakan oleh Keren
Amstron (2001) bahwa setiap agama selalu saja terdapat kelompok fundamentalis, minoritas,
militan, ekstrem dan radikal. Sehingga, ideologi atau keyakinan agama juga kental dengan
pemahaman fundamental atau yang kembali pada asas keyakinan agamanya. Dan ada juga
6 Akhmad Jenggis P, 2012. 10 Isu Global Di Dunia Islam. Yogyakarta: NFP Publishing, hlm. 116-117.
7 Extremism is a quality that is “radical in opinion, especially in political matters. dalam Gus Martin,
2003. ‘undertstanding terrorism: challenges, prespectives, and issues’. California: SAGE Publications. hal. 6.
8 A. M. Hendropriyono, 2009. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta: Kompas, hlm. 2526.
ekstrimis agama atau keyakinan seperti yang terjadi di Myanmar yang dikenal ekstrimis
Buddha, dan lain sebagainya.
1.3.3
Strategi
Untuk memetakan dan mengidentifikasi kasus terorisme yang terjadi di dunia perlu
strategi khusus dari para pemerintah dalam hal ini militer ataupun intelegen. Strategi tersebut
penting untuk mempermudah langkah pemerintah dan lebih kepada antisipasi-antisipasi agar
para teroris tidak melakukan aksinya lebih jauh, yang tidak hanya mengancam bagi warga
negara dan tapi juga bagi kemanan kawasan.
Strategi sendiri merupakan seni atau ilmu untuk berkehendak, sedangkan menurut
Marshl B.D. Sockolovsky bahwa Military strategy “system of theoritical knowledge dealing
with the rules governing war as armed combat for definite class interest.”9 Selanjutnya
dikatakan bahwa stretgy merupakan basis militer untuk melumpuhkan musuh yang
menganggu ketentraman (order). Dan untuk melakukan strategi militer yang baik Marskal
Skolovsky dalam bukunya Military Strategt bahwa operasi militer dalam pelbagai lingkup
strategi, operasi dan taktik.
Dari konsep diatas jelas bahwa pemberantasan terorisme di Asia Tenggara dan di
Indonesia menggunakan strategi khusus.
9 Lihat dalam Ade Priangani dan Oman Heryaman. 2003. “Kajian Strategis dalam Dinamika Hubungan Luar
Negeri Indonesia”. Bandung: Centre fo Political and Local Autonomy Studies FISIP Unpas Bandung. Hal. 10-17.
BAB II
Pembahasan
.1 Terorisme Internasional
Berbagai macam ancaman transnational crime yang tidak ada hentinya, baik berupa
pembajakan kapal seperti yang dilakukan oleh warna negara Somalia, Human trafficking
sampai pada aksi terorisme yang terus mengancam keamanan internasional. Tidak main-main
terorisme pun menjadi perhatian dari negara-negara barat bahkan dari organisasi dunia seperti
PBB pun memberikan perhatian khusus untuk memberantas aksi terorisme. Terorisme
internasional memiliki sifat melakukan aksi di beberapa negara sehingga tidak bisa diatasi
oleh hanya satu negara saja melainkan harus diatasi secara bersama, selain itu juga aksi
teorisme selalu menarik perhatian dunia, dengan publikasi yang luar biasa hebohnya. 10 Inilah
yang menjadikan terorisme sebagai kajian kontemporer dalam Studi Hubungan Internasional.
Jaringan terorisme Asia Tenggara salah satu perhatian dunia, karena berhubungan
dengan tuduhan bahwa ekstrimis dan islam fundamentalis, Indonesia pun tidak luput dari
perhatian yang disinyalir sebagai tempat persebunyian dan pelatihan Al-qaidah. Dan yang
paling di curigai adalah Ust. Abu Bakar Ba’asir Pimpinan Pondok Ngruki, yang dikaitkan
dengan jaringan terorisme internasional terutama kawasan Asia Tenggara. Kejadian aksi
pemboman Bali I dan II, pemboman hotel JW Mariot Jakarta dan Ritz Carlton tahun 2009,
depan kedutaan Filipina, sebagai problematika keamanan nasional Indonesia. Bahkan Jamaah
Islamiah (JI) dianggap organisasi terorisme di Asia Tenggara yang berbasis di Indonesia dan
sangat berbahaya.
Meskipun demikian, semakin banyak aksi teror akhir-akhir ini yang juga bukan di
identikkan sebagai fundamentalis islam atau ekstrimmis. Seperti yang terjadi di Boston,
meledakkan Bom di tengah-tengah penonton lari marathon 15 April 2013 lalu. Namun kita
lihat statement dari pemerintah AS melalui Barack Obama bahwa jangan terburu-buru untuk
menuduh siapa yang melakukan aksi teror. Bahkan Barack Obama cenderung berhati-hati
dalam memberikan tanggapannya sebab mereka juga tidak ingin dituduh oleh negara-negara
di dunia bahwa mereka juga sebagai negara teroris.
Keamanan Asia Tenggara diukur dalam pilar pertama security community dimana ada
tiga cara pengukuran, seperti yang diungkapkan oleh Jhon Garofano (2000): (1) the density of
10 Ade Priangani, 2011. “Terorisme dan Ancaman Global” (ms). Universitas Pasundan Bandung.
inter-ASEAN security and political interaction resulting from multilateral cooperation; (2) a
sense of unity and “we-ness” illustrated in public speeches, statements, official documents,
declarations, meetings, and multilateral cooperation; and (3) the extent to which ASEAN
norms have enhanced cooperation that is measured through changes in policy in a manner
that improves regional cooperation.11 Rasa kebersamaan para pemimpin Asia Tenggara inilah
yang menjadikan upaya untuk menjadikan kawasan yang aman dan stabil terus di tingkatkan
dan diupayakan, termasuk pemberantasan terorisme. Karena jaringan terorisme internasional
menjadikan ancaman tidak hanya ancaman bagi negara tujuan para teroris tapi juga ancama
global saat ini, dan menjadi masalah bersama. Dan aksi teror dilakukan di Asia Tenggara oleh
warga negara Malaysia dan diledakkan di Indonesia memberikan perhatian khusus dan
penting bagi para pemimpin Asia Tenggra. Perhatian khusus untuk memberantas terorisme
tersebut dibuktikan dengan adanya kesepakatan ASEAN dengan Working Group on Counter
Terrorism, dan komitmen ini dilakukan untuk melindungi warga ASEAN dari tindakan
merugikan.
Perkembangan terorisme tidak lepas dari faktor-faktor mengapa aksi teror tersebut
dilakukan. Namun, setidaknya faktor sosial dan psikologis mendorong seseorang untuk ikut
bergabung dan dapat membangkitkan aksi terorisme.12 Pertama, karena adanya penindasan
terhadap kaum minoritas, kelas bawah yang selalu termarginalkan dan di pinggirkan sehingga
mereka mau bergabung dalam kelompok terorisme, Sukawarsini Djelantik, membahas
masalah kemiskinan dalam bukunya berjudul Terorisme: Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media,
Kemiskinan dan Keamnan Internasional secara gamblang, dimana dia menjelaskan bahwa
adanya relevansi dari segi kemiskinan dengan dengan aksi terorisme, dan juga adanya
tekanan ekonomi. Dan dia menganggap bahwa kemiskinan sebagai faktor pendukung
terorisme.13 Artinya secara struktural aksi teror tersebut terjadi adanya kemiskinan yang
mugkin saja yang dianggap sudah tidak bisa dikendalikan lagi, sehingga membuat merak
semakin tertekan.
Kedua, faktor tuntutan perubahan, artinya merek menuntut perubahan yang mendasar
dalam tatan dalam masyarakat. Hal ini, cukup relevan jika kita bandingkan dengan alasan
para teroris yang mengatasnamakan islam. Dimana, mereka menganggap dengan melakukan
aksi teror mereka dapat mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah agar
11 Lihat selengkapnya dalam Andrew Chau, 2008 “Security Community and Southeast Asia: Australia,
the U.S., and ASEAN's Counter-TerrorStrategy”. Asian Survey, Vol. 48, No. 4 (July/August 2008), Hal. 626-649.
12 Ade Priangani, Op. Cit.
13 Sukawarsini Djelantik, Loc. Cit. Hal. 255.
kebijakan yang dikeluarkan tersebut pro terhadap aturan-aturan agama yang berorientasi pada
surgawi. Ketiga, faktor penolakkan, yaitu penolakkan terhadap setiap perkembangan yang
tidak sesuai dengan norma kemanusiaan. Dan terkahir faktor ideologi, yang biasanya tumbuh
pada kaum terdidik yang selama ini bertentangan dengan ideologinya dan menuntut untuk
dirubah.
Tyler Cown14 menjelaskan ada empat alasan untuk menjadikan ideologi sebagai fokus
para teroris, pertama penyebaran nilai-nilai ideologi; kedua penyebaran ideologi tersebut
mungkin saja dapat meningkatkan kontrol mereka atas sumber daya material, terutama dalam
penggalangan dana; ketiga, memegang atau membuat ideologi yang kuat, mungkin untuk
menyatukan kekuatan politik; keempat, untuk mempermudah aksi terorisme selanjutnya.
Dapat kita bayangkan bahwa ketika ideologi dalam terorisme ini terus tumbuh, tentu saja
akan terus berkembang dan menjadikan ancaman tidak hanya nasional tapi juga internasional,
sebab adanya penggemblengan atau latihan khusus sebelum melakukan aksi. Serta pemberian
motivasi di camp-camp latihan. Dengan berbagai motivasi yang didapat dari camp tersebut,
teroris akan terus menghalalkan segala cara untuk melancarkan aksinya, meskipun dengan
menggunakan cara bom bunuh diri.
Terorisme Internasional juga dapat berkembang melalui bantuan pihak ketiga, baik
pemerintahan yang resmi atau organisasis-organisasi non pemerintah. Bantuan ini bisa berupa
pendanaan, latihan, senjata konvensional atau bahkan dengan bantuan propaganda, dimana
pihak ketiga ini memberikan isu-isu melalui organisasi yang terselubung. Selain itu, bisa juga
dengan cara memberika informasi palsu atau profokatif.15
.2 Terorisme Sebagai Ancaman Kawasan Asia Tenggara
Pasca terjadinya 9/11 seakan percaturan politik internasional terus meningkatkan
ancaman non tradsional, dimana eksisitensi AS dalam memberantas terorisme tidak mainmain. Pernyataan Bush junior pasca runtuhny gedung WTC ‘either you are with us or you are
with the terrorism’ merupakan statement yang menandakan bahwa hegemoni AS akan terus
tetap ada dalam memberantas teroisme. Bahkan, dengan statement tersebut seakan dunia
terbagi menjadi dua blok yaitu blok AS dan blok terorisme, dimana jika suatu negara tidak
beraliansi dengan AS bararti negara tersebut beraliansi dengan terorisme. Dan ini menjadikan
dilema bagi negara-negara yang memang membenci AS.
14 Tyler Cown, Jul. 2006. Terrorism as Threather: Anlysis and Policy implications, Public Choice, Vol.
128, No. 1/2, The Political Economy of Terrorism, Hal.233-244.
15 Hasanan Habib (1997) dalam Ade Priangani. Loc.Cit.
Permasalahan terorisme merupakan masalah bersama dan ancaman bagi seluruh
negara-negara di dunia, sehingga tidak dapat diselesaiakan oleh satu negara saja. Untuk
menghilangkan terorisme juga bisa dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk dengan
mencari akar permasalahan mengapa individu atau kelompok tertentu melakukan aksi teror,
dan memberikan sanksi yang tegas bagi para pelaku teror dengan adil. Aksi teror yang terjadi
saat ini tidak lagi hanya melibatkan satu negara seperti apa yang terjadi dengan pemberontak
Irlandia kemudian disebut IRA, tapi saat ini telah menjadi lintas batas. Seperti halnya di Asia
Tenggara yang berkaitan satu sama lain. Di Asia Tenggara sendiri yang disinyalir menjadi
jaringan terorisme internasional adalah Jamaah Islamiah yang memilik Homa Base di
Malaysia dan melancarkan aksinya tidak hanya di Indonesia tapi juga di Filipina. Teroris
selama ini banyak dikenal sebagai warga negara Malaysia, seperti Azhari dan Noordin M.
Top. Selain itu, 2012 silam Filipina pernah menembak mati terduga teroris Malaysia di Kota
Davao, Mindano. Dan saat ini terduga yakni ust. Abu Bakar Ba’syir pernah lari ke Malaysia
dan mengembahngkan jaringan JI di sana serta ust. Abd Sungkar yang ditembak mati di
Madiun pernah menetap di Filipina Selatan.
Di Filipina saat pemerintahan presiden Gloria Macapagal Arroyo menjadikan
perhatian khusus pada zona-zona berbahaya akan terjadnya rekruitment dan pelatihan para
teroris seperti di kepulauan Sulu, Mindanao dan berbagai tempat lainnya. Dan Indonesia
sendiri dengan membentuk Densus 88 anti teror sebagai bentuk antisipasi dan pemberantasan
terorisme.
Masalah keamanan di Asia Tenggara tidak hanya terbatas pada terorisme saja, masih
ada berbagai masalah lain yang harus di berantas di kawasan ini. Kebijakan AS untuk
memberantas terorisme di Asia Tenggara menjadikan permasalahan di Asia Tenggara semakin
rumit, karena masih banyak masalah yang belum diselesaikan baik tradisional maupun non
tradisional. Di sisi lain, Indonesia sangat dilema karena Indonesia melindungi hak warganya
yang mayoritas muslim tapi juga harus dihadapkan dengan stigma bahwa teroris adalah
Islam. Karena, pasca kejadian 9/11, Islam disebut-sebut sebagai ideologi yang berbahaya.
Dan isu terorisme semakin besar di Asia Tenggara dimana AS memperkuat hubunganya
dengan negara-negara di kawasan ini guna melawan aksi terorisme.16
Dengan berbagai ancaman terorisme di kawasan, para pemimpin ASEAN
berkomitmen untuk memberantas terorisme dan terus saling memberikan informasi satu sama
16 Cotton, James. 2003. “Southeast Asia After 11 September”, dalam Terrorism and Political Violence
Vol.15, No.2, London : Routledge, hal. 148-168.
lain. Agar meminimalisir aksi-aksi terorisme. Termasuk tiga negara yang sering dikaitkan
dengan terorisme di kawasan yaitu Malaysia, Filipina dan Indonesia yang pada akhirnya di
bulan Mei 2002, mendirikan Southeast Asian Trilateral Counter-terrorism. Bahkan Malaysia
dan Singapura juga terus berupaya membongkar jaringan Jamaah Islamiah di negara mereka.
ASEAN yang merupakan organisasi regional di Asia Tenggara, memang semakin
tertekan ketika terjadi Bom Bali meskipun pasca kejadi 9/11 ASEAN langsung melakukan
Declaration on Joint Action to Counter-Terrorism sebagai pondasi dalam pengambilan
kebijakan untuk mengcounter terorisme. Selain itu, pasca terjadinya Bom Bali 2002 juga
menjadi perhatian yang mengancam eksistensi ASEAN sebagai organisasi kawasan yang
besar, sehingga selain beberapa Deklarasi yang dilakukan mengenai terorisme, ASEAN juga
memiliki regional counter-terrorism center di Kuala Lumpur dengan nama Southeast Asia
Regional Center for Counter- Terrorism (SEARCCT), yang telah dibuka sejak 2003 silam.17
.3 Model Pendekatan dan Strategi Indonesia dalam Pemberantasan Terorisme
Peristiwa WTC pada 11 september 2001 silam tidak hanya memukul Amerika Serikat
tapi juga bagi Indonesia, sebab Indonesia dianggap sebagai sarang teroris dimana salah satu
pimpinan Jamaah Islamiah berada di Indonesia. Pasca peristiwa 9/11 pemerintah di seluruh
dunia ikut memberikan dukungannya untuk memberantas terorisme tak terkecuali bagi
Indonesia. Indonesia ikut aktif memberantas terorisme baik regional, bilateral maupun level
yang lebih tinggi. Di level Internasional sendiri Indonesia ikut sebagai anggota Counter
Terrorism Committee (CTC). Indonesia sendiri dianggap terlalu ditekan oleh AS untuk
memberantas terorisme tapi Indonesia mulai serius menangani setalah ada kejadian Bom Bali
I, dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1
Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Perpu No. 2 Tahun 2002
Tentang Pemberlakuan Perpu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002.18
Penanggulangan terorisme di Indonesia saat ini ditangani oleh Densus 88 yang
merupakan hasil bentukan kerjasama Indonesia dan Amerika Serikat, dan seakan menjadikan
mainstream masyarkat bahwa masih banyak teroris di Indoensia yang harus dicari
keberadaannya. Pemerintah juga bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada
warga negaranya. Namun, penangkapan terduga teroris dengan melumpuhkan mereka,
17 Andrew Chau, Loc. Cit.
18 Wiarta Hendrisman Sianturi. 2011. “Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme untuk Menjaga
Keutuhan NKRI”. Tugas Akhir Mahasiswa AMIKOM. Tidak diterbitkan.
merupakan cara pemerintah untuk memberikan perhatian kepada masyarakat bahwa
pemerintah mampu memberikan perlindungan dan rasa aman kepada warganya, dan
memberikan detterence kepada teroris-teroris lainnya untuk tidak melakukan aksinya lagi.
Yang menjadi permasalahan adalah cara yang dilakukan oleh Polisi dan Densus 88
dalam menangkap dan melumpuhkan, karena cenderung tidak memiliki rasa kemanusia.
Masih teringat dengan ditembaka matinya terduga teroris di Solo 2012. Atau April 2013 yang
baru-baru ini dengan mengepung rumah terduga teroris, seakan mendramatisir penagkapan
tersebut. Padahal, polisi atau Densus 88 bisa saja melakukan pengasapan atau cara-cara lain
yang bisa membuat mereka keluar tanpa harus menembak mati. Karena terduga teroris ini
seharusnya ditangkap hidup-hidup guna keperluan penyelidikan dan pengembangan kasus.
Model dan Pendekatan yang dilakukan pemerintah untuk mengidentifikasi terorisme
dilakukan dengan berbagai cara pertama, cara mendapatkan informasi; pemerintah berupaya
untuk mencari informasi dengan menempatkan informan diberbagai simbol-simbol organsiasi
atau kelompok masa yang diminati oleh para teroris. Para informan yang ditempatkan
tersebut haruslah orang yang betul-betul jeli dan pandai memberikan informasi sesuai
kebutuhan intelegen. Contohnya dengan memasuki organisasi yang berlatarbelakang
ideologi-ideologi yang diminati oleh para teroris. Sementara ideologi yang sering diminati di
Indonesia adalah sayap-kanan (Islamis) atau simbol-simbol keagamaan lain dan sayap-kiri
(Komunis) seperti Partai Rakyat Demokratik/PARADE tahun 1996.
Kedua, pemetaan posisi terorisme di Indonesia; setelah mendapatkan informasi yang valid
dari para informan maka pemerintah melakukan pemetaan dengan cara menggambarkan
wilayah-wilayah mana saja yang terdapat terorisme dan jaringannya sehingga akan diberikan
perhatian lebih khusus dan mendalam. Hal ini bisa berupa memasukan lebih informan sesuai
pemetaan yang telah dilakukan. Dan terakhir, tindakan antisipasi, pengusiran dan pembinaan
dan penyelamatan warga negara indonesia dari pengaruh terorisme; tindakan ini adalah
tindakan akhir, yang sebelumnya bisa melemparkan propaganda dan isu atau pengumuman
bahwa keberadaan para teroris telah diketahui keberadaannya, dan ini merupakan bentuk
deterrence aga tidak melakukan aksinya, meskipun tidak semua informasi telah diketahui
secara mendetail. Tindakan lain yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan cara
pembinaan bagi para teroris yang telah diidentifikasi dan tertangkap.
BAB III
Kesimpulan
Terorisme merupakan kejadian luar biasa yang terjadi, dan menjadi perhatian khusus
para penstudi Hubungan Internasional. Isu terorisme merupakan isu non tradisional yang
tidak dapat diselesaikan oleh satu negara saja, melainkan oleh seluruh negara di dunia.
Meskipun sejarah panjang terorisme telah ada sejak dulu, tapi terorsime menajadi semakin
menarik pasca kejadian runtuhnya menara kembar WTC di Amerika Serikat 9 September
2001 silam. Saat itu, AS mulai mendeklarasikan untuk memberantas terorisme di seluruh
dunia. Akibat dari deklarasi tersebut banyak negara yang juga ikut berkomitmen untuk
memberantas terorisme, termasuk Indonesia. Dan Indonesia semakin memberikan perhatian
dalam penanggulangan dan pemberantasan terorisme setelah peristiwa Bom Bali I, dengan
mengeluarkan perpu tentang pemberantasan terorisme. Indonesia juga ikut aktif baik
regional, bilateral, multilateral ataupun tingkat internasional.
Keamanan kawasan Asia Tenggara semakin dipertaruhkan, sebab masih banyak
pekerjaan rumah negara-negara Asia Tenggara yang belum terselesaikan. Dengan adanya isu
baru, para pemimpin ASEAN pun ikut berkomitmen untuk memberantas terorisme. Apalagi,
jaringan terbesar yaitu Jamaah Islamiah berada di Malaysia, Indonesia, Filipina dan
Singapura. Yang kesemuanya memiliki keterkaitan satu sama lain, termasuk MILF di Filipina
Selatan. Disisi lain, berbaga kesepakatan oleh para pemimpin ASEAN, untuk memberantas
terorisme, seperti Decelaration on Joint Action to Counter Terrorism.
Di Indonesia sendiri berbagai upaya untuk memberantas terorisme Penanggulan
terorisme termasuk model pendekatan dan strategi yang dilakukan. Sebab strategi khusus
yang dilakukan oleh pemerintah sangat menentukan untuk melindungi warga negaranya dari
berbagai ancaman yang dilakukan oleh para teroris. Namun, yang perlu diperhatikan adalah
yang terjadi di Indoneasia pun harus diatasi dengan baik dan cermat, sebab jika penanggulan
teroris dilakukan dengan semena-mena, akan berakibat pada image negatif bagi Densus 88
dan kepolisian sendiri bahkan pemerintah secara keseluruhan.
Daftar Pustaka
Chau, Andre. 2008. “Security Community and Southeast Asia: Australia, the U.S., and
ASEAN's Counter-TerrorStrategy”. Asian Survey, Vol. 48, No. 4 (July/August 2008).
Cotton, James. 2003. “Southeast Asia After 11 September”, dalam Terrorism and Political
Violence Vol.15, No.2, London : Routledge.
Cown, Tyler. Jul. 2006. “Terrorism as Threather: Anlysis and Policy implications, Public
Choice”, Vol. 128, No. 1/2, The Political Economy of Terrorism.
Djelantik, Sukawarsini. 2010. “Terorisme: Tinjaun Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan,
dan Keamanan Nasional”. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Hendropriyono, A. M. 2009. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta:
Kompas.
Jenggis P, Akhmad. 2012. “10 Isu Global Di Dunia Islam”. Yogyakarta: NFP Publishing.
Martin, Gus. 2003. “Undertstanding Terrorism: Challenges, Prespectives, And Issues”.
California: SAGE Publications.
Priangani, Ade. 2011. “Terorisme dan Ancaman Global” (ms). Universitas Pasundan
Bandung.
Priangani, Ade dan Oman Heryaman. 2003. “Kajian Strategis dalam Dinamika Hubungan
Luar Negeri Indonesia”. Bandung: Centre fo Political and Local Autonomy Studies
FISIP Unpas Bandung.
Sianturi, Wiarta Hendrisman. 2011. “Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme untuk
Menjaga Keutuhan NKRI”. Tugas Akhir Mahasiswa AMIKOM. Tidak diterbitkan.
Suara Media, “Tragedi 9/11 WTC Skenario Goerge W Bush”.
http://www.suaramedia.com/artikel/opini/10529-tragedi-911-wtc-skenario-george-wbush.html, diakses tanggal 14 Maret 2013.
Terrorism, “Define Terrorism”.
http://terrorism.about.com/od/whatisterroris1/ss/DefineTerrorism_4.htm, diakses
tanggal 14 maret 2013.
Konvensi PBB 1937.