PENENTUAN CELAH OPTIK DAN KONSENTRASI H PADA LAPISAN-i a-Si:H YANG DIDEPOSISI DALAM P E C W GANlDA

LAPORAN PENELITIAN

PENENTUAN CELAH OPTIK DAN KONSENTRASI H
PADA LAPISAN-i a-Si:H YANG DIDEPOSISI
DALAM P E C W GANlDA

Dra. Syakbaniah, M.Si
(Ketua Tim Peneliti)

Penelitian ini dibiayai oleh :
Dana Rutin Universitas Negeri Padang
Tahun Anggaran 2000
Surat perjanjian kerja Nomor : 14981K 12/KU/Rutin/2000
Tanggal 1 Mei 2000

UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2000

ABSTRAK

Sampel berupa film tipis lapisan-i a-Si:H (lapisan intrinsik) difabrikasi

dengan parameter tertentu dalam reaktor PECVD (Plasma Enhanced Chemical
Vapo~irDeposition) ganda yang berada di laboratorium Fisika Material Elektronik
Jurusan Fisika ITB Bandung.

Setelah sampel di fabrikasi lalu dilakukan

pengukuran UV-Vis, untuk menentukan energi E(h9 dan koefisien absorpsi a.
Dari pengukuran

dengan Dektak II untuk sampel 1, 2 dan sampel 3

diperoleh tebal berturut-turut : 7.032 A' , 7.049 A' dan 4.783 A", dan setelah
dihitung energi E@V) dan koefisien absorpsi a lalu dengan menggunakan metode
Tazic-Plot, didapat harga celah optik untuk masing-masing sampel berturut-turut:
1,77 eV, 1,67 eV dan 1,75 eV. Bila dibandingkan hasil yang diperoleh melalui
penelitian ini, celah optik untuk ketiga sampel harganya berada di dalam rentang
daerah celah optik hasil pengukuran peneliti terdahulu (Takahashi dan Konagai,
1986 ; Kanicki, 1992). Selanjutnya dari hasil perhitungan konsentrai hidrogen,
sampel 1, CII= 16% dan sampel 3, CII = 14,67 % sudah dapat dikatakan baik
karena mempunyai harga sekitar 15% (Takahashi dan Konagai,


1986,

Kanicki, 1992). Sedangkan untuk sampel 1, CI-I= 9,33 % masih dapat dikatakan
baik karena harganya terletak didaerah harga konsentrasi yang diperoleh
Takahashi dan Konagai (1986) antara 8 - 15 %, dan Street (1991) antara 8 - 40%.
Dari ketiga sampel tersebut diperoleh hubungan yang linier antara harga celah
optik dengan konsentrasi hidrogen, sehingga dapat dikatakan bahwa sampel hasil
deposisi dalam reaktor PECVD ganda dengan parameter yang digunakan sudah
dapat dikatakan baik.

PENGANTAR
Kegiatan penelitian merupakan bagian dari darrna perguruan tinggi, di samping
pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat. Kegiatan penelitian ini hams
dilaksanakan oleh Universitas Negeri Padang yang dikerjakan oleh staf akademikanya
ataupun tenaga fungsional lainnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, melalui
peningkatan mutu staf akademik, baik sebagai dosen maupun peneliti.
Kegiatan penelitian mendukung pengembangan ilmu serta terapannya. Dalam ha1
ini, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang berusaha mendorong dosen untuk
melakukan penelitian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan mengajamya,

baik yang secara langsung dibiayai oleh dana Universitas Negeri Padang maupun dana dari
sumber lain yang relevan atau beke rja sama dengan instansi terkait. Oleh karena itu,
peningkatan mutu tenaga akademik peneliti dan hasil penelitiannya dilakukan sesuai
dengan tingkatan serta kewenangan akademik peneliti.
Kami menyarnbut gembira usaha yang dilakukan peneliti untuk menjawab berbagai
permasalahan pendidikan, baik yang bersifat interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi
praktek kependidikan, penguasaan materi bidang studi, ataupun proses pengajaran dalam
kelas yang salah satunya muncul dalarn kajian.ini. Hasil penelitian seperti ini jelas
menarnbah wawasan dan pemahaman kita tentang proses pendidikan. Walaupun hasil
penelitian ini munglun masih menunjukkan beberapa kelemahan, narnun karni yakin
hasilnya dapat dipakai sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan pada
umumnya. Kami mengharapkan di masa yang akan datang semakin banyak penelitian
yang hasilnya dapat langsung diterapkan dalam peningkatan dan pengembangan teori dan
praktek kependidikan.

Hasil penelitian ini telah ditelaah oleh tim pereviu usul dan laporan penelitian
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang, yang dilakukan secara "blind reviewing'.
Kemudian untuk tujuan diseminasi, hasil penelitian ini telah diseminarkan yang melibatkan
dosedtenaga peneliti Universitas Negeri ~ a d a n gsesuai dengan fakultas peneliti. Mudahmudahan penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pada umumnya, dan
peningkatan mutu staf akademik Universitas Negeri Padang.

Pada kesempatan ini karni ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang membantu terlaksananya penelitian ini, terutarna kepada pimpinan lembaga terkait
yang menjadi objek penelitian, responden yang menjadi sampel penelitian, tim pereviu
Lembaga Pen~litiandan dosen senior pada setiap fakultas di lingkungan Universitas
Negeri Padang yang menjadi pembahas utarna dalam seminar penelitian. Secara khusus
kami menyarnpaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Negeri Padang yang telah
berkenan memberi bantuan pendanaan bagi penelitian ini. Kami yakin tanpa dedikasi dan
kejasarna yang terjalin selama ini, penelitian ini tidak akan dapat diselesaikan
sebagaimana yang diharapkan dan semoga kerjasarna yang baik ini akan menjadi lebih
baik lagi di masa yang akan datang.
Terima kasih.
ang, Desember 2000
tua Lembaga Penelitian
versitas Negeri Padang,

Drs. Kumaidi, MA., Ph.D.

DAFTAR IS1

Halaman

ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

i

PENGANTAR .....................................................................

ii

...

DAFTAR IS1 ....................................................................... ill
BAB I PENDAHULUAN ........................................................

BAB I1

1

1.1. Latar Belakang Masalah ...........................................

1


1.2. Pembatasan Masalah ...............................................

3

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................

3

1.4. Kegunaan Penelitian .................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ................................................

5

2.1. Struktur Atom Silikon ................................................ 5
2.2. Silikon Amorf Terhidrogenasi ...................................... 6
2.3. Celah Pita Optik ......................................................


9

2.4. Spektrum Absorpsi UV-Vis .......................................

15

2.5. Konsentrasi Hidrogen .............................................

15

2.6. Mekanisme Deposisi Lapisan Tipis a-Si:H . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

17

BAB 111 METODE PENELITIAN

BABIV

BAB V


19

............................................

3.1. Penyiapan Sampel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

..

19

3.2. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data .......

..

22

HASILDANPEMBAHASAN ..................

23


4.1. Hasil Pengukuran ..................................................

23

4.2. Pembahasan ........................................................

29

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................

34

5.1. Kesimpulan ..........................................................

34

5.2. Saran .................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA ................................................................36
LAMPIRAN ...................


.................................

37

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Disadari dengan menipisnya persediaan sumber energi konvensional di
bumi sebagai energi listrik, orang berusaha beralih ke energi radiasi matahari
sebagai sumber energi alternatif. Radiasi matahari sebagai salah satu sumber
energi, ketersediaannya melimpah, tidak akan pernah habis dan berlangsung
sepanjang masa.
Dengan adanya energi radiasi matahari sebagai sumber energi alternatif
ini, maka para ilmuwan berupaya mengembangkan penelitian mengenai
konversi energi matahari menjadi energi listrik yang dikenal sebagai konversi
fotovoltaik. Salah satu alat yang berfungsi untuk mengubah energi matahari
menjadi energi listrik secara langsung disebut sel surya (solar cell) dalam
bentuk padat. Keunggulan sel surya sebagai sumber energi listrik adalah

bahwa ia dapat di bangkitkan dimana saja, tidak memerlukan jaringan
distribusi dan lagi pula penggunaannya tidak menimbulkan

polusi

lingkungan.
Pada saat ini secara konvensional pembuatan sel surya banyak
digunakan silikon amorf terhidrogenasi (a-Si:H). Walaupun sel surya dari
material silikon amorf ini mempunyai efisiensi konversi rendah (13,2 %)
dibandingkan bahan silikon kristal (24 % untuk skala laboratorium), tapi sel
surya silikon amorf ini biaya produksinya lebih murah dibanding material
silikon kristal (Konagai M, 1997)

Sel surya silikon amorf mempunyai prospek yang lebih baik
dibandingkan silikon kristal karena: (1) celah optik (optical bandgap) lebih
lebar; (2) dalam proses pembuatannya daya yang dibutuhkan relatif kecil dan
temperatur deposisi rendah; (3) dapat dibuat dalam ukuran yang lebih luas
karena silikon amorf ini dapat dideposisi diatas substrat gelas, metal dan
substrat insulator (seperti polimer keramik); (4) koefisien absorpsi lebih
besar.
Untuk meningkatkan efisiensi sel surya, orang selalu berusaha
mengembangkan penelitian agar tercapai kualitas yang baik. Ada beberapa
kriteria untuk menentukan kualitas sel surya, diantaranya : (a) celah optik; (b)
rapat keadaan terlokalisasi ; (c) konduktivitas; (d) absorpsi infra-merah dan
(e) luminisense (Takahashi dan Konagai, 1986). Selanjutnya karena pada aSi:H terdapat hidrogen, dan terdapat hubungan yang linier antara celah optik
dengan konsentrasi H (hidrogen), maka dengan demikian secara tidak
langsung konsentrasi H juga ikut menentukan kualitas sel surya
Pada umumnya sel surya silikon amorf berupa divais dengan struktur
p-i-n atau n-i-p. Srruktur p-i-n atau n-i-p tersebut terdiri dari gabungan
lapisan-p, lapisan-i dan lapisan-n atau sebaliknya. Lapisan-p, lapian-i dan
lapisan-n sering juga disebut dengan istilah tipe-p, tipe-i dan tipe-n. Untuk
mengetahui kualitas sel surya maka orang mengadakan penelitian untuk
masing-masing

lapisan tersebut. Mengingat lapisan-i pada sel surya

merupakan lapisan aktif, dimana koefisien absorpsi yang tinggi dan
konsentrasi H tertentu diperlukan pada lapisan ini serta mengingat pentingnya

mcngctahui kr-itcria untuk rnenentukan kualitas sel surya agar tercapai
efisiensi yang tinggi, dan juga rnengingat pentingnya menjalin kerjasama
dengan Jurusan Fisika ITB Bandung sebagai kerjasama antar perguruan tinggi
di Indonesia, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian untuk menentukan
lebar celah optik dan konsentrasi H pada lapisan-i a-Si:H yang dideposisi
dengan parameter tertentu dalam reaktor PECVD (Ylasnia Enhanced
Chemical Vnyorrr Deposiiiorl) ganda.

1.2. Pembatasan dan Perumrlsan Masalah

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa kualitas sel surya ditentukan oleh
beberapa kriteria, tapi pada penelitian ini dibatasi hanya pada penentuan celah
optik dan konsentrasi hidrogen. Penentuan lebar celah optik dengan metoda
Tauc-plot dan menentukan konsentrasi hidrogen dibatasi hanya pada lapisan
intrinsik film tipis silikon amorf terhidrogenasi (lapisan-i a-Si:H). Film tipis
ini difabrikasi dengan parameter deposisi tertentu dalam reaktor PECVD
ganda yang dilakukan di laboratorium Fisika Material Elektronik Jurusan
Fisika ITB. Berapa besar konsentrasi hidrogen (H) pada lapisan-i a-Si:H yang
dideposisi dengan parameter tertentu juga akan dibahas dalam penelitian ini.
1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar celah optik
serta konsentrasi H pada lapisan-i a-Si:H yang dideposisi dengan parameter
deposisi tertentu dalam reaktor PECVD ganda.

1.4. Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui besarnya celah optik serta konsentrasi H pada
lapisan-i a-Si:H dapat diketahui apakah hasil deposisi dengan parameter
deposisi tertentu dalam PECVD ganda mempunyai kualitas baik yang
akhirnya nanti akan dapat meningkatkan efisiensi sel surya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. S t r ~ ~ k t Atom
r ~ r Silikon

Silikon

(Si) termasuk unsur golongan IV dalam sistem berkala

merupakan bahan semikonduktor. Berdasarkan struktur atomnya, silikon
dapat berstruktur kristal atau berstruktur amorf. Kedua struktur ini memiliki
jenis ikatan kovalen, yaitu ikatan yang terjadi karena pembentukan pasangan
elektron dengan spin anti paralel. Ikatan kovalen ini dinamakan ikatan
bersama.
Silikon kristal mempunyai struktur intan (diamond),dimana satu atom
Si dikelilingi oleh empat buah atom Si dalam bentuk tetrahedral dan
mempunyai ikatan kovalen serta susunan atom yang teratur dan simetris.
Sedangkan silikon amorf mempunyai susunan yang tidak beraturan, sehingga
disebut bahan bukan kristal atau nonkristalin (Gambar 2.1) karena silikon
amorf tidak mempunyai perioditas atom atau sifat simetrik atomik (Takahashi
dan Konagai, 1986). Pada dasarnya silikon amorf juga mempunyai suatu
keteraturan, tetapi keteraturannya berjangkauan pendek.

(a) Silikon kristal

(b) Silikon amorf

Gambar 2.1. Struktur atom silikon

Silikon Amorf Terhidrogenasi
Pada silikon kristal, atom Si di pusat dihubungkan secara tetrahedral
dengan empat atom Si terdekat membentuk delapan hibrida orbital sp3 yang
terpisah menjadi empat orbital ikatan dan empat orbital bebas. Keadaan
berikatan membentuk pita valensi, sedangkan keadaan bebas membentuk pita
konduksi. Banyaknya ikatan Si yang terjadi menyebabkan adanya interaksi
antara elektron-elektron atau ion-ion yang berdekatan sehingga ikatan energi
melebar. Elektron-elektron terluar Si berpasangan

rnembentuk ikatan

kovalen, sehingga pita valensi akan terisi penuh oleh elektron-elektron dan
pada keadaan ini pita konduksi kosong.
Berbeda dengan silikon kristal, pada silikon amorf atom Si di pusat
dikelilingi tiga atom tetangga terdekat, elektron keempat pada pusat atom
menempati orbit anti ikatan dan menghasilkan ikatan bebas (dangling bond).
Pada silikon amorf terdapat banyak ikatan bebas (dangling bond) yang
mengakibatkan timbulnya cacat pita (defect level). Cacat pita biasanya terjadi
dengan energi sekitar 1 eV di bawah tepi pita konduksi, yang merupakan
pusat aksi rekombinasi (recombination center) dari pembawa foto
(photogenerated carrier).
Bila ikatan bebas (dangling bond) pada silikon amorf diisi oleh atom H
(atom hidrogen), maka silikon amorf ini disebut dengan silikon amorf
terhidrogenasi (a-Si:H). Struktur silikon amorf ini seperti diperlihatkan pada
Gambar 2.2 (Sukirno, 1995).

(a) a-Si tanpa hidrogen

(b) a-Si:H

Gambar 2.2. Struktur silikon amorf (a-Si)
Adanya perbedaan jenis ikatan pada bahan

silikon kristal (dimana

energi ikat Si-Si sebesar 2,2 eV) dan silikon amorf terhidrogenasi (dengan
energi ikat 3,4 eV), menyebabkan terjadinya perbedaan celah energi (energy
gap), yaitu jarak antara pita valensi dan pita konduksi pada kedua bahan
tersebut. Lebar celah energi pada silikon kristal sebesar 1,l eV, sedangkan
untuk a-Si:H sebesar 1,7 eV (Takahashi dan Konagai, 1986), seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.3.
pita konduksi

-=f
pita terlarang
i y l C v

(a) Silikon kristal

F117y:'-.--pita konduksi

keadaan
terlokalisasi

- -

(b) Silikon amorf terllidrogenasi

Gambar 2.3. Celah enegri pada bahan silikon kristal dan a-Si:H
Dengan adanya danglirig bond pada silikon amorf juga

akan

menyebabkan timbulnya keadaan terlokalisasi (localized state, yaitu :

keadaan dimana elektronnya tidak dapat bergerak bebas) yang berada diantara
pita konduksi dan pita valensi. Bila dangling bond pada silikon amorf yang
diisi oleh atom H, mengakibatkan

jumlah keadaan terlokalisasi atau

keadaan yang ada pada pita terlarang akan menumn (Gambar 2.4)
\

Gambar 2.4. Efek penambahan H pada a-Si.
Pada umumnya ada tiga ciri penting dari struktur semi konduktor amorf
yaitu: (a) shorf range order (seperti bahan kristal); (b) long range disorder dan
(c) cacat koordinat. Dengan adanya ketiga ciri tersebut struktur elektronik
bahan amorf berbeda dengan bahan kristal, dimana pada ujung-ujung pita
energi terdapat ekor pita yang masuk pada daerah celah energi dan pada bagian
dalam celah energi terdapat keadaan terlokalisasi, seperti pada Gambar 2.3.
Ujung-ujung pita energi mempunyai peranan yang penting meskipun
konsentrasinya relatif kecil, karena transport elektronik tejadi pada ujungujung pita ini. Karena tersedianya keadaan-keadaan elektronik (Elektronik
State) dekat tepi pita yang disebut keadaan ekor (fail state) yang dapat

bertransisi optik menyebabkan koefisien absorpsi silikon amorf lebih besar
dibandingkan silikon kristal.
2.3. Celah Optik a-Si:H

Kualitas devais sel surya p-i-n a-Si:H terutama ditentukan oleh kualitas
lapisan-i. dimana lapisan ini merupakan lapisan aktif, karena pada lapisan ini
terjadi pembangkitan pembawa muatan. Bila cahaya dijatuhkan pada suatu
semikonduktor, maka energi foton hv yatlg diabsorpsi akan menyebabkan
terjadinya pasangan elektron-hole dimana akan terjadi transisi intrinsik
(infrii~sic frailsition) dan transisi eksrinsik (extrinsic transition} seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.5 (Sze, 1985).

Optical absorption for (a) h

11

:

- . .----

( b )h

--

.

I,

-

> I ; , and ( c )h r <
.

.____.a_

..._

Gambar 2.5. Proses absorpsi optik pada a-Si
Dari Gambar 2.5 di atas dapat dilihat bahwa pada transisi intrinsik,
kemungkinan perlama : (a) jika energi foton sama dengan energi celah, maka

hv

=

Lg.Kemungkinan kedrta . (b) jika h v lebih besar dari energi celah Eg,

maka akan terjadi generasi pasangan elekton dan hole, tambahan energi sebesar

(h v - Eg)yang akan berubah menjadi energi panas. Pada transisi ekstrinsik, (c)
jika h v lebih kecil Egfoton akan diserap jika pada daerah celah energi terdapat
keadaan terlokalisasi. Sebagai ilustrasi, bila sebuah elektron pada ujung pita
konduksi bergabung dengan sebuah hole pada ujung pita valensi akan terjadi
emisi foton dengan energi (selanjutnya energi ini disebut energi optik atau
celah optik, disingkat Eqt ) yang sama dengan energi celah. Atau dengan kata
lain besarnya energi yang diabsorpsi adalah selisih antara energi tertinggi yang
dicapai pada pita konduksi dengan energi terendah pada pita valensi.
Probabilitas absorpsi tergantung pada kerapatan elektron pada tingkat
energi pada pita konduksi dan pita valensi serta tingkat energi cahaya yang
datang, seperti yang didapatkan oleh Sze (1986) bahwa koefisien absorpsi a
merupakan hngsi dari h v , begitu juga Street (1991) menemukan melalui
penelitiannya bahwa terdapat hubungan antara koefisien absorpsi dengan
energi foton yang diemisikan.
Ada beberapa metoda untuk menentukan celah optik pada semikonduktor
amorf, tetapi masalah penentuan celah optik pada semikonduktor amorf ini
masih merupakan masalah yang hangat diperdebatkan. Cara yang biasa
digunakan untuk menentukan celah optik adalah dengan mengekstrapolasi
bagian linier dari hngsilgrafik yang diplot antara koefisien absorpsi a dengan
energi foton h v untuk a

=

0. Mengenai fungsi mana yang akan digunakan

tergantung pada metoda yang dipilih dimana fungsi yang digunakan untuk
menentukan celah optik ini berbeda untuk tiap metoda yang akan digunakan.

Tauc Grigorovici d a t ~Vancu yang dikutip Street (1991) dan Trijssenaar
(1995) menentukan celah optik dengan ektrapolasi dari rapat keadaan (den.rity
of state, DOS). Diasumsikan bahwa rapat keadaan (DOS) pada sisi pita valensi

dan pita konduksi sebagai berikut:

jika E

E,

jika E 2 E,
dimana: N(E) adalah distribusi rapat keadaan.

E , Ec adalah energi valensi dan konduksi pada sisi mobilitas
NP;~,
N E adalah
~
rapat keadaan pada sisi mobilitas

Ea,fib adalah energi valensi dan konduksi terektrapolasi
p,q adalah konstanta yang menunjukkan hubungan energi dengan
rapat keadaan.
Celah optik sekarang didefinisikan sebagai beda antara Ea dan

Eh

dan

konstanta p,q digunakan untuk menunjukkan hubungan antara energi dengan
rapat keadaan. Bila hubungan diasumsikan linier p=q=l sedangkan bila
hubungan diasumsikan parabolik y=q=1/2. Besarnya absorpsi dari lapisan tipis
amorf dapat diturunkan dari rapat keadaan. Untuk tujuan tersebut, dimulai dari
perumusan fotokonduktivitas dari semikonduktor amorf yang ditulis sebagai :

dimana: e adalah muatan elektron
adalah volume spesimen

me adalah massa elektron
f@) adalah probabilitas energi yang dimiliki sebesar E

N(E) adalah distribusi rapat keadaan
D adalah matriks elemen transisi antara keadaan inisial dan keadaan
akhir
Untuk elektron, hngsi probabilitas f(E) digunakan fingsi Fermi-Dirac
sebagai berikut :

Dengan mensubstitusi Persamaan (2.3)ke Persamaan (2.2)diperoleh:

dimana: NO adalah distribusi rapat keadaan (DOS)yang kosong

N' adalah distribusi rapat keadaan (DOS)yang terisi
Selanjutnya

hubungan

antara

koefisien

absorpsi

a(o) dan

fotokonduktivitas dinyatakan oleh persamaan :

Dengan menggunakan hubungan Persamaan (2.5)dapat dituliskan perumusan
koefisien absorpsi a(w)sebagai berikut:

dengan c, adalah konstanta yang sama dengan 8 x 2 e 2 h3 0 / m e 2 c

Untuk mendapatkan koefisien absorpsi maka matriks elemen D dan
distribusi rapat keadaan N(E) hams ditentukan terlebih dahulu. Untuk matriks
elemen D ada dua tipe matriks yaitu matriks elemen momentum P dan matriks
elemen dipole I?. Begitu juga untuk distribusi rapat keadaan ada dua jenis
pemodelan sehubungan dengan energi, yaitu hubungan antara energi dan rapat
keadaan diasumsikan linier p-q- 1 dan diasumsikan parabolik p=q= 112.
Dengan menggunakan kedua tipe matriks ini dan model rapat keadaan yang
digunakan, setelah dilakukan substitusi dan reduksi, maka Persamaan (2.6)
menjadi :
I l(p+q-I)
h o - lXo,,, a [a(ru)n(o)hru]

hw - ,Copti,,[a(a(w)n(w)
l h a ]1

P-q-1

(2.7)
1

(2.8)

Dengan bergantung pada asumsi model distribusi rapat keadaan, apakah
dimodelkan linier atau parabolik, maka kita mendapatkan hubungan antara
koefisien absorpsi dengan energi foton yang datang, salah satu diantaranya
adalah metode Tauc-plot yang mengannggap elemen matrik P konstan dan
dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut:

dimana a adalah koefisien absorpsi; B adalah konstanta yang tergantung pada
bahan, dan h adalah konstanta Plank.
Takahashi dan Konagai (1986) menggunakan Persamaan (2.9) di atas
untuk menentukan lebar celah optik bila suatu foton melewati lapisan a-Si:H
pada celah pita energi (energi gap atau E,). Dengan mengambil E

=

h v dan

memplot harga

terhadap E maka dapat ditentukan besar celah optik.

Gambar 2.6. memperlihatkan cara menentukan lebar celah optik dengan
rnetode Tauc-plot dari lapisan-i a-Si:H. Dari grafik pada Gambar (2.6) dapat
dilihat bahwa hubungan secara linier sangat baik pada energi relatif tinggi.
-oN

hv

(cv)

Gambar 2.6. Metode menentukan E,,, a-Si:H
Dengan mempertimbangkan pada linieritas pada energi rendah dan kenyataan
bahwa koefisien absorpsi a tidak mungkin berharga no1 walaupun untuk
hv

=

Ew,yang disebabkan karena adanya keadaan terlokalisasi. Dengan dasar

tersebut, maka kita dapat menghitung koefisien absorpsi hanya untuk daerah
energi rendah
Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan penelitian untuk mengukur
besar celah optik ini, diantaranya Takahashi dan Konagai (1986) mengukur
celah optik pada lapisan-i a-Si:H yang dideposisi dengan metoda high

frequency glow dischaege besarnya sekitar 1.65 - 1.80 eV dan Street (1991)
juga telah menpkur celah optik lapisan-i a-Si:H yang dideposisi dengan
metoda glow discharge dan hasil yang diperolehnya adalah sebesar 1,7eV.

2.4. Spektrum Absorpsi UV-Vis

Spektrum absorpsi

In/-yis

(Ullra

Violet-Visible Speclr-oscope)

digunakan untuk mengetahui absorpsi lapisan-i a-Si:H pada spektrum cahaya
tampak dan ultra violet (300 - 800 nm). Koefisien absorpsi ditentukan
berdasarkan hubungan antara persen transmisi sebagai fungsi gelombang
dengan ketebalan lapisan sebagai berikut

dimana a = koefisien absorpsi; d = tebal lapisan; T = transmittansi.
Dengan menggunakan Persamaan (2.9) dan mernplot harga E(h u) dan
diperoleh harga celah optik (EopI).
2.5. Konserltrasi Hidroger1

Silikon amorf mernpunyai banyak ikatan bebas (dnnglir~gbond) yang
rnengakibatkan timbulnya cacat pita (defect Ielal). Dengan adanya dnngIing
borid ini juga menyebabkan timbulnya keadaan terlokalisasi (localized state)

yang berada diantara pita konduksi dan pita valensi.
Adanya hidrogen pada ikatan bebas mengakibatkan jumlah keadaan
terlokalisasi atau keadaan yang berada pada pita terlarang akan menurun.
Menurunnya keadaan yang berada pada pita terlarang ini akan menyebabkan
mobilitas elektron dan hole pada pita konduksi atau pita valensi menjadi
besar. Celah energi pada a-Si:H adalah 1,65 - 1,80 eV, sedangkan pada Si
kristal sekitar 1,l eV, ha1 ini disebabkan karena energi ikat Si-H sekitar
3,4 eV, sedangkan energi ikat Si-Si hanya sekitar 2,2 eV. Jadi dengan

kehadiran hidrogen celah energi pada a-Si:H bertambah besar (Van Sark,
dkk, 1998).
Berdasarkan hasil eksperimen, celah optik sel surya a-Si:H berkaitan
dengan konsentrasi hidrogennya. Dari berbagai hasil pengukuran dengan
menggunakan berbagai metoda, terdapat hubungan linier antara lebar celah
optik dengan konsentrasi hidrogen (Gambar 2.7) (Fritzsche, 1980). Sampel
lapisan-i a-Si:H yang dideposisi dengan metoda High Grequency Glow

Discharge diperoleh konsentrasi hidrogen 8 - 15 %. Konsentrasi hidrogen
yang optimum pada a-Si:H sekitar 15% dan perbandingan SiHz/SiH
mendekati nol. Bila konsentasi hidrogen lebih besar dari 20 % maka akan
terbentuk SiHz

dimana dengan

kehadiran SiHz dalam a-Si:H akan

mengurangi kualitas devais sel surya (Takahashi dan Konagai, 1986).

- EMRGY
A1

13-

-

18/

0

*

~

0

L

L

L

a
so

GAP N C R E A S E S W I T H

'I. U

L

r\TOMIC

L

10

O

GLOW DlSCH ( E X X O N )
REACT S P U T . I E X X O N 1
G L W MSCH ( 1 9 1 el a[)
CVO I J A N A I c l a1 1
l

l

f

l

l

20

PERCENT

l

l

l

l

HYDROGEN

Gambar 2.7. Hubungan konsentrasi hidrogen
dengan lebar celah optik
Lebar celah optik pada a-Si:H dapat dikontrol besarya antara 1,5 eV
sampai 2.0 eV. Variasi lebar celah optik (E,,)dalam eV dengan konsentrasi
hidrogen (CH) dalam % diberikan oleh persamaan (Kanicki, 1991):

Konsentrasi hidrogen dalam a-Si:H dapat mengurangi rapat keadaan
terlokalisasi. Hal ini menyebabkan jumlah elektron yang tereksitasi ke daerah
sekitar pita konduksi bertambah, sehingga memperbesar celah optik.
2.6. Mekanisme Deposisi Lapisan Tipis a-Si:H
Proses deposisi lapisan tipis a-Si:H di dalam reaktor PECVD secara
garis besar dapat terbagi atas tiga tahap (Takahashi dan Konagai, 1986),
yaitu:
1. Dekomposisi plasma molekul Si& menjadi H, Si-H, Si-H2 dan molekul

aktif lainnya.
2. Proses transport dan difbsi radikal H, Si-H dan Si-Iq2 ke permukaan

substrat.
3. Reaksi permukaan molekul-molekul terabsorpsi pada permukaan substrat.

Mekanisme deposisi silane dengan proses glow discharge lapisan tipis a-Si:H
digambarkan seperti pada Gambar 2.8 berikut (Pankove, 1984):

Transport
[

4
w

j Reaksi permdaan

Substrat

Gambar 2.8. Mekanisme deposisi silane dengan proses
glow discharge lapisan tipis a-Si:H.

Akibat tumbukan elektron yang berkecepatan tinggi, molekul-molekul gas
terionisasi membentuk plasma. Molekul-molekul tereksitasi dan mencapai
permukaan substrat dengan proses dihsi. Partikel-partikel yang mencapai
substrat, bermigrasi untuk menemukan tempat absorpsi pada substrat dan
atom-atom bereaksi satu sama lain untuk membentuk film. Dalam reaksi
pembentukan ikatan Si-Si diperlukan ikatan bebas pada permukaan substrat
dan dua radikai SXJ. liadikal SiH3 yang pertama, daiang pada permukaan
substrat dan memindahkan atom-atom H menjadi Si-I& dengan meninggalkan
ikatan bebas pada permukaan dengan reaksi :
G

SiH-H+SB3

j

= Si--+SB4

Radikal yang kedua, bereaksi dengan ikatan bebas untuk membentuk ikatan
Si-Si:
E

SiH-+ SiH3 j

r

Si --+ SiH3

Mekanisme deposisi di atas dapat menjelaskan konsentrasi hidrogen dalam
film, yang dibagi kedalam konfigurasi SiH dan SiH2.

BAB LIZ

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental dalam bidang kajian
Fisika Material Elektronik, khususnya film tipis lapisan-i Silikon Amorf
Terhidrogenasi (a-Si:H) yang merupakan bagian dari bahan delvais sel surya p-i-n
atau n-i-p.
3.1. Penyiapan Sampel

Sampel berupa lapisan tipis a-Si:H tipe-i (intrinsik) atau disebut juga
lapisan-i a-Si:H difabrikasi dengan menggunakan metoda Plasma Enhanced

Chemical Vapor Deposition (PECVD) ganda. Metoda ini menggunakan
reaktor yang dihubungkan dengan generator fiekwensi rf. Reaktor PECVD
ganda yang digunakan berada di laboratorium Fisika Material Elektronik
Jurusan Fisika ITB Bandung. Skema reaktor PECVD ganda seperti Gambar
3.1 (Amiruddin, 1998).

Gambar 3.1. Skema reaktor PECVD ganda

Adapun komponen-komponen dari reaktor PECVD ganda ini adalah :
a. Chamber, tempat berlangsungnya reaksi deposisi, berbentuk silinder
vertikal terbuat dari stainles steel dengan diameter 8 inchi dan tinggi 12
inchi.
b. Pompa vakum, untuk memvakumkan ruangan chamber. Sistem pompa ini
menggunakan jenis rotary plrmp EC80I ULVAC .Corporation dengan
menggunakan gas balance Nz.
c. Pengontrol temperatur substrat menggunakan SR-22 SHIMADEN
(Microprocessor-BasedAuto TzcningPID-Controller).
d. Mass Flow Controller (MSC' jenis 247C-4 Channels read out untuk
mengukur laju aliran gas. MSC ini terdiri dari 4 channel, yaitu : channel-]
untuk gas Si:%, channel-2 untuk gas PH3, channel-3 untuk gas B2H6,
dan
channel-4 untuk gas CH4.
e. Presmremeter digunakan untuk mengukur tekanan chamber.
f. Daya pembangkit rf, menggunakan sistem tabung di mana semua

parameter dapat diubah-ubah.
g. Blower digunakan untuk membuang gas keluar dari chamber.
h. Leak detector digunakan untuk mendeteksi kebocoran gas.
i.

Shzrfter sebagai penutup substrat.
Sampel lapisan-i a-Si:H atau lapisan tipis tipe-i ini terbentuk dengan

mengalirkan gas Silane (SiH4) ke dalam reaktor dengan temperatur deposisi
200" C di atas substrat glas Coming dengan ukuran 3 x 4 cm. Sebelum

melakukan deposisi, substrat telah dibersihkan terlebih dahulu menggunakan

akuades lalu dikeringkan dengan kompressor gas N2 setelah itu dicuci dengan
methanol lalu dikeringkan lagi dengan kompressor gas N2. Kegiatan
pencucian ini dilakukan sebanyak tiga kali dan terakhir dicuci dengan
akuades lalu dikeringkan seperti sebelumnya.
Frekuensi yang digunakan pada penumbuhan sampel adalah 16,06

MHz. Variabel kontrol dalam penumbuhan sampel ini adalah temperatur,
tekanan, daya pembangkit, arus pembangkit dan frekuensi dibuat konstan,
sedangkan parameter lainnya seperti laju aliran gas silane, lama deposisi,
dibuat bervariasi untuk memperoleh tebal sampel yang berbeda. Sebelum
deposisi lapisan, terlebih dahulu dilakukan pemvakuman chamber (sekitar 80
mT) dengan menggunakan Rotary Vaccz~mPump. Setelah tekanan menurun,
dilakukan pencucian chamber dengan purging gas N2 sementara itu heater
diaktifkan untuk memanaskan substrat. Setelah target temperatur tercapai,
dilakukan uji kesetabilan plasma dengan mengalirkan gas N2 yang
sebelumnya sumber rf telah diaktifkan. Untuk memperoleh plasma yang
stabil, dapat dilakukan dengan mengatur power meter dari sumber rf. Setelah
plasma Nz yang stabil diperoleh, maka untuk penumbuhan lapisan tipis tipe-i
dialirkan gas silane dengan kecepatan aliran tertentu seiring dengan itu aliran
gas N2 dihentikan maka akan terbentuk plasma. Warna plasma pada saat
pembentukan lapisan tipe-i ini adalah berwarna ungu. Setelah plasma
terbentuk, kemudian gugus atom radikal tersebut akan terdeposisi pada
substrat dengan melalui reaksi pembentukan a-Si:H

3.2. Jenis dar~Tekriik Pengr~mpula~i
Data

Setelah sampel di fabrikasi lalu dilakukan pengukuran W-Vis,
diperoleh data tentang panjang gelombang (h)dan data transmittansi (T), dari
data ini akan ditentukan lebar celah optik dengan menggunakan metode Ta14c-

Ploi. Dari data panjang gelombang (A) dapat ditentukan spektrum energi

E@v) = hc/A dan dari data transmittansi (7') dapat dihitung spektrum absorpsi

a dengan menggunakan Persamaan (2.1) dimana untuk menentukan tebal
sampel (d) diukur dengan menggunakan Dektak II (dalam A").
Selanjutnya dengan menggunakan Persamaan (2.9) dan (2.10) dibuat
grafik dengan memplot harga E@v) dan &.

Dengan bantuan membuat

persamaan garis lurus yang menyinggung grafik dan titik potong garis
singgung ini pada absis EFV) merupakan harga dari lebar celah pita optik
tersebut. Untuk memperoleh garis singgung tersebut pada grafik, maka daerah
panjang gelombang yang diambil sesuai dengan daerah energi rendah dimana
kelengkungan grafik dapat ditentukan. Pengolahan data ini menggunakan
program Microsoft Excel (versi 97). Selanjutnya dari harga celah pita optik

E,,,

dan dengan menggunakan persamaan (2.11) selanjutnya kita dapat

menghitung konsentrasi hidrogen dalam % (persentase) juga dengan bantuan

Microsoft Excel (versi 97).

BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengukuran

Sesuai dengan jenis dan teknik pengumpulan data yang telah
dikemukakan sebelumnya, data pada penelitian ini berupa hasil pengukuruan

UV-Vis yaitu berupa data tentang panjang gelombang (1)dan data tentang
transmittansi (T). Pengukuran W-VIS ini dilakukan di Jurusan Kimia ITB
Bandung langsung setelah sampel selesai dideposisi.
Sampel 1, sampel 2 dan sampel 3

berupa film tipis a-Si:H intrinsik

(lapisan-i) yang dideposisi dalam reaktor PECVD ganda, dengan parameter
deposisi yang dibuat tetap sebagai variabel kontrol adalah : temperatur,
frekwensi pembangkit, daya pembangkit dan arus pembangkit, sedangkan
variabel yang diubah adalah : laju aliran gas silane dan lama deposisi.
Adapun parameter deposisi dari ketiga sampel tersebut diperlihatkan
pada Tabel 4.1. berikut:
Tabel 4.1. Parameter deposisi sampel lapisan-i a-Si:H

Parameter Deposisi

Tetap

Berubah

Sampel 1

Sampel2

Sampel3

1. temperatur
2.frekwensi
pembangkit
3 .daya pembangkit
4.arus pembangkit

200"
16,02 MHz

200"
16,02 MHz

200°
16,02 MHz

25 Watt
75 mA

25 Watt
75 mA

25 Watt
75 mA

1. laju aliran
2. lama deposisi

40 sccm
124 menit

50 sccm
134 menit

60 sccm
105 menit

Hasil pengukuran W-Vis untuk ketiga sampel dengan menggunakan
program Microsoft Excel versi 97 diplot harga panjang gelombang terhadap

persen transmitansi, grafiknya untuk ketiga sampel tersebut bertunrt-turut
seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1, Gambar 4.2. dan Gambar 4.3:

I

I

Pa~jangGelornbang (nm)

Gambar 4.1. Grafik hubungan antara panjang gelombang
dan transmitansi sampel 1
100

-P.-

-

80 -

-

!n

60

.=

40 -

C

m

E

E

20

-

0,
300

500

700

900

Panjang Gelombang (nrn)

Gambar 4.2. Grafik hubungan antara panjang gelombang
dan transmitansi sampel 2

I

100

200

300

400

5W

6W

700

8W

900

Panjang Gelornbang (nrn)

Gambar 4.3. G r a f i hubungan antara panjang gelombang
dan transmitansi sampel 3
Masih dengan bantuan program Microsoft Excel selanjutnya dari data
panjang gelombang (A) ditentukan spektrum energi EFV)

=

Efic/;l) dengan

h = konstanta Plank yang harganya 6,6262~10"I'~dtdan c adalah kecepatan
cahaya yang harganya 3 x 1 0 ~m/dt dan dari data transmittansi (T) dihitung
spektrum absorpsi a dengan menggunakan Persamaan (2.10). Untuk
menentukan tebal sampel yang diperlukan pada Persamaan (2.10), dilakukan
pengukuran dengan menggunakan Dektnk I1 di laboratorium Fisika Material
Elektronik Jurusan Fisika ITB Bandung.
Untuk sampel I yang dideposisi dengan laju aliran gas 40 sccm selama
124 menit diperoleh tebalnya sebesar 7.032 A'

(0,7032 pm), atau laju

deposisi sebesar 0,945 AO/dt. Bila diplot energi E (dalam eV) terhadap

&

(dalam cm-lev-') diperoleh grafi k seperti pada Gambar 4.4 berikut :

Gambar 4.4. Grafik E(eV) terhadap

& sampel 1

Data untuk sampel 2 yang dideposisi dengan laju aliran gas silene 50
sccm, lama deposisi 134 menit dan tebalnya 7.049 A' (0.7049 pm), atau laju
deposisi sebesar 0,877 AO/dt, bila diplot energi E (dalam eV) terhadap
diperoleh grafik seperti pada Gambar 4.5 berikut:

&

Gambar 4.5. Grafik E(eV) terhadap

& sampel 2

Sedangkan data untuk sampel 3 yang dideposisi dengan laju aliran gas
silene 60 sccm, lama deposisi 105 menit dan tebalnya 4.783 A" (0.4783 pm),
atau laju deposisi sebesar 0,759 Ao/dt, bila diplot energi E (dalam eV)
terhadap

& diperoleh grafik seperti pada Gambar 4.6. berikut:

Gambar 4.6. Grafik E(eV) terhadap

a sarnpel3

Untuk menentukan besar celah optik dari data W-Yis ini, sesuai
dengan metoda Tazrc-Plot yang digunakan dimana diambil daerah energi
rendah yang sesuai daerah energi celah a-Si:H. Untuk sampel 1 dari Gambar
4.4 dapat dilihat bahwa untuk dapat membuat garis singgung yang akan

memotong sumbu horizontal pada harga sumbu vertikal

=

0, maka energi

yang diarnbil terletak kira-kira antara 2

-

2.6 eV. Selanjutnya membuat

persamaan garis lurus yang menyinggung kurva, dan akan ditentukan titik
potongnya dengan sumbu horizontal yang merupakan harga dari celah optik

(E,J yang akan ditentukan, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.7

Gambar 4.7. Penentuan celah optik
sampel 1 lapisan-i a-Si:H
Setelah ditarik garis lurus yang menyiggung kurva, terlihat bahwa garis lurus
tersebut memotong sumbu horizontal pada harga I ,77eV yang sekaligus
harga ini merupakan harga dari celah optik sampel 1.
Selanjutnya untuk sampel 2 yang tebalnya 7.049 A' (0.7049 pm),
untuk penentuan besar celah optik, caranya sama seperti pada sampel 1 di
atas, dimana untuk sampel 2 ini daerah energi yang diambil berada pada
daerah 1,85 - 2,4 eV, diperlihatkan pada Gambar 4.8. Setelah ditarik garis
lurus yang menyinggung kurva, didapatkan titik potong garis lurus ini dengan
sumbu horizontal pada harga 1,67 eV, dan ini merupakan harga dari celah
optik dari sampel 2

Gambar 4.8. Penentuan celah optik
sampel2 lapisan-i a-Si:H
Begitu juga untuk sampel 3 yang tebalnya 7.032 A' (0,7032 pm), penentuan
harga celah optiknya diperlihatkan pada Gambar 4.9 berikut.

Gambar 4.9. Penentuan celah optik
sampel 3 lapisan-i a-Si:H

Setelah diperoleh harga celah optik, maka dengan menggunakan
Persamaan

(2.11) diperoleh konsentrasi hidrogen untuk masing-masing

sampel sebagai berikut seperti diperlihatkan pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2. Konsentrasi Hidrogen lapisan-i a-Si:H
No.

Sarnpel

Konsentrasi Hidrogen
(YO)

1

Celah Optik
(eV)
1,77

1
2

2

1.67

9,33

3

3

1,75

14,67

16

Bila dibuat grafik hubungan antara besarnya celah optik dengan konsentrasi
hidrogen dengan cara memplot harga celah optik terhadap besarnya
konsentrasi hidrogen yang dikandung oleh setiap sampel lapisan-i a-Si:H,
hasilnya diperlihatkan pada Gambar 4.10 berikut:
1.78

-

1.76

-

--

1.72

8

1.7

-

f-

1.68

-

Y

5

6

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Konsentrasl Hidrogen (%)

Gambar 4.10. Grafik hubungan konsentrasi hidrogen dengan
celah optik sampel 1, 2 dan sampel 3
Dapat dilihat dari grafik bahwa hubungan antara konsentrasi hidrogen dengan
celah optik merupakan hubungan berbentuk linier.
4.2. Pembahasan

Untuk harga celah optik silikon amorf terhidrogenasi yang mempunyai
kualitas yang baik, telah dilakukan pengukuran oleh peneliti terdahulu.
Takahashi dan Konagai (1986) menggunakan metoda High Frequency Glow

Discharge pada temperatur deposisi 200 - 300" C, besar celah optik untuk

lapisan tipis yang berkualitas baik harganya berkisar antara 1,65 - 1,80 eV,
Kanicki (1992) juga telah melakukan pengukuran terhadap sampel lapisan-i
a-Si:H yang dideposisi dengan metoda Glow-Discharge dengan temperatur
deposisi 240°C, harga celah optik yang diperolehnya sekitar 1,75 eV, Street
(1991) mengukur celah energi dengan pendekatan metoda Tauc hasilnya 1,7
eV. Bila dibandingkan hasil yang diperoleh melalui penelitian ini yaitu untuk
sampel 1 harganya 1,77 eV, sampel2 harganya 1,67 eV dan sampel3 sebesar
1,75 eV, ternyata besar celah optik sampel silikon amorf terhidrogenasi
lapisan-i untuk ketiga sampel yang dideposisi dengan metoda PECVD ganda
harganya berada di dalam rentang daerah celah optik hasil pengukuran
peneliti terdahulu. Dari hasil yang diperoleh ini ternyata harga celah optik
dari sampel yang digunakan sudah baik.
Selanjutnya dalam penentuan konsentrasi hidrogen (CH) yang terdapat
dalam lapisan-i a-Si:H dari hasil penelitian ini dimana sampel dideposisi pada
temperatur 200' C dan daya pembangkit Rf 25 Watt,

diperoleh harga

konsentrasi hidrogen untuk sampel 1 yang besar celah optiknya 1,77 eV,
didapatkan CH

=

16 %; sampel 2 yang besar celah optiknya 1,76 eV,

didapatkan CH = 9,33 %; dan sampel 3 yang besar celah optiknya 1,75eV
diperoleh CH= 14,67 %.
Dari hasil perhitungan yang diperoleh melalui penelitian ini ternyata
sampel 1 yang dideposisi dengan laju deposisi 0,945 Aodt, dan sampel 3 yang
dideposisi dengan laju deposisi 0.877 AOdt mempunyai harga konsentrasi
hidrogennya berada sekitar harga kualitas film yang baik (untuk lapisan-i

yang baik konsentrasi hidrogen (&)

mempunyai harga sekitar 15%,

(Takahashi dan Konagai, 1986, Kanicki,l992), sementara sampel 2 yang
dideposisi dengan laju deposisi 0,759 Ao/dt hasilnya masih dapat dikatakan
baik karena harganya berada dalam daerah rentang konsentrasi hidrogen yang
diperoleh oleh Takahashi dan Konagai (1986) antara 8 - 15 %, dan Street
(1991) antara 8 - 40 %.
Menurut Street (1991) terdapat hubungan antara konsentrasi hidrogen
dengan temperatur deposisi dan daya pembangkit Rf yang digunakan seperti
diperlihatkan pada Gambar 4.1 1.

0

100 200 300 400
Ternpcrarurc ("C)

0

10
20
30
R f power (W)

Gambar 4.11. Ilustrasi konsentrasi hidrogen dan temperatur deposisi
serta daya rf a-Si:H dengan metode PECVD
Dari Gambar 4.11 di atas dapat dilihat bahwa untuk temperatur deposisi
sekitar 200°C konsentrasi hidrogennya sekitar 9 % dan untuk daya
pembangkit rf sekitar 25 Watt, besar konsentrasi hidrogennya sekitar 16 %,
sehingga konsentrasi hidrogen yang diperoleh untuk ketiga sampel lapisan-i
a-Si:H yang dideposisi dengan temperatur 200°C dan daya rf 25 Watt
harganya sesuai dengan yang dikemukakan oleh Street (1991) di atas.

Selanjutnya bila dibandingkan dengan harga yang diperoleh peneliti
terdahulu, antara celah optik dengan konsentrasi hidrogen (CH)yang terdapat
dalam a-Si:H dengan berbagai metoda deposisi terdapat hubungan secara
linier

(Takahashi dan Konagai, 1986), untuk lapisan-i yang dideposisi

dengan metoda High Frequency Glow Discharge, konsentrasi hidrogen
sekitar 8 - 15 % untuk celah optik sekitar 1,7

-

1,8 eV, seperti yang

ditunjukkan dengan tanda A pada Gambar 4.12. berikut:

Gambar 4.12. Hubungan konsentrasi H dengan
celah optik dari a-Si:H
Kemudian dari hasil perhitungan celah optik dan konsentrasi hidrogen
pada lapisan-i a-Si:H didapatkan hubungan linier antara konsentrasi hidrogen
dengan celah optik seperti diperlihatkan pada Gambar 4.10 di atas,

ternyata

hasil ini sesuai dengan hasil yang diperoleh peneliti terdahulu (seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.9 dan Gambar 4.12) sehingga dapat dikatakan
bahwa sampel lapisan-i a-Si:H hasil deposisi dalam reaktor PECVD ganda
pada suhu deposisi rendah (200°C, dibanding silikon kristal sekitar 1500°C)

dan daya pembangkit rf 25 Watt serta parameter lain yang digunakan sudah
dapat dikatakan baik sebagai bahan devais sel surya p-i-n atau n-i-p. Dari
hasil yang diperoleh ini diharapkan secara akan dapat meningkatkan efesiensi
devais sel surya

BAB V

PENUTUP
5.1. Kesimpulan

1. Setelah dilakukan pengukuran W-Vis untuk sampel 1, sampel 2 dan
sampel 3 diperoreh data tentang panjang gelombang dan data tentang
transmittansi. Dari data hasil UV-Vis ini dapat ditentukan lebar celah optik
mengguna.kan Metode Tauc-Plot, dan diperoleh hasil untuk sampel I
besar celah optikya 1,77 eV, sampel 2 sebesar 1,67 eVdan sampel 3
sebesar 1,75 eV. Dari hasil yang diperoleh di atas, ternyata hasil
penelitian ini terletak dalam rentang harga celah optik yang diperoleh
peneliti terdahulu (Takahashi dan Konagai, 1986, sebesar 1,65 - 1,8 eV
dan Street 1991, 1,7 eV), sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel
lapisan-i a-Si:H yang dideposisi dengan metode PECVD ganda sudah
dapat dikatakan baik sebagai bahan untuk devais sel surya.
2. Dari hasil besar celah optik yang diperoleh untuk setiap sampel dapat

ditentukan konsentrasi hidrogen yang dikandung oleh lapisan-i a-Si:H.
Dari hasil perhitungan diperoleh harga konsentrasi hidrogen sampel 1
sebesar 16 %, sampel 2 sebesar 9,33 % dan sampel 3 sebesar 14,67 %.
Bila dibandingkan dengan konsentrasi hidrogen untuk lapisan-i a-Si:H
yang baik (sekitar 15 %, Takahashi dan Konagai, 1986, Kanicki,l992),
ternyata konsentrasi hidrogen hasil penelitian ini sampel 1 dan sampel 3
mempunyai harga yang berada dalam rentang daerah konsentrasi hidrogen
yang baik tersebut, sementara sampel 2, konsentrasi hidrogennya masih
dapat dikatakan baik, karena harganya berada dalam daerah rentang

konsentrasi hidrogen yang diperoleh oleh Takahashi dan Konagai (1986)
yaitu: antara 8 - 15 %, dan Street (1991) antara 8 - 40 %.
3. Begitu juga dari hasil penelitian ini diperoleh hubungan linier antara

konsentrasi hidrogen dengan celah optik seperti dikemukakan peneliti
terdahulu, dengan demikian dapat dikatakan sampel lapisan-i a-Si:H hasil
deposisi dengan metoda PECVD ganda sudah dapat dikatakan baik,
sehingga dengan parameter deposisi yang sama dapat digunakan untuk
devais sel surya.
5.2. Saran

1. Pada penelitian ini pengukuran yang dilakukan baru untuk menentukan

lebar celah optik lapisan-i a-Si:H dan menghitung konsentrasi hidrogen
yang dikandungnya, sementara devais untuk sel surya tidak hanya terdiri
dari lapisan-i tapi juga terdiri dari lapisan-p dan lapisan-n. Oleh sebab itu
perlu penelitian lanjutan untuk menghitung celah optik serta konsentrasi
hidrogen untuk masing-masing lapisan tersebut.
2. Untuk menentukan kualitas sel surya yang baik ditentukan ole11 beberapa

faktor, diantaranya konduktivitas, absorpsi infra merah, luminisense, oleh
sebab itu perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui ha1 tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin, . Karakterisasi Reaklor PECYD Ganda Untuk FabrlJikasi Sel Szrrya a-

Si:Hp-i-n yang Didoping Delta, Thesis S1 Program Pasca Sarjana ITB, Bandung.
1998
2. Kanicky, Amorpho~rsand Microcristaline Semiconductor, Vol. II, Material and
Device Physics, Artech House, Inc. Nonvood, 1992
3. Konagai, M.. Itrodtrction to Amorphous Silicon Solar Cell, Proceedings of JapanIndonasia Join Seminar on Photovoltaics, ITB, Bandung, ,3-1-1. 1997.

4. Pankove,J.I., Semiconductor and Semimetal, Vo1.21; Hydrogenated Amorphous
Silicon, Part A: Preparation and Structure, Academic Press Inch., 1984.

5. Street,R. a., HydrogenatedAmorphousSilicon, Cambridge University Press,
Cambridge, 1991
6. Sukirno, H., Perancangan dan Pembztatan Sel Surya Lapisan Tipis Tahap II, ITP,
1995
7. Sze, S. M., Semiconductor Devices, Physics and Technology, John Wiley & Sons,
New Jersey, 1985

8. Takahashi. K., and Konagai, M., Amorphozcs Silicon Solar Cell, North Oxford
Academic, London, 1986.
9. Trijssenaar, M., Hydrogenated Amorphous Silicon and@ Heterojunctions Optical
and Electrical Modeling and Technology as Applied to Solar Cell, Faculty of
Electronic Component, Technology and Material, Delft University of Technology,
Netherlands, 1995.
10. Van Sark, W. G.J.H.M., Bezemer, J., and Van Der Weg, W,F., W F aSi:H Solar
Cell: A Systematic Material and Cell Study, J. Matter. Res., 1998, 13.

11. Venecek. M., Kocka,J., Muclik., Kozicek., Z., Stika., O., and Triska., A., Solar
Energ Material, 8, 1983,4 1 1-423.

Lam~iran1
Sampel 1

Lampiran 2
Sampel2

I

NO.

1

A

I

TIIOO

I

E

1a

1-1